EFEKTIVITAS
KEBIJAKAN MONFIDENS DALAM MENGHADAPI RESESI PEREKONOMIAN PASCA COVID-19 DI FOUR
OF THE GROUP TWENTY (TURKI, AFRIKA SELATAN, RUSIA, INDONESIA)
Grecia Solafide Pasaribu
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia
greciasolafidepasaribu@gmail.com
Abstrak
Mewabahnya Covid-19 di seluruh
dunia mengakibatkan terjadinya
gejolak perekonomian disetiap negara termasuk tingkat harga barang
konsumen yang naik atau biasa disebut dengan
inflasi. Tingginya angka inflasi dibeberapa
negara mengakibatkan resesi
perekonomian, maka diperlukannya kebijakan untuk mengendalikan resesi ekonomi yang tinggi. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan menganalisis kontribusi variabel dari tiga kebijakan
ekonomi yaitu, moneter, fiskal dan makroprudensial. Penelitian ini menggunakan data sekunder atau time series yaitu dari Desember 2019 - Februari 2021. Model analisis
data dalam penelitian ini adalah model Panel ARDL. Hasil analisis
Panel ARDL menunjukkan negara yang mampu menjadi leading indikator dalam mengendalikan resesi perekonomian di Four of The Group Twenty yaitu Suku Bunga, Pajak, NPL dan CAR. Secara panel Suku
Bunga, Tax, NPL dan CAR mampu menjadi
leading indicator inflasi di Negara Turki,
Afrika selatan, Rusia dan
Indonesia. Leading indicator kemampuan monfidens policy dalam
Menghadapi Resesi Perekonomian Pasca Covid-19 di Four
Of The Group Twenty yaitu
Turki hanya dilakukan oleh Suku bunga saja.
Sementara Afrika Selatan dilakukan
oleh suku bunga, pajak, NPL, dan CAR. Untuk negara Rusia
dilakukan oleh semua variabel yaitu suku bunga, jumlah
uang beredar, kurs, pajak, NPL, dan CAR. Sedangkan
Indonesia dilakukan oleh kurs,
pajak, NPL dan CAR.
Kata kunci: Kebijakan;
Resesi Perekonomian; Covid-19
Abstract
The outbreak of Covid-19 throughout the world has
resulted in economic turmoil in every country, including rising prices for
consumer goods, also known as inflation. The high rate of inflation in several
countries has resulted in an economic recession, so policies are needed to
control high economic recessions. Therefore, this study aims to analyze the
variable contribution of three economic policies, namely, monetary, fiscal and
macroprudential. This study uses secondary data or time series, namely from December
2019 - February 2021. The data analysis model in this study is the ARDL Panel
model. The results of the ARDL Panel analysis show that countries are capable
of being leading indicators in controlling economic recession in the Four of
The Group Twenty, namely Interest Rates, Taxes, NPLs and CAR. From a panel
perspective, interest rates, taxes, NPL and CAR are the leading indicators of
inflation in Turkey, South Africa, Russia and Indonesia. The leading indicator
of the ability of monfidens policy in Facing the
Post-Covid-19 Economic Recession in the Four Of The Group Twenty, namely
Turkey, is only carried out by interest rates. While South Africa is carried
out by interest rates, taxes, NPLs, and CAR. For the Russian state, all variables
are carried out, namely interest rates, money supply, exchange rates, taxes,
NPL, and CAR. While Indonesia is done by the exchange rate, taxes, NPL and CAR.
Keywords: Policy; Economic
Recession; Covid-19
Pendahuluan
Wabah Covid-19 telah menyebar hampir ke 199 negara dan mempengaruhi
beberapa aspek kehidupan (Rahmadia, Febriyani, Kuala, Islam, & Kuala, 2020). Penyebaran
virus Covid-19 ini berdampak paling besar pada perekonomian yang dilakukan masyarakat maupun pelaku bisnis.
Dalam menghadapi Covid-19, Pemerintah Indonesia melakukan pendekatan yang cepat dan prudent
untuk mengurangi dampaknya
pada perekonomian. Beberapa
ahli mengkhawatirkan, dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh Covid-19 bisa lebih besar dari
dampak kesehatan, dan pertumbuhan ekonomi akan melambat. Jika terjadi perlambatan ekonomi, maka daya
serap tenaga kerja akan berkurang,
meningkatnya pengangguran
dan kemiskinan.
Sebelum
terjadi wabah Covid-19, perekonomian dunia sedang dalam kondisi yang meningkat, hal itu karena adanya kesepakatan
dagang Amerika Serikat dengan China (Kristhy,
Afrinna, & Taka, 2022). Namun ketika wabah Covid-19 pada Maret 2020 perekonomian kembali lesu dan wabah asal China itu memberikan tekanan perekonommian global luar biasa. Sehingga terjadi kepanikan, dan harga-harga ditingkat internasional, komoditas, hingga harga minyak
dunia terkontraksi. Hal itu pun berdampak
pada beberapa negara dengan
perekonomian terbesar di
dunia. Pandemi Covid-19 membawa
kemerosotan ekonomi bagi banyak negara, tak terkecuali yang tergabung dalam kelompok G20. Pandemi Covid-19 telah menjadi salah satu krisis global terbesar dalam sejarah serta
dengan adanya penyebaran varian delta yang cepat dan ancaman varian baru lainnya
telah meningkatkan ketidakpastian kapan pandemi ini akan berakhir. Pemulihan ekonomi global tergantung pada seberapa cepat negara-negara khususnya yang tergabung dalam G20 dapat menahan pandemi ini.
