EFEKTIVITAS KEBIJAKAN MONFIDENS DALAM MENGHADAPI RESESI PEREKONOMIAN PASCA COVID-19 DI FOUR OF THE GROUP TWENTY (TURKI, AFRIKA SELATAN, RUSIA, INDONESIA)

 

Grecia Solafide Pasaribu

Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia

greciasolafidepasaribu@gmail.com

 

 

Abstrak

Mewabahnya Covid-19 di seluruh dunia mengakibatkan terjadinya gejolak perekonomian disetiap negara termasuk tingkat harga barang konsumen yang naik atau biasa disebut dengan inflasi. Tingginya angka inflasi dibeberapa negara mengakibatkan resesi perekonomian, maka diperlukannya kebijakan untuk mengendalikan resesi ekonomi yang tinggi. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan menganalisis kontribusi variabel dari tiga kebijakan ekonomi yaitu, moneter, fiskal dan makroprudensial. Penelitian ini menggunakan data sekunder atau time series yaitu dari Desember 2019 - Februari 2021. Model analisis data dalam penelitian ini adalah model Panel ARDL. Hasil analisis Panel ARDL menunjukkan negara yang mampu menjadi leading indikator dalam mengendalikan resesi perekonomian di Four of The Group Twenty yaitu Suku Bunga, Pajak, NPL dan CAR. Secara panel Suku Bunga, Tax, NPL dan CAR mampu menjadi leading indicator inflasi di Negara Turki, Afrika selatan, Rusia dan Indonesia. Leading indicator kemampuan monfidens policy dalam Menghadapi Resesi Perekonomian Pasca Covid-19 di Four Of The Group Twenty yaitu Turki hanya dilakukan oleh Suku bunga saja. Sementara Afrika Selatan dilakukan oleh suku bunga, pajak, NPL, dan CAR. Untuk negara Rusia dilakukan oleh semua variabel yaitu suku bunga, jumlah uang beredar, kurs, pajak, NPL, dan CAR. Sedangkan Indonesia dilakukan oleh kurs, pajak, NPL dan CAR.

 

Kata kunci: Kebijakan; Resesi Perekonomian; Covid-19

 

Abstract

The outbreak of Covid-19 throughout the world has resulted in economic turmoil in every country, including rising prices for consumer goods, also known as inflation. The high rate of inflation in several countries has resulted in an economic recession, so policies are needed to control high economic recessions. Therefore, this study aims to analyze the variable contribution of three economic policies, namely, monetary, fiscal and macroprudential. This study uses secondary data or time series, namely from December 2019 - February 2021. The data analysis model in this study is the ARDL Panel model. The results of the ARDL Panel analysis show that countries are capable of being leading indicators in controlling economic recession in the Four of The Group Twenty, namely Interest Rates, Taxes, NPLs and CAR. From a panel perspective, interest rates, taxes, NPL and CAR are the leading indicators of inflation in Turkey, South Africa, Russia and Indonesia. The leading indicator of the ability of monfidens policy in Facing the Post-Covid-19 Economic Recession in the Four Of The Group Twenty, namely Turkey, is only carried out by interest rates. While South Africa is carried out by interest rates, taxes, NPLs, and CAR. For the Russian state, all variables are carried out, namely interest rates, money supply, exchange rates, taxes, NPL, and CAR. While Indonesia is done by the exchange rate, taxes, NPL and CAR.

 

Keywords: Policy; Economic Recession; Covid-19

 

Pendahuluan  

                        Wabah Covid-19 telah menyebar hampir ke 199 negara dan mempengaruhi beberapa aspek kehidupan (Rahmadia, Febriyani, Kuala, Islam, & Kuala, 2020). Penyebaran virus Covid-19 ini berdampak paling besar pada perekonomian yang dilakukan masyarakat maupun pelaku bisnis. Dalam menghadapi Covid-19, Pemerintah Indonesia melakukan pendekatan yang cepat dan prudent untuk mengurangi dampaknya pada perekonomian. Beberapa ahli mengkhawatirkan, dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh Covid-19 bisa lebih besar dari dampak kesehatan, dan pertumbuhan ekonomi akan melambat. Jika terjadi perlambatan ekonomi, maka daya serap tenaga kerja akan berkurang, meningkatnya pengangguran dan kemiskinan.


Sebelum terjadi wabah Covid-19, perekonomian dunia sedang dalam kondisi yang meningkat, hal itu karena adanya kesepakatan dagang Amerika Serikat dengan China (Kristhy, Afrinna, & Taka, 2022). Namun ketika wabah Covid-19 pada Maret 2020 perekonomian kembali lesu dan wabah asal China itu memberikan tekanan perekonommian global luar biasa. Sehingga terjadi kepanikan, dan harga-harga ditingkat internasional, komoditas, hingga harga minyak dunia terkontraksi. Hal itu pun berdampak pada beberapa negara dengan perekonomian terbesar di dunia. Pandemi Covid-19 membawa kemerosotan ekonomi bagi banyak negara, tak terkecuali yang tergabung dalam kelompok G20. Pandemi Covid-19 telah menjadi salah satu krisis global terbesar dalam sejarah serta dengan adanya penyebaran varian delta yang cepat dan ancaman varian baru lainnya telah meningkatkan ketidakpastian kapan pandemi ini akan berakhir. Pemulihan ekonomi global tergantung pada seberapa cepat negara-negara khususnya yang tergabung dalam G20 dapat menahan pandemi ini.

