FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS
INFORMASI LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH PADA KOTA JAYAPURA, KABUPATEN
JAYAPURA DAN KABUPATEN KEEROM
Renova
Simanjuntak1*, Tantry Sitohang Andi
Lolo2
Univeristas Ottow Geissler
Papua
Email: jayapuracity48@gmail.com
Abstrak
Pengendalian intern menurut PP
No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern merupakan proses yang
dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai mengenai pencapaian tujuan
pemerintah daerah yang tercermin dari keandalan laporan keuangan, efesiensi dan
efektivitas pelaksanaan program dan kegiatan serta dipatuhinya peraturan
perundang-undangan. Sistem
akuntansi memerlukan pengendalian intern atau dengan kata lain sistem akuntansi
berkaitan erat dengan pengendalian intern organsasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui bukti empiris apakah kapasitas sumber daya anusia, pemanfaatan
informasi teknologi dan pengendalia intern akuntansi berpengaruh terhadap kualitas informasi keuangan pemerintah daerah. Responden penelitian ini adalah kepla sub bagian keuangan dan staf keuangan pada OPD (Organisasi perangkat daerah) di Kota Jayapura, Kabupaten
Jayapura dan Kabupaten Keerom.
Dari 150 kuesioner yang dibagikan,
yang kembali hanya 106 kuesioner tetapi yang dapat diolah hanya
95 kuesioner. Analisis data
menggunakan alat bantu Smart PLS (Partial Least Squre).
Hasil penguujian hipotesis menunjukka bahwa kapasistas sumber daya manusia dan pengendalian intern akuntansi berpengaruh terhadap kualitas informasi laporan keuangan sedangkan pemanfaatan teknologi informasi tidak berpengaruh terhadap kualitas informasi pelaporan keuangan. Selain itu dilakukan uji beda untuk melihat apakah
ada perbedaan antara variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini dengan opini audit yang diperoleh oleh masing-masing daerah
yang dijadikan sebagai lokasi penelitian. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa kapasitas sumber daya manusia memiliki
peran signifikan dalam menentukan kualitas informasi pelaporan keuangan pemerintah daerah.
Kata kunci: Kualitas Informasi, Laporan Keuangan, Pemerintah Daerah,
Kapasitas Sdm, Teknologi Informasi, Pengendalian Intern.
Abstract
Internal control according to Government Regulation
No. 60 of 2008 on the Internal Control System is a process designed to provide
adequate assurance regarding the achievement of local government objectives
reflected in the reliability of financial reports, the efficiency and
effectiveness of program and activity implementation, and compliance with laws
and regulations. The accounting system requires internal control, or in other
words, the accounting system is closely related to the organization's internal
control. The aim of this research is to find empirical evidence on whether
human resource capacity, utilization of information technology, and internal
accounting control affect the quality of financial information in local
governments. The research respondents are heads of financial sub-divisions and
financial staff in Regional Apparatus Organizations (OPD) in Jayapura City,
Jayapura Regency, and Keerom Regency. Out of 150 distributed questionnaires,
only 106 were returned, and only 95 were processed. Data analysis was conducted
using the Smart PLS (Partial Least Squares) tool. The hypothesis testing
results indicate that human resource capacity and internal accounting control
significantly affect the quality of financial reporting information, while the
utilization of information technology does not affect the quality of financial
reporting information. Additionally, a difference test was conducted to see if
there were differences between the variables used in this study and the audit
opinions obtained by each region selected as the research location. Based on
the research results, it can be concluded that human resource capacity plays a
significant role in determining the quality of financial information in local
government reporting.
Keywords: Quality of Information, Financial
Reports, Local Government, Human Resources Capacity, Information Technology,
Internal Control.
Pendahuluan
Sistem keuangan daaerah telah mengalami reformasi sejak
diberlakukannya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 yang sudah diganti menjadi
Undang undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyatakan bahwa Otonomi daerah adalah hak
wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tujuan penting
reformasi akuntansi dan administrasi sektor publik adalah akuntabilitas dan
transparansi pengelolaan keuangan pemerintah pusat dan daerah. Akuntabilitas
dan transparansi tersebut dimaksudkan untuk memastikan bahwa pengelolaan
keuangan pemerintah yang dilakukan aparatur pemerintah berjalan dengan baik (Rivan &
Maksum, 2019).
Ketika dimulainya otonomi daerah, harapan yang muncul
adalah pemerintah daerah semakin mandiri dalam pelaksanaan kegiatan
pemerintahan maupun melakukan pembangunan diberbagai bidang di daerah
masing-masing, karena setiap daerah diberikan kebebasan mutlak oleh pemerintah
pusat untuk mengelola daerahnya. Oleh karena itu daerah juga diberi kebebasan
dalam hal penyajian laporan keuangan. Laporan keuangan daerah selain mampu
memberikan penilaian prestasi kerja pemerintah, juga mampu menyediakan
informasi sebagai dasar penyusunan anggaran pada periode berikutnya (Ala Alrahim
& Wibowo, 2022).