G20 sebagai forum yang beranggotakan sembilan belas negara dengan skala ekonomi terbesar
di dunia, ditambah dengan
Uni Eropa. Dari Asia Tenggara sendiri,
sejatinya telah merepresentasikan 85 % perekonomian
global, 80 % investasi global, 75 % perdagangan internasional, dan 66
% penduduk dunia. Dibentuk
pada 1999 atas inisiasi anggota G7, G20 merangkul negara maju dan berkembang untuk bersama-sama mengatasi krisis, utamanya yang melanda Asia, Rusia, dan Amerika
Latin. Adapun tujuan G20 adalah
mewujudkan pertumbuhan
global yang kuat, berkelanjutan,
seimbang, dan inklusif. Dalam anggota kelompok
G20, terdapat beberapa
negara yang mengalami fluktuasi
inflasi hingga inflasi berat, oleh karena itu penulis mengambil empat negara tergabung dalam G20 yang mengalami fluktuasi inflasi sehingga mengakibatkan depresi ekonomi hingga resesi ekonomi.
Tabel 1 Negara Four of The G20
No |
Daftar Negara G20 |
1 |
Turki |
2 |
Afrika Selatan |
3 |
Rusia |
4 |
Indonesia |
Dampak covid yang sangat besar ini,
sangat menghantam perekonomian pada negara G20 tak terkecuali dengan daftar
negara diatas yaitu Four of The Group Twenty.
Pembatasan mobilitas penduduk telah berdampak luas pada permintaan dan penawaran
agregat di berbagai saluran, yang kemudian berinteraksi secara kompleks,
sehingga mengakibatkan resesi ekonomi yang tidak biasa.
Gambar 1 Total Kasus Covid-19 di Four of The G20
Pada gambar di atas
terlihat jelas bahwa penyebaran virus corona sangat
luas dan cepat sehingga di negara G20 pun terkena
wabah nya. Rusia mencapai total kasus hingga april
2021 mencapai angka 4,8jt kasus dan Indonesia yang paling kecil
angka total kasus nya hanya 1,6 juta
pada April 2021. Turki merupakan salah satu negara yang terdampak pandemi Covid-19. Turki menjadi
Negara ke-8 yang memiliki kasus
positif Covid-19 tertinggi.
Namun Turki menjamin kesejahteraan warganya ditengah pandemi ini. Kebijakan ekonomi yang dilakukannya pun sangat memerhatikan
masyarakat yang lanjut usia. Turki berusaha untuk mengurangi beban warganya yang sedang mengalami kesulitan dalam hal ekonomi.
Sejak 2021 Turki mengalami peningkatan inflasi sejak tahun 2021, namun presiden Turki Erdogan tidak memangkas suku bunga akan
tetapi mengintervensi pasar
mata uang asing. Akibat dari pemangkasan
suku bunga dari 19% ke 14%, nilai tukar lira Turki anjlok sehingga Negara menanggung biaya lebih mahal ketika mengimpor barang-barang dari luar negeri.
Resesi ekonomi terjadi ditandai dengan pelemahan ekonomi global, menurunnya marginal
efficiency of capital, tingginya angka pengangguran, turunnya ekspor dan investasi serta penurunan penerimaan negara dari pajak serta
diturunkannya target pertumbuhan
ekonomi oleh pemerintah sepertinya resesi. Kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah untuk mencegah resesi menjadi depresi adalah menerbitkan berbagai kebijakan, memberi kemudahan administrasi (ijin) dan pajak bagi pemilik modal
(investor) untuk berinvestasi, membangun
berbagai proyek dengan mengeluarkan anggaran secara massive. Jika terjadi depresi, diperlukan autonomous dan induced investment yang akan menciptakan dorongan kuat bagi bangkitnya perekonomian dari keterpurukan (Miraza,
2019).
Inflasi yang berada
pada tingkat wajar berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi sedangkan inflasi yang berada di atas batas akan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Kenaikan inflasi umumnya akan menurunkan
daya beli masyarakat. Kenaikan harga-harga barang dan jasa akibat dinamika dari inflasi akan
membuat masyarakat tercekik dengan besarnya biaya konsumsi yang harus dikeluarkan. Secara sederhana, inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan harga. Inflasi dapat terjadi ketika
jumlah uang beredar tumbuh lebih cepat
dibanding dengan persediaan barang yang dijual di pasaran. Saat masyarakat cenderung memiliki banyak uang, permintaan barang akan naik. Namun kenaikan permintaan barang tersebut tidak diiringi dengan kenaikan jumlah barang yang tersedia di pasar. Akibatnya, harga barang akan mengalami
kenaikan.
Pertumbuhan ekonomi nasional suatu negara sangat dipengaruhi olah pengembangan control financial terutama
dalam jangka menengah dan jangka panjang, karena itu kontrol terhadap jumlah uang yang beredar sangat penting dalam mengedalikan
tingkat pertumbuhan ekonomi. Tanpa kontrol yang baik maka proses pengedalian pertumbuhan akan sangat sulit dilakukan terutama gejolak inflasi yang tinggi sering menyebabkan instabilitas pertumbuhan ekonomi.
