ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM UPAYA PENGENTASAN KEMISKINAN DI KABUPATEN KUNINGAN

 

Mila Trismayanti

Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Kuningan

milatrismayanti@gmail.com

 

Abstrak

Kabupaten Kuningan merupakan salah satu dari 35 Kabupaten/Kota dengan tingkat kemiskinan ekstrim. Pemerintah Daerah berupaya menurunkan angka kemiskinan melalui berbagai program dan kegiatan di beberapa SKPD, namun angka kemiskinan belum juga berkurang. Oleh karena itu, diperlukan upaya lebih lanjut untuk meningkatkan daya saing daerah dengan mengidentifikasi sektor unggulan yang dapat tumbuh dan berkembang. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sektor unggulan menurut lapangan usaha dalam upaya pengentasan kemiskinan di Kabupaten Kuningan. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi sederhana untuk melihat pengaruh PDRB terhadap kemiskinan, analisis Location Quotient (LQ) dan Dynamic Location Quotient (DLQ) untuk menentukan sektor basis dan prospektif serta disusun menggunakan tipologi kalsen dalam 4 (empat) kuadran. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dengan menggunakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berdasarkan harga konstan menurut lapangan usaha Kabupaten Kuningan dan Provinsi Jawa Barat dari tahun 2012 hingga 2021. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PDRB harga konstan berpengaruh negatif secara signifikan terhadap tingkat kemiskinan. Sementara itu, sektor yang menjadi basis dan prospektif untuk mengentaskan kemiskinan di Kabupaten Kuningan adalah sektor yang memiliki nilai LQ dan DLQ lebih besar dari 1 (LQ>1 dan DLQ>1) antara lain pada sektor pertanian, kehutanan dan perikanan; jasa perusahaan; jasa pendidikan; dan jasa lainnya.

 

Kata Kunci: basis pertumbuhan ekonomi, location quotient, tipologi kalsen, kemiskinan ekstrim

 

Abstract

Kuningan Regency is one of 35 regencies/cities that have extreme poverty rate. Local Governments are trying to reduce poverty rate with various programs and activities in several SKPD, but have not shown a decrease in the poverty rate. This study aims to determine the basic sector of the bussiness field in an effort to reduce poverty in Kuningan Regency. So that further effort are needed by increasing regional competitiveness by determining leading sector that can be developed. The analytical methode are simple regression analysis to see the effect of GRDP on poverty, Location Quotient (LQ) and Dynamic Location Quotient (DLQ) analysis to find the basic an prospective sector and are composed using Kalsen Typology which is devided into 4 (four) quadrants.  The data used this study is secondary data released by Badan Pusat Statistik (BPS) using the Gross Regional Domestic Product (GRDP) based on constant prices in Kuningan Regency and West Java Province in 2012 to 2021. The results show that constant GRDP has a significant negative effect on poverty rates. Meanwhile the bussiness sector, which is a prospective bussiness base in the context of poverty alleviation in Kuningan Regency are sectors that have LQ and DLQ value greater than 1 (LQ>1 and DLQ>1) including the agriculture, forestry and fishery sectors; company services; education services; and other services.

 

Keywords: economicgrowthbasic, locationquotient, kalsentypology, extremepoverty.

 

Pendahuluan  

Kemiskinan sampai saat ini masih menjadi masalah yang belum terselesaikan (Ras, 2013). Di Indonesia, angka kemiskinan per September 2021 yang diumumkan oleh Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa penduduk miskin adalah sebesar 26,50 juta jiwa atau 9,71%. Jumlah tersebut turun 1,04 juta jiwa dibandingkan pada periode bulan Maret 2021 yaitu 27,54 juta jiwa atau sebesar 10,14%.