Penyusunan laporan keuangan yang berpedoman pada Standar
Akuntansi Pemerintahan sesungguhnya adalah upaya dalam rangka meningkatkan
kualitas laporan keuangan daerah, sehingga laporan keuangan yang dimaksud mampu
meningkatkan kredibilitasnya dan pada akhirnya akan mampu mewujudkan
transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan pemerintah daerah. Oleh
karena itu ditetapkan berbagai peraturan yang bisa dijadikan pedoman untuk
mengatur dan mengelola penyajian laporan keuangan pemerintah daerah seperti Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 yang sudah berganti menjadi Peraturan Pemerintah
Nomor 71 Tahun 2010 dan juga Peraturan Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 yang sudah diubah dengan PERMENDAGRI No.21 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Dengan
ditetapkannya Peraturan Pemerintah tersebut sebagai jawaban dalam melaksanakan
Good Governance, juga merupakan jawaban atas penantian adanya pedoman
penyusunan dan penyajian laporan keuangan pemerintah daerah yang dapat diterima
umum seperti yang telah diamanatkan oleh beberpa peraturan perundang-undangan
sebelumnya.
Berdasarkan fakta yang diperoleh dari berbagai tulisan
pada artikel atau jurnal yang menulis tentang akuntansi keuangan daerah,
ternyata di dalam laporan keuangan pemerintah masih banyak disajikan data-data
yang tidak sesuai. Berikut hasil pemeriksaan BPK dalam IHPS II Tahun 2012
mengungkapkan sebanyak 3.990 kasus merupakan temuan yang berdampak finansial
yaitu temuan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan yang
mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, kekurangan penerimaan senilai Rp5,83 triliun.
Sebanyak 4.815 kasus merupakan kelemahan SPI, sebanyak 1.901 kasus penyimpangan
administrasi, dan sebanyak 2.241 kasus ketidakhematan, ketidakefisienan, dan
ketidakefektifan senilai Rp3,88 triliun. Rekomendasi BPK RI atas kasus tersebut adalah perbaikan SPI dan/atau tindakan administratif
dan/atau tindakan korektif lainnya (Essing et al.,
2017).
Sedangkan temuan lain dari hasil pemeriksaan BPK dalam IHPS I tahun 2013 mengungkapkan sebanyak 13.969 kasus kelemahan system pengendalian intern dan ketidakpatuhan
terhadap ketentuan perundang-undangan senilai
Rp56,98 triliun. Dari jumlah
tersebut, sebanyak 4.589 kasus merupakan temuan yang berdampak finansial yaitu temuan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan yang mengakibatkan
kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan senilai Rp10,74 triliun. Rekomendasi BPK terhadap kasus-kasus tersebut antara lain adalah penyerahan aset dan/atau penyetoran
ke kas negara/daerah/ perusahaan milik negara/daerah. Adapun sebanyak 5.747 kasus merupakan kelemahan SPI, sebanyak 2.854 kasus penyimpangan administrasi, serta ketidakhematan, ketidakefisienan,
dan ketidakefektifan sebanyak
779 kasus senilai Rp46,24 triliun. Kasus temuan di atas terus berulang
dari tahun ke tahun sehingga
harus ada tindak lanjut yang lebih untuk menanggulangi
fenomena-fenomena tersebut.
Selain dari hasil temuan
SPI, berikut data tentang hasil pemeriksaan mengenai laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) selama lima tahun yang disajikan dalam tabel berikut
ini :
Tabel 1.
Perkembangan Opini LKPD Di
Indonesia
Tahun |
Opini |
|||
WTP |
WDP |
TW |
TMP |
|
2008 |
13 |
323 |
31 |
118 |
2009 |
15 |
330 |
48 |
106 |
2010 |
32 |
271 |
12 |
43 |
2011 |
|
33 |
3 |
58 |
2012 |
113 |
267 |
4 |
31 |
Sumber (www.bpk.go.id)
Sampai dengan hasil IHPS semester 1 2013.
Sedangkan hasil pemeriksaan laporan keuangan di Provinsi Papua dapat dilihat dalam
tabel di bawah ini :
Tabel 2.
Perkembangan Opini LKPD Di Provinsi Papua
Tahun |
Opini |
Tidak |
|||
WTP |
WDP |
TW |
TMP |
Lapor
LK |
|
2008 |
|
5 |
|
16 |
|
2009 |
|
7 |
|
15 |
8 |
2010 |
|
5 |
|
18 |
7 |
2011 |
|
7 |
2 |
19 |
2 |
2012 |
|
7 |
|
3 |
|
Sumber : BPK Perwakilan Papua
Ket : WTP : Wajar Tanpa
Pengecualian
WDP: Wajar Dengan Pengecualian
TW : Tidak Wajar
TMP : Tidak Memberikan Pendapat
Berdasarkan hasil temuan BPK di atas ini menandakan
bahwa laporan keuangan yang dihasilkan pemerintah belum memenuhi kriteria karakteristik kualitatif seperti yang sudah di syaratkan dalam peraturan perundang-undangan. Untuk meningkatkan
kualitas informasi laporan keuangan pemerintah diperlukan hal-hal yang
berkaitan dalam peningkatan kualitas informasi.
Faktor-faktor yang digunakan dalam penelitian ini untuk
memprediksi kualitas informasi laporan keuangan antara lain adalah kapasistas
sumber daya manusia yang melaksanakan sistem akuntansi. Permasalahan dalam
penerapan basis akuntansi bukan sekedar masalah teknis akuntansi, yaitu
bagaimana mencatat transaksi dan menyajikan laporan keuangan, namun yang lebih
penting adalah bagaimana menentukan kebijakan akuntansi, perlakuan akuntansi
untuk suatu transaksi, pilihan akuntansi dan mendesain atau menganalisis sistem
akuntansi yang ada. Kebijakan untuk melakukan aktivitas tersebut tidak dapat
dilakukan oleh orang (pegawai) yang tidak memiliki pengetahuan dibidang
akuntansi (Muanas & Mulia, 2020). Sehingga untuk dapat menghasilkan laporan keuangan yang
berkualitas, maka kapasitas sumber daya manusia yang melaksanakan sistem
akuntansi sangat penting.
