SUMBER PENDAPATAN NEGARA DALAM ISLAM

PERSPEKTIF FIQIH KONTEMPORER

 

Dedy Setiawan1, Mohamad Anton Athoillah2

Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Yogyakarta, Indonesia

dedy11setiawan@gmail.com, anton_athoillah@uinsgd.ac.id

 

Abstrak

Keuangan Negara didapat dari peran andil rakyat dalam pembangunan dan kesejahteraan melalui perpajakan. Tujuan dalam penelitian ini adalah meningkatkan kesejahteraan dengan tetap menjaga keimanan, kehidupan, intelektualitas, kekayaan, dan kepemilikan Pada konteks perbankan konvensional dengan istilah pajak Negara. Metode penelitian ini adalah pendekatan analisis deskriptis kualitatif serta deksripsi dan analisis terhadap penelusuran literasi. Hasil setiap Negara memiliki kontribusi yang berbeda – beda. Perihal unsur zakat, pajak dan bea cukai memiliki peran dan fungsi berbeda – beda. Tujuan dari kehidupan manusia berkiblat pada nilai kesejahteraan dan kedamaian. Agama hadir untuk mengatasi permasalahan yang terjadi disetiap kehidupan dan kegundahan. Kesimpulannya adalah perputaran pajak di dunia ekonomi Negara merupakan tombak keberhasilan pemerintah dalam menjalankan perintah tugas secara berwenang dan terampil. Hidup di era modernisasi menjadi bagian utama dalam mekanisme kegiatan ekonomi umat. Bahkan dikenal dengan istilah maal, zakat dan sodaqoh.

 

Kata kunci: Sumber Pendapatan; Islam; Fiqih.

 

Abstract

State finances are obtained from the role of the people in development and welfare through taxation. The aim of this study is to increase welfare while maintaining faith, life, intellect, wealth and ownership. In the context of conventional banking, the term state tax is used. This research method is a qualitative descriptive analysis approach as well as a description and analysis of literacy tracking. The results of each country have different contributions. Regarding the elements of zakat, taxes and customs have different roles and functions. The purpose of human life is oriented towards the value of welfare and peace. Religion is here to overcome problems that occur in every life and anxiety. The conclusion is that tax turnover in the world of the state economy is the spearhead of the government's success in carrying out the task orders in an authorized and skilled manner. Living in the era of modernization is a major part of the mechanism of people's economic activities. It is even known as maal, zakat and sodaqoh.

 

Keywords: Source of Income; Islam; Fiqih.

 

Pendahuluan  

Keuangan Negara didapat dari peran andil rakyat dalam pembangunan dan kesejahteraan melalui perpajakan. Pada konteks perbankan konvensional dengan istilah pajak Negara. Terdapat perbedaan dari suatu atutan yaitu Perspektif agama melalui kebijakan fiskal. (Aini, 2019) Kebijakan fiskal mendapat perhatian serius dalam tatanan perekonomian Islam sejak awal. Dalam negara Islam, kebijaksanaan fiskal merupakan salah satu perangkat untuk mencapai tujuan syariah. Tujuan tersebut adalah meningkatkan kesejahteraan dengan tetap menjaga keimanan, kehidupan, intelektualitas, kekayaan, dan kepemilikan. Prinsip Islam tentang kebijakan fiskal dan anggaran belanja bertujuan untuk mengembangkan suatu. masyarakat yang didasarkan atas distribusi kekayaan berimbang dengan menempatkan nilai-nilai material dan spritual pada tingkat yang sama. Kebijakan fiskal dianggap sebagai alat untuk mengatur dan mengawasi perilaku manusia yang dipengaruhi melalui insentif yang disediakan dengan meningkatkan pemasukan pemerintah (melalui perpajakan, pinjaman atau jaminan terhadap pengeluaran pemerintah). (Efendi Sugianto, 2020) Islam adalah agama amal yang mendasarkan hukum-hukumnya atas keadaan nyata, maka harus menggariskan politik nyata dalam bidang-bidang keuangan untuk mencapai kebahagiaan jasmani sebagai jalan menuju kebahagiaan rohani. Menurut sudut pandang Islam bahwa pengelolaan keuangan sudah ada sejak masa Rasulullah SAW. yaitu konsep Baitul Mal atau Balanced Budget bermakna seimbang dengan apa yang diterima dan apa yang telah dikeluarkan. Dalam pengelolaan keuangan negara, Rasullulah SAW.