G20 sebagai forum yang beranggotakan sembilan belas negara dengan skala ekonomi terbesar di dunia, ditambah dengan Uni Eropa. Dari Asia Tenggara sendiri, sejatinya telah merepresentasikan 85 % perekonomian global, 80 % investasi global, 75 % perdagangan internasional, dan 66 % penduduk dunia. Dibentuk pada 1999 atas inisiasi anggota G7, G20 merangkul negara maju dan berkembang untuk bersama-sama mengatasi krisis, utamanya yang melanda Asia, Rusia, dan Amerika Latin. Adapun tujuan G20 adalah mewujudkan pertumbuhan global yang kuat, berkelanjutan, seimbang, dan inklusif. Dalam anggota kelompok G20, terdapat beberapa negara yang mengalami fluktuasi inflasi hingga inflasi berat, oleh karena itu penulis mengambil empat negara tergabung dalam G20 yang mengalami fluktuasi inflasi sehingga mengakibatkan depresi ekonomi hingga resesi ekonomi.

Tabel 1 Negara Four of The G20

 

No

Daftar Negara G20

1

Turki

2

Afrika Selatan

3

Rusia

4

Indonesia

 

Dampak covid yang sangat besar ini, sangat menghantam perekonomian pada negara G20 tak terkecuali dengan daftar negara diatas yaitu Four of The Group Twenty. Pembatasan mobilitas penduduk telah berdampak luas pada permintaan dan penawaran agregat di berbagai saluran, yang kemudian berinteraksi secara kompleks, sehingga mengakibatkan resesi ekonomi yang tidak biasa.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 1 Total Kasus Covid-19 di Four of The G20

Pada gambar di atas terlihat jelas bahwa penyebaran virus corona sangat luas dan cepat sehingga di negara G20 pun terkena wabah nya. Rusia mencapai total kasus hingga april 2021 mencapai angka 4,8jt kasus dan Indonesia yang paling kecil angka total kasus nya hanya 1,6 juta pada April 2021. Turki merupakan salah satu negara yang terdampak pandemi Covid-19. Turki menjadi Negara ke-8 yang memiliki kasus positif Covid-19 tertinggi. Namun Turki menjamin kesejahteraan warganya ditengah pandemi ini. Kebijakan ekonomi yang dilakukannya pun sangat memerhatikan masyarakat yang lanjut usia. Turki berusaha untuk mengurangi beban warganya yang sedang mengalami kesulitan dalam hal ekonomi. Sejak 2021 Turki mengalami peningkatan inflasi sejak tahun 2021, namun presiden Turki Erdogan tidak memangkas suku bunga akan tetapi mengintervensi pasar mata uang asing. Akibat dari pemangkasan suku bunga dari 19% ke 14%, nilai tukar lira Turki anjlok sehingga Negara menanggung biaya lebih mahal ketika mengimpor barang-barang dari luar negeri.

Resesi ekonomi terjadi ditandai dengan pelemahan ekonomi global, menurunnya marginal efficiency of capital, tingginya angka pengangguran, turunnya ekspor dan investasi serta penurunan penerimaan negara dari pajak serta diturunkannya target pertumbuhan ekonomi oleh pemerintah sepertinya resesi. Kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah untuk mencegah resesi menjadi depresi adalah menerbitkan berbagai kebijakan, memberi kemudahan administrasi (ijin) dan pajak bagi pemilik modal (investor) untuk berinvestasi, membangun berbagai proyek dengan mengeluarkan anggaran secara massive. Jika terjadi depresi, diperlukan autonomous dan induced investment yang akan menciptakan dorongan kuat bagi bangkitnya perekonomian dari keterpurukan (Miraza, 2019).

Inflasi yang berada pada tingkat wajar berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi sedangkan inflasi yang berada di atas batas akan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Kenaikan inflasi umumnya akan menurunkan daya beli masyarakat. Kenaikan harga-harga barang dan jasa akibat dinamika dari inflasi akan membuat masyarakat tercekik dengan besarnya biaya konsumsi yang harus dikeluarkan. Secara sederhana, inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan harga. Inflasi dapat terjadi ketika jumlah uang beredar tumbuh lebih cepat dibanding dengan persediaan barang yang dijual di pasaran. Saat masyarakat cenderung memiliki banyak uang, permintaan barang akan naik. Namun kenaikan permintaan barang tersebut tidak diiringi dengan kenaikan jumlah barang yang tersedia di pasar. Akibatnya, harga barang akan mengalami kenaikan.

Pertumbuhan ekonomi nasional suatu negara sangat dipengaruhi olah pengembangan control financial terutama dalam jangka menengah dan jangka panjang, karena itu kontrol terhadap jumlah uang yang beredar sangat penting dalam mengedalikan tingkat pertumbuhan ekonomi. Tanpa kontrol yang baik maka proses pengedalian pertumbuhan akan sangat sulit dilakukan terutama gejolak inflasi yang tinggi sering menyebabkan instabilitas pertumbuhan ekonomi.

