IDENTIFIKASI KULINER TRADISIONAL SUKU DAYAK DI DESA TANAP KECAMATAN
KEMBAYAN KABUPATEN SANGGAU KALIMANTAN BARAT
Fransiska
Politeknik Tonggak Equator
Email: fs.polteq@gmail.com
Abstrak
Semakin majunya
masyarakat menyebabkan makanan tradisional semakin hari semakin
ditinggalkan oleh masyarakat.
Di Kalimantan Barat sendiri sebenarnya
mempunyai begitu banyak jenis masakan,
minuman, kudapan dari berbagai bahan
dasar yang ada ditiap-tiap daerah. Desa Tanap merupakan desa yang berada di Kecamatan Kembayan, kabupaten Sanggau, suku yang mendiami adalah suku Dayak. Dari hasil observasi diketahui bahwa ada jenis-jenis
makanan tradisional yang belum teridentifikasi sehingga perlu diketahui keberadaannya. Adapun tujuan dalam penelitian
ini adalah untuk mengetahui pengolahan masakan-masakan tradisioanal khas suku dayak di Desa Tanap, Kecamatan Kembayan, Kabupaten Sanggau serta mengetahui kaitannya dengan budaya dan tradisi di desa tersebut. Dari hasil penelitian ditemukan jenis-jenis masakan tradisioanal khas suku dayak
bidayuh di Desa Tanap seperti
makanan yaitu Usap (masakan dalam
bambu), masakan Bunga Tipo,
masakan rebus dengan bahan rebung segar, tengkuyung hitam, daun mpareih, dan garam, masakan keladi, daun ubi tumbuk, tempoyak, sobour (pekakas organ dalam tubuh hewan babi),
terong asam bakar, bahnannya ikan teri mentah, bawang
kucai, jahe, daun jahe dan garam, pekasam rebung. Sedangkan untuk kue ditemukan yaitu
lemang dan dange serta minuman tuak.
Tuak terdiri dari tuak putih,
tuak hitam dan tuak merah. Makanan-makanan
tradisional ini sangat berkaitan dengan adat istiadat didesa
misalnya kue dange, lemang putih,
lemang bersantan dihidangkan dalam jamuan pesta pernikahan,
acara mporisowo (gawai tebas, gawai anak
padi, gawai panen padi/gawai
besar). Caranya pun dengan menggunkaan kayu bakar dan bambu sebagai wadah.
Kata
kunci: identifikasi, kuliner tradisional, Suku Dayak,
Desa Tanap
Abstract
As society advances, traditional food is
increasingly abandoned by society. In West Kalimantan itself, there are
actually so many types of dishes, drinks and snacks from various basic
ingredients found in each region. Tanap Village is a village in Kembayan
District, Sanggau Regency, the tribe that inhabits it is the Dayak tribe. From
the results of observations, it is known that there are types of traditional
food that have not been identified so their existence needs to be known. The
aim of this research is to find out the processing of traditional dishes
typical of the Dayak tribe in Tanap Village, Kembayan District, Sanggau Regency
and to find out their relationship with the culture and traditions in the
village. From the research results, it was found that there are types of
traditional dishes typical of the Dayak Bidayuh tribe in Tanap Village, such as
Usap (cooking in bamboo), Tipo Flower dishes, boiled dishes using fresh bamboo
shoots, black tengkuyung, mpareih leaves, and salt, taro dishes, leaves mashed
sweet potato, tempoyak, sobour (internal organs of pigs), grilled sour
eggplant, raw anchovies, chives, ginger, ginger leaves and salt, bamboo shoots.
Meanwhile, cakes were found, namely lemang and dange as well as palm wine. Tuak
consists of white palm wine, black palm wine and red palm wine. These
traditional foods are closely related to village customs, for example dange
cake, white lemang, lemang with coconut milk served at wedding banquets,
mporisowo events (slashing gadgets, rice child gadgets, rice harvest
gadgets/big gadgets). The method is to use firewood and bamboo as containers.
Keywords: identification, traditional culinary, Dayak Tribe,
Tanap Village
Pendahuluan
Indonesia merupakan sebuah
negara kepulauan yang besar
dengan beragam artefak kebudayaan yang dimilikinya seperti upacara adat, senjata
perang, pakaian tradisional, ragam kesenian, hingga kuliner (Kusumaningtiyas, 2022). Kuliner Indonesia mulai
dikenal oleh bangsa asing karena rasanya
yang kaya dan penampilannya yang unik
serta menarik, dan juga
Indonesia mempunyai cara masak dan makan yang beraneka ragam (Warawardhana & Maharani, 2014). Bumbu yang digunakan juga sangat beragam, dari setiap
daerah memiliki bumbu khas dan menjadi identitas wilayah tersebut. Namun, berbanding terbalik dengan potensinya yang luar biasa, bangsa
Indonesia sendiri tidak banyak yang mengenal jenis kuliner asli
Indonesia dan malah lebih banyak mengonsumsi makanan asing sebagai
makanan kesehariannya (Soto, 2023).
Berbagai jenis
makanan khas daerah yang biasa disebut juga sebagai makanan tradisional merupakan hasil budaya masyarakat setempat yang dilakukan secara turun temurun
(Soh, Engelica, & Samosir, 2021). Berkat kemampuan akal dan budi penduduk
Indonesia dalam mengembangkan
makanan berimbang dari bahan-bahan tumbuhan dan hewan baik melalui budidaya
ataupun yang berasal dari alam sekitamya.
Adanya ragam makanan tradisional telah membuktikan bahwa makanan tidak hanya
merupakan sesuatu benda yang dapat dimakan, tetapi di dalarnnya terkandung tata cara makan dengan
adat istiadat masing-masing
daerah. Oleh karena itu segala perilaku
atau tingkah laku yang berkaitan dengan makan tersebut
telah menimbulkan ciri khas pada masing-masing daerah tersebut (Affandy, 2017).