Uang beredar sering
dikaitkan dengan suku bunga, pertumbuhan
GDP, dan tingkat inflasi. Jumlah uang beredar yang terlalu banyak dapat mendorong kenaikan harga barang-barang secara umum akan menimbulkan
inflasi. Apabila jumlah uang beredar terlalu sedikit maka kegiatan ekonomi
akan menjadi lebih lambat. Berdasarkan
hal tersebut maka jumlah uang beredar perlu diatur
agar sesuai kapasitas ekonomi. Dalam Jurnal (Maesaroh
& Triani, 2013), jumlah
uang beredar (JUB) adalah jumlah uang dalam suatu perekonomian pada waktu tertentu. Pada dasarnya, jumlah uang beredar ditentukan oleh besarnya penawaran uang (dari Bank Sentral) dan permintaan
uang (dari masyarakat).
Fluktuasi suku bunga berpengaruh pada keinginan masyarakat untuk meminjam uang di bank. Secara teoritis, makin rendah suku bunga,
maka semakin tinggi keinginan masyarakat untuk meminjam uang di
bank dan masyarakat lebih terdorong untuk memenuhi kebutuhan maupun untuk melakukan ekspansi usaha. Sebaliknya saat suku bung atinggi, maka masyarakat
akan lebih cenderung untuk menyimpan uang di
bank daripada menggunakannya
untuk berbelanja dan memperluas
bisnis.
Dengan adanya pandemi Covid-19 yang telah melanda seluruh dunia, dipastikan perekonomian duniah melemah dan masalah-masalah terjadi, seperti meningkatnya pengangguran, menurunya pendapatan Negara, meningkatnya pengeluaran pemerintah yang mana pengeluaran itu digunakan untuk mengatasi permasalahan ekonomi, lalu bertambahnya
jumlah uang beredar, dan
lain sebagainya.
Adanya penyebaran
virus corona juga memberikan dampak
negatif terhadap sektor perbankan. Sektor perbankan adalah sektor usaha jasa
yang menghimpun dana dari masyarakat serta menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman
maupun kredit. Namun dengan adanya
pandemi virus corona membuat
sektor perbanka tidak dapat secara
leluasa menyalurkan kreditnya hal ini disebabkan semakin tingginya risiko gagal bayar dari
kreditur karena sebagian besar masyarakat baik orang pribadi maupun perusahaan cenderung mengalami penurunan pendapatan disaat pandemi virus Corona. Oleh karena
itu dengan dibuatnya
proposal ini agar mengetahui penyebab
terjadinya resesi ekonomi yang melanda seluruh dunia khususnya Negara
Turki, Afrika Selatan, Rusia dan Indonesia pasca Pandemi Covid-19.
Kebijakan moneter merupakan kebijakan otoritas moneter atau bank sentral dalam bentuk pengendalian
besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan (Sugiyono,
2017). Perekonomian
yang diinginkan. Dalam praktek, perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan tersebut adalah stabilitas ekonomi makro yang antara lain dicerminkan oleh stabilitas harga (rendahnya laju inflasi), membaiknya perkembangan output riil (pertumbuhan ekonomi), serta cukup luasnya
lapangan/kesempatan kerja yang tersedia. Kebijakan moneter yang disebutkan diatas merupakan bagian integral dari kebijakan ekonomi makro, yang pada umumnya dilakukan dengan mempertimbangkan siklus kegiatan ekonomi, sifat perekonomian suatu negara tertutup atau terbuka,
serta faktor-faktor
fundamental ekonomi lainnya.
Kebijakan fiskal adalah langkah-langkah pemerintah untuk membuat perubahan-perubahan dalam sistem pajak atau
dalam pembelanjaannya dengan maksud untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi yang dihadapi (Sadono, 2003 dalam (Dayanti
& Nasir, 2016). Kebijakan
fiskal merupakan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dengan cara meningkatkan atau menurunkan pendapatan atau anggaran negara. Pemerintah memiliki kewenangan untuk menentukan besaran anggaran atau pendapatan
yang dikeluarkan pada program tertentu.
Kebijakan ini dibuat dengan maksud untuk mempengaruhi jalannya perekonomian dan menjaga keseimbangan ekonomi dalam negara.
Dalam rangka
untuk menghadapi perilaku prosiklikal, dibutuhkan kebijakan yang bersifat sebagai countercyclical yang dapat
mengerem laju pertumbuhan ekonomi yang terlalu tinggi saat fase ekspansi
dan mengakselerasi pertumbuhan
ekonomi yang rendah atau bahkan negatif
saat fase kontraksi. Kebijakan makroprudensial adalah kebijakan countercyclical yang ditujukan
untuk menjaga ketahanan sektor keuangan secara keseluruhan sehingga mampu untuk mengatasi risiko sistemik akibat gagalnya lembaga atau pasar keuangan yang berdampak menimbulkan krisis (Bank Indonesia, 2012). Istilah
kebijakan makroprudensial baru mencuat dan menjadi perhatian sejak terjadinya krisis keuangan global 2008.
Inflasi dapat diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau
dua barang saja tidak dapat disebut
inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya (Bank Indonesia,
2017). Menurut Boediono dalam (Salim,
2018) inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga barang untuk meningkat secara umum dan terus- menerus. Kenaikan harga barang yang terjadi secara musiman, menjelang hari-hari besar tertentu atau yang terjadi hanya sekali saja
dan kembali normal, itu bukan merupakan
inflasi.