Banyak faktor yang mempengaruhi naik turunnya tingkat kemiskinan, diantaranya pertumbuhan ekonomi, produktivitas tenaga kerja, tingkat upah, jenis pekerjaan, jam kerja, kesempatan kerja dan inflasi (Adriyanto, Prasetyo, & Khodijah, 2020). Namun pandemi corronavirus disease 2019 (covid-19) juga berdampak pada berbagai sektor, salah satunya adalah sektor pertumbuhan ekonomi sehingga menyebabkan peningkatan angka kemiskinan di Kabupaten Kuningan (Dinda, 2022). Pada tahun 2021 Kabupaten Kuningan tercatat sebgai kabupaten kedua dengan angka kemiskinan tertinggi di Jawa Barat yaitu 143.350 jiwa atau sebesar 13,01%, dan total garis kemiskinan pada bulan September sebesar Rp.358.069,00/kapita/bulan dibawah angka garis kemiskinan nasional yaitu sebesar Rp.472.525,00/kapita/bulan. Persentase kemiskinan di Jawa Barat dapat dilihat pada grafik dibawah ini:

Grafik 1. Persentase Kemiskinan Provinsi Jawa Barat Tahun 2021

Sumber Data : BPS, 2022

Kenaikan angka kemiskinan terjadi pada masa pandemi Covid-19 tahun 2020 dan terus meningkat hingga tahun 2021. Kabupaten Kunningan telah melakukan berbagai upaya pengentasan kemiskinan, antara lain melalui program bantuan sosial kepada masyarakat miskin, memberikan bantuan kepada pelaku usaha melalui pendampingan UMKM, membangun desa untuk mengelola sumber daya pangan, membangun rumah tidak layak huni, dan meningkatkan produktivitas pertanian. Namun, angka kemiskinan tidak berkurang dengan adanya program tersebut, sehingga perlu dicari cara untuk fokus pada peningkatan lapangan usaha, sehingga meningkatkan PDRB per kapita.

Pertumbuhan ekonomi yang diukur dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dapat mempengaruhi tingkat kemiskinan berdasarkan pengeluaran serta sektor usaha. Peningkatan lapangan usaha diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap sektor-sektor perekonomian daerah sehingga perlu dikembangkan sektor basis yang memiliki prospek ke depannya.

Permasalahan tersebut yang ingin diteliti dalam penelitian ini untuk melihat apakah PDRB berdampak pada tingkat kemiskinan dan untuk mencari basis yang prospektif yang dapat dikembangkan di Kabupaten Kuningan sehingga dapat meningkatnya pertumbuhan ekonomi di daerah (Sembiring, 2014). Tujuan dari penentuan basis sektor lapangan usaha ini dapat membantu Pemerintah Daerah dalam menyusun kebijakan pengentasan kemiskinan yang lebih tepat di KabupatenKuningan.

Kemiskinan adalah kondisi individu atau sekelompok individu yang pengeluarannya berada di bawah garis kemiskinan (Usmaliadanti & Handayani, 2011). Garis kemiskinan yang ditetapkan di Indonesia pada tahun 2021 adalah sebesar Rp.472,525,00/kapita/bulan, artinya jika pengeluaran berada di bawah garis kemiskinan, maka seseorang atau sekelompok orang tersebut masuk dalam masyarakat miskin.

Menurut (Annur, 2013), kemiskinan adalah standar kehidupan yang rendah secara materi atau golongan yang secara standar kehidupan yang berlaku umum di dalam masyarakat tertentu. Standar hidup yang rendah tersebut dapat memberikan dampak terhadap tingkat kesehatan moral dan harga diri bagi orang yang tergolong pada masyarakat miskin.

Dalam memperhitungkan angka kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach) sehingga kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi yaitu pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan terhadap pangan dan bukan pangan (Muslim, 2011).

Jenis-jenis kemiskinan dapat dibedakan berdasarkan pola temporalnya yaitu: (1) kemiskinan persisten adalah kemiskinan yang kronis atau turun temurun merupakan daerah kritis sumber daya alam dan terisolasi; (2) kemiskinan periodik adalah kemiskinan yang mengikuti pola umum siklus ekonomi; (3) kemiskinan musiman mengacu pada kemiskinan musiman yang terjadi pada masyarakat nelayan atau petani pada saat kelaparan atau kekurangan makanan karena adanya paceklik; dan (4) Kemiskinan tak terduga mengacu pada kemiskinan yang disebabkan oleh bencana alam/non alam atau pengaruh kebijakan pemerintah.