Semakin majunya
masyarakat menyebabkan makanan tradisional semakin hari semakin
ditinggalkan oleh masyarakat
pendukungnya (Matondang, 2019). Banyak makanan dari daerah luar Indonesia yang masuk dan kemudian dikenal oleh masyarakat Indonesia
namun banyak juga yang keberadaannya mulai tergerus oleh zaman yang semakin
modern (Basthomi & Rahmawati, n.d.). Di Kalimantan Barat sendiri sebenarnya
mempunyai begitu banyak jenis masakan,
minuman, kudapan dari berbagai bahan
dasar yang ada ditiap-tiap daerah. Makanan khas daerah
merupakan aset wisata bagi suatu
daerah dan mempunyai peranan penting sebagai daya tarik
wisatawan.
Dayak Bidayuh atau Bisomu
merupakan salah satu suku Nusantara yang mendiami daratan Kalimatan Barat dan terkenal akan kebudayaannya
yang sangat kaya (Rudhito, 2019). Kekayaan budaya yang dimiliki masyarakat suku dayak ini
tak hanya bisa dilihat dari
kekayaan tradisi, kesenian hingga adat-istiadat, namun juga kekayaan kuliner khas Dayak yang resepnya masih turun-temurun terjaga hingga kini. terdapat makanan khas dayak
jenis laukpauk yang terjaga hingga kini seperti pekasam
ikan, pekasam daging babi, dan ada makanan
khas lainnya.
Jika digolongkan berdasarkan
suku yang ada, Suku Dayak Bisomu dan Suku Dayak Bidayuh tergolong
suku kekeluargaan, karena suku Dayak Bisomu termasuk sub suku dari Dayak Bidayuh yang merupakan sub suku dari Dayak Kalimantan Barat. Menurut
masyarakat Dayak Bisomu, pengertian kata Bisomu dapat diartikan dari dua kata yaitu dari kata Bi dan Somu. Bi yang artinya
"orang" dan Somu yang artinya
"Atas" atau "Darat". Dengan demikian Bisomu dapat diartikan
sebagai orang atas atau orang darat. Orang atas atau orang darat adalah orang (suku) yang hidup di daerah dataran tinggi dan perbukitan. Pada pengertian Bisomu tersebut, identik dengan pengertian Bidayuh yaitu Bi yang artinya “orang” dan
“Dayuh yang artinya “darat” atau “pedalaman”.
Terminologi tersebut muncul didasarkan atas domisili masyarakat
dayak yang bermukim di
wilayah pedalaman atau daerah dataran tinggi dan perbukitan. Berdasarkan tempat tinggal atau permukiman,
suku Dayak Bisomu yang ada di Kabupaten Sanggau yang sebagian mayoritasnya berada di daerah Kecamatan kembayan.
Dari hasil observasi diketahuai bahwa di desa Tanap Kecamatan Kembayan Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat memiliki
beberapa jenis makanan tradisional yang digunakan dalam upacara adat seperti
gawai dan pernikahan ataupun kegiatan-kegiatan tertentu seperti menyambut tamu. Ciri dari masakan khas
suku dayak bidayuh yaitu menggunakan
wadah bambu dan menggunakan kayu bakar dalam memasak.
Cirikhas juga ditemukan
pada rasa masakan yang asam
dengan campuran bumbu dan bahan khas yang diambil dari hutan.
Berdasarkan hal
inilah, penulis ingin meneliti tentang jenis dan proses pengolahan masakan khas masyarakat suku dayak bidayuh
yang ada di Desa Tanap Kabupaten
Sanggau. Harapannya, melalui informasi yang didapat akan menambah
wawasan mengenai pengolahan secara tradisional, menggali resep khas daerah
sehingga dapat dilakukan pengembangan sehingga informasi tersebut tidak hilang dan dapat dilestarikan.
Adapun tujuan
dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengolahan masakan-masakan tradisioanal khas suku dayak
bidayuh di Desa Tanap, Kecamatan
Kembayan, Kabupaten Sanggau serta mengetahui
kaitannya dengan budaya dan tradisi di desa tersebut.
Manusia Indonesia yang menghuni berbagai tempat di antara 13.677 pulau telah mengembangkan
makanan yang sangat beraneka
ragam guna memenuhi kebutuhan hidup yang sesuai dengan kebiasaan makan pada masing-masing daerah.
Adanya perbedaan kebiasaan makan tersebut sangat terkait dengan adanya perbedaan potensi alam pada masing-masing daerah yang pada gilirannya akan menyebabkan perbedaan perilaku didalam menanggapi alam.
Berbagai jenis makanan khas daerah
yang biasa disebut juga sebagai ma kanan tradisional merupakan hasil budi daya
masyarakat setempat yang dilakukan secara turun temurun. Berkat kemampuan akal dan budi penduduk
Indonesia dalam mengembangkan
makanan berimbang dari bahan-bahan tumbuhan dan hewan baik melalui budi
daya ataupun yang berasal dari alam
sekitarnya.
Adanya ragam
makanan tradisional telah membuktikan bahwa makanan tidak
hanya merupakan sesuatu benda yang dapat dimakan, tetapi di dalamnya terkandung tata cara makan dengan adat
istiadat masing-masing daerah.
Oleh karena itu segala perilaku atau tingkah. laku
yang berkaitan dengan makanan tersebut telah menimbulkan ciri khas pada masing-masing daerah tersebut.
Sebenarnya bahan-bahan
makanan nenek moyang orang Indonesia sudah lama
tercatat dalam sejarah kuno, antara
lain dalam prasasti Kutai di Kalimantan Timur (tahun
400 Masehi), tercatat Raja Mulawarman telah memberi sedekah 20.000 ekor sapi kepada
Brahmana. Dalam prasasti Thgu
yang ditemukan di Tanjung Priok,
Jakarta tercatat Raja Mulawarman
mengadakan selamatan sehubungan dengan rampungnya usaha penggalian saluran Gomat sepanjang 11 km, sebagai tanda bersyukur
kepada Brahmana dihadiahkan
1.000 ekor sapi. Dalam catatan Cina kuno sekitar abad ke-6 terdapat informasi mengenai kebiasaan makan dan minum orang Jawa, yakni makan tidak
memakai sendok atau cukit (sumpit) melainkan dengan jarinya saja. Minuman
kerasnya tuak disadap dari tandan bunga kelapa. Mengenai
padi, persebarannya sampai ke Pulau
Bali, dan setiap bulan selalu ada panennya
(Noegraha,
2011).