Metode
Pendekatan penelitian ini adalah penelitian asosiatif/kuantitatif. Penelitian asosiatif/kuantitatif ialah penelitian yang bertujuan untuk mengetahui derajat hubungan dan pola/bentuk pengaruh
antar dua variabel atau lebih (Rusiadi & Subiantoro, 2014). Dengan penelitian ini maka akan
dibangun suatu teori yang berfungsi untuk menjelaskan, meramalkan dan mengontrol suatu gejala. Dalam
mendukung analisis kuantitatif digunakan Model Panel
ARDL dimana model ini dapat menjelaskan hubungan timbal balik dalam jangka panjang
variabel ekonomi dijadikan sebagai variabel endogen dan melihat keterkaitan antara variabel independent dan variabel
dependent yang menyebar secara
panel di negara Four of The Group Twenty (Turki, Afrika Selatan, Rusia, dan Indonesia). Serta untuk
melihat perbedaan keadaan perekonomian sebelum dan sesudah terjadi nya pandemi
Covid-19 di negara Four of The Group Twenty (Turki, Afrika Selatan, Rusia, dan Indonesia). Data yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari CEIC Ceicdata.com/id,
TradingEconomics.com.
Kriteria
Panel ARDL :
Model Panel ARDL yang diterima adalah model yang memiliki lag terkointegrasi yang
di mana asumsi utamanya adalah nilai coefficient pada
short run equation memiliki slope negative dengan tingkat signifikan sebesar 5%. Syarat Model Panel ARDL: nilainya
negatif (-0,579) dan signifikan
(0,012 < 0,05) maka model tersebut
diterima.
Uji Stasioneritas.
Uji stasionaritas ini dilakukan untuk melihat apakah data time series tersebut mengandung akar unit (unit root). Untuk itu, metode yang biasa digunakan adalah uji Dickey-Fuller (DF) dan uji Augmented
Dickey-Fuller (ADF). Data dikatakan stasioner dengan asumsi mean dan variansinya konstan. Dalam melakukan uji stasionaritas alat analisis yang biasa dipakai adalah
dengan uji akar unit (unit
root test). Uji akar unit pertama
kali dikembangkan oleh Dickey-Fuller dan dikenal sebagai uji akar unit Dickey-Fuller (DF).
Uji Cointegrasi
Lag. Pesaran dan Shin (1995) dan Perasan,
et al. (2001) memperkenalkan metodologi
baru uji untuk ko-integrasi. Pendekatan ini dikenali sebagai
prosedur ko-integrasi uji sempadan atau autoregresi
distributed lag (ARDL). Kelebihan utama
pendekatan ini yaitu menghilangkan keperluan untuk variabel-variabel ke dalam I (1) atau I (0). Uji ARDL ini mempunyai tiga
langkah. Pertama, kita mengestimasi setiap 6 persamaan dengan menggunakan teknik kuadrat terkecil biasa (OLS). Kedua, kita menghitung
uji Wald (statistik F) untuk
melihat hubungan jangka panjang antara variabel. Uji Wald dapat dilakukan dengan batasan-batasan untuk melihat koefisien
jangka panjang. Model Panel
ARDL yang diterima adalah
model yang memiliki lag terkointgegrasi,
dimana asumsi utamanya adalah nilai coefficient memiliki slope negatif dengan tingkat signifikan 5%. Syarat Model Panel ARDL: nilainya
negatif dan signifikan
(<0.05) maka model diterima.
Metode
ARDL salah satu bentuk metode dalam ekonometrika.
Metode ini bisa mengestimasi model regresi linear dalam menganalisis hubungan jangka panjang yang melibatkan adanya uji kointegrasi diantara variabel-variabel times series. Metode
ARDL pertama kali diperkenalkan
oleh Pesaran dan Shin (1997) dengan
pendekatan uji kointegrasi dengan pengujian Bound Test
Cointegration. Metode ARDL memiliki
beberapa kelebihan dalam operasionalnya yaitu dapat digunakan
pada data short series dan tidak membutuhkan
klasifikasi praestimasi variabel sehingga dapat dilakukan pada variabel I(0), I(1) ataupun kombinasi keduanya. Uji kointegrasi dalam metode ini
dilakukan dengan membandingkan nilai F-statistic dengan nilai F tabel yang disusun oleh Pesaran dan Pesaran (1997).
Dengan mengestimasi langkah pertama yang dilakukan dalam pendekatan ARDL Bound Test untuk melihat F-statistic yang diperoleh. F-statistic yang diperoleh
akan menjelaskan ada atau tidaknya
hubungan dalam jangka panjang antara variabel. Hipotesis dalam uji F ini adalah sebagai
berikut: H0 = 𝛼₁
= 𝛼₂ = 𝛼n
= 0; tidak terdapat hubungan jangka panjang, H₁ ≠ 𝛼₁
≠ 𝛼₂ ≠ 𝛼n
≠ 0; terdapat hubungan
jangka panjang, 15 Jika nilai F-statistic yang diperoleh dari hasil komputasi
pengujian Bound Test lebih besar daripada nilai upper critical value I(1) maka
tolak H0, sehingga dalam model terdapat hubungan jangka panjang atau terdapat
kointegrasi, jika nilai F- statistic berada di bawah nilai lower critical value
I(0) maka tidak tolak H0, sehingga dalam model tidak terdapat hubungan jangka panjang atau tidak terdapat
kointegrasi, jika nilai F-statistic berada di antara nilai upper dan lower
critical value maka hasilnya
tidak dapat disimpulkan. Secara umum model ARDL (p,q,r,s)
dalam persamaan jangka panjang dapat dituliskan sebagai berikut:
Pendekatan dengan menggunakan model ARDL mensyaratkan adanya lag seperti yang ada pada persamaan diatas. Menurut (Sitindaon, 2017) lag dapat di definisikan sebagai waktu yang diperlukan timbulnya respon (Y) akibat suatu pengaruh (tindakan atau keputusan).