Salah satu penyebab meningkatnya angka kemiskinan adalah pertumbuhan ekonomi yang diukur dengan PDRB. Menurut (Utama, 2018) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah jumlah nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan dari seluruh kegiatan ekonomi di suatu wilayah. Metode Pengukuran PDRB didasarkan pada harga berlaku dan harga konstan.

PDRB atas dasar harga berlaku dinilai terhadap harga pada tahun berjalan ketika menilai produksi, biaya antara dan komponen nilai tambah yang digunakan untuk melihat kontribusi sektor tersebut terhadap perekonomian (Rosarina, 2014). PDRB atas dasar harga konstan dinilai terhadap harga tahun dasar yang ditentukan saat menilai produksi, biaya maupun nilai tambah yang menunjukkan tingkat pertumbuhan ekonomi keseluruhan dan sektoral secara tahunan.

PDRB atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha terdiri dari 17 sektor antara lain: (1) pertanian, kehutanan dan perikanan; (2) pertambangan dan penggalian; (3) Industri Pengolahan; (4) pengadaan listrik dan gas; (5) pengadaan air, pengolahan sampah, limbah dan daur ulang; (6) konstruksi; (7) Perdagangan besar dan eceran; (8) Transportasi dan pergudangan; (9) Penyediaan akomodasi dan makan minum; (10) Informasi dan komunikasi; (11) Jasa keuangan dan asuransi; (12) Real estat; (13) Jasa perusahaan; (14) Administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial; (15) Jasa pendidikan; (16) Jasa kesehatan dan kegiatan sosial; dan (17) Jasa lainnya.

Daerah perlu meningkatkan daya saingnya dengan mengembangkan sektor unggulan sehingga dapat mendorong ekonomi daerah (Sapriadi & Hasbiullah, 2015). Konsep daya saing yang diterapkan harus disesuaikan dengan kondisi geografis dan sosial budaya agar upaya pengembangannya lebih efektif. Selain itu, kualitas sumber daya manusia juga dapat meningkatkan produktivitas dan potensi melalui pendidikan dan pelatihan. .

Faktor penentu keunggulan kompetitif daerah ditentukan oleh empat faktor yang terdiri dari kondisi faktor produksi (factor condition), kondisi permintaan pasar (demand condition), industri-industri terkait dan industri pendukung (related and supporting industries) serta strategi, struktur dan persaingan (firm strategy, structure and rivalry). Sedangkan faktor penunjangnya adalah peluang (chance) dan peranan pemerintah (role government).

Agar suatu daerah dapat meningkatkan keunggulan kompetitifnya, maka harus  mengupayakan untuk meningkatnya faktor produksi, meningkatkan motivasi kerja, keuntungan dan skala usaha, meningkatkan persaingan dalam negeri, meningkatkan kualitas permintaan dan meningkatkan kemampuan menciptakan peluang usaha baru (FoEh, 2020).

Sektor unggulan merupakan penggerak utama pertumbuhan di suatu wilayah, dan semakin besar suplai ekonomi dari suatu wilayah ke wilayah lain, maka semakin maju pertumbuhan daerah tersebut (Cahyang, 2017). Peran sektor unggulan ini akan mempengaruhi perkembahan sektor non basis ke sektor basis, sehingga dapat berperan sebagai multiplier effect.

 

Metode

Penelitian ini menggunakan data sekunder dari Badan Pusat Statistik (BPS) untuk desain penelitian kuantitatif dan kualitatif yaitu PDRB Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Kuningan dan Provinsi Jawa Barat tahun 2012-2021. Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang didasarkan pada filosofi positivis yang meneliti populasi atau sampel tertentu, mengumpulkan data, menggunakan alat penelitian, menganalisis data kuantitati/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Penelitian kualitatif dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting) dengan data yang terkumpul dan analisisnya bersifat kualitatif (Sugiyono, 2018).

PDRB atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha dapat menggambarkan perkembangan agregat dengan harga tetap dari tahun ke tahun. Artinya, perkembangan tersebut hanya dipengaruhi oleh perkembangan produksi aktual dan tidak dipengaruhi oleh tingkat inflasi. Setiap sektor menggunakan PDRB atas dasar harga konstan.