Uang beredar sering dikaitkan dengan suku bunga, pertumbuhan GDP, dan tingkat inflasi. Jumlah uang beredar yang terlalu banyak dapat mendorong kenaikan harga barang-barang secara umum akan menimbulkan inflasi. Apabila jumlah uang beredar terlalu sedikit maka kegiatan ekonomi akan menjadi lebih lambat. Berdasarkan hal tersebut maka jumlah uang beredar perlu diatur agar sesuai kapasitas ekonomi. Dalam Jurnal (Maesaroh & Triani, 2013), jumlah uang beredar (JUB) adalah jumlah uang dalam suatu perekonomian pada waktu tertentu. Pada dasarnya, jumlah uang beredar ditentukan oleh besarnya penawaran uang (dari Bank Sentral) dan permintaan uang (dari masyarakat).

Fluktuasi suku bunga berpengaruh pada keinginan masyarakat untuk meminjam uang di bank. Secara teoritis, makin rendah suku bunga, maka semakin tinggi keinginan masyarakat untuk meminjam uang di bank dan masyarakat lebih terdorong untuk memenuhi kebutuhan maupun untuk melakukan ekspansi usaha. Sebaliknya saat suku bung atinggi, maka masyarakat akan lebih cenderung untuk menyimpan uang di bank daripada menggunakannya untuk berbelanja dan memperluas bisnis.

Dengan adanya pandemi Covid-19 yang telah melanda seluruh dunia, dipastikan perekonomian duniah melemah dan masalah-masalah terjadi, seperti meningkatnya pengangguran, menurunya pendapatan Negara, meningkatnya pengeluaran pemerintah yang mana pengeluaran itu digunakan untuk mengatasi permasalahan ekonomi, lalu bertambahnya jumlah uang beredar, dan lain sebagainya.

Adanya penyebaran virus corona juga memberikan dampak negatif terhadap sektor perbankan. Sektor perbankan adalah sektor usaha jasa yang menghimpun dana dari masyarakat serta menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman maupun kredit. Namun dengan adanya pandemi virus corona membuat sektor perbanka tidak dapat secara leluasa menyalurkan kreditnya hal ini disebabkan semakin tingginya risiko gagal bayar dari kreditur karena sebagian besar masyarakat baik orang pribadi maupun perusahaan cenderung mengalami penurunan pendapatan disaat pandemi virus Corona. Oleh karena itu dengan dibuatnya proposal ini agar mengetahui penyebab terjadinya resesi ekonomi yang melanda seluruh dunia khususnya Negara Turki, Afrika Selatan, Rusia dan Indonesia pasca Pandemi Covid-19.

Kebijakan moneter merupakan kebijakan otoritas moneter atau bank sentral dalam bentuk pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan (Sugiyono, 2017). Perekonomian yang diinginkan. Dalam praktek, perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan tersebut adalah stabilitas ekonomi makro yang antara lain dicerminkan oleh stabilitas harga (rendahnya laju inflasi), membaiknya perkembangan output riil (pertumbuhan ekonomi), serta cukup luasnya lapangan/kesempatan kerja yang tersedia. Kebijakan moneter yang disebutkan diatas merupakan bagian integral dari kebijakan ekonomi makro, yang pada umumnya dilakukan dengan mempertimbangkan siklus kegiatan ekonomi, sifat perekonomian suatu negara tertutup atau terbuka, serta faktor-faktor fundamental ekonomi lainnya.

Kebijakan fiskal adalah langkah-langkah pemerintah untuk membuat perubahan-perubahan dalam sistem pajak atau dalam pembelanjaannya dengan maksud untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi yang dihadapi (Sadono, 2003 dalam (Dayanti & Nasir, 2016). Kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dengan cara meningkatkan atau menurunkan pendapatan atau anggaran negara. Pemerintah memiliki kewenangan untuk menentukan besaran anggaran atau pendapatan yang dikeluarkan pada program tertentu. Kebijakan ini dibuat dengan maksud untuk mempengaruhi jalannya perekonomian dan menjaga keseimbangan ekonomi dalam negara.

Dalam rangka untuk menghadapi perilaku prosiklikal, dibutuhkan kebijakan yang bersifat sebagai countercyclical yang dapat mengerem laju pertumbuhan ekonomi yang terlalu tinggi saat fase ekspansi dan mengakselerasi pertumbuhan ekonomi yang rendah atau bahkan negatif saat fase kontraksi. Kebijakan makroprudensial adalah kebijakan countercyclical yang ditujukan untuk menjaga ketahanan sektor keuangan secara keseluruhan sehingga mampu untuk mengatasi risiko sistemik akibat gagalnya lembaga atau pasar keuangan yang berdampak menimbulkan krisis (Bank Indonesia, 2012). Istilah kebijakan makroprudensial baru mencuat dan menjadi perhatian sejak terjadinya krisis keuangan global 2008.

Inflasi dapat diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya (Bank Indonesia, 2017). Menurut Boediono dalam (Salim, 2018) inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga barang untuk meningkat secara umum dan terus- menerus. Kenaikan harga barang yang terjadi secara musiman, menjelang hari-hari besar tertentu atau yang terjadi hanya sekali saja dan kembali normal, itu bukan merupakan inflasi.

