PERSPEKTIF GADAI DAN LELANG MENURUT AKUNTANSI SYARIAH
Agus Munandar1, Rio Bernando Sirait2, Achmad Chusanudin3,
Erna Longa4, Dewi Kurniawati5
Fakultas Ekonomi dan
Bisnis, Universitas Esa Unggul,
Jakarta, Indonesia
agus.munandar@esaunggul.ac.id1, rio.spsi@gmail.com2, maschusan@gmail.com3, enalonga26@gmail.com4, nia.indrasworo@gmail.com5
Abstrak
Pergadaian merupakan penyebutan
kata untuk usaha yang berbisnis
gadai sedangkan pegadaian
adalah label (branding)
usaha PT. Pegadaian (Persero) yang merupakan
salah satu usaha milik BUMN
dimana melakukan kegiatan dalam usaha yang
sama. Tujuan
dari penelitian ini adalah mendapatkan penjelasan atau pandangan serta
perspektif tentang gadai dan lelang menurut pemahaman akuntansi syariah
sehingga memunculkan perbedaan yang mendalam bila dibandingkan dari produk yang
dihasilkan secara konvensial. Penulis menggunakan metode kajian pustaka
(literature review) dari beberapa sumber data untuk
mengetahui pandangan atau perspektif akuntansi syariah terhadap pelaksanaan
gadai dan lelang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran
pegadaian syariah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi sangat penting diera saat
ini. Namun pemahaman akuntansi syariah yang diimplementasikan pada gadai dan
lelang sering disalahartikan karena kurangnya pemahaman masyarakat terhadap
prinsip kehati-hatian (Awareness). Untuk
mengurangi risiko dan pencegahan adanya penyimpangan pada transaksi gadai syariah
dan lelang syariah harus memenuhi kriteria umum yaitu transaksi dilaksanakan
oleh masing-masing pihak yang kompeten dan memenuhi syarat atas dasar keikhlasan
(‘Antharadhin), objek lelang memiliki kehalalan, manfaat, keterbukaan
atau transparansi tanpa kecurangan, serta penjual (Rahin) memiliki
kerelaan penyerahan barang jaminan. Pada penyelesaian perselisihan dalam lelang
syariah juga harus berdasarkan tinjauan fiqh muamalah atau aturan
undang-undang
yang berlaku di Indonesia. Kesimpulan penelitian ini yaitu
pergadaian syariah memiliki
peran sangat penting untuk mendukung pertumbuhan ekonomi diera saat
ini.
Kata
kunci: akuntansi syariah; gadai syariah;
lelang syariah; jaminan; Ar-Rahn
Abstract
Pawnshop is the mention of the
word for businesses that do pawn business, while pegadaian
is the label (branding) of the business of PT. Pegadaian
(Persero) which is a BUMN-owned business which carries out activities in the
same business. The purpose of this research is to get an explanation or view as
well as perspectives on pawning and auction according to the understanding of
sharia accounting so that it creates deep differences when compared to products
produced conventionally. The author uses the method of literature review from
several data sources to find out the views or perspectives of sharia accounting
on the implementation of pawning and auctions. The results of the study show
that the role of Islamic pawnshops to support economic growth is very important
in the current era. However, the understanding of sharia accounting that is
implemented in mortgages and auctions is often misunderstood due to a lack of
public understanding of the precautionary principle (Awareness). To reduce the
risk and prevent irregularities in sharia pawn transactions and sharia
auctions, they must meet general criteria, namely transactions carried out by
each party who is competent and meets the requirements on the basis of
sincerity ('Antharadhin), the object of the auction
has halal, benefits, exempts or exceptions without fraud, and the seller (Rahin)
has a willingness to auction collateral. The settlement of settlements in
sharia auctions must also be based on fiqh muamalah or the laws that apply in Indonesia. The
conclusion of this study is that Islamic pawnshops have a very important role
to support economic growth in the current era.
Keywords: sharia accounting;
sharia pawn; sharia auction; collateral; Ar-Rahn
Pendahuluan
Perkembangan syariah saat
ini berkembang cukup pesat terutama di negara
Indonesia yang memiliki penduduk
yang menganut agama islam
paling banyak. Agama islam merupakan agama yang mengatur
tata cara hidup seorang muslim yang baik melalui ibadah yaitu hubungan hamba dengan Tuhan atau yang biasa disebut habluminallah serta muamalah yaitu hubungan sesama manusia atau hablumminannas, dan merupakan pelaksanaan akidah yang dilandasi oleh keyakinannya. Kemudian konsep tersebut semakin banyak diaplikasikan pada bidang-bidang sosial, ekonomi, politik, dunia usaha ataupun bidang lainnya termasuk bisnis keuangan seperti perbankan, dan pegadaian yang menjadi fokus pada artikel ini.