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1.    Analisis Regresi Sederhana

Analisis regresi sederhana hanya digunakan untuk melihat sebab akibat atau hubungan  antara dua variabel saja. Persamaan regresi sederhana berupa garis lurus yang dapat menunjukkan hubungan positif atau negatif dengan variabel yang diujinya.

Rumus Regresi Linier Sederhana adalah   + e

Dimana:

Y = variabel dependen

X = variabel independen

α = intersep

β = koefisien regresi

Hipotesis untuk pengujian regresi sederhana pada penelitian ini antara lain:

H0 = Variabel independen tidak mempengaruhi variabel dependen

H1 = Variabel independen mempengaruhi variabel dependen

Dalam hal ini, PDRB atas dasar harga konstan digunakan sebagai variabel bebas dan persentase angka kemiskinan digunakan sebagai variabel terkaitnya. Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui dampak PDRB atas dasar harga konstan terhadap persentase kemiskinan Kabupaten Kuningan.

2.    Location Quotient (LQ)

Location Quotient (LQ) adalah analisis yang menggambarkan sektor dasar dalam perekonomian daerah. Indeks LQ adalah indikator sederhana yang menunjukkan kekuatan atau besarnya pengaruh suatu sektor di suatu daerah dibandingkan dengan daerah diatasnya atau daerah referensi (Daryanto & Hafizrianda, 2018).

Pengukuran LQ dapat menggunakan rumus sebagai berikut:

Dimana:

Sib = jumlah tenaga kerja/pendapatan sektor i pada tingkat wilayah yang lebih rendah

Sb = total tenaga kerja/pendapatan pada tingkat wilatah yang lebih rendah

Sia = jumlah tenaga kerja/pendapatan sektor i pada tingkat wilayah yang lebih atas

Sa = total tenaga kerja/pendapatan pada tingkat wilatah yang lebih atas

Suatu sektor yang memiliki angka LQ > 1 berarti sektor tersebut merupakan sektor basis yang menjadi kekuatan daerah yang mengekspor produknya ke luar daerah yang bersangkutan. Jika LQ < 1, maka sektor tersebut menjadi importir. Sedangkan apabila          LQ = 1, sektor tersebut memiliki kecenderungan bersifat tertutup karena tidak melakukan perdagangan dengan pihak luar, namun kondisi seperti ini sulit ditemukan dalam sebuah perekonomian daerah.

3.    Dynamic Location Quotient (DLQ)

Dynamic Location Quotient (DLQ) merupakan pengembangan dari LQ dengan memperhitungkan laju pertumbuhan ekonomi suatu sektor dari waktu ke waktu, yang menunjukkan potensi suatu sektor untuk menjadi basis perekonomian masa depan. Jika LQ dan DLQ dikombinasikan, maka akan mengarah kepada peran sektor ekonomi sebagai alat pengambilan keputusan yang fundamental dan berwawasan ke depan.

Metode DLQ menggunakan rumus :

Dimana :

Gij       = Rata-rata pertumbuhan PDRB sektor i di wilayah bawah

Gj        = Rata-rata pertumbuhan total PDRB sektor i di wilayah bawah

Gip      = Rata-rata pertumbuhan PDRB sektor i di wilayah atas

Gp       = Rata-rata pertumbuhan total PDRB sektor i di wilayah atas

t           = waktu (tahun)

Nilai DLQ > 1 menunjukkan bahwa sektor amatan di daerah tersebut potensial untuk dikembangkan atau bersifat prospektif. Sebaliknya jika DLQ < 1 maka sektor amatan tersebut tidak prospektif dalam menjadi sektor basis ekonomi di suatu lokasi atau daerah tertentu. (Pribadi, 2021)

4.    Analisis Tipologi Kalsen

Analisis Kalsen dapat menunjukkan posisi pertumbuhan dan pangsa sektor, sub sektor, usaha, atau komoditi pembentuk variabel regional di suatu wilayah. Analisis ini merupakan kombinasi antara analisis LQ dan DLQ untuk mengelompokkan aktivitas ekonomi yang dibagi dalam 4 kuadran proyeksi sektor. Pembagian kuadran tersebut terdiri dari quadran I untuk sektor basis dan prospektif, quadran II untuk sektor basis dan non prospektif, quadran III untuk sektor non basis dan prospektif serta quadran IV untuk sektor non basis dan non prospektif.