Faktor lain yang harus diperhatikan adalah pemanfaatan
teknologi informasi. Pemerintah Pusat dan Daerah berkewajiban untuk
mengembangkan dan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi untukmeningkatkan
kemampuan mengelola keuangan daerah dan menyalurkan informasi keuangan daerah
kepada pelayanan publik. Kewajiban pemanfaatan teknologi informasi oleh
pemerintah pusat dan daerah diatur dalam Peraturan Pemerintah No.56 Tahun 2005
tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah yang sudah diubah menjadi
PP. No. 65 Tahun 2010 tentang Informasi
Keuangan Daerah (Kalumata et
al., 2016).
Berikutnya adalah faktor mengenai pengendalian intern
akuntansi. Sistem akuntansi sebagai sistem informasi merupakan subjek
terjadinya kesalahan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Oleh
karena itu sistem akuntansi memerlukan pengendalian intern atau dengan kata
lain sistem akuntansi berkaitan erat dengan pengendalian intern organsasi. Pengendalian intern menurut PP No. 60 Tahun 2008 tentang
Sistem Pengendalian Intern merupakan proses yang dirancang untuk memberikan
keyakinan yang memadai mengenai pencapaian tujuan pemerintah daerah yang
tercermin dari keandalan laporan keuangan, efesiensi dan efektivitas
pelaksanaan program dan kegiatan serta dipatuhinya peraturan
perundang-undangan. Ada tiga fungsi yang terlihat dari defenisi di atas yaitu
a) keterandalan laporan keuangan, b) efisiensi dan efektivitas operasi dan c)
kepatuhan terhadap ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Jannah, 2016).
Beberapa penelitian yang telah dilakukan terkait dengan kualitas informasi laporan keuangan antara lain, (Wardani &
Andriyani, 2017) meneliti tentang pengaruh kapasitas sumber daya manusia,
pemanfaatan teknologi informasi, dan pengendalian
intern akuntansi terhadap nilai informasi pelaporan keuangan dan menemukan hasil bahwa pemanfaatan teknologi informasi dan pengendalian intern akuntansi berpengaruh positif dan signifikan terhadap keandalan laporan keuangan pemerintah daerah, sedangkan kapasitas sumber daya manusia tidak
memiliki pengaruh, dan selanjutnya pemanfaatan teknologi informasi dan kapasitas sumber daya manusia berpengaruh
positif dan signifikan terhadap ketepatwaktuan pelaporan keuangan pemerintah daerah.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh (Ramadhan &
HARYANTO, 2016) mendapat hasil penelitian bahwa kapasitas sumber daya manusia dan pemanfaaatan teknologi berpengaruh signifikan terhadap keterandalan dan ketepatwaktuan laporan keuangan. Sedangkan penelitian yang dilakukan (Kiranayanti
& Erawati, 2016) mendapatkan hasil penelitian bahwa kapasitas sumber daya manusia
tidak berpengaruh signifikan terhadap keandalan dan ketepatwaktuan pelaporan keuangan pemerintah daerah sedangkan sistem pengendalian intern berpengaruh terhadap keandalan dan ketepatwaktuan pelaporan keuangan pemerintah daerah.
Ketidak konsistenan hasil penelitian terdahulu dengan hasil temuan
BPK atas laporan keuangan mendorong peneliti untuk melakukan pengujian lebih lanjut temuan-temuan
empiris mengenai kapasitas sumber daya manusia, pemanfaatan
teknologi informasi dan pengendalian intern akuntansi terhadap nilai informasi pelaporan keuangan pemerintah daerah.
Perbedaan penelitian ini dengan peneliti-peneliti sebelumnya adalah perbedaan daerah penelitian yang lebih luas, peneliti-peneliti sebelumnya hanya meneliti di satu kota/kabupaten, tetapi penelitian ini menguji tiga
kota/kabupaten yang ada di provinsi Papua. Penelitian ini memperbarui pengetahuan dalam konteks kualitas
informasi laporan keuangan pemerintah daerah, mempertimbangkan temuan sebelumnya. Temuan ini menjadi
penting mengingat hasil sebelumnya menunjukkan ketidakberpengaruhan kapasitas sumber daya manusia. Penelitian
ini berupaya mengatasi ketidak konsistenan hasil penelitian terdahulu dan memberikan perspektif baru dengan mencakup
tiga kota/kabupaten di Provinsi Papua. Pendekatan yang lebih luas ini dapat
memberikan gambaran yang lebih komprehensif dan representatif terhadap dinamika kualitas informasi laporan keuangan pemerintah daerah di tingkat regional, yang dapat memberikan pandangan yang lebih kontekstual dan relevan bagi kebijakan dan praktik pemerintahan daerah.
