PENGARUH
KUALITAS PELAYANAN DAN PERCEIVED VALUE TERHADAP LOYALITAS PELANGGAN DENGAN
KEPUASAN SEBAGAI VARIABEL INTERVENING PADA VIO OPTICAL CLINIC HARAPAN INDAH
BEKASI
Budi
Mardjuki, Theresia Pradiani, Fathorrahman
Institut Teknologi & Bisnis Asia Malang
budimardjuki@gmail.com, theresia.pradiani@asia.ac.id,
faturrahman@asia.ac.id
Abstrak
Miopia di Indonesia pada masa pandemi cenderung meningkat karena gaya hidup atau
penyakit mata, jika tidak ditangani dengan baik akan memperburuk kondisi mata dan dapat berujung pada kebutaan. VIO Optical
Clinic sebagai Pusat Terapi
Mata di tahun 2021 menjangkau
lebih banyak masyarakat dengan masalah mata dan menawarkan berbagai solusi kesehatan mata sehingga akan berdampak
pada kepuasan pelanggan dan
loyalitas pelanggan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji lebih mendalam pengaruh hubungan kualitas pelayanan dan perceived
value terhadap loyalitas
pelanggan yang dimediasi
oleh kepuasan di VIO Optical Clinic Harapan Indah
Bekasi. Sampel dalam penelitian
ini sebanyak 100 responden
yang merupakan pelanggan VIO Optical Clinic Harapan
Indah Bekasi. Adapun metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Pengumpulan
data menggunakan instrumen angket dan untuk dianalisis menggunakan analisis jalur dengan partial least
square (PLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa: kualitas pelayanan dan perceived
value berpengaruh positif
dan signifikan terhadap kepuasan pelanggan. Kualitas pelayanan, perceived
value dan kepuasan pelanggan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas pelanggan. Kepuasan pelanggan telah mampu memediasi
hubungan antara kualitas pelayanan dan perceived value terhadap
loyalitas pelanggan. Manajemen VIO Optical Clinic dapat
meningkatkan pelayanannya dengan menyediakan tempat yang nyaman dan fasilitas yang dibutuhkan pelanggan yang akan memberikan kepuasan dan terciptanya loyalitas pelanggan.
Kata kunci: Kualitas Pelayanan, Perceived
Value, Kepuasan Pelanggan,
Loyalitas Pelanggan
Abstract
Myopia in Indonesia during the pandemic tends to
increase due to lifestyle or eye disease, if it is not handled properly, it
will worsen the condition of the eyes and can lead to blindness. VIO Optical
Clinic as a Vision Therapy Center in 2021 reach more people with eye problems
and offer various eye health solutions so this will have an impact on customer
satisfaction and customer loyalty. The research aims to assess more in-depth of
the effect of relations the quality services and perceived value of loyalty
customers that is mediated by satisfaction in VIO Optical Clinic Harapan Indah
Bekasi. Sample in this research were 100 respondents and they are customers VIO
Optical Clinic Harapan Indah Bekasi. As for methods used in this research is
purposive sampling. Data collection uses an instrument questionnaire and to be
analyzed used path analysis with partial least square (PLS). The results showed
that: service quality and perceived value have a positive and significant
effect on customer satisfaction. Service quality, perceived value and customer
satisfaction have a positive and significant effect on customer loyalty.
Customer satisfaction has been able to mediate the relationship between service
quality and perceived value on customer loyalty. Management VIO Optical Clinic
can improving its service as provide a comfortable place and facilities needed
customers that would give satisfaction and the creation of loyalty customers.
Keywords: Service Quality,
Perceived Value, Customer Satisfaction, Customer Loyalty.
Pendahuluan
Mata adalah organ tubuh yang berfungsi untuk melihat, sangat penting bagi kehidupan karena mata berguna bagi manusia untuk mengamati, mengenali dan mendapatkan informasi. Mata yang bermasalah atau mengalami gangguan akan menyebabkan
manusia kesulitan melakukan kegiatan dan pekerjaan. Masalah atau gangguan mata bisa
diakibatkan penyakit mata atau berupa
kelainan mata.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan
di seluruh dunia pada tahun
2017 terdapat 253 juta manusia mengalami gangguan mata (36 juta mengalami kebutaan dan 217 juta mengalami gangguan mata sedang sampai berat). Pada tahun yang sama di Indonesia terdapat 8 juta penduduk yang mengalami gangguan mata (1,4 juta mengalami kebutaan dan 6,6 juta mengalami gangguan mata sedang sampai berat). Bila dibandingkan terhadap jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2017 yang berjumlah 261 juta, maka penderita
gangguan mata sebanyak 3% dan angka ini menunjukkan bahwa tingginya penderita gangguan mata di Indonesia (Kemenkes RI, 2018).
Gangguan mata berupa kelainan mata terbanyak yang terdapat di masyarakat Indonesia adalah kelainan refraksi, yaitu suatu kondisi di mana bayangan benda yang terbentuk pada mata buram atau tidak tajam karena cahaya
yang masuk ke dalam mata tidak dapat difokuskan dengan jelas. Kelainan refraksi bisa terjadi karena
bola mata terlalu panjang atau terlalu
pendek, bentuk kornea yang berubah, dan penuaan lensa mata.
Beberapa jenis kelainan refraksi yang umum dialami, yaitu
rabun jauh (mata minus), rabun dekat (mata plus), mata silinder dan mata tua.
Kelainan refraksi bisa dipengaruhi oleh faktor usia, jenis
kelamin, ras, gaya hidup, penyakit
dan merupakan gangguan mata
yang belum dapat disembuhkan. Kelainan refraksi perlu segera diatasi karena bisa mengakibatkan
penderita mengalami kondisi mata menjadi
semakin buruk, kehilangan produktivitas dan tingkat kehidupan menurun. Upaya penanganan yang dapat dilakukan hanya sebatas membantu
penderita agar dapat melihat dengan jelas dan mencegah kelainan tersebut berkembang semakin parah. Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk membantu mengatasi kelainan refraksi adalah penggunaan alat bantu berupa kacamata
atau lensa kontak dan melalui operasi mata (Refractive
Errors, National Eye Institute).
Kacamata atau lensa kontak dapat
diperoleh di Optik atau toko kacamata,
sedangkan operasi mata perlu ditangani
dokter di Klinik Mata atau Rumah Sakit. Alexander Kurniawan, Chairman of Optik Tunggal mengatakan bahwa dari 11.000 jumlah optik dan toko kacamata di seluruh Indonesia pada tahun 2020
yang memenuhi kriteria Optik hanya 3.000 outlet. Optik dan toko kacamata sama-sama menyediakan kacamata atau lensa kontak,
tapi ada perbedaannya yaitu Optik harus
memiliki Surat Ijin Penyelenggaraan Optikal (SIPO)
dan ada Refraksionis Optisien (RO) sebagai penanggung jawab Optik. Kondisi ini yang membuat jumlah Optik lebih terbatas dibandingkan toko kacamata karena perlu mengurus SIPO dan jumlah ahli RO masih sedikit, baru sekitar 3.500 orang dan ini juga
termasuk diperlukan untuk mengisi kebutuhan rumah sakit dan
klinik mata (Majalah Marketing 2020).
Ketua Gapopin (Gabungan Pengusaha Optik Indonesia) Provinsi Jawa
Barat, Reza Rahman Arief pada saat membuka rapat kerja gabungan Gapopin Sukabumi 8 Desember 2021 menerangkan bahwa terdapat 2.000 lebih pengusaha optik di Jawa Barat dan 40 persen
sudah menjadi anggota Gapopin. Pengusaha yang tergabung di Gapopin ternyata baru 60 persen diantaranya yang mengantongi izin. VIO Optical Clinic Harapan Indah Bekasi merupakan
salah satu optik anggota Gapopin Provinsi Jawa Barat yang telah memiliki ijin.
VIO Optical Clinic berbeda dengan optik yang lain pada umumnya karena memiliki keunggulan dalam 3 hal berikut:
sumber daya (dokter Optometry, dokter Spesialis Mata, Refrasionis Optisien
di outlet minimal 2 orang, tim Customer Service
dan alat-alat pemeriksaan mata yang lengkap). Kedua, identitas diri sebagai Vision Therapy Center yang memberikan solusi kesehatan mata dengan menyediakan pelayanan dan sarana pendukungnya seperti klinik mata yaitu
Terapi Mata (Terapi OrthoKeratology, Terapi
Amblyopia, Terapi Proprioseptif,
Terapi Penglihatan Ganda),
Frame dan lensa kacamata
yang bervariatif serta Low
Vision Rehabilitation. Ketiga, saat ini VIO Optical
Clinic telah memiliki 5 cabang di area sekitar Jakarta yaitu: VIO Harapan Indah Bekasi Barat, VIO Galaxy City
Bekasi Selatan, VIO Green Lake Tangerang, VIO Margonda
Depok, VIO Gading Serpong
dan akan mengembangkan area
coverage ke Kota Bandung dan Surabaya.