Agama hadir di tengah peradaban manusia untuk memberi petunjuk, dan pedoman agar manusia hidup damai dan sejahtera. Hakikat terlahirnya agama yaitu fitrah pada dasarnya manusia memiliki kemampuan secara potensial untuk mengembangkan kehidupan sebagai khalifah dimuka bumi dengan rasa tanggung jawab dan kerja keras. Pemikiran dan kepemimpinan pada diri setiap manusia akan dipertanyakan di akhirat nanti. Khususunya bagi pemimpin Negara sebagai kepala Negara memiliki tanggung jawab financial untuk kesejahteraan rakyat. (Aini, 2019) sistem Islam konsep kesejahteraannya sangat luas, meliputi kehidupan di dunia dan di akhirat serta peningkatan spiritual lebih ditekankan daripada pemilikan material. Dapat dipahami, kebijakan fiskal dalamIslam bertujuan untuk mengembangkan suatu masyarakat yang didasarkan atas distribusi kekayaan berimbang dengan menempatkan nilai-nilai materil dan spirituil pada tingkat yang sama.

Banyak ditemukan dari ekonom muslim masih berkiblat pada aturan ekonimi barat. Ketentuan demikan menjadi hambatan besar bagi pertumbuhan ekonomi muslim dalam memperjuangkan sistem pengembangan dan kesejahteraan rakyat di Indonesia. (Efendi Sugianto, 2020) kesinambungan dari pemikiran sarjana-sarjana Muslim awal yang kaya akan konsep-konsep ekonomi. Letak perbedaan antara ekonomi konvensional dan ekonomi Islam adalah bahwasannya ekonomi Islam (syariah) tidak menganggap bahwa tuntunan agama, etika dan moral suatu yang normatif dan terpisah dengan kegiatan ekonomi yang bersifat positif. Hal ini karena dalam ajaran Islam, perilaku ekonomi seorang muslim dibentuk oleh pola-pola tertentu yang didasarkan pada syariat Islam. Melalui penggalian pemikiran ekonomi Al- Mawardi setidaknya menjadi salah satu bukti bahwasannya ekonomi Islam yang berwawasan syariah diharapkan mampu menjadi solusi persoalan ekonomi di dunia dan khususnya di Indonesia. Terdapat dua hal yang dibahas dalam keuangan publik perspektif Al-Mawardi dalam kitab al-Ahkam as-Shultaniyyah wa al-Wilayah ad-Diniyyah, yaitu fungsi bait al-mal dan kebijakan fiskal.

Kekeliruan dalam pengembangan persepsi masih terjadi dikalangan muslim (Fajarudin, 2019) Banyak orang berusaha menyamakan antara zakat dan pajak, sehingga konsekuensinya ketika seseorang sudah membayar pajak, maka gugurlah pembayaran zakatnya. Sementara, sebagian lain menolak bahwa zakat sama dengan pajak atau sebagai alternatif dari kewajiban zakat (Zakat Online, 2010). Zakat dan pajak adalah dua pungutan wajib yang memiliki karakteristik berbeda, Zakat merupakan salah satu ibadah yang mengandung dimensi vertikal sekaligus horisontal, yaitu hubungan antara manusia dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan manusia. Selain adanya persamaan antara zakat dan pajak, zakat juga memiliki potensi yang besar dalam mengentaskan kemiskinan, mengurangi pengangguran, memperkecil kesenjangan antara yang miskin dan kaya, berperan dalam pertumbuhan ekonomi serta meningkatkan potensi pendapatan negara. Potensi tersebut cukup besar namun saat ini pengelolaannya belum maksimal. Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Bambang Sudibyo, mengatakan setiap tahunnya pengumpulan zakat terus mengalami peningkataan. Pada 2010, zakat yang diperoleh sekitar Rp217 trilun dan terus mengalami peningkatan di 2016 yang menyentuh angka Rp 286 triliun. "Namun, di tingkat nasional zakat dikumpulkan oleh lembaga badan amil resmi baru mencapai Rp 5,1 triliun masih kecil sekali, masih ada ruang pengumpulan zakat besar," ujarnya saat acara Focus Group Discussion Fiqh Zakat Kontekstual di Hotel Sofyan, Jakarta, Rabu (29/11.)