Berdasarkan uraian di atas, tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menginvestigasi
pengaruh sumber daya manusia, pemanfaatan
teknologi informasi, dan sistem pengendalian intern terhadap kualitas informasi pelaporan keuangan pemerintah di Kota
Jayapura, Kabupaten Jayapura, dan Kabupaten
Keerom. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengevaluasi perbedaan antara variabel-variabel yang diteliti dengan opini audit yang diperoleh dari masing-masing daerah yang menjadi fokus penelitian.
Dengan demikian, penelitian ini berupaya memberikan bukti empiris yang mendalam mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelaporan keuangan pemerintah di tiga daerah tersebut.
Metode Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kota Jayapura, Kabupaten
Jayapura, dan Kabupaten Keerom.
Pemilihan lokasi ini didasarkan pada fakta bahwa Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura dianggap sebagai tolak ukur
untuk kabupaten lain di Provinsi Papua, sedangkan Kabupaten Keerom dipilih untuk uji beda berdasarkan opini audit. Populasi penelitian mencakup pegawai yang bekerja pada Organisasi Perangkat Daerah (OPD)
di ketiga wilayah tersebut,
dengan sampel yang diambil dari kepala
dan staf akuntansi menggunakan metode purposive
sampling.
Data
yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh
melalui penyebaran kuesioner kepada responden, sedangkan data sekunder diperoleh dari survei kuesioner
penelitian sebelumnya. Variabel dalam penelitian ini terbagi menjadi variabel dependen, yaitu kualitas informasi laporan keuangan, dan variabel independen, yaitu kapasitas sumber daya manusia, pemanfaatan
teknologi informasi, dan sistem pengendalian intern akuntansi.
Metode analisis yang digunakan adalah metode kuantitatif
dengan pendekatan Partial
Least Square (PLS). PLS dipilih karena
metode ini tidak bergantung pada banyak asumsi, dapat mengatasi distribusi data yang tidak
normal, dan dapat digunakan
dengan ukuran sampel yang tidak besar. Analisis data melibatkan uji validitas dan uji reliabilitas untuk memastikan kecukupan dan kualitas data. Selanjutnya, analisis hipotesis dilakukan dengan membandingkan nilai T-statistic dengan T-table untuk menentukan signifikansi hubungan antar variabel.
Hasil
dan Pembahasan
Karakteristik
Responden
Objek dalam penelitian ini adalah
pegawai OPD yang bekerja di bagian akuntansi/penatausahaan keuangan di Kota
Jayapura, Kabupaten Jayapura dan Kabupaten Keerom. Data peneltian dikumpulkan
dengan cara membagikan kuesioner ke tiap-tiap SKPD tempat penelitian. Kuesioner
yang dibagikan sebanyak 150 kuesioner dengan rincian : Kota Jayapura sebanyak
50 kuesioner, Kabupaten Jayapura sebanyak 60 kuesioner dan Kabupaten Keerom
sebanyak 40 kuesioner namun yang kembali hanya sebanyak 106 kuesioner. Berikut
rincian pengiriman dan pengembalian kuesioner yang diperlukan dalam penelitian
ini :
Tabel 4. Daftar Kuesioner
Kuesioner |
Jumlah |
Persentase |
Kuesioner
yang didistribusikan |
150 |
100% |
Kuesioner
yang tidak kembali |
(44) |
29% |
Kuesioner yang dikembalikan |
106 |
70,67% |
Kuesioner
yang tidak diisi lengkap |
(11) |
10,38% |
Kuesioner
yang layak untuk diinput/diolah |
95 |
90% |
Sumber : Data Primer yang diolah
(2014)
Menilai
Model Pengukuran (Outer Model)
Model pengukuran (outer model) digunakan untuk menguji
validitas konstruk dan reliabilitas instrumen. Uji validitas dilakukan untuk
mengetahui kemampuan instrumen penelitian mengukur apa yang seharusnya diukur (Hartono
& Abdillah, 2016). Uji validitas konstruk
sendiri menunjukkan seberapa baik hasil yang diperoleh dari penggunaan suatu
pengukuran sesuai teori-teori yang digunakan untuk mendefenisikan suatu
konstruk (Hartono
& Abdillah, 2016). Sedangkan uji
reliabilitas digunakan untuk mengukur konsistensi alat ukur dalam mengukur
konsistensi responden dalam menjawab item pertanyaan dalam penelitian. Hasil
pengujian validitas dan reliabilitas dimuat dalam tabel di bawah ini :
Tabel 5
Overview of inner model
Instrumen |
Validitas |
Realibilitas |
||
Validitas Konvergen |
Validitas Diskriminan |
Composite reliability |
Cronbachs
alpha |
|
Kapasitas SDM (ksdm) |
0,364535 |
0,603767 |
0,837346 |
0,788011 |
Pemanfaatan informasi teknologi (pti) |
0,385005 |
0,620487 |
0,805624 |
0,728583 |
Pengendalian intern (pia) |
0,406328 |
0,637438 |
0,889368 |
0,863268 |
Keandalan(kpk) |
0,55384 |
0,744204 |
0,889368 |
0,861899 |
Ketepatwaktuan(ktw) |
0,514599 |
0,717355 |
0,903406 |
0,877686 |
Sumber : output PLS (2014)
1. Uji Validitas Konstruk
a. Uji Validitas Konvergen
Pengujian validitas konvergen
dilihat dari skor AVE dan Communality
dari haril pengukuran skor loading. Nilai outer loading pada model awal yang terdapat dalam tabel 4.12 di atas belum dapat
memenuhi validitas konvergen karena masih terdapat beberapa indikator yang memiliki nilai Loading Factor kurang dari
0,5 sehingga harus dilakukan eliminasi pada indikator yang bernilai kurang dari
0,5, pengeliminasian dilakukan pada variable kapasitas sumber daya manusia,
pemanfaatan teknologi informasi, pengendalian intern akuntansi dan
ketepatwaktuan pelaporan keuangan.