(Griffin
et al., 2009) mengatakan
semakin lama pelanggan
loyal terhadap suatu produk atau jasa
dari perusahaan tertentu, maka perusahaan akan memperoleh laba yang besar. Menurut (Tjiptono
& Chandra, 2007) loyalitas pelanggan adalah komitmen pelanggan terhadap suatu merek, toko, dan pemasok, berdasarkan sikap yang sangat positif dan tercermin dalam pembelian ulang yang berlanjut. Pelanggan yang loyal
sangat penting bagi perusahaan,
sehingga perlu dilakukan berbagai upaya untuk menjaga, mempertahankan dan meningkatkan loyalitas para customer loyal.
Loyalitas pelanggan merupakan
hal penting bagi VIO
Optical Clinic, hal ini dikonfirmasi
saat peneliti mengadakan pembicaraan dengan manajemen VIO Optical
Clinic yang mengatakan bahwa
referrals memberikan kontribusi
35% pendapatan perusahaan, sedangkan 20% diperoleh dari pembelian berulang dari pelanggan
lama. Program loyalitas pelanggan
di VIO berupa pemberian souvenir
gift kepada pelanggan
loyal (orang yang bertransaksi pembelian
minimal 2 kali dalam setahun)
dan memberikan Privilege Card bagi pelanggan yang telah bertransaksi dengan jumlah minimal Rp 2,5 Juta. Privilege Card memberikan keuntungan bagi pemilik untuk mendapatkan special
diskon pada pembelian kacamata dan terapi mata serta tarif
khusus untuk pemeriksaan mata.
Kondisi persaingan
yang semakin ketat dalam bisnis, membuat
perusahaan melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan pelanggan lama dan
mendapatkan pelanggan baru melalui strategi yang berfokus pada kepuasan pelanggan (Ryu,
Han, & Kim, 2008). (Kotler
& Keller, 2009) mengatakan
pelanggan yang sangat puas akan tetap setia
untuk waktu yang lebih lama, membeli
lagi saat perusahaan memperkenalkan produk baru dan melakukan pembaharuan produk lama, membicarakan hal-hal baik tentang perusahaan dan produknya kepada orang lain,
tidak terlalu memperhatikan
merek pesaing, dan tidak terlalu sensitif terhadap harga. Menurut (Tjiptono,
2008) terciptanya
kepuasan pelanggan akan memberikan manfaat, diantaranya hubungan antara perusahaan dan pelanggan menjadi baik, memberikan hal yang baik bagi pembelian selanjutnya dan terciptanya loyalitas pelanggan serta bisa membuat pelanggan
memberikan referensi dari mulut ke mulut
(Word of Mouth) yang menguntungkan bagi perusahaan.
Customer Service VIO mengatakan beberapa
pelanggan yang saat ditanyakan datang ke VIO karena informasi atau rekomendasi temannya yang merasa puas atas pelayanan
VIO Optical Clinic. Sejak awal berdiri
VIO Optical Clinic memberikan perhatian
pada kepuasan pelanggan, hal ini tercakup dalam nilai perusahaan
yang pertama yaitu Value,
memberikan pelayanan terbaik dan jika mungkin melebihi ekspektasi pelanggan. Customer
Service yang terdiri dari
Tim CRS (Customer Relation Staff) dan CES (Customer Experience Staff)
dibentuk untuk melayani response
atas permintaan informasi, keluhan serta tanggapan dari pelanggan.
(Raja Parasuraman, 2000) mengemukakan bahwa kualitas pelayanan adalah refleksi persepsi evaluatif pelanggan terhadap pelayanan yang diterima pada
suatu waktu tertentu. Kualitas pelayanan dapat dilihat dan ditentukan tingkat pentingnya dari lima dimensi yang terdiri dari: bukti
langsung (tangibles), kehandalan
(reliability), ketanggapan (responsiveness),
jaminan (assurance) dan empati
(emphaty). Berdasarkan
penelitian (Ariany & Lutfi, 2021) kualitas pelayanan memiliki pengaruh signifikan terhadap loyalitas pelanggan klinik gigi di Brebes, sedangkan (Choiriah & Liana, 2019) menemukan bahwa kualitas pelayanan tidak berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan, artinya baik atau buruknya kualitas pelayanan yang diberikan kepada pelanggan sepeda motor Honda di Kota Semarang tidak berpengaruh terhadap tingkat loyalitas pelanggan.
Perceived value adalah evaluasi calon pelanggan atas perbedaan antara semua manfaat dan semua biaya dari
suatu penawaran dan alternatif yang dirasakan. (Kotler & Keller, 2012). Nilai yang dirasakan adalah
penilaian keseluruhan pelanggan dari kegunaan produk berdasarkan persepsi yang diterima dan apa yang diberikan (Anantharanthan Parasuraman, Zeithaml,
& Berry, 1985). Penelitian (Yogaswara & Pramudana, 2022) menemukan bahwa perceived
value berpengaruh signifikan
terhadap loyalitas pelanggan, namun penelitian yang lain menemukan hal berbeda yaitu
perceived value tidak berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan (Firmansyah & Prihandono, 2018).
Berdasarkan uraian dan data-data di atas,
maka peneliti memutuskan untuk meneliti pengaruh kepuasan pelanggan dan perceived value terhadap
loyalitas pelanggan melalui kepuasan sebagai intervening pada VIO Optical Clinic Harapan
Indah Bekasi.
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, tujuan penelitian ditetapkan sebagai berikut: 1. Mengetahui pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelanggan VIO Optical
Clinic Harapan Indah Bekasi. 2. Mengetahui pengaruh perceived value terhadap
kepuasan pelanggan VIO Optical
Clinic Harapan Indah Bekasi. 3. Mengetahui pengaruh kualitas pelayanan terhadap loyalitas pelanggan VIO Optical Clinic Harapan Indah Bekasi.
4. Mengetahui pengaruh perceived
value terhadap loyalitas
pelanggan VIO Optical Clinic Harapan Indah Bekasi. 5.
Mengetahui pengaruh kepuasan pelanggan terhadap loyalitas pelanggan VIO Optical Clinic Harapan Indah Bekasi. 6. Mengetahui pengaruh kualitas pelayanan terhadap loyalitas pelanggan VIO Optical Clinic Harapan Indah Bekasi melalui kepuasan pelanggan. 7. Mengetahui pengaruh perceived value terhadap
loyalitas pelanggan VIO
Optical Clinic Harapan Indah Bekasi melalui kepuasan pelanggan.
Metode
Berdasarkan permasalahan
dan uraian yang telah dipaparkan pada latar belakang, penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Menurut (Sugiyono,
2018), penelitian
kuantitatif adalah penelitian yang berlandaskan pada
filsafat positif, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel
tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif atau statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Penelitian ini menggali pengaruh kualitas pelayanan dan perceived
value terhadap loyalitas
pelanggan melalui variabel kepuasan pelanggan sebagai variabel intervening, dimana
skala pengukuran menggunakan skala Likert 5
poin, dari sangat tidak setuju sampai sangat setuju sehingga memperoleh data kuantitatif.
Jenis penelitian ini dikategorikan explanatory
research yaitu metode penelitian yang menjelaskan kedudukan variabel-variabel yang diteliti serta pengaruh antara variabel satu dengan variabel
lainnya. Peneliti memakai metode explanatory research
untuk menguji hipotesis
yang diajukan, sehingga diharapkan dari penelitian ini dapat menjelaskan hubungan dan pengaruh antara variabel bebas, varibel terikat dan variabel intervening
yang ada di dalam hipotesis.
Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data deskriptif statistik dan Structural
Equation Model (SEM) berbasis Partial Least Square (PLS). PLS adalah model persamaan struktural SEM yang berbasis komponen atau varian.