 

Metode

Pendekatan penelitian ini adalah penelitian asosiatif/kuantitatif. Penelitian asosiatif/kuantitatif ialah penelitian yang bertujuan untuk mengetahui derajat hubungan dan pola/bentuk pengaruh antar dua variabel atau lebih (Rusiadi & Subiantoro, 2014). Dengan penelitian ini maka akan dibangun suatu teori yang berfungsi untuk menjelaskan, meramalkan dan mengontrol suatu gejala. Dalam mendukung analisis kuantitatif digunakan Model Panel ARDL dimana model ini dapat menjelaskan hubungan timbal balik dalam jangka panjang variabel ekonomi dijadikan sebagai variabel endogen dan melihat keterkaitan antara variabel independent dan variabel dependent yang menyebar secara panel di negara Four of The Group Twenty (Turki, Afrika Selatan, Rusia, dan Indonesia). Serta untuk melihat perbedaan keadaan perekonomian sebelum dan sesudah terjadi nya pandemi Covid-19 di negara Four of The Group Twenty (Turki, Afrika Selatan, Rusia, dan Indonesia). Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari CEIC Ceicdata.com/id, TradingEconomics.com.

Kriteria Panel ARDL :

Model Panel ARDL yang diterima adalah model yang memiliki lag terkointegrasi yang di mana asumsi utamanya adalah nilai coefficient pada short run equation memiliki slope negative dengan tingkat signifikan sebesar 5%. Syarat Model Panel ARDL: nilainya negatif (-0,579) dan signifikan (0,012 < 0,05) maka model tersebut diterima.

Uji Stasioneritas. Uji stasionaritas ini dilakukan untuk melihat apakah data time series tersebut mengandung akar unit (unit root). Untuk itu, metode yang biasa digunakan adalah uji Dickey-Fuller (DF) dan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF). Data dikatakan stasioner dengan asumsi mean dan variansinya konstan. Dalam melakukan uji stasionaritas alat analisis yang biasa dipakai adalah dengan uji akar unit (unit root test). Uji akar unit pertama kali dikembangkan oleh Dickey-Fuller dan dikenal sebagai uji akar unit Dickey-Fuller (DF).

Uji Cointegrasi Lag. Pesaran dan Shin (1995) dan Perasan, et al. (2001) memperkenalkan metodologi baru uji untuk ko-integrasi. Pendekatan ini dikenali sebagai prosedur ko-integrasi uji sempadan atau autoregresi distributed lag (ARDL). Kelebihan utama pendekatan ini yaitu menghilangkan keperluan untuk variabel-variabel ke dalam I (1) atau I (0). Uji ARDL ini mempunyai tiga langkah. Pertama, kita mengestimasi setiap 6 persamaan dengan menggunakan teknik kuadrat terkecil biasa (OLS). Kedua, kita menghitung uji Wald (statistik F) untuk melihat hubungan jangka panjang antara variabel. Uji Wald dapat dilakukan dengan batasan-batasan untuk melihat koefisien jangka panjang. Model Panel ARDL yang diterima adalah model yang memiliki lag terkointgegrasi, dimana asumsi utamanya adalah nilai coefficient memiliki slope negatif dengan tingkat signifikan 5%. Syarat Model Panel ARDL: nilainya negatif dan signifikan (<0.05) maka model diterima.

Metode ARDL salah satu bentuk metode dalam ekonometrika. Metode ini bisa mengestimasi model regresi linear dalam menganalisis hubungan jangka panjang yang melibatkan adanya uji kointegrasi diantara variabel-variabel times series. Metode ARDL pertama kali diperkenalkan oleh Pesaran dan Shin (1997) dengan pendekatan uji kointegrasi dengan pengujian Bound Test Cointegration. Metode ARDL memiliki beberapa kelebihan dalam operasionalnya yaitu dapat digunakan pada data short series dan tidak membutuhkan klasifikasi praestimasi variabel sehingga dapat dilakukan pada variabel I(0), I(1) ataupun kombinasi keduanya. Uji kointegrasi dalam metode ini dilakukan dengan membandingkan nilai F-statistic dengan nilai F tabel yang disusun oleh Pesaran dan Pesaran (1997).

Dengan mengestimasi langkah pertama yang dilakukan dalam pendekatan ARDL Bound Test untuk melihat F-statistic yang diperoleh. F-statistic yang diperoleh akan menjelaskan ada atau tidaknya hubungan dalam jangka panjang antara variabel. Hipotesis dalam uji F ini adalah sebagai berikut: H0 = 𝛼₁ = 𝛼₂ = 𝛼n = 0; tidak terdapat hubungan jangka panjang, H₁ ≠ 𝛼₁ ≠ 𝛼₂ ≠ 𝛼n ≠ 0; terdapat hubungan jangka panjang, 15 Jika nilai F-statistic yang diperoleh dari hasil komputasi pengujian Bound Test lebih besar daripada nilai upper critical value I(1) maka tolak H0, sehingga dalam model terdapat hubungan jangka panjang atau terdapat kointegrasi, jika nilai F- statistic berada di bawah nilai lower critical value I(0) maka tidak tolak H0, sehingga dalam model tidak terdapat hubungan jangka panjang atau tidak terdapat kointegrasi, jika nilai F-statistic berada di antara nilai upper dan lower critical value maka hasilnya tidak dapat disimpulkan. Secara umum model ARDL (p,q,r,s) dalam persamaan jangka panjang dapat dituliskan sebagai berikut:

Pendekatan dengan menggunakan model ARDL mensyaratkan adanya lag seperti yang ada pada persamaan diatas. Menurut (Sitindaon, 2017) lag dapat di definisikan sebagai waktu yang diperlukan timbulnya respon (Y) akibat suatu pengaruh (tindakan atau keputusan). Pemilihan lag yang tepat untuk model dapat dipilih menggunakanbasis Schawrtz-Bayesian Criteria (SBC), Akaike Information Criteria (AIC) atau menggunakan informasi kriteria yang lain, model yang baik memiliki nilai informasi kriteria yang terkecil. Langkah selanjutnya dalam metode ARDL adalah mengestimasi parameter dalam short run atau jangka pendek. Hal ini dapat dilakukan dengan mengestimasi model dengan Error Correction Model (ECM), seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa dari model ARDL kita dapat memperoleh model ECM. Estimasi dengan Error Correction Model berdasarkan persamaan jangka panjang diatas adalah sebagai berikut:

Dimana ECTt merupakan Error Correction Term yang dapat ditulis sebagai berikut:

Hal penting dalam estimasi model ECM adalah bahwa Error Correction Term (ECT) harus bernilai negatif, nilai negatif dalam ECT menunjukkan bahwa model yang diestiamsi adalah valid.Semua koefisien dalam persamaan jangka pendek di atas merupakan koefisien yang menghubungkan model dinamis dalam jangka pendek konvergen terhadap keseimbangan danmerepresentasikan kecepatan penyesuaian dari jangka pendek ke keseimbangan jangka panjang.Hal ini memperlihatkan bagaimana ketidakseimbangan akibat shock ditahun sebelumnya disesuaikan pada keseimbangan jangka panjang pada tahun ini.

 

Hasil dan Pembahasan

Analisis panel dengan Auto Regresive Distributin Lag (ARDL) menguji data pooled yaitu gabungan data cross section (negara) dengan data time series (tahunan), hasil panel ARDL lebh baik dibandingkan dengan panel biasa, karena mampu terkointegrasi jangka panjang dan memiliki distribusi lag yang paling sesuai dengan teori, dengan menggunakan software Eviews 10, didapatkan hasil sebagai berikut:

                        Tabel 2 Output Panel ARDL

Dependent Variable: D(INF) Method: ARDL

Date: 01/21/22 Time: 12:22 Sample: 2020M01 2021M02

Included observations: 54

Maximum dependent lags: 1 (Automatic selection) Model selection method: Akaike info criterion (AIC)

Dynamic regressors (1 lag, automatic): JUB SB KURS TAX NPL CAR Fixed regressors:

Number of models evalulated: 1

Selected Model: ARDL(1, 1, 1, 1, 1, 1, 1)

Note: final equation sample is larger than selection sample

Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.*

Long Run Equation

JUB

1.691906

0.838148

2.018624

0.0548

SB

-0.201843

0.216329

-0.933036

0.3601

KURS

1.03E-07

6.74E-08

1.529062

0.1393

TAX

4.783144

0.634577

7.537526

0.0000

NPL

-1.890974

0.548027

-3.450512

0.0021

CAR

-0.840472

0.181911

-4.620233

0.0001

 

Short Run Equation

COINTEQ01

-0.186683

0.317351

-0.588255

0.5619

D(JUB)

2.779848

4.440097

0.626078

0.5372

D(SB)

0.217808

0.146496

1.486783

0.1501

D(KURS)

-0.245174

0.240116

-1.021064

0.3174

D(TAX)

-0.258015

1.173889

-0.219795

0.8279

D(NPL)

-0.932610

1.040863

-0.895997

0.3792

D(CAR)

0.254632

0.263339

0.966934

0.3432

Mean dependent var

0.059259

S.D. dependent var

 

0.534849

S.E. of regression

0.396242

Akaike info criterion

0.327773

Sum squared resid

3.768176

Schwarz criterion

1.535619

Log likelihood

24.49458

Hannan-Quinn criter.

0.798254

*Note: p-values and any subsequent tests do not account for model selection.

Model Panel ARDL yang diterima adalah model yang memiliki lag terkointgegrasi, dimana asumsi utamanya adalah nilai coefficient memiliki slope negatif dengan tingkat signifikan 5%. Syarat Model Panel ARDL : nilainya negatif (-0,03) dan signifikan (0,00 < 0,05) maka model diterima. Berdasarkan penerimaan model, maka analisis data dilakukan dengan panel per negara.