Pengeliminasian dilakukan untuk
memperbaiki uji validitas konstruk terhadap instrumen-intstrumen atas variabel
kapasitas sumber daya manusia yaitu instrumen nomor 2,8,9,10, variabel
pemanfaatan teknologi informasi yaitu instrumen nomor 6 dan 7, variabel
pengendalian internal akuntansi yaitu instrumen nomor 3,4,10 dan 11. Setelah
dilakukan pengeliminasian atas instrumen variabel-variabel yang disebutkan di
atas, maka hasil uji yang diperoleh adalah bahwa nilai uji validitas konvergen
untuk variabel ketepatwaktuan menurun dari 0,514599 menjadi 0,47283 sehingga
dilakukan pengeliminasian untuk instrumen variabel ketepatwaktuan nomor 1,
setelah dieliminasi maka uji validitas konstruk yang awalnya bermasalah sudah
memenuhi syarat yang sudah ditentukan yaitu sudah lebih besar dari 0,5.
. Tabel 6 Overview of
inner model
Instrumen |
Validitas |
Realibilitas |
||
Validitas Konstruk |
Validitas Diskriminan |
Composite reliability |
Cronbachs
alpha |
|
Kapasitas SDM (ksdm) |
0,514848 |
0,717527 |
0,863608 |
0,810379 |
Pemanfaatan informasi teknologi (pti) |
0,506189 |
0,7114696 |
0,835451 |
0,754826 |
Pengendalian intern (pia) |
0,511027 |
0,714861 |
0,892828 |
0,863996 |
Keandalan (kpk) |
0,570062 |
0,755024 |
0,900851 |
0,870434 |
Ketepatwaktuan (ktw) |
0,529333 |
0,727552 |
0,909231 |
0,887479 |
Sumber : Output PLS (2014).
b. Uji Validitas diskriminan
Pengujian validitas diskriminan
dilakukan dengan dua cara yaitu, a) melihat skor cross loading di mana akar AVE harus lebih besar
dari variabel laten, b) melihat laten variable
correlations
dimana akar AVE harus lebih besar dari laten
variable correlations. Maka validitas diskriminan telah cukup baik karena nilai akar
AVE yang terdapat dalam tabel 4.13 di atas menunjukan nilai yang lebih besar
dari korelasi variabel laten untuk semua variabel seperti yang nampak pada
tabel di bawah ini :
Tabel 7 Laten Variable
Correlations
Kpk |
ksdm |
Ktw |
Pia |
Ti |
|
Kpk |
1 |
||||
Ksdm |
0,535713 |
1 |
|||
Ktw |
0,532025 |
0,482279 |
1 |
||
Pia |
0,616268 |
0,443276 |
0,505897 |
1 |
|
Ti |
0,516764 |
0,486904 |
0,368873 |
0,687557 |
1 |
Sumber : Output PLS (2014)
2. Uji Reliabilitas
Hasil Uji reliabilitas dilihat dari nilai
Composite reliability dan Cronbachs alpha. Suatu konstruk dapat dianggap
reliable jika nilai Composite reliability harus lebih besar
dari 0,6 dan nilai Cronbachs alpha harus lebih besar dari
0,7. Dengan demikian maka semua konstruk yang
digunakam dinyatakan reliabel karena nilai
Composite reliability dan Cronbachs alpha telah melebihi 0,7
untuk semua variabel seperti yang termuat dalam tabel 4.13 di atas.
Analisis
Data
Menilai Model Struktural (Inner
Model)
Pengujian model struktural (Inner
Model) dilakukan untuk menilai hubungan kausalitas konstruk dependen yang
dilihat dari nilai R-square melalui PLS Alogarithma. Semakin tinggi
nilai R-squared berarti semakin baik
model prediksi dari model peneltian yang diajukan. Nilai R-square dapat dilihat dalam tabel berikut ini :
Tabel 8 Nilai R-Squared
|
R-square |
Keandalan |
0,464670 |
Ketepatwaktuan |
0,341256 |
Sumber : Output PLS (2014)
Berdasarkan tabel di
atas, diketahui bahwa nilai R-square untuk variabel keandalan adalah 0,464670
yang berarti variabel konstruk keandalan dijelaskan oleh kapasitas sumber daya
manusia, pemanfaatan teknologi informasi dan pengendalian intern akuntansi
sebesar 46,47% sedangkan sisanya yaitu sebesar 53,53% dijelaskan konstruk lain
yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini.
Berdasarkan tabel di
atas, diketahui juga nilai R-square untuk variabel ketepatwaktuan adalah
0,341256 yang berarti konstruk ketepatwaktuan dijelaskan oleh kapasitas sumber
daya manusia, pemanfaatan teknologi informasi dan pengendalian intern akuntansi
sebesar 34,13% sedangkan sisanya yaitu sebesar 65,87% dijelaskan konstruk lain
yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini.