Pertumbuhan ekonomi
syariah khususnya pada dunia keuangan
terus mengalami peningkatan yang bisa kita perhatikan dengan semakin banyaknya instansi atau lembaga keuangan
yang menciptakan usaha dengan menggunakan konsep syariah (Lesmono,
2022). Lembaga bank syariah pertama kali diinisiasi oleh MUI
(Majelis Ulama Indonesia) di tahun
1990 dalam bentuk kelompok kerja. Selanjutnya implementasi syariah mulai dilakukan pada tahun 1992 setelah Bank Muamalat Indonesia didirikan. Momentum tersebut dimanfaatkan oleh Perum Pegadaian secara resmi pada tahun 2003 dimana pegadaian syariah pertama sekali terbentuk dengan nama unit layanan gadai syariah (ULGS) cabang Dewi Sartika Jakarta yang memiliki tujuan untuk mencegah praktek riba. Munculnya
instansi atau lembaga keuangan yang berlandaskan syariah merupakan implementasi dari peraturan UU No.7/1992 tentang bank
syariah di Indonesia yang selanjutnya pemerintah mulai mengembangkan dan melengkapi peraturan tersebut semakin baik dengan menerbitkan UU No.10/1998 yang menjadi
penyempurnaan UU sebelumnya
serta UU No.21/2008 terkait
perbankan syariah.
Sampai saat ini
sudah banyak peneliti yang melakukan kajian-kajian untuk mengetahui pentingnya pengetahuan gadai dan lelang yang dilaksanakan secara syariah sehingga masyarakat tidak salah memahami penerapannya. Diantara penelitian tersebut yaitu penelititian yang dilakukan oleh :
(Lesmono, 2022) Studi Literatur
Pegadaian Syariah di Indonesia, (Tarlis et
al, 2019) Kaitan Implementasi
Tarif Jasa Simpan Gadai di Pegadaian
Syariah Cabang Langsa terhadap Kepuasan Pelanggan, (Izzah & Annisa, 2019) Tata Cara Mengajukan Kontrak Perjanjian Rahn pada Emas
Batangan di PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Rawamangun, (Ardian & Rahma, 2022) Pandangan Masyarakat Terkait
Gadai Emas di Pegadaian
Syariah, (Panjaitan et al., 2022) Analisis Shariah Compleance Penetapan Harga Lelang Barang Jaminan dalam Meminimalisasi Risiko pada Implementasi IB Griya di Bank Sumut Syariah
Cabang Medan, (Lompang
& Kalalo, 2018) Ipteks Penanganan
Intern terhadap Lelang Barang Gadai di PT.Pegadaian (Persero) Cabang Karombasan,
(Sangarie, 2019) Tata Cara Kajian Akuntansi Gadai
Syariah dan Gadai Konvensional, (Aini & Muslimin, 2021) Penerapan PSAK No.107 pada Rahn (Gadai Emas)
di Pegadaian Syariah Sampang, (Safitri
& Rahma, 2022) Pawn Mechanism Analysis at PT. Pegadaian (Persero) Mandailing
Natal Sharia Service Unit, (Arifkan, 2021) Implementasi Multi-Akad
dalam Kontrak Gadai di Pegadaian Syariah Sampang Madura, (Surepno, 2018) Studi Penerapan Akad Rahn
(Gadai Syariah) di Lembaga Keuangan Syariah, (Rafsanjani, 2021) Beda Perlakuan Implementasi Gadai Konvensional dengan Syariah :
Studi Kasus terhadap Perum Pegadaian Cabang Kebomas Gresik, (Khoirunnazilah
et al., 2022) Perkembangan
Konsep Rahn
dalam Pegadaian, (Masruroh, 2020) Kajian Fiqh Muamalah terhadap Implementasi Akad di Pengadaian Syariah, (Agustin & Wahidahwati,
2017) Kajian Konsistensi Akuntansi Rahn
Emas Berdasarkan Pandangan PSAK
dalam Hadits Imam Bukhari, (Sanjaya & Hidayatullah, 2020) Analisis Mekanisme Harga
Lelang untuk Jaminan Aset
yang Bermasalah, (Ramli & Sriwahyuni, 2018) Kajian Penerapan Akuntansi Gadai Emas Syariah di PT.