Tabel 3 Output Panel ARDL Negara Turki

 

Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob. *

COINTEQ01

0.040489

0.000611

66.21880

0.0000

D(JUB)

-6.437567

189.8377

-0.033911

0.9751

D(SB)

0.283139

0.011771

24.05346

             0.0002

D(KURS)

-0.965426

0.691947

-1.395231

0.2573

D(TAX)

1.104631

1.295615

0.852593

0.4565

D(NPL)

1.606320

4.696703

0.342010

0.7549

D(CAR)

0.419449

0.162993

2.573411

0.0822

 

Hasil uji menunjukkan panel ARDL Jumlah Uang Beredar tidak siginifikan dalam mempengaruhi Inflasi. Suku Bunga signifikan dalam mempengaruhi inflasi. Kurs tidak siginifikan dalam mempengaruhi Inflasi. Tax tidak siginifikan dalam mempengaruhi Inflasi. NPL tidak siginifikan dalam mempengaruhi Inflasi. CAR tidak siginifikan dalam mempengaruhi Inflasi.

Tabel 4 Output Panel ARDL Negara Afrika Selatan

Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob. *

COINTEQ01

-1.116808

0.011704

-95.42455

0.0000

D(JUB)

14.81581

5.792791

2.557628

0.0834

D(SB)

0.581029

0.093843

6.191497

             0.0085

D(KURS)

0.000930

0.006908

0.134631

0.9014

D(TAX)

-3.750394

0.183692

-20.41673

0.0003

D(NPL)

-3.223804

0.271922

-11.85563

0.0013

D(CAR)

0.774947

0.086452

8.963862

0.0029

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Hasil uji panel ARDL menunjukkan Jumlah Uang Beredar tidak siginifikan dalam mempengaruhi Inflasi. Suku Bunga signifikan dalam mempengaruhi Inflasi. Kurs tidak siginifikan dalam mempengaruhi Inflasi. Tax siginifikan dalam mempengaruhi Inflasi. NPL siginifikan dalam mempengaruhi Inflasi. CAR siginifikan dalam mempengaruhi Inflasi.

Tabel 5 Output Panel ARDL Negara Rusia

 

Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob. *

COINTEQ01

0.015249

5.96E-05

255.6663

0.0000

D(JUB)

0.192357

0.004660

41.27600

0.0000

D(SB)

0.124993

0.034811

3.590632

0.0370

D(KURS)

-0.016200

0.000477

-33.95590

0.0001

D(TAX)

1.134557

0.062855

18.05036

0.0004

D(NPL)

-0.258257

0.060212

-4.289143

0.0233

D(CAR)

0.299090

0.054891

5.448809

0.0121

 

 

 

 

 

Hasil uji panel ARDL menunjukkan Jumlah Uang Beredar siginifikan dalam mempengaruhi Inflasi. Suku Bunga signifikan dalam mempengaruhi Inflasi. Kurs tsiginifikan dalam mempengaruhi Inflasi. Tax siginifikan dalam mempengaruhi Inflasi. NPL siginifikan dalam mempengaruhi Inflasi. CAR siginifikan dalam mempengaruhi Inflasi

Tabel 6 Output Panel ARDL Negara Indonesia

Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob. *

COINTEQ01

0.314337

0.016644

18.88593

0.0003

D(JUB)

2.548792

16.16738

0.157650

0.8847

D(SB)

-0.117931

0.155478

-0.758507

0.5033

D(KURS)

1.32E-08

1.42E-16

93072413

0.0000

D(TAX)

0.479147

0.109601

4.371733

0.0221

D(NPL)

-1.854701

0.309012

-6.002037

0.0093

D(CAR)

-0.474959

0.013575

-34.98874

0.0001

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Hasil uji panel ARDL menunjukkan Jumlah Uang Beredar tidak siginifikan dalam mempengaruhi Inflasi. Suku Bunga tidak signifikan dalam mempengaruhi Inflasi. Kurs siginifikan dalam mempengaruhi Inflasi. Tax siginifikan dalam mempengaruhi Inflasi. NPL siginifikan dalam mempengaruhi Inflasi. CAR siginifikan dalam mempengaruhi Inflasi.

Berdasarkan hasil keseluruhan diketahui bahwa yang siginifikan dalam jangka panjang mempengaruhi inflasi negara Four of The Group Twenty yaitu tax, NPL, dan CAR. Sedangkan dalam jangka pendek tidak ada variabel yang mempengaruhi inflasi di negara Four of The Group Twenty. Leading indicator negara dalam efetivitas pengendalian resesi perekonomian di Four of The Group Twenty yaitu Turki (Suku Bunga), Afrika Selatan (Suku Bunga, Tax, NPL, dan CAR), Rusia (JUB, Suku Bunga, Kurs, Tax, NPL, dan CAR), dan Indonesia (Kurs, Tax, NPL, dan CAR). Secara panel ternyata negara yang mampu menjadi leading indicator dalam efetivitas pengendalian resesi perekonomian di Four of The Group Twenty yaitu Afrika Selatan, Rusia, dan Indonesia, hal ini disebabkan karena hampir semua variabel atau indikator dalam penelitian yaitu (Suku Bunga, Tax, JUB, Kurs, NPL, dan CAR) negara tersebut berpengaruh signifikan terhadap inflasi.