Pengujian
Hipotesis
Pengujian hipotesis
pada Smart PLS diakukan
dengan metode Bootstrapping. Hasil dalam
pengujian hipotesis terdapat pada output
path coefficien (Mean, STDEV, T-Values) dapat
juga dilihat dalam tabel 4.16 seperti berikut ini :
Tabel 9 Path
Coefficients (Mean, STDEV, T-Values)
|
Original
Sample (O) |
Sample
Mean (M) |
Standard
Deviation (STDEV) |
Standard
Error (STERR) |
T
Statistics (|O/STERR|) |
Kapasitas sdm -> Keandalan |
0,292716 |
0,298800 |
0,102943 |
0,102943 |
2,843476 |
Kapasitas sdm -> Ketepatwaktuan |
0,338588 |
0,334237 |
0,100883 |
0,100883 |
3,356259 |
Pemanfaatan TI-> keandalan |
0,053360 |
0,061416 |
0,123088 |
0,123088 |
0,433507 |
Pemanfaatan TI -> Ketepatwaktuan |
-0,074936 |
-0,039376 |
0,133677 |
0,133677 |
0,560572 |
Pengendalian -> Keandalan |
0,456990 |
0,451334 |
0,117049 |
0,117049 |
3,904270 |
Pengendalian -> Ketepatwaktuan |
0,406817 |
0,385637 |
0,123876 |
0,123876 |
3,28057 |
Sumber :
Output PLS (2014)
Hasil pengujian hipotesis dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1. Pengaruh Kapasistas Sumber Daya Manusia
Terhadap Kualitas Informasi Pelaporan Keuangan.
Berdasarkan
tabel 4.16 di atas dapat dilihat nilai koefisien jalur kapasistas SDM terhadap
keandalan sebesar 0,29 dan memiliki nilai t sebesar 2,84. Dengan demikian nilai
t-hitung lebih besar dari nilai t-tabel yaitu 1,96. Jadi dapat disimpulkan
bahwa kapasistas sumber daya manusia berpengaruh terhadap keandalan pelaporan
keuangan. Berdasarkan tabel 4.16 di atas dapat dilihat nilai koefisien jalur
kapasistas SDM terhadap ketepatwaktuan sebesar 0,33 dan nilai t sebesar 3, 35.
Dengan demikian t-hitung lebih besar dari t-tabel yaitu 1,96. Jadi dapat
disimpulkan bahwa kapasitas sumber daya manusia berpengaruh terhadap
ketepatwaktuan pelaporan keuangan. Berdasarkan hasil di atas dapat disimpulkan
Hipotesis pertama diterima yaitu adanya pengaruh kapasitas sumber daya manusia
terhadap kualitas informasi pelaporan keuangan. Hasil ini sama dengan hasil
penelitian yang dilakukan (Kiranayanti
& Erawati, 2016).
2. Pengaruh Pemanfaatan Teknologi Informasi
Terhadap Kualitas Informasi Pelaporan Keuangan.
Berdasarkan
tabel 4.16 di atas dapat dilihat nilai koefisien jalur pemanfaatan teknologi
informasi terhadap keandalan sebesar 0,05 dan memiliki nilai t sebesar 0,43.
Dengan demikian nilai t-hitung lebih kecil dari nilai t-tabel yaitu 1,96. Jadi
dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan teknologi informasi tidak berpengaruh
terhadap keandalan pelaporan keuangan. Berdasarkan tabel 4.16 di atas dapat
dilihat nilai koefisien jalur pemanfaatan teknologi informasi terhadap
ketepatwaktuan sebesar -0,07 dan nilai t sebesar 0,56. Dengan demikian t-hitung
lebih kecil dari t-tabel yaitu 1,96. Jadi dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan
teknologi informasi tidak berpengaruh terhadap ketepatwaktuan pelaporan
keuangan. Berdasarkan hasil di atas dapat disimpulkan Hipotesis kedua ditolak
yaitu tidak adanya pengaruh pemanfaatan teknologi informasi terhadap kualitas
informasi pelaporan keuangan.
3. Pengaruh Pengendalian Intern Akuntansi
Terhadap Kualitas Informasi Pelaporan Keuangan.
Berdasarkan
tabel 4.16 di atas dapat dilihat nilai koefisien jalur pengendalian intern
akuntansi terhadap keandalan sebesar 0,45 dan memiliki nilai t sebesar 3,90.
Dengan demikian nilai t-hitung lebih besar dari nilai t-tabel yaitu 1,96. Jadi
dapat disimpulkan bahwa pengendalian intern akuntansi berpengaruh terhadap
keandalan pelaporan keuangan. Berdasarkan tabel 4.16 di atas dapat dilihat
nilai koefisien jalur pengendalian intern akuntansi terhadap ketepatwaktuan
sebesar 0,40 dan nilai t sebesar 3,28. Dengan demikian t-hitung lebih besar
dari t-tabel yaitu 1,96. Jadi dapat disimpulakan bahwa pengendalian intern
akuntansi berpengaruh terhadap ketepatwaktuan pelaporan keuangan. Berdasarkan
hasil di atas dapat disimpulkan Hipotesis ketiga diterima yaitu adanya pengaruh
pengendalian intern akuntansi terhadap kualitas informasi pelaporan keuangan.
Hasil ini tidak sejalan dengan (Lestari
& Dewi, 2020) tetapi sejalan dengan
hasil penelitian (Sukmaningrum
& Harto, 2012).