Peran serta dari pengolahan pendapatan negara melalui implementasi kebijakan yang telah ditetapkan yaitu (Farah Chalida Hanoum Tejanagara, Fajar Gumilang Kosasih, & Ratna Tri Hari Safariningsih, 2022) Peristiwa yang menghebohkan ini memberi pelajaran kepada kita betapa pentingnya membuat kebijakan fiskal dan strategi politik anggaran yang kuat dan kokoh. APBN yang belum lama diundangkan mestinya tidak labil terombang-ambing oleh dinamika harga minyak dunia. Kenaikan harga minyak, dimana Indonesia termasuk anggota OPEC, sepantasnya menjadi kabar baik, bukan sebaliknya. Tahun 1970-1980-an, booming harga ekspor minyak mentah telah membuat anggaran pembangunan kita surplus banyak. Mengapa kini kondisinya terbalik? Ada apa sebenarnya dengan regulasi dan kebijakan fiskal Indonesia? Dimana letak kelirunya? Lalu, adakah peluang untuk memperbaikinya sehingga kita mampu menyusun kebijakan fiskal yang mantap dan lebih menjamin keberlanjutan pembangunan? Penelitian ini bertujuan untuk melakukan aktualisasi dan revitalisasi konsep fiskal atau sumber-sumber penerimaan di Indonesia dalam tinjauan perpektif pemikiran ekonomi syariah.

Kekuatan ekonomi rakyat bermula dan berkelanjutan dari kehidupan ekonomi menengah kebawah hingga menengah atas. Perbedaan tersebut berpijak pada status ekonomi sosial, pekerjaan dan pendapatan setiap hari. Masih banyak dari kalangan rakyat muslim kekurangan makanan pokok sehingga kesejahteraan tergeser dengan kemiskinan. Fenomena demikian menjadi tanggung jawab ekonom muslim untuk memperbaiki keuangan Negara secara benar melalui adanya pemberantasan korupsi, dengan meningkatkan nilai kejujuran dan keadilan sosial bagi rakyat Indonesia.  (Khilmia & Mustofa, 2022) Ilmu ekonomi Islam tidak boleh terlepas dari akar sejarah kenabian dan menyambungkan dengan sejarah kemanusiaan pada umumnya. Nabi Muhammad SAW telah mewariskan konsep-konsep ekonomi islam yang adil dan merata untuk dijadikan landasan kebijakan ekonomi Islam (KAH, 2012). Untuk mencapai tujuan tersebut, negara harus membuat kebijakan berlandaskan Al-Qur’an, al-Hadits serta ijma.

 

Metode

Pendekatan metode yang digunakan dengan jenis kualitatif. (Farah Chalida Hanoum Tejanagara et al., 2022) pendekatan analisis deskriptis kualitatif serta deksripsi dan analisis terhadap penelusuran literasi. (Sugiharto, 2020) (library research), artinya data dan bahan kajian yang dipergunakan berasal dari sumber- sumber kepustakaan, baik itu berupa buku, jurnal, surat kabar, dan lainnya. Penelitian

 