Pemilihan lag yang tepat untuk model dapat dipilih menggunakanbasis Schawrtz-Bayesian Criteria (SBC), Akaike Information
Criteria (AIC) atau menggunakan
informasi kriteria yang lain,
model yang baik memiliki nilai informasi kriteria yang terkecil. Langkah selanjutnya dalam metode ARDL adalah mengestimasi parameter dalam
short run atau jangka pendek. Hal ini dapat dilakukan dengan mengestimasi model dengan Error Correction Model (ECM), seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa dari model ARDL kita dapat memperoleh model ECM. Estimasi dengan Error Correction
Model berdasarkan persamaan
jangka panjang diatas adalah sebagai
berikut:
Dimana ECTt merupakan Error Correction
Term yang dapat ditulis sebagai berikut:
Hal penting
dalam estimasi model ECM adalah bahwa Error Correction
Term (ECT) harus bernilai negatif, nilai negatif dalam ECT menunjukkan bahwa model yang diestiamsi adalah valid.Semua koefisien dalam persamaan jangka pendek di atas merupakan koefisien yang menghubungkan
model dinamis dalam jangka pendek konvergen
terhadap keseimbangan danmerepresentasikan kecepatan penyesuaian dari jangka pendek ke
keseimbangan jangka panjang.Hal ini memperlihatkan bagaimana ketidakseimbangan akibat shock ditahun sebelumnya disesuaikan pada keseimbangan jangka panjang pada tahun ini.
Hasil dan Pembahasan
Analisis
panel dengan Auto Regresive
Distributin Lag (ARDL) menguji
data pooled yaitu gabungan
data cross section (negara) dengan data time
series (tahunan), hasil
panel ARDL lebh baik dibandingkan dengan panel biasa, karena mampu
terkointegrasi jangka panjang dan memiliki distribusi lag yang paling sesuai
dengan teori, dengan menggunakan software Eviews 10, didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 2 Output Panel ARDL
Dependent
Variable: D(INF) Method: ARDL Date:
01/21/22 Time: 12:22 Sample: 2020M01 2021M02 Included
observations: 54 Maximum
dependent lags: 1 (Automatic selection) Model selection method: Akaike info criterion
(AIC) Dynamic
regressors (1 lag, automatic): JUB SB KURS TAX NPL CAR Fixed regressors: Number
of models evalulated: 1 Selected
Model: ARDL(1, 1, 1, 1, 1, 1, 1) Note:
final equation sample is larger than selection sample |
||||
Variable |
Coefficient |
Std. Error |
t-Statistic |
Prob.* |
Long Run Equation |
||||
JUB |
1.691906 |
0.838148 |
2.018624 |
0.0548 |
SB |
-0.201843 |
0.216329 |
-0.933036 |
0.3601 |
KURS |
1.03E-07 |
6.74E-08 |
1.529062 |
0.1393 |
TAX |
4.783144 |
0.634577 |
7.537526 |
0.0000 |
NPL |
-1.890974 |
0.548027 |
-3.450512 |
0.0021 |
CAR |
-0.840472 |
0.181911 |
-4.620233 |
0.0001 |
|
||||
Short Run Equation |
||||
COINTEQ01 |
-0.186683 |
0.317351 |
-0.588255 |
0.5619 |
D(JUB) |
2.779848 |
4.440097 |
0.626078 |
0.5372 |
D(SB) |
0.217808 |
0.146496 |
1.486783 |
0.1501 |
D(KURS) |
-0.245174 |
0.240116 |
-1.021064 |
0.3174 |
D(TAX) |
-0.258015 |
1.173889 |
-0.219795 |
0.8279 |
D(NPL) |
-0.932610 |
1.040863 |
-0.895997 |
0.3792 |
D(CAR) |
0.254632 |
0.263339 |
0.966934 |
0.3432 |
Mean dependent
var |
0.059259 |
S.D. dependent var |
|
0.534849 |
S.E. of regression |
0.396242 |
Akaike info criterion |
0.327773 |
|
Sum squared resid |
3.768176 |
Schwarz criterion |
1.535619 |
|
Log likelihood |
24.49458 |
Hannan-Quinn criter. |
0.798254 |
|
*Note: p-values and
any subsequent tests do not account for model selection. |
Model Panel ARDL yang diterima
adalah model yang memiliki lag
terkointgegrasi, dimana asumsi utamanya adalah nilai coefficient memiliki slope negatif dengan tingkat signifikan 5%. Syarat Model Panel
ARDL : nilainya negatif (-0,03) dan signifikan
(0,00 < 0,05) maka model diterima.
Berdasarkan penerimaan model,
maka analisis data dilakukan dengan panel per negara.
Tabel 3 Output Panel ARDL Negara Turki
Variable |
Coefficient |
Std. Error |
t-Statistic |
Prob. * |
COINTEQ01 |
0.040489 |
0.000611 |
66.21880 |
0.0000 |
D(JUB) |
-6.437567 |
189.8377 |
-0.033911 |
0.9751 |
D(SB) |
0.283139 |
0.011771 |
24.05346 |
0.0002 |
D(KURS) |
-0.965426 |
0.691947 |
-1.395231 |
0.2573 |
D(TAX) |
1.104631 |
1.295615 |
0.852593 |
0.4565 |
D(NPL) |
1.606320 |
4.696703 |
0.342010 |
0.7549 |
D(CAR) |
0.419449 |
0.162993 |
2.573411 |
0.0822 |
Hasil uji menunjukkan panel ARDL Jumlah
Uang Beredar tidak siginifikan dalam mempengaruhi Inflasi. Suku Bunga signifikan
dalam mempengaruhi inflasi. Kurs tidak siginifikan dalam mempengaruhi Inflasi. Tax tidak siginifikan dalam mempengaruhi Inflasi. NPL tidak siginifikan dalam mempengaruhi Inflasi. CAR tidak siginifikan dalam mempengaruhi Inflasi.