Uji Beda (Pengujian Tambahan)
Uji beda
dilakukan untuk melihat apakah ada perbedaan antara variabel-variabel yang
digunakan dalam penelitian ini dengan opini audit yang diperoleh oleh
masing-masing daerah yang dijadikan sebagai lokasi penelitian. Dimana Kota
Jayapura dan Kabupaten Jayapura selalu mendapatkan opini audit wajar dengan
pengecualian, sedangkan Kabupaten Keerom selalu mendapatkan opini Tidak
Memberikan Pendapat.
1.
Kapasitas
Sumber Daya Manusia untuk Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Dan Kabupaten
Keerom.
Uji beda
untuk variabel kapasitas SDM dilakukan untuk melihat apakah ada perbedaan
kapasitas SDM di Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura dan Kabupaten Keerom terkait
dengan penerimaan opini audit. Berdasarkan hasil uji beda yang dilakukan dengan
Independen-Sample T Test mendapatkan hasil bahwa tidak ada perbedaan atas
kapasitas SDM untuk Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura dan Kabupaten Keerom.
Berarti dapat disimpulkan walaupun opini yang diterima Kabupaten Keerom atas
hasil pemeriksaan BPK selalu Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer) itu tidak dipengaruhi oleh kapasitas SDM. Karena bisa
dilihat antara Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura yang menerima opini Wajar
Dengan Pengecualian berdasarkan hasil pemeriksaan BPK, Kapasitas SDM nya tidak
memiliki perbedaan degan Kabupaten Keerom. (Hasil dapat dilihat di lampiran uji
t-test hal 78-80).
2.
Pemanfaatan
Teknologi Informasi untuk Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Dan Kabupaten
Keerom.
Uji beda
untuk variabel Pemanfaatan Teknologi Informasi dilakukan untuk melihat apakah
ada perbedaan pemanfaatan teknologi informasi teknologi di Kota Jayapura,
Kabupaten Jayapura dan Kabupaten Keerom terkait dengan penerimaan opini audit.
Berdasarkan hasil uji beda yang dilakukan dengan Independen-Sample T Test
mendapatkan hasil bahwa tidak ada perbedaan atas pemanfaatan teknologi informasi
untuk Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura dan Kabupaten Keerom. Berarti dapat
disimpulkan walaupun opini yang diterima Kabupaten Keerom atas hasil
pemeriksaan BPK selalu Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer) itu tidak dipengaruhi oleh pemanfaatan teknologi
informasi. Karena bisa dilihat antara Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura yang
menerima opini Wajar Dengan Pengecualian berdasarkan hasil pemeriksaan BPK,
pemanfaatan teknologi informasinya tidak memiliki perbedaan degan Kabupaten
Keerom. (Hasil dapat dilihat di lampiran uji t-test hal 81-83).
3.
Pengendalian
Intern Akuntansi untuk Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura Dan Kabupaten Keerom.
Uji beda
untuk variabel Pengendalian Intern Akuntansi dilakukan untuk melihat apakah ada
perbedaan pengendalian intern akuntansi di Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura
dan Kabupaten Keerom terkait dengan penerimaan opini audit. Berdasarkan hasil
uji beda yang dilakukan dengan Independen-Sample T Test mendapatkan hasil bahwa
tidak ada perbedaan atas pengendalian intern akuntansi untuk Kota Jayapura,
Kabupaten Jayapura dan Kabupaten Keerom. Berarti dapat disimpulkan walaupun
opini yang diterima Kabupaten Keerom atas hasil pemeriksaan BPK selalu Tidak
Memberikan Pendapat (Disclaimer) itu
tidak dipengaruhi oleh pengendalian intern akuntansi. Karena bisa dilihat
antara Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura yang menerima opini Wajar Dengan
Pengecualian berdasarkan hasil pemeriksaan BPK, pengendalian intern
akuntansinya tidak memiliki perbedaan degan Kabupaten Keerom. (Hasil dapat
dilihat di lampiran uji t-test hal
84-86).
4.
Keandalan
Laporan Keuangan Untuk Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura Dan Kabupaten Keerom
Berdasarkan
hasil uji beda yang dilakukan atas keandalan laporan keuangan Untuk Kota
Jayapura, Kabupaten Jayapura dan Kabupaten Keerom ternyata tidak ada perbedaan
antara keandalan laporan keuangan untuk Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura dan
kabupaten Keerom yang mengakibatkan penerimaan opini Tidak Memberikan Pendapat
di Kabupaten keerom berdasarkan hasil pemeriksaan BPK. (Hasil dapat dilihat di
lampiran uji t-test hal 87-89)
5.
Ketepatwaktuan
Laporan Keuangan Untuk Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura Dan Kabupaten Keerom
Berdasarkan hasil uji beda yang dilakukan atas ket4epatwaktuan laporan
keuangan Untuk Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura dan Kabupaten Keerom ternyata
tidak ada perbedaan antara ketepatwaktuan laporan keuangan untuk Kota Jayapura,
Kabupaten Jayapura dan kabupaten Keerom yang mengakibatkan penerimaan opini
Tidak Memberikan Pendapat di Kabupaten keerom berdasarkan hasil pemeriksaan
BPK. (Hasil dapat dilihat di lampiran uji t-test
hal 90-91).
Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa pengujian
validitas konvergen dilakukan dengan memeriksa skor AVE dan Communality dari
hasil pengukuran skor loading. Eliminasi dilakukan pada indikator-indikator
tertentu dengan Loading Factor kurang dari 0,5, seperti pada variabel kapasitas
sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi informasi, pengendalian intern
akuntansi, dan ketepatwaktuan pelaporan keuangan. Hasil pengujian setelah
eliminasi menunjukkan peningkatan nilai uji validitas konvergen, yang sesuai
dengan nilai yang telah ditetapkan. Uji validitas diskriminan menunjukkan bahwa
nilai akar AVE lebih besar dari korelasi variabel laten, menunjukkan validitas
yang memadai.
Selanjutnya, uji reliabilitas menunjukkan bahwa semua
konstruk yang digunakan dapat dianggap reliabel berdasarkan nilai Composite
Reliability dan Cronbach's Alpha yang melebihi nilai ambang batas. Analisis
model struktural menunjukkan bahwa variabel keandalan dan ketepatwaktuan
pelaporan keuangan dijelaskan oleh kapasitas sumber daya manusia, pemanfaatan
teknologi informasi, dan pengendalian intern akuntansi. R-squared menunjukkan
seberapa baik model prediksi dari model penelitian, dengan variabel keandalan
dijelaskan sebesar 46,47%, dan ketepatwaktuan dijelaskan sebesar 34,13%.
Pengujian hipotesis menggunakan metode Bootstrapping
menunjukkan hasil yang beragam. Hasil yang mencolok mencakup pengaruh positif
kapasitas sumber daya manusia terhadap keandalan dan ketepatwaktuan pelaporan
keuangan, pengaruh negatif pemanfaatan teknologi informasi terhadap keandalan
dan ketepatwaktuan, serta pengaruh positif pengendalian intern akuntansi
terhadap keandalan dan ketepatwaktuan. Selain itu, uji beda tidak menunjukkan
perbedaan signifikan antara variabel-variabel tersebut untuk daerah penelitian
yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Ala Alrahim, A., & Wibowo, P.
(2022). Analisis manfaat laporan keuangan berbasis AKRUAL dalam pengambilan
keputusan di Pemerintah Kabupaten Bantaeng. JAE (Jurnal Akuntansi Dan
Ekonomi), 7(3), 8093.
Essing, S. A., Saerang, D. P. E.,
& Lambey, L. (2017). Analisis Pelaksanaan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah di Kabupaten Kepulauan Talaud. JURNAL
RISET AKUNTANSI DAN AUDITING" GOODWILL", 8(1).
Hartono, J., & Abdillah, W.
(2016). Konsep & Aplikasi PLS (Partial Least Square) untuk Penelitian
Empiris (Edisi Pert). Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
Jannah, M. (2016). Kompetensi Sumber
Daya Manusia, Pemahaman Standar Akuntansi Pemerintahan, Sistem Pengendalian
Internal dan Peran Sarana Prasarana Pendukung terhadap Kualitas Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Empris pada Instansi Pemerintah Kabupaten
Gunung Kidul). Repository. Umy. Ac. Id.
Kalumata, M. C. T., Ilat, V., &
Warongan, J. D. L. (2016). Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia, Teknologi
Informasi, Reviu Laporan Keuangan Dan Sistem Pengendalian Internal Terhadap
Kualitas Laporan Keuangan Pada Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara. Accountability,
5(2), 152167.
Kiranayanti, I. A. E., & Erawati,
N. M. A. (2016). Pengaruh Sumber Daya Manusia, Sistem Pengendalian Intern,
Pemahaman Basis Akrual Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Daerah. E-Jurnal
Akuntansi Universitas Udayana, 16(2), 12901318.
Lestari, N. L. W. T., & Dewi, N.
N. S. R. T. (2020). Pengaruh pemahaman akuntansi, pemanfaatan sistem informasi
akuntansi dan sistem pengendalian intern terhadap kualitas laporan keuangan. KRISNA:
Kumpulan Riset Akuntansi, 11(2), 170178.
Muanas, M., & Mulia, I. (2020).
Pendampingan Penguasaan Akuntansi Dasar Bagi Pegawai BPR Mitra Daya Mandiri
Bogor. Jurnal Abdimas Dedikasi Kesatuan, 1(1), 5156.
Ramadhan, D. S., & HARYANTO, H.
(2016). Pengaruh Kapasitas Sumber Daya Manusia, Pemanfaatan Teknologi
Informasi, Sistem Pengendalian Intern Terhadap Nilai Informasi Keterandalan dan
Ketepatwaktuan Laporan Keuangan (Studi Kasus di Kabupaten Banjarnegara).
Fakultas Ekonomika dan Bisnis.
Rivan, A., & Maksum, I. R.
(2019). Penerapan Sistem Keuangan Desa (siskeudes) dalam Pengelolaan Keuangan
Desa. Jurnal Administrasi Publik (Public Administration Journal), 9(2),
92100.
Sukmaningrum, T., & Harto, P.
(2012). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Informasi Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Empiris pada Pemerintah Kabupaten dan Kota
Semarang). Fakultas Ekonomika dan Bisnis.
Wardani, D. K., & Andriyani, I.
(2017). Pengaruh Kualitas Sumber Daya Manusia, Pemanfaatan Teknologi Informasi,
Dan Sistem Pengendalian Intern Terhadap Keandalan Pelaporan Keuangan
Pemerintahan Desa Di Kabupaten Klaten. Jurnal Akuntansi, 5(2),
8898.