Hasil dan Pembahasan

Pendapatan setiap Negara memiliki kontribusi yang berbeda – beda. Perihal unsur zakat, pajak dan bea cukai memiliki peran dan fungsi berbeda – beda. Tujuan dari kehidupan manusia berkiblat pada nilai kesejahteraan dan kedamaian. Agama hadir untuk mengatasi permasalahan yang terjadi disetiap kehidupan dan kegundahan. (Khilmia & Mustofa, 2022) Setiap negara memiliki perbedaan sistem untuk kesejahteraan rakyatnya. Salah satu cara untuk mengukur kesejahteraan tersebut adalah dengan mengukur pendapatan nasional negara yang disebut dengan pendapatan nasional atau "national income" (Yoshanda, 2020). (Farah Chalida Hanoum Tejanagara et al., 2022) konteks ekonomi konvensional (kapitalis), kebijakan fiskal sangat erat kaitannya dengan target keuangan negara yang ingin dicapai. Dengan kata lain, target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Pada mulanya kemunculan perekonomian tumbuh dan berkembang dari negara barat (Farah Chalida Hanoum Tejanagara et al., 2022) Kebijakan fiskal mulai dikenal oleh negara-negara Eropa dan Amerika Serikat pada tahun 1930-an. Sebelum tahun tersebut, pemerintah negara-negara kapitalis, hanya menjadikan pajak sebagai sumber pembiayaan negara sedangkan pengeluaran pemerintah hanya dijadikan sebagai alat untuk membiayai kegiatan- kegiatan pemerintah tanpa melihat dampaknya terhadap perekonomian nasional baik secara mikro maupun makro.3 Kebijakan moneter yang selama ini digunakan pemerintah untuk menstabilkan ekonomi tidak dapat mengatasi depresi ekonomi. Sampai akhirnya John M. Keynes pada tahun 1936 menerbitkan buku The General Theory of Employment Interest and Money. Buku Keynes ini merupakan peletak dasar diberlakukannya kebijakan fiskal oleh negara untuk mengatasi depresi ekonomi terutama di Amerika Serikat. Strategi demikian menjadi wacana penting bahwa kegiatan ekonomi rakyat sangat bergantung pada aturan Negara.

(Lubis, 2016) Negara modern hidup dari rakyat. Rakyat tidak hanya sebagai satu unsur dari keberadaan negara, tetapi juga penyokong dana penyelenggaraan negara. Negara mengambil pungutan atas berbagai jasa pelayanan yang diberikannya kepada rakyat yang mempunyai penghasilan yang teratur, dan rakyat menikmati perlindungan dan fasilitas yang dibangun oleh negara. Pungutan inilah yang saat ini dikenal dengan pajak. dunia perpajakan sudah dikembangkan sejak Indonesia berada hingga sekarang meskipun sempat tersendat dari kekalahan situasi sosial pada masa pandemic covid 19 melibatkan perpajakan Negara menurun bahkan minus. Pemerintah menyikapi kebijakan ini dengan meningkatkan nilai pajak menjadi PPN 11 %. Perdebatan dan kontroversi aturan konvensional dengan islam belum dapat terselesaikan sampai pada tingkat stabilitas ekonomi rakyat berkelanjutan dirasakan aman dan nyaman.

Penjelasan lanjut dikutip dari (Lubis, 2016) Qubaz ibn Fairuz adalah orang pertama yang telah mengambil pajak tanah di Irak. Asal muasalnya, ketika ia sedang berburu ia melihat seorang ibu yang sedang memarahi anaknya di sebuah kebun buah-buahan, karena anak tersebut memetik saja buah yang disukainya. Kisra bertanya tentang perbuatannya itu. Sang ibu menjawab bahwa buah itu sudah diperuntukkan kepada Kisra, ia mempunyai hak atas penghasilan dari kebun tersebut. Sejak itu, Kisra membiarkan tanah- tanah tersebut kepada penduduk dan menetapkan pungutannya.6 Menurut Ibnu Rajab7 kata kharaj telah dikenal dalam Alquran: berarti bahwa “Atau kamu meminta kharaj (upah) kepada mereka?”, maka upah dari Tuhanmu adalah lebih baik, dan Dia adalah pemberi rezki yang paling baik.” (al- Mu’minun[32]: 72)