PLS merupakan metode analisis
yang powerfull karena tidak mengasumsikan data arus dengan pengukuran skala tertentu dan jumlah sampel yang dipakai kecil. Data yang terkumpul
melalui kuesioner kemudian diberikan kode (coding) serta diolah untuk menguji validitas dan reliabilitasnya. Setelah itu analisis statistik deskriptif dilakukan untuk mengetahui persepsi responden terhadap penerapan loyalitas pelanggan di VIO Optical Clinic Harapan Indah, kemudian dilanjutkan dengan analisis menggunakan Partial
Least Square (PLS) dengan memanfaatkan
aplikasi smartPLS versi 3.3.3. Secara rinci, adapun
tahapan pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
Statistik deskriptif
adalah statistik yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberikan gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana
adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum (Sugiyono,
2018). Statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan masing-masing nilai
pada variabel yang diteliti.
Uji Model Pengukuran (Outer Model)
Uji pengukuran pada PLS merupakan cara untuk menguji validitas dan reliabilitas suatu kuesioner. Uji validitas bertujuan untuk mengukur sah atau
tidaknya suatu kuisioner. Suatu kuisioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuisioner mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut (Ghozali,
2016). Sedangkan
uji reliabilitas bertujuan
untuk mengukur suatu kuisioner yang merupakan indikator
dari variabel atau konstruk. Suatu kuisioner dikatakan reliabel jika jawaban seseorang
terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari
waktu ke waktu (Ghozali,
2016). Adapun cara
menguji validitas dan reliabilitas adalah sebagai berikut:
a. Uji Validitas
Menurut (Imam,
2013) pengujian validitas dengan teknik PLS dilakukan dengan melihat validitas konvergen seperti nilai Loading Factor dan
Average Variance Extracted (AVE). Validitas konvergen dari model pengukuran dengan indikator refleksif dapat dilihat dari korelasi
antara item score/indikator
dengan score konstruknya (loading
factor). Ukuran reflektif
individu dikatakan tinggi jika berkorelasi
lebih dari 0,70 dengan konstruk yang ingin diukur. (Kurniasari
& Ghozali, 2013) menjelaskan
uji lainnya untuk menilai validitas dari konstruk dengan melihat nilai AVE. Model dikatakan baik apabila AVE
masing-masing konstruk nilainya
lebih besar dari 0,50.
b. Uji Reliabilitas
Selain uji validitas, pengukuran model juga dilakukan
untuk menguji reliabilitas suatu konstruk. Dalam SmartPLS 3.3.3 untuk mengukur reliabilitas suatu konstruk dengan indikator reflektif dilakukan dengan dua cara yaitu dengan
Cronbach's Alpha dan Composite Reliability. Konstruk dinyatakan reliabel jika nilai composite reliability
maupun cronbach’s alpha di
atas 0,70 (Kurniasari
& Ghozali, 2013).
Uji Model Struktural (Inner Model)
Uji Model struktural atau inner model adalah melihat korelasi antara konstruk yang diukur yang merupakan
uji t dari partial
least square itu sendiri. Model struktural atau inner model dapat
diukur melalui tiga langkah yaitu
sebagai berikut:
a.
R-Square
Dalam menilai model struktural terlebih dahulu dilakukan penilaian terhadap R-Square
untuk setiap variabel laten
endogen sebagai kekuatan prediksi dari model struktural. Pengujian R-Square
menunjukkan seberapa besar pengaruh antar variabel dalam model. Pengujian terhadap model struktural dilakukan dengan cara melihat nilai
R-Square yang merupakan uji goodness-fit model. Perubahan nilai R-Square dapat digunakan untuk menjelaskan pengaruh variabel laten eksogen tertentu terhadap variabel laten endogen apakah mempunyai pengaruh yang substantif. Nilai R-Square
0,75, 0,50 dan 0,25 dapat disimpulkan
bahwa model kuat, moderat dan lemah (Kurniasari
& Ghozali, 2013).
b.
Q
Square (Q²)
Pengujian Inner model dapat dilakukan dengan melihat nilai Q² (predictive relevance). Untuk menghitung Q² dapat digunakan rumus:
Q²
=1-(1-R1²) (1-R2²) …. (1-Rp²)
c.
Goodness of Fit
(GoF)
Berbeda dengan
CB-SEM, untuk nilai GoF
pada SEM-PLS harus dihitung
secara manual. Sesuai dengan rumus dari
Tenenhaus (2004) yaitu GoF = √ (AVE+R^2). Menurut Tenenhaus (2004), nilai GoF small = 0,1, GoF medium =
0,25 dan GoF besar = 0,38.
d.
Estimate For Path Coefficients
Uji selanjutnya adalah
melihat signifikansi pengaruh antar variabel dengan melihat nilai koefisien
parameter dan nilai signifikasi
t-statistik melalui metode bootstrapping (Imam, 2013). Nilai dianggap
signifikan jika nilai t statistik lebih besar dari 1,96 (significance level 5%) untuk
masing-masing hubungan jalurnya.
e.
Uji
Pengaruh Tidak Langsung
Pengujian pengaruh
tidak langsung dilakukan
untuk melihat besarnya pengaruh tidak langsung antar variabel. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan metode bootstrapping menggunakan
SmartPLS 3.3.3. Dalam penelitian
ini yang termasuk variabel intervening
adalah kepuasan pelanggan. Variabel intervening dikatakan mampu memediasi pengaruh variabel eksogen (independen) terhadap variabel endogen (dependen) jika nilai t-statistik
lebih besar dibandingkan dengan t-tabel dan P value
lebih kecil daripada tingkat signifikan yang digunakan (5%). Setelah dilakukan analisis data, maka hasil penelitian
akan dibahas dan diinterpretasikan secara deskriptif kuantitatif
Hasil dan Pembahasan
Outer
Model (Model Measurement)
Outer
model (Model Measurement) dalam analisis Partial Least Square (PLS) bertujuan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas indikator - indikator yang mengukur variabel laten. Model
ini menspesifikasi hubungan
antar variabel laten dengan indikator-indikatornya atau dapat dikatakan
bahwa outer model mendefinisikan
bagaimana setiap indikator berhubungan dengan variabel latennya. Dalam penelitian ini, seluruh variabel, yaitu variabel kualitas pelayanan, perceived
value, kepuasan pelanggan
dan loyalitas pelanggan menggunakan indikator reflektif.
Mengukur suatu konstruk laten ataupun variabel laten dalam penelitian yang menggunakan metode structural
equation model (SEM) dilaksanakan melalui dua aktivitas utama yakni;
1. Melakukan pengujian dan analisis terhadap komponen pembentuk atau indikator utama variabel laten (EFA) tersebut melalui reduksi terhadap indikator- indikator yang terbukti lemah secara parsial.
2.
Menguji pola hubugan dan determinasi dari model struktural variabel laten dan indikatornya dengan membandingkan beberapa kriteria kebaikan dan kelayakan model struktural itu sendiri yang lazim disebut sebagai
kriteria goodness of fit. Tahapan
analisis kedua ini disebut sebagai analisis konfirmasi faktor (CFA).
Langkah
pertama pengujian terhadap Model Struktur yang telah disusun tersebut
yakni mengukur kekuatan atau loading factor
dari setiap indikator yang mencirikan suatu variabel laten yang sedang dikonfirmasi. Proses analisis ini
bertujuan untuk mendapatkan
indikator mana saja yang benar- benar mampu
mengukur variabel laten
yang disusun sebelumnya.
Adapun secara operasional pengukuran ini menempuh prosedur pengukuran nilai loading factor setiap
indikator terhadap variabel latennya, apabila terdapat indikator yang memiliki loading
factor yang lemah maka indikasi tersebut menunjukkan bahwa indikator tersebut harus direduksi dan tidak dapat diikutsertakan dalam pengukuran model struktural secara keseluruhan.
Setelah
proses penentuan indikator utama di atas selesai,
maka proses pengukuran terhadap suatu konstruk laten atau juga variabel laten tersebut dikonfirmasi secara keseluruhan melalui analisis konfirmasi faktor (CFA). Analisis konfirmasi faktor atau lazim disebut
dengan confirmatory factor analysis (CFA) disusun sedemikian rupa berdasarkan dukungan yang kuat secara teoritis. Pelaksanaan analisis ini bertujuan agar peneliti mengetahui faktor-faktor manakah yang merupakan parameter yang valid dan reliabel atau menggambarkan
kekuatan pengukuran yang sesungguhnya terhadap pembentukan variabel laten yang ingin dijelaskan kemudian. Dalam interpretasi hasil spesifikasi setiap model pengukur variabel laten, senantiasa mengikuti karakteristik kebaikan analisis CFA.