Metode
Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian kualitatif dengan metode deskriptif.
Menurut (Saryono,
2010), Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang digunakan untuk menyelidiki, menemukan, menggambarkan, dan menjelaskan kualitas atau keistimewaan
dari pengaruh social yang tidak dapat dijelaskan,
diukur atau digambarkan melalui pendekatan kuantitatif. Sedangkan penelitian penelitian deskriptif yaitu penelitian yang untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu
variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan,
atau menghubungkan dengan variabel yang lain (Dr Sugiyono, 2013).
Metode deskriptif ini merupakan metode
yang bertujuan untuk mengetahui sifat serta hubungan yang lebih mendalam antara variabel dengan cara mengamati
aspek-aspek tertentu secara lebih spesifik
untuk memperoleh data yang sesuai dengan masalah
yang ada dengan tujuan penelitian, dimana data tersebut diolah, dianalisis, dan diproses lebih lanjut dengan dasar
teori-teori yang telah di pelajari sehingga data tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan.
Data yang dalam penelitian
ini adalah data primer,
Metode pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini meliputi observasi,
wawancara dan dokumentasi.
Observasi
Observasi
merupakan metode pengambilan data melalui pengamatan dan pencatatan perilaku
subjek yang dilakukan secara sistematik (Endang
mulytaningsih, 2011). Berdasarkan hasil observasi awal
di Desa Tanap diketahui bahwa terdapat
makanan tradisional yang jenis-jenisnya belum teridentifikasi atau terekspos.
Wawancara
Wawancara yang digunakan dalam
penelitian ini dalah wawancara kepada beberapa masyarakat yang sudah tua dan
memahami adat istiadat serta makanan tradisional yang ada di Desa Tanap, Kecamatan
Kembayan, Kalimantan Barat. Narasumber yang di wawancarai memiliki syarat yaitu
sehat jasmani rohani, usia rentang 40-60 tahun serta penduduk asli yang berasal dari Desa Tanap
yang sudah menetap di Desa, paham dengan budaya di Desa. Wawancara dilakukan menggunakan daftar
pertanyaan agar wawancara yang dilakukan dapat berjalan dengan lancar dengan
terarah dan sesuai konsep (pedoman wawancara terlampir). Wawancara ini digunakan untuk mengetahui informasi yang
benar terhadap pertanyaan penelitian agar data yang diperoleh dapat
dipertanggungjawabkan.
Dokumentasi adalah cara yang digunakan
untuk memperoleh data dan informasi dalam bentuk buku, arsip, dokumen, tulisan
angka dan gambar yang berupa laporan serta keterangan yang dapat mendukung
penelitian Menurut (Prof
Sugiyono, 2015). Dalam penelitian
ini dokumentasi berupa foto-foto dan data dari Desa
Tanap.
Analisis kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata- kata tertulis maupun lisan dari
orang-orang dan perilaku yang diamati,
(Moleong, 2017). Menurut (Sugiyono, 2016) penelitian deskriptif yaitu penelitian untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu
variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan,
atau menghubungkan dengan variabel yang lain.
Metode deskriptif merupakan metode yang
bertujuan untuk mengetahui sifat serta hubungan yang lebih mendalam anatar dua
variabel dengan cara mengamati aspek-aspek tertentu secara lebih spesifik untuk
memperoleh data yang sesuai dengan masalah yang ada dengan tujuan penelitian,
dimana data tersebut diolah, dianalisis, dan diproses lebih lanjut dengan dasar
teori-teori yang telah di pelajari sehingga data tersebut dapat ditarik sebuah
kesimpulan.
Adapun model analisis
yang digunakan dalam penelitaian ini adalah metode analisis
deskriptif kualitatif, yaitu data yang diperoleh dari suatu penelitian
yang telah dilakukan di Desa
Tanap, Kecamatan Kembayan, Kabupaten Sanggau.
Hasil dan Pembahasan
Hasil pengumpulan
data yang telah dilakukan
di desa Tanap terbagi mennjadi dua yaitu hasil wawancara dan observasi di lapangan. Sebelum ngambil data, peneliti sudah menyiapakan daftar pertanyaan
yang dapat menjawab pertanyaan pada rumusan masalah. Profil narasumber pada tabel 1 merupakan identitas responden dalam penelitian ini. Narasumber berjumlah 10 orang dengan ketentuan sehat jasmani dan rohani, terlibat akif dalam kegiatan
di Desa Tanap, asli suku
Bidayuh, umur berkisar antara 25-60 tahun. Adapun rangkuman identitas dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
PROFIL
NARASUMBER
Tabel 1. Profil
Narasumber
Kode |
Nama |
Usia (tahun) |
Gender |
Suku |
Pekerjaan |
Pendidikan |
N1 |
Redes |
55 |
Laki-laki |
Dayak Muara |
Timongok/ Temengung (Kepala Adat Dayak di
Desa Tanap Kec. Kembayan |
SMA |
N2 |
Rupinus Buncin S.Ag |
46 |
Laki-laki |
Dayak Bidayuh |
Guru |
Sarjana |
N3 |
Lukas |
53 |
Laki-laki |
Dayak Bidayuh |
Petani dan tata
rias pernikahan |
SMA |
N4 |
Yupita Sina |
34 |
perempuan |
Dayak Bidayuh |
Kantor Desa Tanap |
SMA |
N5 |
Sania |
57 |
Perempuan |
Dayak Bidayuh |
Petani |
Tidak Sekolah |
N6 |
Yatinus |
52 |
Laki-laki |
Dayak Bidayuh |
Karyawan PTPN
XIII |
SMP |
N7 |
Maria Osin |
27 |
Perempuan |
Dayak Bidayuh |
Ibu Rumah Tangga |
SMK |
N8 |
Elli |
27 |
Perempuan |
Dayak Bidayuh |
Ketring makanan Rumah
Sakit |
SMA |
N9 |
Marta Nengsih, S.Pd |
25 |
Perempuan |
Dayak Muara |
Tidak ada |
Sarjana |
N10 |
Andriana Novita, S.Pd |
25 |
Perempuan |
Dayak Bih Nangeuh |
Tidak ada |
Sarjana |
HASIL
WAWANCARA
Hasil wawancara
kepada 10 narasumber, dengan pertanyaan yang sudah ditentukan yaitu : Analisis menegenai pertanyaan (1) “Sudah berapa lama narasumber tinggal di Desa Tanap Kecamatan Kembayan Kabupaten Sanggau?” terlihat dari data hasil wawancara 10 narasumber, bahwa 90% rata-rata narasumber asli tingal di di Desa Tanap, dan sudah menetap lama tinggal di
Desa Tanap Kecamatan Kembayan
Kabupaten Sanggau.