(Lubis, 2016) usuh setelah berhasil mengalahkannya dengan kekuatan senjata. Jika mereka menyerah tanpa peperangan disebut fai`. Tanah milik para pembesar dan raja yang terbunuh atau melarikan diri disebut sawafi.8 Pemikiran khalifah dan para sahabat tentang persoalan pemasukan negara ke depan terjembatani dari tiga macam harta rampasan perang ini yang berbentuk harta tak bergerak, yaitu tanah.  Ghanimah Kufah, Syam, dan Irak ditaklukkan pada tahun 17 Hijriyah oleh Sa’ad ibn Abi Waqqas dari tiga daerah yang luas ini mendatangkan harta ghanimah yang luar biasa banyaknya, baik berupa harta bergerak, seperti kenderaan, ternak, emas, perak, perbekalan dan sebagainya, ditambah harta tidak bergerak seperti tanah. Dalam surat al-Taubah Baltaji, Muhammad, Manhaj`Umar ibn al-Khattâb al-Tasyrî` Dirâsah Mustau`ibah li Fiqh `Umar wa Tanzimatih, (Kairo: Dar al-Salam, 2003), h. 221. (9:41) aturan tentang hukum ghanimah adalah sebagai berikut:

Artinya “Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, rasul, kerabat rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnu sabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS. al-Taubah[9]:41) Harta ghanimah ini disebut harta khumus, harta seperlima, sebab semua harta tersebut dibagi lima dan satu bagian untuk Rasul, empat bagian untuk pasukan, baik pasukan garda, spion, maupun juru masak pasukan.

(Rahmawati, 2008) Memasuki abad XXI ini, umat Islam dihadapkan pada harapan-harapan historis, sekaligus tantangan yang cukup besar khususnya berkenaan dengan sistem ekonomi. Sistem ekonomi global yang digaungkan saat ini membuat umat Islam di belahan manapun mengalami masa yang menentukan. Bukan saja karena kondisi ekonomi dan politiknya yang masih dipengaruhi oleh negara-negara maju, tetapi suatu nasib apakah umat Islam memiliki kekuatan baru untuk mempengaruhi sistem ekonomi dunia. Atau sebaliknya, umat Islam yang selama ini sebagian besar berada di bawah garis kemakmuran, justru semakin terpuruk sebagai konsumen produksi negara-negara maju. (Rahmawati, 2016) Keuangan publik yang dipraktekkan pada masa Islam awal memiliki basis yang jelas pada filsafat etika dan sosial Islam yang menyeluruh. Keuangan publik bukan sekedar proses keuangan di tangan penguasa saja. Akan tetapi sebaliknya, ia didasarkan pada petunjuk syara’. Al-Qur’an tidak memberikan perincian kebijakan fiscal. Akan tetapi, ada beberapa ajaran ekonomi dan prinsip-prinsip pengarah yang terekam dalam sunnah sebagai pengarah dan penjelasnya. Dengan demikian, sunnah Nabi menjadi sumber penting kedua keuangan publik dalam Islam setelah al-Qur’an.

Peran utama bagi penganu keyakinan umat Nabi Muhammad saw telah di konsep dalam ikatan Agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad adalah agama yang sempurna. Kesempurnaan Islam ditulis dan dijadikan pegangan bagi kaum msulimin dalam kitab al-Qur‟an yang di dalamnya membahas tentang hukum- hukum ketuhanan, kehidupan manusia, akhlak bermuamalah dan lain sebagainya. Selain dalam kitab al-Qur‟an dijelaskan pula dalam Sunnah Nabi Muhammad. Bukan saja menjelaskan tata cara beribadah kepada Allah SWTsaja, namun juga menjelaskan hal- hal yang berkaitan dengan politik, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, serta ekonomi. (Sugiharto, 2020) Rasulullah SAW sebagai kepala negara di al-Madinah adalah orang pertama memperkenalkan konsep baru di bidang keuangan pada abad ke-7 M. Cara yang dilakukan Rasulullah dalam pengumpulan harta tersebut adalah harta ghanîmah tersebut dikumpulkan terlebih dahulu dan kemudian dikeluarkan sesuai dengan kebutuhan negara. Hasil pengumpulan itu adalah milik negara dan bukan milik pribadi/individu. Meskipun demikian para pemimpin negara/khalifah dapat menggunakannya untuk keperluan pribadi sesuai dengan kebutuhan hidup yang mereka jalani selama menjabat sebagai khalifah.