Bank Syariah Cabang Makassar, (Meirani et
al., 2020) Implementasi Akad Murabahah pada Produk MULIA di Pegadaian Jalancagak Berdasarkan Pandangan Ekonomi Syariah, (Sanggia Suari, 2019) Eskalasi Penataan Aturan Gadai Setelah OJK Mengeluarkan Regulasi terkait Bisnis Pergadaian, (Maharany
et al., 2021) Kajian Penerapan
Akuntansi pada Kontrak Perjanjian Rahn
(Gadai Emas) Menurut PSAK
107 (Studi Kasus di PT. Pegadaian
Syariah Cabang Simpang Patal Palembang), (Angrayni.
et al., 2020) Pemahaman Pelaksanaan
PSAK No. 107 di Pegadaian Syariah Cabang Ujung Bulu, (Maulidizen,
2016) Aplikasi
Gadai Emas Syari’ah: Studi Kasus pada BRI Syari’ah Cabang Pekanbaru, (Sofi’i, 2016) Kajian Kesepakatan Gadai Emas Menurut Pandangan
Islam, (Choirunnisak
& Handayani, 2020) Gadai dalam Islam.
Manusia merupakan makhluk sosial, pada keseharian sebagai mahluk sosial tidak
lepas dari etika bermasyarakat untuk saling tolong menolong agar mencapai tujuan hidup yang lebih baik (Choirunnisak
& Handayani, 2020). Allah SWT menunjukan bahwa tujuan diciptakannya
manusia, tertulis dalam Al-Qur’an yaitu agar saling melengkapi satu sama lain dan tidak terlepas dari kegiatan transaksi,
tukar-menukar (Barter),
sewa-menyewa, dan gadai yang
transaksinya menggunakan barang sebagai jaminan dengan melakukan akad atau perjanjian yang sudah diatur dengan batas waktu tertentu. Jika perjanjian yang disepakati tidak sesuai dengan
apa yang diharapkan atau disebut wanprestasi
maka tindakan yang dilakukan dalam produk rahn adalah menjual/melelang barang yang dijadikan jaminan produk rahn tersebut. Wanprestasi yang dimaksudnya adalah melanggar perjanjian yang sudah disepakati atau keadaan dimana tidak terpenuhinya prestasi yang ditetapkan dalam perjanjian baik karena kesalahan peminjam yang disengaja/lalai atau keadaan
ketidakmampuan peminjaman (keadaan memaksa) sehingga dapat dituntut sesuai apa yang sudah tertulis dipenawaran ataupun kontrak perjanjian.
Dari sekian banyaknya literatur tentang gadai dan lelang atas produk
rahn namun tidak banyak
yang menjelaskan secara terperinci syarat dan sebab-akibat yang ditimbulkan atas wanprestasi sehingga sering ditemui produk tersebut malah memberikan kesan tidak memenuhi syarat syariah. Hal tersebut memotivasi penulis untuk menyimpulkan melalui penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan penjelasan atau pandangan atau perspektif tentang gadai dan lelang menurut pemahaman akuntansi syariah sehingga memunculkan perbedaan yang mendalam bila dibandingkan
dari produk yang dihasilkan secara konvensial. Manfaat penelitian ini yaitu dapat memberikan informasi kepada masyarakat terkait perbedaan pergadaian syariah dan konvensional.
Metode
Penelitian ini merupakan
penelitian deskriptif dengan menggunakan metode kajian pustaka
(literature review) dari beberapa
sumber data untuk mengetahui
pandangan atau perspektif akuntansi syariah
terhadap pelaksanaan gadai
dan lelang. Pencarian sumber pada tulisan ini yaitu melalui penelusuran artikel dan jurnal yang relevan melalui situs google
scholar dengan menggunakan
kata kunci “perspektif gadai dan lelang akuntansi syariah”. Untuk mempersempit
penelusuran agar mendapatkan
dokumen sumber yang tepat maka pada kata gadai dan lelang ditambahkan tanda kutipan menjadi “gadai” dan “lelang”.