Tabel 4 Output Panel ARDL Negara Afrika Selatan
Variable |
Coefficient |
Std. Error |
t-Statistic |
Prob. * |
COINTEQ01 |
-1.116808 |
0.011704 |
-95.42455 |
0.0000 |
D(JUB) |
14.81581 |
5.792791 |
2.557628 |
0.0834 |
D(SB) |
0.581029 |
0.093843 |
6.191497 |
0.0085 |
D(KURS) |
0.000930 |
0.006908 |
0.134631 |
0.9014 |
D(TAX) |
-3.750394 |
0.183692 |
-20.41673 |
0.0003 |
D(NPL) |
-3.223804 |
0.271922 |
-11.85563 |
0.0013 |
D(CAR) |
0.774947 |
0.086452 |
8.963862 |
0.0029 |
Hasil uji panel ARDL menunjukkan
Jumlah Uang Beredar
tidak siginifikan dalam mempengaruhi Inflasi. Suku Bunga
signifikan dalam mempengaruhi Inflasi. Kurs tidak siginifikan dalam mempengaruhi Inflasi. Tax siginifikan dalam mempengaruhi Inflasi. NPL siginifikan dalam mempengaruhi Inflasi. CAR siginifikan dalam mempengaruhi Inflasi.
Tabel 5 Output Panel ARDL Negara Rusia
Variable |
Coefficient |
Std. Error |
t-Statistic |
Prob. * |
COINTEQ01 |
0.015249 |
5.96E-05 |
255.6663 |
0.0000 |
D(JUB) |
0.192357 |
0.004660 |
41.27600 |
0.0000 |
D(SB) |
0.124993 |
0.034811 |
3.590632 |
0.0370 |
D(KURS) |
-0.016200 |
0.000477 |
-33.95590 |
0.0001 |
D(TAX) |
1.134557 |
0.062855 |
18.05036 |
0.0004 |
D(NPL) |
-0.258257 |
0.060212 |
-4.289143 |
0.0233 |
D(CAR) |
0.299090 |
0.054891 |
5.448809 |
0.0121 |
|
|
|
|
|
Hasil uji panel ARDL menunjukkan
Jumlah Uang Beredar
siginifikan dalam mempengaruhi Inflasi. Suku Bunga signifikan
dalam mempengaruhi Inflasi. Kurs tsiginifikan dalam mempengaruhi Inflasi. Tax siginifikan dalam mempengaruhi Inflasi. NPL siginifikan dalam mempengaruhi Inflasi. CAR siginifikan dalam mempengaruhi Inflasi
Tabel 6 Output Panel ARDL Negara Indonesia
Variable |
Coefficient |
Std. Error |
t-Statistic |
Prob. * |
COINTEQ01 |
0.314337 |
0.016644 |
18.88593 |
0.0003 |
D(JUB) |
2.548792 |
16.16738 |
0.157650 |
0.8847 |
D(SB) |
-0.117931 |
0.155478 |
-0.758507 |
0.5033 |
D(KURS) |
1.32E-08 |
1.42E-16 |
93072413 |
0.0000 |
D(TAX) |
0.479147 |
0.109601 |
4.371733 |
0.0221 |
D(NPL) |
-1.854701 |
0.309012 |
-6.002037 |
0.0093 |
D(CAR) |
-0.474959 |
0.013575 |
-34.98874 |
0.0001 |
|
|
|
|
|
Hasil uji panel ARDL menunjukkan
Jumlah Uang Beredar
tidak siginifikan dalam mempengaruhi Inflasi. Suku Bunga
tidak signifikan dalam mempengaruhi Inflasi. Kurs siginifikan dalam mempengaruhi Inflasi. Tax siginifikan dalam mempengaruhi Inflasi. NPL siginifikan dalam mempengaruhi Inflasi. CAR siginifikan dalam mempengaruhi Inflasi.
Berdasarkan hasil
keseluruhan diketahui bahwa yang siginifikan dalam jangka panjang mempengaruhi
inflasi negara Four of The Group Twenty yaitu
tax, NPL, dan CAR. Sedangkan dalam jangka pendek tidak ada variabel yang mempengaruhi
inflasi di negara Four of The Group
Twenty. Leading indicator negara dalam efetivitas pengendalian resesi
perekonomian di Four of The Group Twenty yaitu
Turki (Suku Bunga), Afrika Selatan (Suku Bunga, Tax, NPL, dan CAR), Rusia (JUB,
Suku Bunga, Kurs, Tax, NPL, dan CAR), dan Indonesia (Kurs, Tax, NPL, dan CAR).
Secara panel ternyata negara yang mampu menjadi leading indicator dalam efetivitas pengendalian resesi perekonomian
di Four of The Group Twenty yaitu
Afrika Selatan, Rusia, dan Indonesia, hal ini disebabkan karena hampir semua
variabel atau indikator dalam penelitian yaitu (Suku Bunga, Tax, JUB, Kurs,
NPL, dan CAR) negara tersebut berpengaruh signifikan terhadap inflasi.