Berdasarkan hasil keseluruhan diketahui bahwa yang signifikan dalam jangka panjang mempengaruhi resesi perekonomian di Four of The Group Twenty yaitu TAX, NPL dan CAR. Kemudian dalam jangka pendek tidak ada yang mempengaruhi keseimbangan neraca perdagangan. Berikut tabel rangkuman hasil panel ARDL :

                        Tabel 7 Rangkuman Panel ARDL

Variabel

Turki

Afrika Selatan

Rusia

Indonesia

Short Run

Long Run

JUB

0

0

1

0

0

0

SB

1

1

1

0

0

0

Kurs

0

0

1

1

0

0

Tax

0

1

1

1

0

1

NPL

0

1

1

1

0

1

CAR

0

1

1

1

0

1

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 2 Stabilitas jangka Waktu Pengendalian Resesi     Perekonomian

 

PEMBHASAN

Hasil analisis panel ardl membuktikan :

Leading indicator kemampuan Monfidens Policy dalam mengendalikan resesi perekonomian di Four of The Group Twenty yaitu Turki hanya dilakukan oleh Suku bunga saja. Sementara Afrika Selatan dilakukan oleh suku bunga, pajak, NPL, dan CAR. Untuk negara Rusia dilakukan oleh semua variabel yaitu jumlah uang beredar, suku bunga, kurs, pajak, NPL, dan CAR. Sedangkan Indonesia dilakukan oleh kurs, pajak, NPL dan CAR. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Suhesti, 2018) jumlah uang beredar, suku bunga dan kurs secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi (Maghfiroh, 2019). Terjadinya inflasi menyebabkan jumlah uang beredar di kalangan masyarakat semakin meningkat, dimana kondisi ini ditandai dengan naiknya harga barang di pasar yang berujung pada uang yang dikeluarkan masyarakat untuk membayar kebutuhan hidupnya semakin banyak. Meningkatnya jumlah uang beredar di masyarakat akan membuat Bank Sentral menaikkan suku bunga untuk mengurangi jumlah uang beredar, sehingga menyebabkan terjadinya penurunan dalam permintaan barang dan jasa seiring dengan menurunnya keinganan masyarakat untuk membeli barang dan jasa tersebut karena menyimpan uang di bank lebih menguntungkan daripada membelanjakan uang tersebut. Hal ini akan membuat nilai tukar dalam negeri akan terapresiasi dan inflasi dapat terkendali.

Hubungan Tax terhadap inflasi didukung oleh (Nalendra, 2013) yang menyatakan bahwa tingkat inflasi berpengaruh negatif terhadap penerimaan pajak. Jika tingkat inflasi suatu negara tinggi, maka akan berdampak pada menurunnya penerimaan pajak yang diterima negara. Hal ini dikarenakan kenaikan harga barang menyebabkan turunnya daya beli masyarakat yang berdampak pada menurunnya produksi suatu perusahaan sehingga penghasilan kena pajak perusahaan juga akan menurun dan berakibat pada menurunnya penerimaan pajak dalam negeri.

NPL berpengaruh terhadap inflasi, hal ini juga didukung oleh (Linda & Megawati, 2015) yang menyatakan bahwa inflasi berpengaruh signifikan terhadap Non Performing Loan, begitupun sebaliknya. Terjadinya inflasi akan meningkatkan nilai Non Performing Loan yang dimiliki bank. Terjadinya inflasi akan meningkatkan nilai Non Performing Loan yang dimiliki bank. Kelebihan permintaan terhadap barang dan jasa yang diakibatkan oleh inflasi membuat terjadinya peningkatan harga. Meningkatnya inflasi, sejalan dengan meningkatnya suku bunga. Hal ini akan berdampak pada meningkatnya nilai Non Performing Loan yang dimiliki bank, dikarenakan beban bunga yang harus dibayar debitur akan meningkat. Kenaikan harga yang tidak diiringi dengan kenaikan pendapatan membuat debitur kesulitan dalam mengembalikan pinjamannya. Hal inilah yang menjadi pertanda, jika inflasi terjadi maka Non Performing Loan juga akan meningkat.

Hubungan CAR dengan inflasi didukung juga oleh penelitian yang dilakukan oleh (Kadir, 2021) yang menyatakan secara jangka panjang inflasi berpengaruh terhadap kecukupan modal (CAR) dalam menghadapi risiko yang dapat saja terjadi. Pada prinsipnya terjadinya inflasi dalam negeri akan berpengaruh pada menurunnya kemampuan nasabah bank untuk mengembalikan pinjamannya. Dari penurunan inilah yang akan mengurangi profitabililitas dan modal pada bank. Dengan begitu, perubahan atau volatilitas variabel Inflasi perlu diperhatikan karena akan berpengaruh terhadap modal (CAR).

Kemudian secara keseluruhan dalam jangka panjang ternyata TAX, NPL dan CAR berpengaruh dalam mengendalikan resesi perekonomian di Four of The Group Twenty. Sedangkan dalam jangka pendek tidak ada yang berpengaruh dalam mengendalikan resesi perekonomian di Four of The Group Twenty

 

Kesimpulan

Secara panel Suku Bunga, Tax, NPL dan CAR mampu menjadi leading indicator inflasi di Negara Turki, Afrika selatan, Rusia dan Indonesia. Leading indicator kemampuan monfidens policy dalam Menghadapi Resesi Perekonomian Pasca Covid-19 di Four Of The Group Twenty yaitu Turki hanya dilakukan oleh Suku bunga saja. Sementara Afrika Selatan dilakukan oleh suku bunga, pajak, NPL, dan CAR. Untuk negara Rusia dilakukan oleh semua variabel yaitu suku bunga, jumlah uang beredar, kurs, pajak, NPL, dan CAR. Sedangkan Indonesia dilakukan oleh kurs, pajak, NPL dan CAR.