Pengembangan
model pengukuran dalam SEM diwadahi dalam analisis faktor konfirmatori. Analisis faktor konfirmatori dapat digunakan untuk mendapatkan data variabel laten,
yang diperoleh dari indikator berupa skor faktor. (Solimun, Rinaldo Fernandes, Adji Ahmad, Nurjannah,
& Fernandes, 2017) mengungkapkan bahwa analisis faktor konfirmatori digunakan untuk melakukan konfirmasi (confirm),
apakah atribut indikator yang telah disusun sedemikian rupa berdasarkan teori dan atau kajian literatur penelitian sebelumnya benar-benar dapat memprediksi variabel laten yang mencirikannya.
Gambar 1 Model Struktural
Penelitian
Keterangan
Gambar:
Spesifikasi
model: 2nd order SEM
• Lingkaran Hijau ► Konstruk 1st
order (Dimensi)
• Lingkaran Biru ► Konstruk
laten 2nd order (Variabel Penelitian)
• Kotak Kuning ►
Variabel manifest (indikator)
Berdasarkan gambar 1 diatas, terdapat 4 model struktural dalam penelitian ini yaitu:
a.
Model pengaruh X1
dan X2 terhadap Z, dimana X1
dan X2 sebagai variabel
laten eksogen dan Z sebagai
variabel laten endogen.
b.
Model pengaruh X1
dan X2 terhadap Y, dimana X1
dan X2 sebagai variabel
laten eksogen dan Y sebagai
variabel laten endogen.
c.
Model pengaruh Z
terhadap Y, dimana Z sebagai variabel laten eksogen dan Y sebagai variabel endogen.
d.
Model pengaruh X1
dan X2 terhadap Y melalui Z
sebagai variabel mediasi (intervening).
Uji
Validitas
(1) Validitas Konvergen
Syarat
valid: loading factor baik 1st order maupun
2nd order > 0,7; AVE konstruk > 0,5 (Ghozali, 2016). Indikator tidak valid harus dikeluarkan dari model dan dianggap tidak bisa digunakan untuk mengukur variabel penelitian. Validitas konvergen yang
merupakan bagian dari uji outer
model diperoleh dari estimasi model SEM PLS dengan teknik algorithm. Pada model penelitian
yang memiliki konsep 2nd
order, pengujian outer model sebaiknya dilakukan satu per satu pada masing –
masing konstruk 2nd order agar loading
factor seluruh indikator
pada model dapat terlihat jelas.
Konstruk kualitas pelayanan memiliki 5 dimensi pengukuran yang masing – masing diukur
dengan beberapa indikator.
Gambar
2 Model Ukur Konstruk Kualitas Pelayanan
Berdasarkan hasil estimasi model ukur konstruk kualitas
pelayanan pada gambar 2, dapat dilihat ada
beberapa indikator yang
tidak valid dalam mengukur konstruknya, yaitu indikator KP11, KP14, KP17 dan KP6. Seluruh
indikator tersebut dinyatakan tidak valid karena memiliki loading factor < 0,7. Dalam
(Ghozali, 2016) disebutkan bahwa indikator – indikator tidak valid
dalam model SEM harus dikeluarkan dan dilakukan estimasi kembali terhadap model SEM hingga diperoleh model SEM dimana seluruh indikator di dalamnya valid dalam mengukur konstruk konstruknya. Hasil estimasi model
SEM PLS setelah indikator-indikator
tidak valid dikeluarkan dapat
dilihat pada gambar berikut:
Gambar
3 Model Ukur Konstruk Kualitas Pelayanan Setelah Beberapa Indikator keluar
Hasil estimasi model pada gambar 3 menunjukkan bahwa setelah item-2 tidak valid dikeluarkan, maka indikator yang tersisa dalam model hanya indikator valid, demikian juga nilai AVE pada masing-masing konstruk
dimensi telah > 0,5 yang
berarti bahwa seluruh konstruk dimensi juga telah memenuhi kriteria validitas konvergen yang dipersyaratkan. Berdasarkan keseluruhan hasil analisis CFA konstruk kualitas pelayanan tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa dari 17 item pernyataan yang mengukur konstruk kualitas pelayanan, hanya 13 item yang valid.
Konstruk perceived
value diukur dengan 4 dimensi pengukuran yaitu kelayakan produk, harga produk,
faktor emosional dan kemudahan.
Gambar
4 Model Ukur Konstruk Perceived
Value
Hasil estimasi model SEM PLS
pada gambar 4 menunjukkan bahwa pada konstruk Perceived
Value, seluruh indikator
dinyatakan valid karena memiliki loading factor > 0,7 dan AVE konstruk dimensi > 0,5. Dengan demikian tidak ada indikator yang dikeluarkan dari model, seluruh indikator dapat digunakan dalam model sebagai alat ukur variabel
perceived value.
Kepuasan pelanggan diukur dengan 3 dimensi yaitu kesesuaian harapan, minat kunjungan kembali dan bersedia merekomendasikan.
Gambar
5. Model Ukur Konstruk Kepuasan Pelanggan
Hasil estimasi model SEM PLS
pada gambar 5 menunjukkan bahwa pada konstruk kepuasan pelanggan, seluruh indikator dinyatakan valid karena memiliki loading factor > 0,7 dan AVE konstruk dimensi > 0,5. Dengan demikian tidak ada indikator yang dikeluarkan dari model, seluruh indikator dapat digunakan dalam model sebagai alat ukur variabel
kepuasan pelanggan.
Loyalitas diukur dengan 3 dimensi pengukuran, yaitu repeat purchase, retention dan referrals.
Gambar
6 Model Ukur Konstruk Loyalitas Pelanggan
Hasil estimasi model SEM PLS
pada Gambar 6 menunjukkan bahwa
pada konstruk Loyalitas, seluruh indikator dinyatakan valid karena memiliki loading factor > 0,7 dan AVE konstruk dimensi > 0,5. Oleh karenanya tidak ada indikator yang dikeluarkan dari model, seluruh indikator dapat digunakan dalam model sebagai alat ukur
variabel loyalitas.
(2) Validitas Diskriminan
Validitas diskriminan (discriminant validity) merupakan konsep tambahan yang mempunyai makna bahwa dua konsep berbeda secara konseptual harus menunjukkan perbedaan yang memadai. Maksudnya ialah seperangkat indikator yang digabung diharapkan tidak bersifat unidimensional.
Pengukuran validitas diskriminan dapat menggunakan kriteria: 1. Fornell
Larcker, 2. Cross Loading, 3. Heterotrait-Monotria
Ratio of Correlations (HTMT). Postulat
Fornell-Larcker menyebutkan bahwa
suatu variabel laten memiliki berbagai lebih dengan indikator yang mendasarinya daripada dengan variabel-variabel laten lainnya. Fornell Larcker dengan
Cross Loading memiliki perbedaan
yaitu kriteria Fornell Larcker
menilai validitas disrkiminan pada tataran konstruk (variabel laten), sedangkan cross loading memungkinkan
pada tataran indikator.
Validitas diskriminan diukur dengan 3 cara, yaitu uji Fornell Larcker, Cross Loading dan HTMT.
Syarat valid:
• Fornell larcker ► akar kuadrat AVE > korelasi antar variabel
• Cross
loading ► loading factor tertinggi ada pada konstruknya
• HTMT ►
HTMT konstruk tidak ada
yang lebih dari 0,9
1)
Fornell Lacker
Adapun
cara melakukan uji Fornell
Lacker adalah dengan membandingkan nilai akar kuadrat AVE dengan nilai korelasi
antar konstruk.
Tabel 1 Nilai
Akar AVE Setelah Beberapa Indikator Tereliminasi
KEP |
KP |
LOY |
PV |
|
KEP |
0.882 |
|||
KP |
0.732 |
0.898 |
||
LOY |
0.706 |
0.679 |
0.886 |
|
PV |
0.573 |
0.669 |
0.663 |
0.877 |
Note:
akar kuadrat AVE adalah angka pada diagonal, korelasi antar variabel adalah angka selain pada garis diagonal
Berdasarkan
Tabel 1 di atas terlihat bahwa nilai akar
kuadrat dari AVE kepuasan pelanggan sebesar 0,882 lebih besar dari korelasi dengan
kualitas pelayanan 0,732,
lebih besar dari korelasi kepuasan pelanggan dengan loyalitas pelanggan yang sebesar 0,706, juga lebih besar dari korelasi kepuasan
pelanggan dengan perceived
value yang sebesar 0,573. Nilai akar kuadrat AVE kualitas pelayanan sebesar 0,898 lebih besar dari korelasi kualitas
pelayanan dengan loyalitas pelanggan yang sebesar 0,679, juga lebih besar dari korelasi kualitas
pelayanan dengan perceived
value yang sebesar 0,669. Nilai akar kuadrat AVE loyalitas pelanggan sebesar 0,886 lebih besar dari korelasi loyalitas
pelanggan dengan perceived
value yang sebesar 0,663. Ini menunjukkan
bahwa pada tataran konstruk, secara diskriminan, indikator-indikator
yang digunakan untuk mengukur
kualitas pelayanan, perceived
value, kepuasan pelanggan,
dan loyalitas pelanggan dinyatakan Valid.