Analisis mengenai pertanyaan (2) “Ada berapa suku di Desa Tanap, Kecamatan Kembayan, Kabupaten Sanggau?” terlihat dari data narasumber suku yang ada di Desa Tanap, Kecamatan Kembayan, Kabupaten Sanggau sekitar 8 suku yaitu : suku Melayu,
suku jawa, suku Batak, suku Bugis, suku Padang, suku dayak Bidayuh (Bisomu dan Muara), suku dayak Ribun, Suku dayak Pandu/Jangkang. Daerah Desa
Tanap, Kecamatan Kembayan, Kabupaten Sanggau sudah di tempati berbagai macam ragam suku yang ada.
Analisis mengenai pertanyaan (3) “Apakah narasumber suku dayak Bidayuh? Jika bukan suku apa?”
ternyata di Desa tanap, Kecamatan Kembayan, Kabupaten Sanggau, setiap narasumber memiliki suku dayak
yang berbeda, ada asli suku dayak
Bidayuh (bumate), asli suku dayak Muara/ Bih Nangeuh, asli
suku dayak Binyuke dan suku dayak pandu/jangkang.
Data dari narasumber yang diwawancarai memilki identitas asli suku Dayak di Desa Tanap, Kecamatan
Kembayan, Kabupatn Sanggau.
Analilis mengenai pertanyaan (4) “Apa ciri khas
suku dayak Bidayuh?” terlihat dari beberpa
jawaban narasumber, masakan suku dayak
Bidayuh memiliki ciri khas yaitu : Berladang, Mporisowo
(gawai tebas, gawai minoposit podi (anak padi),
gawai panen padi (hasil padi)/gawai besar masyarakt
dikampung masing-masing. Belian (upacara
adat Sakral), mandi pakai tapiah (sarung
untuk mandi), Mandau pakaian
adat Dayak, Tarian adat
Dayak, dan minuman Tuak.
Analisis mengenai pertanyaan (5) “Ada berapa jenis masakan
khas suku dayak Bidayuh/ suku lain di Desa
Tanap, Kecamatan Kembayan, Kabupeten Sanggau, sebutkan nama masakan
beserta resepnya?” dari narasumber bahwa suku dayak
Bidayuh/suku lainnya memiliki 11 resep masakan, beberapa jenis masakan yaitu:
(1) Usap (masakan dalam bambu), resepnya : daging babi/daging
ayam, dan bisa juga menggunakan daging ikan, umbut tipo, daun
pelanduk, umbut cengkala, cengkala (bunganya), daun salam dan garam. (2) Masakan
Bunga Tipo, resepnya : bunga Tipo, terong
asam, pakis merah dan garam, masakan ini hanya di rebus dengan air saja. (3) masakan rebus, resepnya : rebung segar, tengkuyung hitam, daun mpareih, dan garam. (4) masakan keladi, resepnya :
Keladi, terong asam, isi keladi
dan garam, cara ngolah kedalinya, cuci terlebih dahulu dengan kulitnya, setelah di kupas kulit keladi jangan
di cuci lagi keladinya, terong dukupas kulilnya dan dipotong-potong sesuai selera, cmpur isi
kelayang sudah di cuci bersih. (5) masakan daum ubi tumbuk, resepnya : terung pipit, daun mpareih, serai, dan garam.
Masakan (6) tempoyak, resepnya : daging ikan, tempoyak,dan garam, dimasakan
rebus dengan air. (7) masakan
sobour (pekakas organ dalam tubuh hewan
babi), resepnya : tulang rusuk,
daging babi dan darahnya, dimasukan dalam bambu setelah
bahan di campur semua. (8) masakan bakar terong asam,
resepnya :
ikan teri mentah, bawang kucai, jahe,
daun jahe dan garam. (9) masakan pekasam rebung, resepnya : daging babi
atau bisa daging ayam dan daging ikan, garam. (10) masakan lemang, ada lemang
putih (tidak bersantan) dan ada lemang bersantan, resepnya :
beras ketan merah/putih, masukan
dalam bambu dan di panggang di api kayu bakar, dan masih banyak lagi
masakan lainnya dari suku dayak
bidayuh. (11) Masakan Kue dange, resepnya : Tepung Beras Ketan, kelapa parut, dan gula.
Analisi mengenai pertanyaan (6) “Apakah ada masakan
khas Desa Tanap, Kecamatan Kembayan, Kabaupaten Sanggau, yang disajikan pada
acara tradisional? Sebutkan
acaranya?” dari beberapa narasumber menujukan masakan khas desa suku
dayak bidayuh yang menarik yaitu : masakan bubur
ayam kampung/daging hewan babi, yang disajikan pada acara tradisional yaitu: acara adat pernikahan, acara adat syukuran tolak bala, atau acara adat Sakral tertentu.
Analisis mengenai pertanyaan (7) “Menurut narasumber, apakah masakan khas suku dayak
Bidayuh di Desa Tanap, Kecamatan Kembayan
Kabupaten Sanggau berpotensi di kembangkan di
Kalimantan Barat?” menurut dari
10 narasumber mengatakan bahwa masakan khas
suku dayak Bidayuh di Desa
Tanap, Kecamatan Kembayan, Kabupate Sanggau, “Iya, sangat berpotensi dikembangkan karena acara adat di kampung/masakan khas dayak
jangan sampai dihilangkan itu dari leluhur nenek
moyang kita. Bisa agar masyarakat dayak Bidayuh lebih kreatif untuk
mengembangkan masakan khas suku dayak
di Desa Tanap, Kecamatan Kembayan,
Kabupaten Sanggau, yang ada di tanah Borneo/Kalimantan
Barat.