Untuk menjaga kestabilan inflasi keempat harus mengontrol dan megawasai suku bunga. Angka inflasi yang tidak terkendali dapat menyebabkan resiko kredit membengkak dan mengikis tingkat kecukupan modal bank sehingga dapat menjadi ancaman bagi sektor ekonomi lainnya. Dengan demikian bukan hanya salah satu kebijakan melainkan kombinasi kebijakan moneter, fiskal, dan makroprudensial (monfidens) yang saling mendukung sangat penting dilakukan. Dalam mengendalikan inflasi dalam jangka menengah, dan panjang kebijakan yang dilakukan yaitu Bank Sentral dan Pemerintah dari keempat Negara harus mengontrol suku bunga, JUB, Kurs, dan pajak agar tingkat inflasi dapat terkendali.

Sebaiknya Bank Sentral dan Pemerintah Negara Four of The Group Twenty lebih menjaga stabilitas suku bunga, pajak, NPL dan CAR karena Negara tersebut mampu menjadi leading indicator di keempat Negara tersebut. Keempat Negara harus tetap menjaga tingkat suku bunga, mengontrol pajak, NPL dan CAR agar tetap terkontrol demi terciptanya kestabilan inflasi Negara.

Meskipun inflasi di Negara Turki, Afrika Selatan, dan Indonesia menurun namun pemerintah di tiap Negara tersebut harus tetap menjaga laju inflasi, agar inflasi tetap terkendali. Inflasi. Tingkat inflasi yang tinggi di Rusia, pemerintah di Negara tersebut harus tetap mengontrol perekonomian dengan meningkatkan suku bunga agar jumlah uang yang beredar dimasyarakat terkendali.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Dayanti, Eva, & Nasir, Muhammad. (2016). Dampak Kebijakan Fiskal Regional Terhadap Output dan Inflasi di Kota Banda Aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Pembangunan, 1(1), 38–45.

 

Kadir, Rifadli D. (2021). Determinant CAR pada Bank Pembiayaan Rakyat (BPR) Syariah di Indonesia. SEMB-J: Sharia Economic and Management Business Journal, 2(2), 113–118.

 

Kristhy, Mutia Evi, Afrinna, Rhedemta, & Taka, Paska Jaga. (2022). BIJAK BERINVESTASI DALAM MASA PANDEMIK GLOBAL COVID-19. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, 10(2), 377–382.

 

Linda, Muthia Roza, & Megawati, Deflinawati. (2015). Pengaruh inflasi, kurs dan tingkat suku bunga terhadap non performing loan pada pt. bank tabungan negara (persero) tbk cabang padang. Economica, 3(2), 137–145.

 

Maesaroh, Imas, & Triani, Lely Fera. (2013). Determinant of the Amount of Money Circulating in Indonesia (Review Money Supply (M2) 2006-2011). Sustainable Competitive Advantage (SCA), 2(1).

 

Maghfiroh, Intan Fitraisna. (2019). Pengaruh Tingkat Bagi Hasil, Jumlah Uang Beredar, Dan Tingkat Kurs Terhadap Inflasi Di Indonesia Tahun 2012-2018. IAIN Ponorogo.

 

Miraza, Bachtiar Hassan. (2019). Seputar Resesi dan Depresi. Jurnal Ekonomi KIAT, 30(2), 11–13.

 

Nalendra, Encep Herdiana Rachman. (2013). Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Dan Tingkat Inflasi Terhadap Penerimaan Pajak (Survei Pada Provinsi Jawa Barat Periode 2008-2012). Jurnal Akuntansi. Fakultas Ekonomi. Universitas Komputer Indonesia. Bandung.

 

Rahmadia, Shinta, Febriyani, Nurul, Kuala, U. S., Islam, J. E., & Kuala, U. S. (2020). Dampak covid-19 terhadap ekonomi. Jurnal Ekonomi Islam (JE Islam), 1(1), 1–9.

 

Rusiadi, Rahmat Hidayat, & Subiantoro, Nur. (2014). Metode Penelitian Manajemen, Akuntansi dan Ekonomi Pembangunan (Konsep, Kasus dan Aplikasi SPSS, Eviews, Amos, Lisres). Medan: USU Press.

 

Salim, Jul Fahmi. (2018). Pengaruh kebijakan moneter terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. EKOMBIS: JURNAL FAKULTAS EKONOMI, 3(2).

 

Sitindaon, Raul H. (2017). Analisis Regresi Berganda terhadap Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Inflasi Tahun 2014-2015. Universitas Sumatera Utara.

 

Sugiyono, F. X. (2017). Instrumen Pengendalian Moneter: Operasi Pasar Terbuka (Vol. 10). Pusat Pendidikan Dan Studi Kebanksentralan (PPSK) Bank Indonesia.