2)
Cross Loading
Pada
tataran indikator, untuk discriminant
validity diuji melalui cross
loading, caranya dengan
membandingkan nilai, di
mana nilai cross loading pada konstruk yang dituju harus lebih besar dibandingkan dengan nilai loading dengan konstruk yang lain.
Tabel 2 Nilai Cross Loading
|
KEP |
KP |
LOY |
PV |
SAT1 |
0.738 |
0.674 |
0.432 |
0.422 |
SAT2 |
0.962 |
0.673 |
0.670 |
0.468 |
SAT3 |
0.817 |
0.608 |
0.652 |
0.509 |
SAT4 |
0.901 |
0.556 |
0.597 |
0.470 |
SAT5 |
0.939 |
0.723 |
0.695 |
0.626 |
SAT6 |
0.917 |
0.649 |
0.664 |
0.528 |
KP1 |
0.634 |
0.800 |
0.602 |
0.568 |
KP10 |
0.671 |
0.945 |
0.630 |
0.646 |
KP12 |
0.588 |
0.886 |
0.614 |
0.715 |
KP13 |
0.690 |
0.908 |
0.627 |
0.565 |
KP15 |
0.666 |
0.930 |
0.609 |
0.612 |
KP16 |
0.685 |
0.933 |
0.596 |
0.580 |
KP2 |
0.546 |
0.802 |
0.528 |
0.475 |
KP3 |
0.749 |
0.916 |
0.606 |
0.573 |
KP4 |
0.657 |
0.923 |
0.626 |
0.588 |
KP5 |
0.693 |
0.886 |
0.625 |
0.625 |
KP7 |
0.649 |
0.932 |
0.652 |
0.651 |
KP8 |
0.590 |
0.881 |
0.611 |
0.552 |
KP9 |
0.719 |
0.918 |
0.603 |
0.649 |
LOY1 |
0.687 |
0.716 |
0.909 |
0.817 |
LOY2 |
0.669 |
0.556 |
0.820 |
0.532 |
LOY3 |
0.553 |
0.573 |
0.869 |
0.446 |
LOY4 |
0.635 |
0.585 |
0.884 |
0.542 |
LOY5 |
0.582 |
0.568 |
0.942 |
0.572 |
PV1 |
0.507 |
0.591 |
0.436 |
0.736 |
PV2 |
0.473 |
0.600 |
0.648 |
0.812 |
PV3 |
0.475 |
0.616 |
0.562 |
0.962 |
PV4 |
0.624 |
0.655 |
0.675 |
0.934 |
PV5 |
0.463 |
0.511 |
0.449 |
0.828 |
PV6 |
0.570 |
0.580 |
0.688 |
0.905 |
PV7 |
0.407 |
0.558 |
0.584 |
0.938 |
Berdasarkan
Tabel 2 nilai Cross Loading, diketahui bahwa semua nilai cross loading indikator-indikator kepuasan pelanggan (Z) terhadap konstruk yang dituju (kepuasan pelanggan) lebih tinggi jika dibandingkan
dengan nilai cross
loading terhadap konstruk-konstruk
lainnya. Demikian juga semua nilai cross loading indikator-indikator kualitas pelayanan (X1) terhadap konstruk yang dituju (kualitas pelayanan) lebih tinggi jika dibandingkan
dengan nilai cross
loading terhadap konstruk-konstruk
lainnya. Semua nilai cross loading indikator-indikator
loyalitas pelanggan (Y) terhadap konstruk yang dituju (loyalitas pelanggan) lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai cross loading
terhadap konstruk-konstruk lainnya. Semua nilai cross loading indikator-indikator
perceived value (X2) terhadap konstruk yang dituju (perceived
value) lebih tinggi jika
dibandingkan dengan nilai cross loading terhadap
konstruk-konstruk lainnya.
Ini menguatkan hasil Fornell-Lacker
yang menunjukkan bahwa outer
model untuk indikator-indikator yang merefleksikan kualitas pelayanan, perceived value, kepuasan
pelanggan, dan loyalitas pelanggan, secara diskriminan, Valid.
3)
Heterotrait
– Monotriat Ratio of Correlations
(HTMT)
Validitas diskriminan juga dapat dinilai dengan melihat nilai pada Heterotrait – Monotriat
Ratio of Correlations (HTMT). Nilai HTMT harus kurang dari 0,9 untuk memastikan validitas diskriminan antara dua konstruk reflektif Henseler et al (2015). Berikut
adalah hasil pengujian nilai HTMT.
Tabel 3 Hasil
Uji Diskriminan HTMT
|
KEP |
KP |
LOY |
PV |
KEP |
|
|
|
|
KP |
0.766 |
|
|
|
LOY |
0.752 |
0.710 |
|
|
PV |
0.609 |
0.697 |
0.698 |
|
Tabel 3 menunjukkan
bahwa semua variabel dalam penelitian ini memiliki nilai HTMT kurang dari 0,9, maka dapat dinyatakan Valid.
Uji
Reliabilitas
Uji Reliabilitas dilakukan melalui dua cara yaitu berdasarkan
nilai Cronbach’s Alpha dan Composite Reliability
sebagai berikut:
Tabel 4 Hasil
Uji Reliabilitas
|
Cronbach's Alpha |
rho_A |
Composite Reliability |
Average Variance Extracted (AVE) |
KEP |
0.941 |
0.948 |
0.954 |
0.779 |
KP |
0.980 |
0.981 |
0.982 |
0.807 |
LOY |
0.931 |
0.934 |
0.948 |
0.784 |
PV |
0.948 |
0.954 |
0.959 |
0.769 |
Berdasarkan hasil pengujian reliabilitas pada tabel 4 di atas, keempat variabel
dalam penelitian ini memiliki nilai Cronbach’s
alpha > 0,70 dan Composite Reliability > 0,70 sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel kualitas pelayanan (X1), perceived value (X2), kepuasan pelanggan (Z) dan loyalitas pelanggan (Y) dinyatakan Reliabel.
Inner
Model (Model Struktural)
Uji pada model struktural dilakukan untuk menguji hubungan antara konstruk laten.
Ada beberapa uji untuk model struktural
yaitu: R-Square (R2), Q-Square
dan SRMR. Berikut analisis
lebih rinci masing-masing uji inner model.
(1)
Uji R-Square
Nilai R-Square adalah
koefisien determinasi pada konstruk endogen. Menurut (Chin, 1998) R-Square sebesar > 0.67 (kuat), 0.33 –
0.67 (moderat) dan 0.19 – 0.32 (lemah).
|
R Square |
R Square Adjusted |
KEP |
0.556 |
0.547 |
LOY |
0.613 |
0.601 |
Berdasarkan
Tabel 5, diketahui bahwa nilai R-Square pada kepuasan
pelanggan (Z) sebesar 0,556.
Ini menunjukkan bahwa 55,6%
kepuasan pelanggan VIO
Optical Clinic Harapan Indah Bekasi dijelaskan oleh kualitas pelayanan dan perceived
value. Adapun sisanya, 100% - 55,6% = 44,4% dijelaskan oleh konstruk laten lainnya yang tidak dipertimbangkan
dalam penelitian ini. Jadi,
dalam model struktural ini diketahui bahwa koefisien determinasi pada konstruk endogen masuk kategori moderat. Dengan kata lain, pengaruh kualitas pelayanan dan perceived
value terhadap kepuasan
pelanggan di VIO Optical Clinic Harapan Indah Bekasi cukup kuat.
Dalam
Tabel 5, juga diketahui bahwa
nilai R-Square pada loyalitas
pelanggan (Y) sebesar 0,613.
Ini menunjukkan bahwa 61.3%
loyalitas pelanggan VIO Optical
Clinic Harapan Indah Bekasi dijelaskan oleh kualitas pelayanan dan perceived
value, serta kepuasan pelanggan. Adapun sisanya, 100% -
61.3% = 38.7% dijelaskan oleh konstruk
laten lainnya yang tidak dipertimbangkan
dalam penelitian ini. Jadi,
dalam model struktural ini diketahui bahwa koefisien determinasi pada konstruk endogen masuk kategori cukup kuat.