PEMBAHASAN
PROFIL
NARASUMBER
Dari tabel
diketahui bahwa ada 10 narasumber yang akan diwawancara dalam penelitian ini. Pemilihan narasumber berdasarkan kriteria sehat jasmani dan rohani, terlibat akif dalam
kegiatan di Desa Tanap seperti
acara adat, asli suku Bidayuh, umur berkisar antara 25-60 tahun.
Dari identitas,
diketahui bahwa narasumber yang diwawancara adalah asli suku
Dayak Bidayuh, terdiri dari
6 perempuan dan 4 laki-laki.
Umur paling tua 57 tahun dan paling muda 25 tahun. Untuk Pendidikan diketahui bahwa 5 narasumber berpendidikan SMK/SMA
dan 1 narasumber SMP, 1 narasumber
tidak sekolah dan 3 narasumber berpendidikan sarjana.
REMPAH
KHAS DESA TANAP
Bunga Kecombrang
Bunga Kecombrang
(Etlingera elatior) merupakan
salah satu jenis tanaman rempah-rempah asli indonesia yang termasuk dalam famili Zingiberaceae yang secara tradisional sudah lama digunakan dan dimanfaatkan masyarakat sebagai obat-obatan dan penyedap masakan. Kecombrang memiliki potensi ilmiah dan kormesial yang sangat baik, namun penelitian
tentang karakteristik variasi morfologi tanaman ini masih
sedikit dilaporkan untuk daerah Sumatera Utara.
Selain itu penelitian kecombrang banyak membahas tentang kandungan zat bermanfaat
yang terdapat dalam tumbuhan ini (Br Pasaribu, Elsa, & Gultom, 2018), fungsi
menguntungkan dai penggunaan bagian tumbuhan ini seperti
anti bakteri sehingga bisa digunakan sebagai pengawet alami makanan (Utami, Astuti, & Maharani, 2020),
Kandungan senyawa fitokimia pada tanaman diketahui peranan yang sangat penting bagi kesehatan termasuk fungsinya dalam pencegahan terhadap penyakit (Sari, 2016). Menurut
(Winarti & Nurdjanah, 2005) memiliki
kandungan senyawa fitokimia pada tanaman yang berperan sangat penting bagi kesehatan dan berfungsi dalam pencegahan terhadap penyakit.
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Etlingera
Spesies : E. elatior
Nama binomina
Etlingera elatior
Gambar 1. Bunga Kecombrang
Umbut Kecombrang
Menurut masyarakat Dusun Sei
Kerosik batang umbut kecombrang sangat enak untuk mencampuri masakan daging karena batang umbut
memiliki ciri khas yang pada batang umbut kecombrang dan memiliki bau yang khas, sehingga banyak masyarakat menggunakan umbut kecombrang untuk masakan daging ataupun masakan bambu dan masakan lainnya. Umbut kecombrang memiliki rasa yang sedikit asam sehingga masakan
memiliki rasa yang khas.
Gambar 2. Umbut Kecombrang
Umbut Tipo
Menurut masyarakat Dusun Sei kerosik, Batang umbut tipo
merupakan jenis tanaman asli di indonesia yang tubuh liar di hutan. Tanaman tipo yang termasuk dalam rempah-rempah tradisional yang sudah lama digunakan dan dimanfaatkan masyarakat sejak pada zaman nenek moyang ada,
umbut songa juga penyedap masakan yang sering digunakan pada masakan bambu. Bau khas dari umbut
tipo membuat masakan memiliki khas tersendiri dari masakan. Umbut Tipo memiliki manfaat untuk kesehatan
tubuh.
Gambar 3. Umbut Tipo
Daun Pelanduk
Manurut masyarakat Dusun Sei Kerosik, Daun Pelanduk
merupakan jenis tanaman yang merambat dan tumbuh liar dihutan. Memiliki bau yang khas pada daun pelanduk, serta memiliki rasa asam yang khas pada daun pelanduk, sehingga dapat memberi aroma yang khas pada masakan bambu. Masyarakat
sekitar sering menggunakan daun pelanduk untuk campuran bumbu masakan jenis-jenis daging.
Gambar
4. Daun Pelanduk
MACAM-MACAM MAKANAN TRADISIOANAL DESA
TANAP DAN CARA PENGOLAHANNYA
Data yang diperoleh pada jawaban
dari pertanyaan nomor 5 dan 9 oleh semua narasumber. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa ada beberapa jenis
makanan tradisional di Desa
Tanap yaitu:
Makanan :
(1)
Usap (masakan dalam bambu),
terbuat dari dagingbabi/daging ayam, dan bisa juga menggunakan daging ikan, umbut tipo, daun
pelanduk, umbut cengkala, cengkala (bunganya), daun salam dan garam.
(2)
Masakan Bunga
Tipo, terbuat dari bunga Tipo, terong asam, pakis merah
dan garam, masakan ini hanya di rebus dengan air saja.
(3)
Masakan rebus, bahannya rebung segar, tengkuyung hitam, daun mpareih, dan garam.
(4)
Masakan keladi, bahannya keladi, terong asam, isi keladi
dan garam, cara ngolah : cuci keladi
terlebih dahulu dengan kulitnya, setelah di kupas kulit keladi jangan
di cuci, terong dikupas kulitnya dan dipotong-potong sesuai selera.
(5)
Daun ubi tumbuk, bahannya :
terong pipit, daun mpareih, serai, dan garam, ditumis
(6)
Tempoyak, bahannya daging ikan, tempoyak dan garam, dimasakan
rebus dengan air.
(7)
Sobour (pekakas organ dalam tubuh hewan babi),
bhannya tulang rusuk, daging babi
dan darahnya, dimasukan dalam bambu setelah
bahan di campur semua
(8)
Terong asam bakar, bahnannya
ikan teri mentah, bawang kucai, jahe,
daun jahe dan garam
(9)
Pekasam rebung bahannya daging babi atau
bisa daging ayam dan daging ikan, garam
Kue
(1.)