Hasil analisa
yang ditemukan melalui kata
kunci tersebut terhadap objek penelitian yang diinginkan penulis bahwa data atas hasil riset atau
penelitian terdiri dari beberapa metode
yaitu menggunakan deskriptif kualitatif, kajian literatur serta pendekatan metode studi kasus
untuk mengetahui pandangan atau perspektif akuntansi syariah terhadap pelaksanaan
gadai dan lelang. Berdasarkan hasil penelurusan google scholar diperoleh
598 literatur serta 59 halaman per 10 barisnya yang ditampilkan pada rentang waktu tahun 2017 sampai tahun 2022. Namun penulis hanya
melakukan penelusuran sampai pada halaman 17 karena pertimbangan sumber atau sampel
yang ditemukan atas artikel dan jurnal sudah cukup memadai yaitu sebanyak
27 artikel sumber yang terpublikasi dan terindeks nasional yang masuk dalam kategori list yang dipergunakan dalam telaah. Tidak termasuk sejumlah 75 repository, sumber tesis dan skripsi dan beberapa artikel yang tidak bisa didownload.
Hasil dan Pembahasan
Penjelasan Sumber
Data
Dari 27 sumber
data terpublikasi terdapat
24 sumber yang membahas secara spesifik terkait objek penelitian
yaitu “gadai” yang memaparkan pengertian, maksud dan tujuan gadai, manfaat implementasi, peraturan pemerintah yang berlandaskan asas syariah. Kemudian sebanyak 3 sumber data membahas implementasi “lelang” secara syariah yang memaparkan penafsiran atau penetapan harga serta pengendalian
jika nasabah mengalami wanprestasi.
Pembahasan Regulasi
Berdasarkan pencarian literatur melalui google schoolar dengan kata kunci “gadai dan lelang” ditemukan regulasi atau peraturan
terkait pergadaian. Secara umum pelaksanaan gadai dan lelang syariah memiliki beberapa landasan hukum yaitu UU no.7/1992 yang mengatur mengenai sektor perbankan syariah di
Indonesia, UU no.10/1998 sebagai aturan
lanjutan yang lebih komplit
dan lengkap dibanding aturan sebelumnya. selain itu terdapat juga UU no.21/2008.
Pada peraturan yang terakhir,
di dalamnya terdapat aturan yang menjelaskan cara atau prosedur
tentang perizinan usaha dalam dunia perbankan syariah dan aturan terkait badan hukum tersebut. Aturan tersebut kemudian menjadi aturan final yang menggantikan undang–undang sebelumnya sehingga tidak berlaku lagi. Selain landasan hukum tersebut, terdapat juga aturan seperti Peraturan BI No.11/3/PBI/2009
yang mengatur tentang lembaga keuangan Bank Umum
Syariah. Bank Indonesia juga mengeluarkan Peraturan No.9/19/PBI/2007 yang mengatur
tentang pelaksanaan operasi dengan menggunakan ketentuan syariah
pada proses atau kegiatan menghimpun dana, menyalurkan serta dalam bidang
pelayanan jasa yang ada pada bank syariah.
Selain landasan
hukum yang berasal dari Undang-Undang dan Peraturan Bank Indonesia, Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) juga memiliki
aturan tersendiri yaitu: POJK No.31/POJK.05/2014 yang mengatur
bagaimana cara melakukan bisnis pada bidang pembiayaan syariah; POJK Nomor 18/POJK.04/2015 yang mengatur
berkaitan dengan prosedur serta persyaratan yang diperlukan dalam menerbitkan surat berharga berupa sukuk; POJK No.31/POJK.05/2016 yang menjelaskan berkaitan dengan usaha pergadaian.
Aturan-aturan lainya
juga telah tersedia sebagaimana landasan hukum yang telah ditetapkan oleh Majelis Ulama
Indonesia (MUI) dan diterbitkan oleh Dewan Syariah
Nasional (DSN) yaitu No.25/DSNMUI/III/2002 tentang Rahn. Fatwa yang dikeluarkan
tersebut mengatur tentang landasan gadai berdasarkan dalil atau ayat
dari Al-Qur’an, Hadist,
Ijma, Qiyas.
Gadai juga diatur
pada Pasal 1150 sampai 1160
KUH Perdata menjelaskan bahwa gadai merupakan
perjanjian antara pihak yang menyerahkan gadai dengan yang menerima gadai. pada proses gadai terdapat suatu barang yang menjadi jaminan. Barang jaminan dalam gadai
terbagi menjadi dua jenis yaitu barang
yang dapat bergerak dan barang jaminan yang tidak bisa bergerak.
Jika terjadi risiko yang dialami oleh debitur yaitu tidak mampu
untuk melunasi atau biasa yang disebut dengan wanprestasi, maka pihak yang memberikan pinjaman memiliki hak untuk melakukan lelang atas barang jaminan
tersebut serta menjualnya ke pihak lain. Hasil dari penjualan atau lelang kemudian
digunakan untuk membayar. Jika
ada kelebihan atas penjualan barang gadai maka
sisanya diserahkan kepada pemilik barang gadai, sedangkan
apabila jumlah tersebut kurang dari tanggungan yang accesoir maka debitur masih
menanggung sisa hutang barang tersebut.