(2) Uji Q-Square
Penilaian goodness of fit diketahui
dengan melihat nilai Q-Square.
Nilai Q-Square memiliki
arti yang sama dengan coefficient determination (R-Square) pada analisis
regresi, dimana semakin tinggi nilai Q-Square, maka model dapat dinyatakan semakin baik atau semakin fit dengan data. Q-Square sebesar 0,02 – 0,15 menunjukkan
bahwa model memiliki predictive
relevance kecil, Q-Square sebesar 0,15 – 0,35 menunjukkan bahwa model memiliki predictive
relevance sedang dan Q-Square > 0,35 menunjukkan
predictive relevance model yang besar (Chin, 1998). Nilai Q-Square dalam penelitian
ini diuji dengan Blindfolding pada aplikasi
Smart PLS 3.3.3. Adapun hasil perhitungan
nilai Q-Square adalah sebagai berikut:
|
SSO |
SSE |
Q² (=1-SSE/SSO) |
KEP |
600.000 |
366.666 |
0.389 |
KP |
1300.000 |
1300.000 |
|
LOY |
500.000 |
303.686 |
0.393 |
PV |
700.000 |
700.000 |
|
Tabel
diatas menunjukkan bahwa nilai Q-Square pada variabel endogen Loyalitas Pelanggan (Y) adalah 0,393 dan variabel endogen
Kepuasan Pelanggan (Z)
adalah 0,389 dimana nilai kedua variabel
endogen tersebut lebih besar
dari 0, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian ini memiliki nilai goodness of fit yang baik atau bagus karena Q-Square > 0.
Selain
menilai Q-Square melalui
Tabel 6, Berikut untuk pengujian
Inner model juga dapat dilakukan
dengan melihat nilai Q-Square (predictive relevance) dengan menggunakan rumus berikut:
Q =1-(1-R1
) (1-R2
)…..(1-Rp
)
Berdasarkan tabel 6 terdapat nilai R1-Square sebesar
0.628 dan R2-Square sebesar 0.521, maka dapat dihitung
sesuai berikut :
Q² = 1 – (1 – 0,556) (1 – 0,613) = 1 – (0,444) (0,387)
= 1 – 0,171828 = 0,828172 Nilai Q-Square yang didapatkan sebesar 0.828172, dimana jika nilai
Q-Square semakin mendekati
nilai 1, maka model tersebut dinyatakan baik, pada penelitian ini juga menunjukkan bahwa Q-Square sebesar
82%, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pada penelitian ini memiliki nilai prediktif yang relevan, dimana model yang digunakan dapat menjelaskan informasi yang ada dalam data penelitian sebesar 82%.
(3) Uji SRMR
Indeks SRMR
(Standarized Root Mean Square Residual)
didasari oleh kovarians tambahan, jika nilainya lebih kecil, maka hal ini memberikan
indikasi bahwa model tersebut lebih fit. Nilai SRMR yang diterima
sebagai model yang fit adalah
nilai kurang dari 0,10 (Worthington & Whittaker, 2006).
|
Saturated Model |
Estimated Model |
SRMR |
0.080 |
0.087 |
Nilai SRMR 0.080 <
0.10 menandakan bahwa model
fit.
Pembahasan
Kualitas Pelayanan dan Kepuasan Pelanggan
(Amstrong & Kotler, 2001) mendefinisikan pelayanan adalah setiap tindakan
atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada
pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak
mengakibatkan kepemilikan apapun. Kotler juga mengatakan bahwa perilaku tersebut bisa terjadi
pada saat, sebelum dan sesudah
terjadinya transaksi. Menurut (Kotler & Keller, 2016), kualitas pelayanan memiliki beberapa indikator yaitu, bukti langsung (tangibles),
kehandalan (reliability), Daya Tanggap (responsiveness), Jaminan
(assurance), Empati (empathy). Kualitas pelayanan dapat didefinisikan sebagai upaya pemenuhan
kebutuhan dan keinginan konsumen serta ketepatan penyampaiannya dalam mengimbangi harapan pelanggan (Tjiptono, 2007)
Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa Kualitas Pelayanan secara langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kepuasan Pelanggan. Semakin baik kualitas pelayanan maka semakin tinggi kepuasan pelanggan, sebaliknya semakin buruk kualitas pelayanan maka semakin rendah kepuasan pelanggan. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian
dari (Yulianto, 2017), (Firmansyah & Prihandono, 2018), (Ariany & Lutfi, 2021) dan
Ambalao et al (2022) yang
menyatakan bahwa Kualitas Pelayanan memiliki pengaruh positif dan memiliki hubungan yang signifikan terhadap Kepuasan Pelanggan, namun hasil penelitian (Choiriah & Liana, 2019) menunjukkan hasil yang berbeda yaitu kualitas
pelayanan tidak berpengaruh
terhadap kepuasan pelanggan.
Faktor
yang paling kuat dalam merefleksikan kualitas pelayanan VIO Optical Clinic Harapan Indah Bekasi adalah Empati yaitu
karyawan VIO memberikan beberapa jenis Frame kacamata untuk dicoba sebelum dipilih yang sesuai. Sikap karyawan VIO yang memberikan keleluasan untuk mencoba kacamata yang cocok bagi pelanggan dan memberikan saran yang disesuaikan
dengan kebutuhan pelanggan menjadi keunggulan kualitas pelayanan VIO Optical Clinic. Faktor kedua
yang banyak berkontribusi terhadap kualitas pelayanan yaitu jaminan, Asisten Dokter membersihkan alat yang dipakai dengan alcohol swab
sebelum pemeriksaan, ini penting
untuk memastikan bahwa peralatan pemeriksaan mata telah steril
sebelum digunakan dan menjadi
sesuatu yang penting dalam pelayanan kesehatan di masa pandemik Covid 19. Hasil penelitian
ini juga menunjukkan bahwa faktor kehandalan, yaitu Asisten Dokter yaitu Refraksionis Optisien melakukan pemeriksaan mata maksimal 10 menit, waktu yang cukup singkat dengan beberapa pemeriksaan mata yang dialami pasien serta dari
faktor bukti langsung adalah tersedia sofa di ruang tunggu pasien yang memberikan kenyamanan kepada keluarga yang menunggu anggota keluarganya yang sedang diperiksa.
Penelitian
ini juga menemukan faktor
yang paling lemah dan kurang
berkontribusi terhadap kualitas pelayanan, faktor kehandalan, yaitu Dokter praktek di VIO adalah dokter Spesialis
Mata. Ini sebenarnya memang
lebih menjelaskan dokter
yang lebih banyak menangani
di VIO Optical Clinic adalah dokter
Optometry yang secara tugas
adalah berperan sebagai dokter mata non bedah, yang berbeda dengan dokter Spesialis Mata. Dalam hal pelayanan terapi
mata, dokter Optometry memiliki keahlian lebih dan pengalaman karena merupakan dokter senior di VIO Optical Clinic sehingga
tidak merugikan pasien karena hal tersebut
tidak terlalu berpengaruh
bagi pelanggan.
Perceived
Value dan Kepuasan Pelanggan
Menurut (Kotler, Pemasaran, Jilid, & II, 2005) Perceived
Value adalah penilaian pelanggan secara keseluruhan terhadap manfaat produk atau jasa dengan
didasarkan pada apa yang mereka terima dan apa yang mereka korbankan. Menurut (Kotler & Keller, 2016) perceived
value adalah evaluasi pelanggan atas perbedaan antara semua manfaat dan semua biaya dari suatu
penawaran pemasaran relatif terhadap penawaran yang bersaing.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Perceived
Value secara langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kepuasan pelanggan. Semakin baik Perceived Value maka semakin tinggi
kepuasan pelanggan, sebaliknya semakin buruk Perceived Value maka semakin rendah
kepuasan pelanggan. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian
dari (Yulianto, 2017), (Firmansyah & Prihandono, 2018), (Ariany & Lutfi, 2021) dan (Yogaswara & Pramudana, 2022), yang bersama – sama
menyatakan bahwa Perceived
Value memiliki hubungan positif dan memiliki hubungan yang signifikan terhadap Kepuasan Pelanggan.
Hasil penelitian
ini ditemukan faktor yang
paling kuat dan paling besar
kontribusi terhadap Perceived
Value,
yaitu pelanggan mendapatkan kemudahan dalam melakukan pembayaran karena bisa memilih fasilitas
pembayaran di VIO sesuai
yang diinginkan. VIO Optical Clinic menyediakan fasilitas yang beragam seperti: mesin EDC dari 3 bank terkenal, QRIS, fasilitas cicilan dari bank tertentu dan dari e-commerce.