Konsep tekstual dalam agama Islam telah mengenal sistem fiskal sejak abad pertengahan. Abu Ubaid telah menulis kitab Al-Amwal yang berbicara tentang bentuk-bentuk kekayaan yang dikelola oleh pemerintah untuk rakyat. Pada masa kejayaan Dinasti Abbasiyah, era kekhalifahan Harun Al-Rasyid, Abu Yusuf Al-Qodhi (Ya'qub bin Ibrahim bin Hubaib Al-Anshari) telah menulis kitab Al-Kharaj. Buku ini - -ditulis khusus atas permintaan khalifah-- berisi pedoman kebijakan keuangan negara untuk menghindari terjadinya kedzaliman dan. (Farah Chalida Hanoum Tejanagara et al., 2022) Pada sistem konomi Islam, kebijakan fiskal merupakan kewajiban negara dan menjadi hak rakyat. Jadi, kebijakan fiskal bukanlah semata-mata sebagai kebutuhan untuk perbaikan ekonomi atau untuk peningkatan kesejahteraan rakyat. Lebih dari itu, kebijakan fiskal Islam ditegakkan untuk kemakmuran yang berbasis pada keadilan dan mencapai maslahat bagi semua warga negara.

(Farah Chalida Hanoum Tejanagara et al., 2022) Abu Yusuf membagi penerimaan negara dalam tiga kelompok: Ghanimah dan Khumus, Shadaqoh (Zakat) dan Fay (terdiri jizyah, ushr dan kharaj). Sementara itu, Abdul Qadim Zallum dalam buku al-Amwal fi Daulah al-Khilafah, membagi sumber- sumber pendapatan negara dalam tiga kelompok, yaitu: (1) Bagian Fai dan Kharaj (ghanimah, anfal, fai, khumus, kharaj, jizyah, ushr, rikaz dan pajak (dlaribah); (2) Bagian Pemilikan Umum (fasilitas/ sarana umum seperti air, padang rumput, jalan- jalan umum, barang seperti tambang minyak dan gas bumi, emas dan logam mulia lainnya, timah, besi, uranium, batu bara, sumber daya alam seperti laut, sungai, danau; (3) Bagian Shadaqah (aneka jenis zakat).

(Syahwalan, n.d.) Salah satu bentuk tanggung jawab tersebut ialah denganmengelola pendapatan dan pengeluaran dengan baik dan terstruktur. Seperti halnya di Indonesia, kebijakan ini menjadi otoritas lembaga kementerian keuangan Republik Indonesia. Salah satu hal yang akan menjadi pembahan menarik dalam artikel ini ialah mengenai metode pendapatan dan pembelanjaan anggaran dalam rangka melaksanakan kegiatan negara untuk mencapai tujuan mensejahterakan masyarakat banyak.(Syahwalan, n.d.) Harta benda bergerak termasuk ghanimah yang bisa ditolerir. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Ubadah bin Shamit menjelaskan bahwa firman Allah SWT dalam surat An Anfal ayat (1) turun sebagai akibat dari perebutan harta hasil dari perang badar. Kemudian pada ayat (41) Allah SWT secara rinci menjelaskan tentang pembagian ghanimah dan menginstruksikan Nabi SAW membaginya secara langsung. Beliau membagi ghanimah secara rata kepada kaum Muslimin.