Berdasarkan hasil
keseluruhan diketahui bahwa yang signifikan dalam jangka panjang mempengaruhi
resesi perekonomian di Four of The Group
Twenty yaitu TAX, NPL dan CAR. Kemudian dalam jangka pendek tidak ada yang
mempengaruhi keseimbangan neraca perdagangan. Berikut tabel
rangkuman hasil panel ARDL :
Tabel 7 Rangkuman
Panel ARDL
Variabel |
Turki |
Afrika Selatan |
Rusia |
Indonesia |
Short Run |
Long Run |
JUB |
0 |
0 |
1 |
0 |
0 |
0 |
SB |
1 |
1 |
1 |
0 |
0 |
0 |
Kurs |
0 |
0 |
1 |
1 |
0 |
0 |
Tax |
0 |
1 |
1 |
1 |
0 |
1 |
NPL |
0 |
1 |
1 |
1 |
0 |
1 |
CAR |
0 |
1 |
1 |
1 |
0 |
1 |
Gambar 2 Stabilitas jangka Waktu Pengendalian Resesi Perekonomian
PEMBHASAN
Hasil analisis panel ardl membuktikan :
Leading indicator
kemampuan Monfidens Policy dalam mengendalikan resesi perekonomian di Four of The Group Twenty yaitu Turki hanya dilakukan oleh Suku bunga saja. Sementara
Afrika Selatan dilakukan oleh suku
bunga, pajak, NPL, dan CAR.
Untuk negara Rusia dilakukan
oleh semua variabel yaitu jumlah uang beredar, suku bunga,
kurs, pajak, NPL, dan CAR. Sedangkan Indonesia dilakukan oleh
kurs, pajak, NPL dan CAR.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Suhesti, 2018) jumlah uang beredar, suku bunga
dan kurs secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi (Maghfiroh, 2019). Terjadinya inflasi menyebabkan jumlah uang beredar di kalangan masyarakat semakin meningkat, dimana kondisi ini ditandai dengan naiknya harga barang di pasar yang berujung pada uang yang dikeluarkan
masyarakat untuk membayar kebutuhan hidupnya semakin banyak. Meningkatnya jumlah uang beredar di masyarakat akan membuat Bank Sentral menaikkan suku bunga untuk mengurangi jumlah uang beredar, sehingga menyebabkan terjadinya penurunan dalam permintaan barang dan jasa seiring dengan menurunnya keinganan masyarakat untuk membeli barang dan jasa tersebut karena menyimpan uang di bank lebih menguntungkan daripada membelanjakan uang tersebut. Hal
ini akan membuat nilai tukar dalam
negeri akan terapresiasi
dan inflasi dapat terkendali.
Hubungan Tax
terhadap inflasi didukung oleh (Nalendra, 2013) yang menyatakan bahwa tingkat inflasi berpengaruh negatif terhadap penerimaan pajak. Jika tingkat inflasi suatu negara tinggi, maka akan
berdampak pada menurunnya penerimaan pajak yang diterima negara. Hal ini dikarenakan
kenaikan harga barang menyebabkan turunnya daya beli masyarakat yang berdampak pada menurunnya produksi suatu perusahaan sehingga penghasilan kena pajak perusahaan
juga akan menurun dan berakibat pada menurunnya penerimaan pajak dalam negeri.
NPL berpengaruh
terhadap inflasi, hal ini juga didukung oleh (Linda & Megawati, 2015) yang menyatakan bahwa inflasi berpengaruh signifikan terhadap Non
Performing Loan, begitupun sebaliknya.
Terjadinya inflasi akan meningkatkan nilai Non Performing
Loan yang dimiliki bank. Terjadinya
inflasi akan meningkatkan nilai Non Performing Loan yang dimiliki
bank. Kelebihan permintaan terhadap barang dan jasa yang diakibatkan oleh inflasi membuat terjadinya peningkatan harga. Meningkatnya inflasi, sejalan dengan meningkatnya suku bunga. Hal ini akan berdampak pada meningkatnya nilai Non Performing Loan yang dimiliki
bank, dikarenakan beban bunga yang harus dibayar debitur akan meningkat. Kenaikan harga yang tidak diiringi dengan kenaikan pendapatan membuat debitur kesulitan dalam mengembalikan pinjamannya. Hal inilah yang menjadi pertanda, jika inflasi terjadi
maka Non Performing
Loan juga akan meningkat.
Hubungan CAR
dengan inflasi didukung juga oleh penelitian
yang dilakukan oleh (Kadir, 2021) yang menyatakan secara jangka panjang inflasi berpengaruh terhadap kecukupan modal (CAR) dalam menghadapi risiko yang dapat saja terjadi. Pada prinsipnya terjadinya inflasi dalam negeri akan berpengaruh pada menurunnya kemampuan nasabah bank untuk mengembalikan pinjamannya. Dari penurunan inilah yang akan mengurangi profitabililitas dan
modal pada bank. Dengan begitu,
perubahan atau volatilitas variabel Inflasi perlu diperhatikan
karena akan berpengaruh terhadap modal (CAR).
Kemudian secara keseluruhan dalam jangka panjang
ternyata TAX, NPL dan CAR berpengaruh
dalam mengendalikan resesi perekonomian di Four of
The Group Twenty. Sedangkan dalam
jangka pendek tidak ada yang berpengaruh dalam mengendalikan resesi perekonomian di Four of The Group Twenty
Kesimpulan
Secara panel Suku
Bunga, Tax, NPL dan CAR mampu menjadi
leading indicator inflasi di Negara Turki,
Afrika selatan, Rusia dan
Indonesia. Leading indicator kemampuan monfidens policy dalam
Menghadapi Resesi Perekonomian Pasca Covid-19 di Four
Of The Group Twenty yaitu
Turki hanya dilakukan oleh Suku bunga saja.