Pengakuan dan Pengukuran
Pada dasarnya
untuk melakukan transaksi gadai berbasis syariah harus memenuhi prinsip syariat Islam agar tidak menimbulkan kerugian dari pihak-pihak
yang melakukan perjanjian.
Untuk menghindari hal tersebut, nasabah meminta penjelasan sebelum menutup akad, dan bank harus menjelaskan rincian perhitungan dan dasar perhitungan nilai barang yang dijanjikan, serta dasar harga estimasi
atau nilai acuan yang digunakan, apa yang dilakukan terbukti dan tidak menimbulkan perselisihan di kemudian hari. Penafsiran juga harus dilakukan oleh tenaga ahli pada bidangnya serta didasarkan fatwa MUI dan undang-undang yang berlaku.
Pada pembiayaan
gadai syariah pendapatan
yang diakui merupakan pendapatan yang berasal dari akad ijarah yang dihitung dengan berdasar pada perkiraan harga taksiran barang yang digadaikan telah ditentukan sebelumnya. Basis pendapatan adalah basis kas. Sedangkan pada pembiayaan gadai konvensional, pendapatan sewa modal dilaporkan sebagai pendapatan, yang dihitung berdasarkan persentase jumlah pinjaman yang diberikan sesuai dengan yang telah ditentukan. untuk pengakuan pendapatan dilakukan dengan basis akrual.
Lembaga yang mengeluarkan
fatwa tentang keuangan yang
bersifat syariah pada MUI yaitu
Dewan Syariah Nasional (DSN) telah menjelaskan bahwa seorang penerima barang gadai atau
rentenir disebut dengan murtahin, sedangkan barang gadai yang menjadi jaminan disebut dengan marhun, sedangkan rahin adalah pelaku yang memindahkan barang gadai tersebut atau debitur barang.
Murtahin berhak menyimpan barang-barang itu sampai rahin melunasi semua kewajiban hutangnya. Marhun
dan manfaatnya masih milik rahin. Murtahin tidak boleh menggunakan marhun kecuali rahin telah memberikan izin dengan tidak
mengurangi nilai marhun. Dalam pergadaian biasa, penerima barang disebut kreditur (pemberi pinjaman) dan pemasok barang disebut debitur (peminjam). Kreditur berhak mengadakan pelelangan jika debitur tidak
mampu membayar hutang.
Skema Penerapan Gadai Syariah
Untuk mencapai
kesepakatan pembiayaan melalui gadai syariah, antara nasabah dan penerima gadai terlebih dahulu menyetujui penilaian dan tafsiran atas jaminan
yang akan diserahkan sehingga sesuai dengan syariat islam serta regulasi
agar kedua belah pihak tidak saling
merugikan.
Gambar 1. Sistem
Penerapan Gadai Syariah
Sumber. Masruroh, (2020)
halaman 9.
Pergadaian Syariah adalah
produk layanan pergadaian berdasarkan ketentuan yang berdasarkan nilai syariah, pada layanan ini tidak terdapat bunga yang dibebankan yang berasal dari pinjaman
yang diterima oleh nasabah.
Pada transaksi layanan gadai syariah (Rahn), dana atau
uang yang dipinjam berupa bantuan yang tidak membuat penambahan utang dan dilakukan secara sukarela dan tidak semata-mata untuk mencari keuntungan. Perbedaan mendasar antara pergadaian tradisional dengan pergadaian syariah adalah penerapan potongan harga.
Menghindari kesalahan penggunaan di pergadaian syariah,
pergadaian syariah dalam melakukan transaksi atau layanan dengan
cara menggunakan akad perjanjian yang sesuai dengan aturan
syariah yaitu akad qardhul hasan, akad mudharabah,
akad ijarah,
akad rahn, akad ba'i muqayyadah
dan akad musyarakah untuk mencari keuntungan. Berdasarkan landasan islam tersebut, mekanisme kerja pada pergadaian
syariah bisa di jelaskan seperti uraian berikut ini: Dengan akad rahn, nasabah mengalihkan barang bergerak, kemudian pihak pergadaian akan menyimpan barang jaminan serta disimpan pada tempat yang telah ditentukan. Dengan adanya penyimpanan ini maka menjadikan proses penyimpanan ini
memerlukan biaya yaitu biaya investasi
tempat penyimpanan, biaya untuk memelihara dan biaya operasi lainya.