(Tinggi Ilmu Ekonomi AMM, 2020) UUD 1945 telah disebutkan bahwa negara memiliki tujuan untuk mensejahterakan rakyatnya. Salah satu upaya dalam mewujudkan hal tersebut adalah dengan melakukan pengelolaan APBN secara tepat. Kecukupan anggaran negara dan ketepatan dalam penggunaannya menjadi kunci kesuksesan kesejahteraan dan kemajuan rakyatnya. Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar, lebih dari 260 juta jiwa dan mayoritas beragama Islam memiliki potensi besar dalam pengumpulan zakat dan penyalurannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf kesejahteraan hidup. Perlu dicatat bahwa tingkat kemiskinan di Indonesia masih berada pada tingkatan yang mengkhawatirkan yakni 9,41% atau sebesar 25,14 juta orang pada Maret 2019 (www.bps.go.id). Tingginya kemiskinan di Indonesia menyebabkan berbagai dampak negatif, diantaranya gizi buruk (menurunnya taraf kesehatan), tidak terpenuhinya kebutuhan tempat tinggal dan pakaian, meningkatnya pencurian dan perampokan, meningkatnya angka putus sekolah dan lainnya.

(Tinggi Ilmu Ekonomi AMM, 2020) Terkait dengan pentingnya zakat menjadi bagian dari APBN telah mendorong dilakukannya beberapa penelitian. Penelitian tersebut diantaranya dilakukan oleh (Subekan, 2016) menyimpulkan bahwa peraturan perundang-undangan negara telah memberikan ruang bagi masuknya zakat sebagai bagian dari keuangan negara. Penelitian ini juga menemukan dua alternatif model dalam mekanisme pengumpulan dan pendistribusian zakat yakni model PFK (Potongan Fihak Ketiga) dan model BLU (Badan Layanan Umum). Berikutnya penelitian (Minarni, 2020) yang menekankan pada harmonisasi dan keefektifan pengumpulan zakat dan pajak yang berkontribusi dalam meningkatan pendapatan negara dan kesejahteraan masyarakat. Dalam kesimpulan disebutkan bahwa ada korelasi pembayaran zakat menurut Undang-Undang Nomor 38 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 23 tahun 2011 dan pembayaran pajak menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 yaitu sama-sama memberikan kontribusi yang besar untuk penerimaan negara.

Pada tanggal 23 Agustus 2018 telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (UU9/2018). Undang-undang ini menggantikan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (UU 20/1997) yang telah berlaku selama kurang lebih 21 tahun. Pertimbangan yang mendasari penggantian UU 20/1997 dengan UU 9/2018 adalah: (1) pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintah dalam pelayanan, pengaturan, pelindungan masyarakat, kepastian hukum, dan pengelolaan kekayaan negara, termasuk pemanfaatan sumber daya alam, dalam rangka pencapaian tujuan nasional serta kemandirian bangsa sebagaimana termaktub dalam UUD Tahun 1945, dapat mewujudkan suatu bentuk penerimaan negara yang disebut sebagai PNBP; (2) guna mengoptimalkan penerimaan negara dan meningkatkan pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintah tersebut, perlu dilakukan penyempurnaan pengaturan atas pengelolaan PNBP agar lebih profesional, terbuka, serta bertanggung jawab dan berkeadilan; (3) UU 20/1997 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum, tata kelola, pengelolaan keuangan negara, dan kebutuhan masyarakat, sehingga perlu diganti dengan Undang-Undang baru. Kelompok Penerimaan Negara Bukan Pajak meliputi:

a.    penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana Pemerintah;

b.    penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam;

c.    penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan Negara yang dipisahkan;

d.    penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan Pemerintah;

e.    penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda administrasi;

f.     penerimaan berupa hibah yang merupakan hak Pemerintah;

g.    penerimaan lainnya yang diatur dalam Undang-undang tersendiri.