Sementara Afrika Selatan dilakukan
oleh suku bunga, pajak, NPL, dan CAR. Untuk negara Rusia
dilakukan oleh semua variabel yaitu suku bunga, jumlah
uang beredar, kurs, pajak, NPL, dan CAR. Sedangkan
Indonesia dilakukan oleh kurs,
pajak, NPL dan CAR.
Untuk menjaga kestabilan
inflasi keempat harus mengontrol dan megawasai suku bunga. Angka inflasi yang tidak terkendali dapat menyebabkan resiko kredit membengkak
dan mengikis tingkat kecukupan modal bank sehingga dapat menjadi ancaman
bagi sektor ekonomi lainnya. Dengan demikian bukan hanya salah satu kebijakan melainkan kombinasi kebijakan moneter, fiskal, dan makroprudensial (monfidens) yang saling mendukung sangat penting dilakukan. Dalam mengendalikan inflasi dalam jangka menengah,
dan panjang kebijakan yang dilakukan yaitu Bank Sentral dan Pemerintah dari keempat Negara harus mengontrol suku bunga, JUB, Kurs, dan pajak agar tingkat inflasi dapat terkendali.
Sebaiknya Bank Sentral dan Pemerintah
Negara Four of The Group Twenty lebih menjaga stabilitas suku bunga, pajak,
NPL dan CAR karena Negara tersebut
mampu menjadi leading
indicator di keempat Negara tersebut.
Keempat Negara harus tetap menjaga tingkat
suku bunga, mengontrol pajak, NPL dan CAR
agar tetap terkontrol demi terciptanya kestabilan inflasi Negara.
Meskipun inflasi di
Negara Turki, Afrika Selatan, dan Indonesia menurun namun pemerintah di tiap Negara tersebut harus tetap menjaga
laju inflasi, agar inflasi tetap terkendali.
Inflasi. Tingkat inflasi
yang tinggi di Rusia, pemerintah di Negara tersebut harus tetap mengontrol
perekonomian dengan meningkatkan suku bunga agar jumlah uang yang beredar dimasyarakat terkendali.
DAFTAR PUSTAKA
Dayanti, Eva, & Nasir, Muhammad.
(2016). Dampak Kebijakan Fiskal Regional Terhadap Output dan Inflasi di Kota
Banda Aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Pembangunan, 1(1), 38–45.
Kadir, Rifadli D. (2021). Determinant
CAR pada Bank Pembiayaan Rakyat (BPR) Syariah di Indonesia. SEMB-J: Sharia
Economic and Management Business Journal, 2(2), 113–118.
Kristhy, Mutia Evi, Afrinna,
Rhedemta, & Taka, Paska Jaga. (2022). BIJAK BERINVESTASI DALAM MASA
PANDEMIK GLOBAL COVID-19. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, 10(2),
377–382.
Linda, Muthia Roza, & Megawati,
Deflinawati. (2015). Pengaruh inflasi, kurs dan tingkat suku bunga terhadap non
performing loan pada pt. bank tabungan negara (persero) tbk cabang padang. Economica,
3(2), 137–145.
Maesaroh, Imas, & Triani, Lely
Fera. (2013). Determinant of the Amount of Money Circulating in Indonesia
(Review Money Supply (M2) 2006-2011). Sustainable Competitive Advantage
(SCA), 2(1).
Maghfiroh, Intan Fitraisna. (2019). Pengaruh
Tingkat Bagi Hasil, Jumlah Uang Beredar, Dan Tingkat Kurs Terhadap Inflasi Di
Indonesia Tahun 2012-2018. IAIN Ponorogo.
Miraza, Bachtiar Hassan. (2019).
Seputar Resesi dan Depresi. Jurnal Ekonomi KIAT, 30(2), 11–13.
Nalendra, Encep Herdiana Rachman.
(2013). Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Dan Tingkat Inflasi
Terhadap Penerimaan Pajak (Survei Pada Provinsi Jawa Barat Periode 2008-2012). Jurnal
Akuntansi. Fakultas Ekonomi. Universitas Komputer Indonesia. Bandung.
Rahmadia, Shinta, Febriyani, Nurul,
Kuala, U. S., Islam, J. E., & Kuala, U. S. (2020). Dampak covid-19 terhadap
ekonomi. Jurnal Ekonomi Islam (JE Islam), 1(1), 1–9.
Rusiadi, Rahmat Hidayat, &
Subiantoro, Nur. (2014). Metode Penelitian Manajemen, Akuntansi dan Ekonomi
Pembangunan (Konsep, Kasus dan Aplikasi SPSS, Eviews, Amos, Lisres). Medan:
USU Press.
Salim, Jul Fahmi. (2018). Pengaruh
kebijakan moneter terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. EKOMBIS: JURNAL
FAKULTAS EKONOMI, 3(2).
Sitindaon, Raul H. (2017). Analisis
Regresi Berganda terhadap Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Inflasi Tahun
2014-2015. Universitas Sumatera Utara.
Sugiyono, F. X. (2017). Instrumen
Pengendalian Moneter: Operasi Pasar Terbuka (Vol. 10). Pusat Pendidikan Dan
Studi Kebanksentralan (PPSK) Bank Indonesia.