Kualitas Pelayanan dan Loyalitas Pelanggan
Produk atau jasa dibuat
untuk memenuhi keinginan pelanggan sehingga sesuai dengan harapan
pelanggan. Perusahaan perlu
membina hubungan yang erat antara karyawan dengan pelanggan untuk dapat memberikan kualitas pelayanan yang baik kepada pelanggan. Menurut Tjiptono (2004) kualitas jasa memiliki
kontribusi yang begitu besar terhadap pembelian ulang dan loyalitas pelanggan.
Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa Kualitas Pelayanan secara langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap Loyalitas Pelanggan. Semakin baik kualitas pelayanan maka semakin tinggi loyalitas pelanggan, sebaliknya semakin buruk kualitas pelayanan maka semakin rendah loyalitas pelanggan. Dengan kata lain, jika VIO
Optical Clinic meningkatkan kualitas
pelayanan, maka akan mempengaruhi peningkatan loyalitas pelanggan. Hasil penelitian ini dikuatkan oleh hasil penelitian (Yulianto, 2017), (Firmansyah & Prihandono, 2018), (Ariany & Lutfi, 2021) dan (Ambalao, Walean, Roring, & Rihi, 2022) yang mendapatkan hasil
penelitian bahwa Kualitas Pelayanan memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap Loyalitas Pelanggan, namun penelitian (Choiriah & Liana, 2019) dan (Ambalao et al., 2022) menyatakan hasil berbeda yaitu kualitas
pelayanan tidak berpengaruh
terhadap loyalitas pelanggan.
Hasil
penelitian ini menunjukkan faktor empati menjadi
keunggulan kualitas pelayanan VIO Optical Clinic Harapan Indah Bekasi yaitu karyawan VIO memberikan beberapa jenis Frame kacamata untuk dicoba sebelum dipilih yang sesuai. Sikap karyawan
VIO yang memberikan keleluasan
untuk mencoba kacamata yang
cocok bagi pelanggan dan memberikan saran yang disesuaikan
dengan kebutuhan pelanggan ini membuat pelanggan nyaman dalam menentukan pilihan produknya, sehingga pengalaman ini dapat membangun loyalitas pelanggan dengan kembali ke VIO bila ingin mendapatkan
kacamata yang bagus. Faktor lainnya
adalah jaminan aman yaitu Asisten
Dokter membersihkan alat
yang dipakai dengan alcohol
swab sebelum pemeriksaan, ini penting
untuk memastikan bahwa peralatan pemeriksaan mata telah steril
sebelum digunakan sehingga pasien tidak merasa was-was saat diperiksa karena alatnya sudah steril. Faktor kehandalan VIO, yaitu Asisten Dokter yaitu Refraksionis Optisien melakukan pemeriksaan mata maksimal 10 menit, juga bisa membuat pelanggan
tanpa perlu lama berada di VIO dan tinggal menyediakan
waktu yang cukup tanpa perlu antri
lama. Faktor bukti langsung
dalam kualitas pelayanan yang berpengaruh adalah tersedia sofa di ruang tunggu pasien
yang memberikan kenyamanan kepada keluarga yang menunggu anggota keluarganya yang sedang diperiksa.
Memang ada
faktor jaminan yaitu VIO memberikan garansi kenyamanan pemakaian kacamata baru selama 7 hari
dalam penelitian ini dinilai kurang berpengaruh, namun setelah diteliti ternyata mayoritas responden adalah pasien terapi mata
yang tidak memerlukan kacamata
sehingga belum pernah mendapatkan garansi kenyamanan pemakaian kacamata.
Perceived
Value dan Loyalitas Pelanggan
Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa Perceived
Value secara langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap Loyalitas pelanggan. Semakin baik perceived value maka semakin tinggi loyalitas pelanggan, sebaliknya semakin buruk perceived value maka semakin rendah loyalitas pelanggan. Dengan kata lain, jika VIO
Optical Clinic meningkatkan perceived
value,
maka akan mempengaruhi peningkatan loyalitas pelanggan. Hasil penelitian ini dikuatkan dengan hasil penelitian
dari (Yulianto, 2017), (Firmansyah & Prihandono, 2018), (Ariany & Lutfi, 2021) dan (Yogaswara & Pramudana, 2022) yang bersama – sama
mendapatkan hasil penelitian bahwa Perceived
Value memiliki hubungan positif dan memiliki hubungan yang signifikan terhadap loyalitas pelanggan, namun hasil ini berbeda dengan penelitian (Firmansyah & Prihandono, 2018) yang menunjukkan bahwa
perceived
value
tidak berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan.
Menurut hasil
penelitian ini, VIO memberikan
diskon special kepada pelanggan yang berulang tahun untuk pembelian kacamata dalam jangka waktu 2 minggu setelah hari ulang
tahunnya. Pemberikan diskon yang special ini memang ditujukan untuk program loyalty customer. Selain itu, penetapan
harga pemeriksaan mata dengan dokter
yang ditetapkan sebesar Rp 180.000,
-, masih lebih terjangkau dibandingkan dengan biaya periksa dokter
mata di daerah Bekasi.
Kepuasan Pelanggan dan Loyalitas Pelanggan
Kepuasan pelanggan merupakan perbandingan kualitas produk atau jasa yang dirasakan oleh pelanggan dengan keinginan, kebutuhan dan harapan pelanggan. Apabila pelanggan telah mencapai rasa puas, maka akan melakukan
pembelian ulang atau timbul loyalitas
pelanggan terhadap produk barang atau
jasa tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Kepuasan Pelanggan berpengaruh positif dan signifikan terhadap Loyalitas pelanggan. Semakin tinggi kepuasan pelanggan, maka semakin tinggi loyalitas pelanggan terjadi, sebaliknya semakin rendah kepuasan pelanggan, maka semakin menurun
loyalitas pelanggan.
Hasil penelitian ini
dikuatkan oleh (Yulianto, 2017), (Firmansyah & Prihandono, 2018), (Choiriah & Liana, 2019), (Ariany & Lutfi, 2021) dan (Yogaswara & Pramudana, 2022) yang mendapatkan hasil
bahwa kepuasan pelanggan berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas pelanggan. Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa pelanggan merasa puas karena
mendapatkan solusi mengenai Kesehatan mata di VIO
Optical Clinic dan oleh karena itu akan berkunjung kembali nanti untuk mendapatkan produk di VIO serta memberikan informasi yang positif (Word of Mouth) kepada orang-orang di sekitar lingkungannya tentang pelayanan VIO Optical
Clinic. Untuk Program Loyalty Customer, manajemen VIO telah mempersiapkan referrals
fee bagi pelanggan
yang merekomendasikan orang untuk terapi
mata minus (Terapi OrthoKeratology).
Kualitas Pelayanan, Kepuasan Pelanggan dan Loyalitas Pelanggan
Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa kepuasan dapat memediasi pengaruh kualitas pelayanan terhadap loyalitas pelanggan, jadi dapat dikatakan
semakin tinggi kepuasan pelanggan selanjutnya akan meningkatkan loyalitas pelanggan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
dari (Yulianto, 2017), (Firmansyah & Prihandono, 2018), (Ariany & Lutfi, 2021) dan (Ambalao et al., 2022) yang menyatakan Kepuasan pelanggan dapat memediasi hubungan antara Kualitas Pelayanan dengan Loyalitas Pelanggan, namun berbeda dengan
hasil penelitian (Choiriah & Liana, 2019) yang menyatakan kepuasan pelangggan tidak dapat memediasi pengaruh kualitas pelayanan terhadap loyalitas pelanggan. Kualitas Pelayanan memegang peranan penting dalam menciptakan Kepuasan Pelanggan. Pelayanan yang berkualitas akan membuat pelanggan
menjadi puas sehingga pelanggan yang puas karena pelayanan,
yang berkualitas tersebut bisa menjadi loyal.