 

Kesimpulan

Pajak keuangan Negara di Indonesia dikenal dengan sistem perpajakan. Perputaran pajak di dunia ekonomi Negara merupakan tombak keberhasilan pemerintah dalam menjalankan perintah tugas secara berwenang dan terampil. Hidup di era modernisasi menjadi bagian utama dalam mekanisme kegiatan ekonomi umat. Bahkan dikenal dengan istilah maal, zakat dan sodaqoh. Pendapat demikian menjadi kontroversi utama bagi pemikiran barat dengan pemikiran islam. Karena pada ranah keilmuan dalam islam sodaqoh, fitrah dan zakat memberikan kontribusi pada umat. Untuk meningkatkan nilai kesejahteraan rakyat tugas utama pemerintah yang memiliki wewenang kemakmuran rakyat. Pandangan fiqih kontemporer menjadi salah satu bagian utama dari kekeliruan terhadap kehidupan masyarakat berlatar belakang kukuatan ekonomi rendah tidak mendapatkan pendapatan setiap hari dan memberatkan anggaran dana dari pemerintah sehingga menyebabkan kemiskinan tidak mendapat keadilan dan kesejahteraan rakyat. Fiqih kontemporer hadir ditentah masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalu aspek pengembangan bidang usaha digital dan kemakmuran rakyat ditinjau dari peluang usaha, jenis pekerjaan dan kerja keras rakyat dengan mekanisme kemerdekaan tidak ada perbudakan. Fiqih di era modern dapat membantu pertumbuhan pendapatan Negara dengan stabil dan lebih sejahtera.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Aini, Ihdi. (2019). Kebijakan Fiskal dalam Ekonomi Islam. Al-Qisthu: Jurnal Kajian Ilmu-Ilmu Hukum, 17(2), 43–50. https://doi.org/10.32694/010760

 

Efendi Sugianto. (2020). Sumber Pendapatan Negara Menurut Cendikiawan Muslim Imam Al-Mawardi. 5(2), 1–11.

 

Fajarudin, Ibnu. (2019). 233593467.

 

Farah Chalida Hanoum Tejanagara, Fajar Gumilang Kosasih, & Ratna Tri Hari Safariningsih. (2022). Reslaj : Religion Education Social Laa Roiba Journal. Jurnal Reslaj, 4(June), 260–279. DOI:10.47476/reslaj.v4i3.950

 

KAH, Rustam Dahar. (2012). Teori Invisible Hand Adam Smith Dalam Perspektif Ekonomi Islam. Economica: Jurnal Ekonomi Islam, 2(2), 57–70. 10.21580/economica.2012.2.2.850

 

Khilmia, A., & Mustofa, M. (2022). Pendapatan Negara Antara Konvensional Dan Islam. Al-Buhuts, 18(Natadipurba 2016), 1–15. https://doi.org/10.30603/ab.v18i1.2484

 

Lubis, Junaidi. (2016). Pajak sebagai Sumber Pendapatan Negara (Analisis Sejarah Penentuan Kadar Pajak di Masa Umar bin Khattab Menurut Abu Yusuf dalam Kitab Al-Kharaj). Al Intaj, 2(1), 11–20. http://dx.doi.org/10.29300/aij.v2i1.1106

 

Minarni, Minarni. (2020). Peluang Zakat Maal sebagai Sumber Penerimaan Negara dalam APBN Indonesia. Valid: Jurnal Ilmiah, 17(2), 97–110.

 

Rahmawati, Lilik. (2008). Kebijakan Fiskal dalam Islam. Al-Qanun, 11(2), 436–461. https://doi.org/10.15642/alqanun.2008.11.2%20Des.436-361

 

Rahmawati, Lilik. (2016). Sistem Kebijakan Fiskal Modern dan Islam. OECONOMICUS Journal of Economics, 1(1), 21–48. https://doi.org/10.15642/oje.2016.1.1.21-48

 

Subekan, Achmat. (2016). Potensi Zakat Menjadi Bagian Keuangan Negara. Jurisdictie: Jurnal Hukum Dan Syariah, 7(2), 105–126.

 

Sugiharto, Bambang. (2020). Sumber Pendapatan dan Belanja Negara Islam Klasik Serta Modern. Jurnal Stindo Profesional, VI(6), 40–52.

 

Tinggi Ilmu Ekonomi AMM, Sekolah. (2020). Peluang Zakat Maal sebagai Sumber Penerimaan Negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia. Valid Jurnal Ilmiah, 17(2), 97–110.

 

Yoshanda, Agung Andana. (2020). Pendapatan Nasional. PENDAPATAN NASIONAL.