Berdasarkan hal tersebut, pergadaian syariah menerapkan biaya perawatan sewa penyimpanan dari nasabah setelah
semua pihak khususnya pihak pemberi dan penerima gadai menyetujui jumlah yang telah disepakati.
Kredit Pemilikan
Rumah (KPR) syariah hanya mendapatkan
keuntungan dari sewa yang
dikumpulkan, bukan dari
jumlah pinjaman yang diakumulasikan dalam bentuk bunga atau
sewa modal. Pinjaman gadai tradisional didasarkan pada Peraturan Pemerintah No.103 tahun 2000 di mana
biaya administrasi dihitung dari persentase
dan kelas barang, kontrak sewa modal dihitung sebagai berikut: persentase x jumlah pinjaman (SUPR), jika jangka waktu
pembayaran pinjaman berakhir.
Menurut perjanjian, barang yang dijanjikan dijual secara lelang
kepada orang lain karena telah melampaui waktu maksimal bulan. Uang surplus (Kelebihan) - (Uang pinjaman,
modal sewa, biaya lelang) yang tidak diterima selama setahun masuk ke pergadaian.
Penyelesaian Perselisihan
melalui Lelang Syariah
Sejatinya tidak ada perjanjian yang benar-benar sempurna yang dapat dilaksanakan sesuai ketentuan yang telah baku atau
disepakati. Baik rahin ataupun murtahin sering timbul risiko karena
kurangnya penjelasan dan pemahaman pada prinsip produk syariah. Sehingga perlu penegasan pada ketentuan atau regulasi yang menjadi payung hukum pada pelaksanaan gadai syariah.
Barang-barang yang dititipkan di Pergadaian Syariah atau Marhun
dapat dijual jika rahin tidak mampu membayar
hutangnya atau dijual bersama baik rahin dan Marhun, dengan
syarat lelang paksa untuk menutupi hutang, biaya pemeliharaan
dan penyimpanan, dan sisa
uang hasil lelang penjualan akan dikembalikan kepada pemilik barang agar tidak merugikan nasabah atau pergadaian,
namun jika hasil akhir lelang
tidak diambil maka akan dialihkan
ke lembaga ZIS. Sebaliknya,
dalam hal surat promes yang diatur dalam hukum
KUHPerdata, debitur membuat perjanjian pinjaman (kredit) dengan janji bahwa ia
dapat memberikan barang yang dijanjikan sebagai jaminan dan penyerahan pada saat meresmikan surat promes tersebut. Benda-benda itu diserahkan kepada pihak yang dijanjikan sesuai dengan kenyataan bahwa apabila benda
yang dijanjikan itu adalah barang bergerak, maka benda itu harus dilepaskan dari tangan debitur
atau penggadai. Pengesampingan itu harus nyata, tidak hanya
atas permintaan debitur, sedangkan benda itu ada dalam
penguasaan debitur. Dengan demikian, hak gadai
dianggap timbul hanya bila kuasa
(bezit) atas benda yang dijadikan jaminan itu beralih kepada kreditur.
Pada penyelesaian
utang melalui lelang atau jual beli (Muzayyadah) pada gadai syariah harus mengikuti pedoman penepatan marhun, dasar penetapan kualifikasi tafsiran, dasar menetapkan harga penaksiran barang gadai atau
marhun yang akan dijual, dasar penepatan
harga oleh pembeli, dasar penurunan harga jual marhun
oleh sipenjual serta ketentuan lelang syariah yaitu terbebas dari unsur gharar, maysir, riba dan bhatil. Sedangkan
pada gadai konvensional pelunasan utang berdasarkan lama perjanjian serta bunga yang dibebankan bisa menjadi semakin
naik pada rentang waktu
yang diperjanjikan dan terdapat
beberapa ketentuan apabila sejumlah harta yang dipinjamkan tidak dilunasi beserta bunganya sampai pada waktu yang telah ditentukan maka akan dilakukan
lelang barang tersebut kepada masyarakat atau siapapun serta sisa hasil lelang
akan menjadi milik pergadaian.
Permasalahan Umum
Angka kemiskinan
yang tinggi di Indonesia menjadikan
pergadaian syariah sangat penting
dan cocok sebagai bagian dari pengentasan
kemiskinan. Namun permasalahannya, aturan pergadaian syariah di Indonesia belum
tersosialisasi secara menyeluruh, sehingga keberadaan pergadaian syariah masih belum begitu
bermanfaat bagi masyarakat
miskin. Sehingga sistem gadai syariah terkesan perlakuannya sama dengan sistem pergadaian
konvensional.