Berdasarkan Indikator Kualitas Pelayanan memang ada beberapa yang dapat meningkatkan kepuasan pelanggan sehingga pelanggan merasa puas terhadap
Kualitas Pelayanan VIO
Optical Clinic. Beberapa pelayanan
tersebut adalah tersedianya sofa di ruang tunggu pasien, kehandalan Asisten Dokter yang melayani pemeriksaan mata maksimal 10 menit, jaminan aman atas peralatan
periksa mata yang selalu steril sebelum digunakan dan faktor empati karyawan VIO yang memberikan waktu dan kesempatan kepada pelanggan yang akan membeli kacamata untuk mencoba beberapa yang akan menjadi pilihan
serta memberikan masukan kepada pelanggan yang sesuai dengan keadaan pelanggan. Pelanggan yang merasa puas, diharapkan
akan berkunjung kembali dan melakukan pembelian ulang, merekomendasikan kepada orang
lain, dan menceritakan hal-hal
positif tentang VIO Optical
Clinic kepada orang lain.
Perceived
Value, Kepuasan Pelanggan dan Loyalitas Pelanggan
Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa kepuasan mampu memediasi pengaruh perceived value terhadap
loyalitas pelanggan. Jadi dapat dikatakan semakin tinggi perceived value
maka semakin tinggi kepuasan pelanggan yang selanjutnya akan meningkatkan loyalitas pelanggan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
(Yulianto, 2017), (Firmansyah & Prihandono, 2018), (Ariany & Lutfi, 2021) dan (Yogaswara & Pramudana, 2022) yang menyatakan Kepuasan Pelanggan dapat memediasi hubungan antara Perceived
Value dengan Loyalitas Pelanggan.
VIO Optical Clinic yang menyediakan
berbagai fasilitas pembayaran dengan tujuan memberikan kemudahan kepada pelanggan telah dinilai sesuai dengan harapan pelanggan. Demikian pula penetapan harga pemeriksaan dengan dokter sebesar Rp 180 Ribu telah memenuhi
harapan pelanggan yang memerlukan solusi Kesehatan mata. Dengan terpenuhinya
harapan pelanggan atau value yang diberikan VIO
lebih besar dibandingkan biaya yang dikeluarkan pelanggan, maka pelanggan akan Kembali membeli produk atau membeli produk
lainnya di VIO, menjadikan
VIO sebagai pilihan Utama
dan merekomendasikan VIO kepada
orang lain.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut: 1. Kualitas Pelayanan berpengaruh terhadap Kepuasan Pelanggan VIO Optical
Clinic Harapan Indah Bekasi, di mana pengaruh tersebut bersifat positif dan signifikan. 2. Perceived
Value berpengaruh terhadap
Kepuasan Pelanggan VIO Optical
Clinic Harapan Indah Bekasi, di mana pengaruh tersebut bersifat positif dan signifikan. 3. Kualitas Pelayanan berpengaruh terhadap Loyalitas Pelanggan VIO Optical
Clinic Harapan Indah Bekasi, di mana pengaruh tersebut bersifat positif dan signifikan. 4. Perceived
Value berpengaruh terhadap
Loyalitas Pelanggan VIO
Optical Clinic Harapan Indah Bekasi, di mana pengaruh
tersebut bersifat positif dan signifikan. 5. Kepuasan Pelanggan berpengaruh terhadap Loyalitas Pelanggan VIO Optical
Clinic Harapan Indah Bekasi, di mana pengaruh tersebut bersifat positif dan signifikan. 6. Kepuasan Pelanggan terbukti berperan sebagai variabel intervening
yang memediasi pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Loyalitas Pelanggan VIO Optical Clinic Harapan Indah Bekasi. 7. Kepuasan Pelanggan terbukti berperan sebagai variabel intervening
yang memediasi pengaruh Perceived
Value terhadap Loyalitas
Pelanggan VIO Optical Clinic Harapan Indah Bekasi.
DAFTAR PUSTAKA
Ambalao,
Shapely, Walean, Ronny, Roring, Marni, & Rihi, Marselina Lay. (2022).
Pengaruh Service Quality, Corporate Image dan Perceived Value terhadap Customer
Loyalty yang Dimediasi oleh Customer Satisfaction di Rumah Sakit Advent Manado.
Aksara: Jurnal Ilmu Pendidikan Nonformal, 8(2), 853–878.
Amstrong,
Gary, & Kotler, Philip. (2001). Prinsip-prinsip pemasaran. Jakarta:
Erlangga.
Ariany, Ivy
Vania, & Lutfi, Anas. (2021). Pengaruh Kualitas Pelayanan dan Perceived
Value terhadap Loyalitas Pasien: Kepuasan Pasien sebagai Mediasi. Jurnal
Manajemen Bisnis Dan Kewirausahaan, 5(4), 402–407.
Chin, Wynne
W. (1998). The partial least squares approach to structural equation modeling. Modern
Methods for Business Research, 295(2), 295–336.
Choiriah,
Eka Ni’matul, & Liana, Lie. (2019). Pengaruh kualitas produk, citra merek,
dan kualitas layanan terhadap loyalitas pelanggan dimediasi kepuasan pelanggan
(studi pada pelanggan sepeda motor Honda di kota Semarang). MADIC.
Firmansyah,
David, & Prihandono, Dorojatun. (2018). Pengaruh kualitas pelayanan dan
perceived value terhadap loyalitas pelanggan dengan kepuasan. Management
Analysis Journal, 7(1), 120–128.
Ghozali,
Imam. (2016). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Cet . VIII.
In Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Cet . VIII.
Semarang: Badan Penerbitan Universitas Dipanegoro.
Griffin,
Emory A., Crossman, Joanna, Bordia, Sarbari, Mills, Colleen, Maras, Steven,
Pearse, Guy, Kelly, Paul, & Shanahan, Dennis. (2009). A First Look at Communication
Theory, Em Griffin. Details: Boston: McGraw-Hill Higher Education, 230–265.
Imam,
Ghozali. (2013). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21
Update PLS Regresi. Semarang. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. ISBN,
979(015.1).
Kotler,
Philip, & Keller, Kevin Lane. (2009). Manajemen Pemasaran, Edisi 13. Jakarta:
Erlangga, 14.
Kotler,
Philip, & Keller, Kevin Lane. (2012). Marketing Management 14th ed.
Global Edition. Harlow: Pearson Education Limited.
Kotler,
Philip, & Keller, Kevin Lane. (2016). Marketing management (15th global
ed.). England: Pearson.
Kotler,
Philip, Pemasaran, Manajemen, Jilid, I., & II, P. T. (2005). Indeks.
Jakarta.
Kurniasari,
Christiana, & Ghozali, Imam. (2013). Analisis pengaruh rasio CAMEL dalam
memprediksi financial distress perbankan Indonesia. Fakultas Ekonomika dan
Bisnis.
Parasuraman,
Anantharanthan, Zeithaml, Valarie A., & Berry, Leonard L. (1985). A
conceptual model of service quality and its implications for future research. Journal
of Marketing, 49(4), 41–50.
Parasuraman,
Raja. (2000). Designing automation for human use: empirical studies and
quantitative models. Ergonomics, 43(7), 931–951.
Ryu,
Kisang, Han, Heesup, & Kim, Tae Hee. (2008). The relationships among
overall quick-casual restaurant image, perceived value, customer satisfaction,
and behavioral intentions. International Journal of Hospitality Management,
27(3), 459–469.
Solimun,
Rinaldo Fernandes, Adji Ahmad, Nurjannah, & Fernandes, Adji Achmad Rinaldo.
(2017). Metode Statistika Multivariat, Pemodelan Persamaan Struktural (SEM)
Pendekatan WarpPLS. Malang: UB Press.
Sugiyono.
(2018). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Tjiptono,
Fandy. (2008). Strategi Pemasaran, Edisi III, Yogyakarta: CV. Andi Offset.
Tjiptono,
Fandy, & Chandra, Gregorius. (2007). Service Quality Satisfaction:
Yogyakarta. Andi Ofset.
Worthington,
Roger L., & Whittaker, Tiffany A. (2006). Scale development research: A
content analysis and recommendations for best practices. The Counseling Psychologist,
34(6), 806–838.
Yogaswara,
IGNOP, & Pramudana, Komang Agus Satria. (2022). Peran kepuasan pelanggan
memediasi pengaruh Perceived Value Terhadap Loyalitas Pelanggan Pada Konsumen
Warung Kopi Bhineka. E-Jurnal Manajemen, 11(1), 82–101.
Yulianto,
Aditya Dwi. (2017). PENGARUH KUALITAS LAYANAN DAN PERCEIVED VALUE TERHADAP
LOYALITAS KONSUMEN YANG DIMEDIASI OLEH KEPUASAN KONSUMEN. Jurnal Bisnis Dan
Manajemen, 4(2).
Zeithaml,
Valarie A. (1988). Consumer perceptions of price, quality, and value: a means-end
model and synthesis of evidence. Journal of Marketing, 52(3), 2–22.