Lemang, Ada 2 jenis yaitu lemang putih
(tidak bersantan) dan lemang bersantan, bahannya beras ketan merah/putih,
masukan dalam bambu dan di panggang di api kayu bakar
Gambar 5. Lemang
(2.) Kue dange
Disiapkan pada acara
pernikahan adat, acara syukuran adat, dan acara adat Saklar tertentu.
Cara membuat makanan khas dayak saati
ini sangatlah mudah. Makanan khas dayak ini
terbuat dari paruta kelapa, tepung dan juga gula. Lalu makanan
khas dayak ini dipanggang dipemanggang khusus kue dange. Makanan
khas dayak ini memiliki cita
rasa yang sangat enak, gurih
dari kelapa dan terasa manis.
Gambar 6. Kue Dange
Minuman
(1) Tuak Dayak
Tuak Dayak umumnya berbuat dari fermentasi
ketan putih atau ketan hitam.
Tidak diketahui pasti mulai kapan orang Dayak mengenal teknologi fermentasi tuak karena sudah menjadi
bagian dari tradisi beratus-beratus tahun (Simanjuntak,
2010).
Gambar 7. Tuak
Tuak merupakan
minuman tradisi leluhur dari nenek
moyang di Desa Tanap, Suku Budayuh.
Ada 3 jenis tuak yang biasanya diolah di desa Desa Tanap yaitu tuak warna putih,
tuak merah dan tuak hitam. Perbedaan
ketiga minuman tuak ini adalah
bahan bakunya, tuak putih menggunakan
beras dan biasanya tuak yang warna hitam merupakan tuak yang sudah disimpan lama selama bertahun-tahun. juga
CARA MEMASAK TRADISIONAL SUKU DAYAK
BIDAYUH
Penggunaan wadah
bambu
Menurut (Muhtar, Sinyo, & Ahmad, 2017), tanaman
bambu umumnya berbentuk rumpun, padahal dapat pula bambu tumbuh sebagai
batang soliter atau perdu. Tanaman bambu yang tumbuh subur di Indonesia merupakan tanaman bambu yang simpodial, yaitu batang-batangnya cenderung mengumpul di dalam rumpun karena percabangan
rhizomnyadi dalam tanah cenderung mengumpul. Batang bambu yang lebih tua berada ditengah
rumpun, sehingga kurang menguntungkan dalam proses penenbangannya. Arah
pertumbuhan biasanya tegak, kadang-kadang memanjat dan batangnya berkayu. Jika sudah tinggi, batang bambu ujungnya agak menjuntai dan daun-daunnya seakan melambai. Tanaman ini dapat mencapai
umur panjang dan biasanya mati tanpa
berbunga (Berlin dan Estu, 1995 dalam
Sujarwo, W. dkk (2010).
Dalam pandangan
Ade Hendi, kemasan tradisional
berbahan bambu memiliki banyak kelebihan secara fungsional. Kemasan makanan tradisional berbahan bambu menciptakan aroma dan rasa yang khas
pada makanan itu sendiri. Pandangan Hendi diperkuat oleh pernyataan Rohidi, bahwa aroma seperti ini tidak
akan didapat dari kemasan makanan
yang dibuat dengan teknologi modern (Elly Setiawan Sutawikara,
September 2017).
Gambar 8. Masakan menggunakan Bambu
Dalam pandangan
Ade Hendi, kemasan tradisional
berbahan bambu memiliki banyak kelebihan secara fungsional. Kemasan makanan tradisional berbahan bambu menciptakan aroma dan rasa yang khas
pada makanan itu sendiri. Pandangan Hendi diperkuat oleh pernyataan Rohidi, bahwa aroma seperti ini tidak
akan didapat dari kemasan makanan
yang dibuat dengan teknologi modern (Elly Setiawan Sutawikara,
September 2017).
Penggunaan Kayu Bakar
Secara umum kayu yang digunakan sebagai kayu bakar adalah
kayu yang terletak diatas percabangan batang utama. Di bawah bagian tersebut,
kayu digunakan sebagai bahan baku
penggergajian kayu. Kayu
yang memiliki tegangan geser yang rendah juga akan dugunakan sebagai kayu bakar
karena kayu konstruksi dan kayu furnitur akan membutuhkan
tegangan geser yang kuat untuk menahan
beban. Kayu didapat dari hutan dengan
cara menebang kayu, memungut cabang atau anting yang runtuh dari pohon,
atau diambil dari limbah industri
kayu. Dibeberapa tempat, hutan dipelihara
secara lestari sebagai sumber kayu bakar. Namun
di hutan huajn tropis yang sangat lebat,seringkali
kayu diambil secara lansung dari tanah karena
merupakan cabang atau ranting pohon yang runtuh (Tampubolon, 2008).
Adapun pengunaan
kayu bakar dimaksudkan untuk memberi rasa asap (smoky
flavor) pada masakan. Sifat enak
dan sifat-sifat lain yang berkaitan
dengan selera manusia adalah sifat inderawi yang selalu melekat pada barang menjadi kebutuhan manusia, terlebih bahan pangan (Soekarto dan Hubeis, 1992). Menurut dari hasil yang ada di dokumentasi jenis-jenis kayu bakar yang di gunakan yaitu, kayu bakar
pohon karet, kayu bakar pohon
ngaruat yang sampai sekarang masyarakat di Desa Tanap
Kecamatan Kembayan Kabupaten Sanggau menggunakan kayu bakar tersebut.
Gambar 9. Masakan Menggunakan Kayu Bakar
HUBUNGAN MAKANAN TRADISIONAL DENGAN
BUDAYA MASYARAKAT DESA TANAP
Menurut beberapa narasumber lebih banyak mengetahui
ciri khas suku dayak bidayuh
di Desa Tanap, Kec. Kembayan,
Kab. Sanggau yaitu: Mporisowo/gawai (gawai tebas,
gawai anak padi, gawai panen
padi), disetiap gawai dimasyarakat memiliki makna dan arti yang berbeda, untuk gawai tebas yaitu,
memberitahukan atau dalam tradisi bahwa
masyarakat akan memulai tahap berladang
yang baru dan memohon berkat kesuburan tanah untuk bercocok
tanam.