Dalam penafsiran
barang gadai (Marhun)
harus benar-benar dilakukan sesuai tahapan oleh tenaga ahli atau pihak
KJPP yang berdasarkan shariah Compliance (sesuai syariah islam) dengan melaksanakan
mekanisme yang mendetail atau terperinci, valid, dapat dipertanggungjawabkan serta hasilnya dijelaskan kepada pemilik barang (Rahin) sehingga tidak menimbulkan perselisihan dikemudian hari.
Kesimpulan
Peran
pergadaian syariah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi sangat penting diera
saat ini. Namun pemahaman akuntansi syariah yang diimplementasikan pada gadai
dan lelang sering disalahartikan karena kurangnya pemahaman masyarakat terhadap
prinsip kehati-hatian (Awareness). Untuk mengurangi risiko dan
menghindari penyimpangan, sertifikat syariah dan lelang syariah harus memenuhi
kriteria umum yaitu transaksi sukarela oleh pihak yang berkompeten (‘Antharadhin),
barang lelang harus sah dan bermanfaat, jelas dan transparan tanpa manipulasi,
serta mampu memberikan jaminan dari penjual (Rahin). Penyelesaian
sengketa dalam lelang syariah juga harus berdasarkan kajian fiqh muamalah dan aturan-aturan yang
berlaku di Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Agustin, Y., & Wahidahwati.
(2017). Analisis Kesesuaian Akuntansi Rahn Emas Dalam Perspektif Psak
Pada Hadits Imam Bukhari. Jurnal Ilmu Dan Riset Akuntansi, 6, 90.
Rizki, D., Wijanarko, F. N., &
Murti, T. W. (2022). Rahn Contract Construction as Micro, Small and Medium
Enterprises (MSME) Capitalization Solutions in the Halal Industry Sector. Indonesian
Journal of Interdisciplinary Islamic Studies, 165-182. https://doi.org/10.20885/ijiis.vol.5.iss3.art3
Sari, W., Miftah, A. A., &
Syahrizal, A. (2022). Penerapan Akuntansi Gadai Syariah (Rahn) Pada
Pegadaian Syariah Cabang Jelutung Kota Jambi (Doctoral dissertation,
UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi).
Ardian, F., & Rahma, T. I. F.
(2022). Public Perceptions About Pawning Gold at Sharia Pawnshops (Study of
Sharia Pawnshops, Setia Budi Branch Medan). Jurnal Ekonomi, Manajemen,
Akuntansi dan Keuangan, 3(2), 463-470. https://doi.org/10.53697/emak.v3i2.474
Suprihatin, T. (2022). The Analysis
Of Hibryd Contract Validity In The Fatwa Of The National Sharia Board Of Indonesian
Ulema Council Concerning Rahn. Amwaluna: Jurnal Ekonomi dan Keuangan
Syariah, 6(1), 143-159. https://doi.org/10.29313/amwaluna.v6i1.8944
Choirunnisak, & Handayani, Di. L.
(2020). Gadai Dalam Islam. Ekonomica Sharia: Jurnal Pemikiran Dan
Pengembangan Ekonomi Syariah, 6(1), 61–76.
https://doi.org/10.36908/esha.v6i1.141
Izzah, N., & Annisa, S. N.
(2019). Prosedur Pengajuan Akad Rahn Pada Emas Batangan Di PT Bank Syariah
Mandiri Cabang Rawamangun. Abiwara : Jurnal Vokasi Administrasi Bisnis,
1(1), 28–36. https://doi.org/10.31334/abiwara.v1i1.499
Khoirunnazilah, Nurwanti, &
Larasati, A. (2022). Perkembangan Konsep Rahn Dalam Pegadaian. Ilmu
Akuntansi Dan Bisnis Syariah, IV–01.
Lesmono, B. L. (2022). Studi
Literatur Pegadaian Syariah di Indonesia. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 8(1),
599. https://doi.org/10.29040/jiei.v8i1.4368
Lompang, M. R. D., & Kalalo, M.
Y. B. (2018). Ipteks Pengendalian Intern Terhadap Lelang Barang Gadai Pada Pt.
Pegadaian (Persero) Cabang Karombasan. Jurnal Ipteks Akuntansi Bagi
Masyarakat, 2(02), 580–584.
https://doi.org/10.32400/jiam.2.02.2018.21835
Maharany, M., Salmah, N. N. A., &
Lilianti, E. (2021). Analisis Perlakuan Akuntansi Pembiayaan Rahn (Gadai
Emas) Berdasarkan PSAK 107 (Studi Kasus Pada PT. Pegadaian Syariah Cabang
Simpang Patal Palembang). Jurnal Media Akuntansi (Mediasi), 3(2),
197. https://doi.org/10.31851/jmediasi.v3i2.5492
Rahayu, I. T., & Iska, S. (2022).
Pelaksanaan Pagang Gadai Bumnag Cubadak Sakato Menurut Hukum Ekonomi Syariah. JISRAH:
Jurnal Integrasi Ilmu Syariah, 3(1), 117-125. http://dx.doi.org/10.31958/jisrah.v3i1.5775
Maulidizen, A. (2016). Aplikasi Gadai
Emas Syari’ah: Studi Kasus Pada BRI Syari’ah Cabang Pekanbaru. FALAH: Jurnal
Ekonomi Syariah, 1(1), 76. https://doi.org/10.22219/jes.v1i1.2698
Meirani, R. A., Damiri, A., &
Jalaludin, J. (2020). Penerapan Akad Murabahah pada Produk MULIA di Pegadaian
Jalancagak Menurut Perspektif Ekonomi Syariah. EKSISBANK: Ekonomi Syariah
Dan Bisnis Perbankan, 4(1), 60–68. https://doi.org/10.37726/ee.v4i1.69
Panjaitan, W. S., Arif, M., &
Ilhamy, M. L. (2022). Analisis Shariah Compliance Penetapan Harga Lelang Barang
Jaminan Dalam Mengurangi Risiko Pada Pembiayaan Ib Griya Di Bank Sumut Syariah
Cabang Medan. el-Amwal, 5, 167-84. http://dx.doi.org/10.18592/at-taradhi.v13i2.7536
Rafsanjani, H. (2022). Perbedaan
Praktek Gadai Konvensional dengan Syariah: Studi Kasus Pada Perum Pegadaian
Cabang Kebomas Gresik. Maqasid: Jurnal Studi Hukum Islam, 10(1).
http://dx.doi.org/10.30651/mqsd.v10i1.14488
Ramli, R., & Sriwahyuni, S.
(2018). Analisis Perlakuan Akuntansi Gadai Emas Syariah pada PT. Bank Syariah
Cabang Makassar. Jurnal Ar-Ribh, 1(1). https://doi.org/10.26618/jei.v1i1.2554
Safitri, E., & Rahma, T. I. F.
(2022). Pawn Mechanism Analysis at PT. Pegadaian (PERSERO) Mandailing Natal
Sharia Service Unit. Jurnal Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan Akuntansi
Review, 2(1), 251-260. https://doi.org/10.53697/emba.v2i1.573
S Sangarie, A. (2019). Analisis
Perbandingan Perlakuan Akuntansi Gadai Syariah dan Gadai Konvensional. SIGMA:
Journal of Economic and Business, 2(2), 60-66.
Sanggia Suari, N. P. W. M. (2019).
Perluasan Pengaturan Gadai Setelah Dikeluarkannya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Tentang Usaha Pegadaian. Acta Comitas, 4(1), 11.
https://doi.org/10.24843/ac.2019.v04.i01.p02
Sanjaya, A. P., & Hidayatullah,
I. (2020). Analisis Mekanisme Penentuan Harga Lelang terhadap Barang Jaminan
Pembiayaan Bermasalah. Muhasabatuna : Jurnal Akuntansi Syariah, 2(2),
13. https://doi.org/10.54471/muhasabatuna.v2i2.821
Jati, F. K., & Adnan, M. A.
(2018). Evaluasi Kebutuhan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Untuk
Industri Gadai Syariah. Reviu Akuntansi dan Bisnis Indonesia, 2(1),
75-91. https://doi.org/10.18196/rab.020122
Surepno, S. (2018). Studi
Implementasi Akad Rahn (Gadai Syariah) Pada Lembaga Keuangan Syariah. TAWAZUN :
Journal of Sharia Economic Law, 1(2), 174. https://doi.org/10.21043/tawazun.v1i2.5090
Tarlis, A., & Aini, W. (2019).
Hubungan Penerapan Tarif Jasa Simpan Gadai Terhadap Kepuasan Nasabah Di
Pegadaian Syariah Cabang Langsa. Jurnal Investasi Islam, 4(1),
64-101. https://doi.org/10.32505/jurnal%20investasi%20islam.v4i1.1267