Masyarakat Dayak sering disebut masyarakat adat, karena mereka memiliki
nilai-nilai budaya,
norma-norma, pola perilaku
yang sering disebut adat istiadat warisan
nenek moyang. Mereka juga memiliki sejarah yang panjang dan teritorial yang secara historis merupakan tempat asal usulnya. Adat istiadat, hukum adat, dan upacara-upacara keagamaan yang menyatu dengan adat merupakan
salah satu ciri penting masyarakat Dayak. Dalam tradisi berladang juga tidak dapat dilepaskan
dari ritual adat seperti bepamang dalam lahan yang akan dijadikan ladang. Ritual ini dilaksanakan dengam maksud untuk
berkomunikasi dengan Sang Penguasa Tanah dan roh leluhur, bahwa warga masyarakat akan memulai tahap
perladangan yang baru dan memohon berkat kesuburan untuk semua benih yang akan ditanam diladang.
Selain itu, juga ada beberapa ritual adat lainnya yang berkaitan dengan berladang seperti ritual adat pada saat menugal di ladang dan mengusir hama tanaman.
Kehidupan orang
Dayak yang memiliki matapecaharian
sebagai peladang berpindah dan peramu, menjujung tinggi solidaritas sosial sebagai dasar dari
bangunan sistem kerja sosial mereka.
Kerjasama dalam membuka
ladang, menanam serta menamen padi dan jagung dilakukan secara berkelompok. Sebelum melakukan aktivitas bersama diladang, biasanya diawali dengan penyelenggaraan ritual untuk memohon kepada tompo/jubata untuk keselamatan seluruh orang yang ikut dalam aktivitas peladang tersebut. Dalam setiap ritual religi orang Dayak selalu ada persembahan
hewan kurban seperti babi, ayam
atau minimal telor ayam. Setiap hari
selama masih berlangsung aktvitas perladang ini disertai
dengan aktivitas makan bersama yang disediakan oleh keluarga peladang.
Gawai anak padi merupakan
syukuran tumbuhnya benih anak padi yang nantinya akan membuahkan hasil bercocok tanam. Gawai ini
biasanya masyarakat berdoa/bepamang diladang meminta kepada sang penguasa dan roh leluhur agar menjaga anak padi
tetap tumbuh dengan subur dan mengusir hama tanaman. Gawai dayak panen padi
merupakan gawai besar di setiap dusun masing-masing, mporisowo (gawai) ini dirayakan
untuk bersyukur kepada
sang penguasa yang telah memberikan hasil bercocok tanam yang cukup untuk kehidupan
yang sejahtera kedepannya.
Minuman tuak merupakan minuman tradisional yang sudah menjadi tradisi
suku Dayak ketika sudah habis panen
padi, beras diolah dan difermentasikan menjadi minuman khas suku Dayak yang sudah dari leluhur
nenek moyang. Pakaian adat Dayak merupakan ciri khas dari suku
Dayak, motif dan corak Dayak dari
leluhur nenek moyang kita orang suku Dayak. Tarian adat suku Dayak merupakan salah satu tarian yang menciri khas kan
suku dayak seperti tarian panen padi dan tarian nugal (menam
padi) tarian ini merupakan bentuk
syukur masyarakat kepada sang penguasa, biasanya tarian ini digunakan pada acara tertentu saja, seperti gawai dayak
panen padi.
Dari penyajian
berbagai jenis makanan dan minuman orang suku Dayak terkandung pesan simbolik tentang status sosial dan relasi antarkelompok sosial. Maka semakin tinggi status sosial tuan rumah penyelengaraan gawai Dayak ataupun acara adat istiadat suku
Dayak maka semakin luas pula relasi sosial yang berhasil dibangun, hal ini
biasanya tercermin pada banyaknya jenis dan kualitas makanan yang disajikan untuk para tamu. Makanan juga merefleksikan dan mensimbolisasi relasi sosial dan identitas sosial, melalui makanan dan minuman khas suku
Dayak dapat dipererat dan diperkuat relasi sosial relasi sosial
yang ada serta meneguhkan indentitas sosial yang telah ada. Dari berbagai jenis makanan yang dikomunikasi, tergambar, siapa saja “sesama
suku Dayak” dan siapa saja yang termasuk kategori “saudara bukan Dayak” dapat menerima masakan khas suku Dayak.
Bagi orang Dayak, penyajian makanan dan minuman kepada kepada para tamu merupakan simbol relasi sosial yakni
melalui aktivitas makan dan minum bersama berarti mereka menjalin persaudaraan atau pertemanan serta membangun hubungan sosial yang saling mengormati identitas dan martabat semua orang. Jenis makanan dan minuman yang disajikan oleh orang Dayak terhadap
orang Melayu juga merupakan
simbol yang menegaskan
masing-masing pihak, memperhatiakan
yang dimakan dan diminum dalam konteks hubungan
orang Dayak dengan orang Melayu
akan akan diketahui indentitas budayanya. Melalui pranata sosial yang mengatur adat sopan-santun
dalam penyajian makanan dan tata cara mensikapi makanan ini relasi sosial
antara warga komunitas etnis Dayak dengan Melayu dapat
berlangsung dengan harmonis. Tradisi orang Dayak dalam mengolah dan menyajikan makanan maupun minuman kepada orang Melayu menunjukan bahwa orang Dayak memiliki sikap toleransi yang tinggi terhadap perbedaan pola perilaku dan keyakinan agama.
Biasanya beberapa makanan khas orang dayak dapat dihidangkan dalam jamuan pesta
pernikahan, acara mporisowo
(gawai tebas, gawai anak padi,
gawai panen padi/gawai besar)
dan adat lainnya. Makanan yang selalu disantap orang Dayak pada saat hari tertentu yaitu : kue
dange, empik padi, lemang putih,
lemang bersantan, kue keranjang. Untuk masakan khas
suku dayak yaitu: Usap (masakan
dalam wadah bambu), masakan pekasam rebung, masakan terong asam dibakar, masakan
nangka, masakan tengkuyung hitam, masakan pekakas (organ dalam tubuh daging
babi). Masakan tempoyak, masakan ikan sungai yg kecil,
masakan daun ubi tumbuk, masakan keladi, masakan bubur ayam kampung, masakan daging babi campur darah,
pekasam daging (joruak), masakan babi kecap. Minuman orang Dayak
di Desa Tanap, Kecamata Kembayan,
Kabupaten Sanggau, ada minuman khas
seperti Tuak beras Merah dan beras Putih
PROSPEK PENGEMBANGAN MAKANAN
TRADISIONAL DI DESA TANAP
Dari 10 narasumber
mengatakan bahwa masakan khas suku
dayak Bidayuh di Desa Tanap, Kecamatan
Kembayan, Kabupaten Sanggau, sangat berpotensi dikembangkan karena acara adat di kampung/masakan khas dayak jangan
sampai dihilangkan itu dari leluhur
nenek moyang kita. Bisa agar masyarakat dayak Bidayuh lebih kreatif untuk mengembangkan
masakan khas suku dayak Bidayuh di Desa Tanap,
Kecamatan Kembayan, Kabupaten Sanggau, yang ada di Kalimantan Barat
Kesimpulan
Dari hasil penelitian
ditemukan jenis-jenis masakan tradisioanal khas suku dayak
bidayuh di Desa Tanap seperti
makanan yaitu Usap (masakan dalam
bambu), masakan Bunga Tipo,
masakan rebus dengan bahan rebung segar, tengkuyung hitam, daun mpareih, dan garam, masakan keladi, daun ubi tumbuk, tempoyak, sobour (pekakas organ dalam tubuh hewan babi),
terong asam bakar, bahnannya ikan teri mentah, bawang
kucai, jahe, daun jahe dan garam, pekasam rebung. Sedangkan untuk kue ditemukan yaitu
lemang dan dange serta minuman tuak.
Tuak terdiri dari tuak putih,
tuak hitam dan tuak merah.
Makanan-makanan tradisional
ini sangat berkaitan dengan adat istiadat
didesa misalnya kue dange, lemang
putih, lemang bersantan dihidangkan dalam jamuan pesta
pernikahan, acara mporisowo
(gawai tebas, gawai anak padi,
gawai panen padi/gawai besar).
Cara memasak menggunkaan kayu bakar dan bamboo sebagai wadah.
DAFTAR PUSTAKA
Affandy, Sulpi. (2017). Penanaman Nilai-nilai
kearifan lokal dalam meningkatkan perilaku keberagamaan peserta didik. Atthulab:
Islamic Religion Teaching and Learning Journal, 2(2), 201–225.
Basthomi, Imam, & Rahmawati, Siti
Nur Laili. (n.d.). Urun Daya Masyarakat Dalam Reaktualisasi Kipo Sebagai
Jajanan Khas Kotagede Yogyakarta. Aplikasia: Jurnal Aplikasi Ilmu-Ilmu Agama,
22(1), 37–48.
Br Pasaribu, Corry Sepvia, Elsa,
Husna, & Gultom, Tumiur. (2018). Inventarisasi Morfologi Bunga Dan Buah
Tanaman Kincung (Etlingera elatior (Jack) RM Smith) Di Kecamatan Pancur Batu,
Sumatera Utara.
Kusumaningtiyas, Tiara. (2022).
Perpustakaan digital budaya Indonesia: peran masyarakat dan komunitas
melindungi dan melestarikan budaya Indonesia. Jurnal Pustaka Budaya, 9(1),
50–62.
Matondang, Asnawati. (2019). Dampak
Modernisasi Terhadap Kehidupan Sosial Masyarakat. Wahana Inovasi: Jurnal
Penelitian Dan Pengabdian Masyarakat UISU, 8(2), 188–194.
Moleong, Lexy J. (2017). Metodologi
penelitian kualitatif (Revisi). Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 102–107.
Muhtar, Dewi Fitria, Sinyo, Yumima,
& Ahmad, Hasna. (2017). Pemanfaatan tumbuhan bambu oleh masyarakat di
kecamatan oba utara kota tidore kepulauan. SAINTIFIK@: Jurnal Pendidikan
MIPA, 1(1), 37–44.
Noegraha, Nindya. (2011). Prof. Dr.
Poerbatjaraka dan Naskah Kuno Perpustakaan Nasional RI. Jumantara: Jurnal
Manuskrip Nusantara, 2(1), 111–121.
Rudhito, M. Andy. (2019). Matematika
Dalam Budaya: Kumpulan Kajian Etnomatematika. Garudhawaca.
Sari, Ayu Nirmala. (2016). Berbagai
tanaman rempah sebagai sumber antioksidan alami. Elkawnie: Journal of
Islamic Science and Technology, 2(2), 203–212.
Saryono. (2010). Metode Penelitian
Kualitatif. PT. Alfabeta, Bandung.
Soh, A. Angeline, Engelica, Ellen,
& Samosir, David L. (2021). Makanan Tradisional Nasi Lemak Melayu sebagai
Daya Tarik Wisata Kuliner di Kepulauan Riau. Altasia Jurnal Pariwisata
Indonesia, 3(2), 50–56.
Soto, Si Mak Comblang. (2023).
DariSabang Indonesia pernah menyantap makanan yang bernama soto. Mengenal
Indonesia, Mengenal Diri Kita, 41.
Sugiyono. (2016). Penelitian
Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono, Dr. (2013). Metode
penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R&D.
Sugiyono, Prof. (2015). Metode
penelitian kombinasi (mixed methods). Bandung: Alfabeta, 28, 1–12.
Utami, Millenia Mawar Indah
Purwaning, Astuti, Andari Puji, & Maharani, Endang Tri Wahyuni. (2020).
Manfaat ekoenzim dari limbah organik rumah tangga sebagai pengawet buah tomat
cherry. EDUSAINTEK, 4.
Warawardhana, Deni, & Maharani,
Yuni. (2014). Indonesia culinary center. Bandung Institute of
Technology.
Winarti, Christina, & Nurdjanah,
Nanan. (2005). Peluang tanaman rempah dan obat sebagai sumber pangan
fungsional. Jurnal Litbang Pertanian, 24(2), 47–55.