Quadran I

 

Sektor Basis,

Prospektif

 

LQ>1, DLQ>1

Quadran III

 

Sektor Non Basis,

Prospektif

 

LQ<1, DLQ>1

Quadran II

 

Sektor Basis,

Non Prospektif

 

LQ>1, DLQ<1

Quadran IV

 

Sektor Basis,

Prospektif

 

LQ<1, DLQ<1

Gambar 1. Bagan Tipologi Kalsen

 

Hasil dan Pembahasan

Penelitian ini menggunakan PDRB atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha Kabupaten Kuningan dan Provinsi Jawa Barat sebagai daerah referensinya. Tahun yang diteliti antara tahun 2012 sampai dengan 2021. Secara keseluruhan, kontribusi PDRB Kabupaten Kuningan terhadap PDRB Provinsi masih kecil yaitu sebesar 1,11%. Rata-rata kontribusi PDRB setiap sektor dalam PDRB di Kabupaten Kuningan dapat ditunjukkan pada grafik dibawah ini:

Grafik 2. Kontribusi PDRB Rata-rata Per Sektor Tahun 2012-2021

Dari 17 sektor lapangan usaha, ada 3 sektor yang memberikan kontribusi yang besar terhadap rata-rata PDRB Kabupaten Kuningan Tahun 2012-2021 antara lain sektor pertanian, kehutanan dan peternakan, sektor perdagangan besar, dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor serta sektor transportasi dan pergudangan.

Sedangkan peningkatan angka kemiskinan di Kabupaten Kuningan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 1. Indikator Kemiskinan Kabupaten Kuningan Tahun 2012-2021

TAHUN

Indikator Kemiskinan

Jumlah Penduduk Miskin (Jiwa)

Garis Kemiskinan (Rp)

Persentase Penduduk Miskin (%)

2012

142.900

264.851,00

13,69

2013

139.400

261.858,00

13,34

2014

133.600

271.015,00

12,72

2015

147.210

276.154,00

13,97

2016

144.070

289.901,00

13,59

2017

142.000

302.061,00

13,27

2018

131.000

332.483,00

12,22

2019

123.160

340.775,00

11,41

2020

139.200

352.358,00

12,82

2021

143.350

358.069,00

13,10

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2022                      

Dari tabel diatas dapat diilustrasikan dengan grafik sebagai berikut:

Grafik 3. Angka Kemiskinan Kabupaten Kuningan Tahun 2012-2021

1.    Analisis Regresi Linier Sederhana

Analisis regresi linier sederhana pada penelitian untuk mencari pengaruh signifikan PDRB terhadap tingkat kemiskinan. Hasil analisis regresi sederhana pada penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh negatif antara PDRB atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha terhadap angka kemiskinan secara signifikan dengan nilai probabilitas sebesar 0,085 (asumsi α=10%). Hasil analisis regresi linier sederhana dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.  Hasil Analisis Regresi Linier Sederhana

Dependent Variable: MISKIN

 

 

Method: Least Squares

 

 

Date: 03/06/23   Time: 19:22

 

 

Sample: 2012 2021

 

 

Included observations: 10

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

C

92.41153

40.42567

2.285962

0.0516

LN_PDRB

-2.621544

1.334755

-1.964064

0.0851

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

R-squared

0.325324

    Mean dependent var

13.01400

Adjusted R-squared

0.240990

    S.D. dependent var

0.761784

S.E. of regression

0.663676

    Akaike info criterion

2.194810

Sum squared resid

3.523724

    Schwarz criterion

2.255327

Log likelihood

-8.974051

    Hannan-Quinn criter.

2.128423

F-statistic

3.857547

    Durbin-Watson stat

1.604829

Prob(F-statistic)

0.085122

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Persamaan regresi linier yang terbentuk adalah Y = 92,41-2,62X+e, untuk setiap kenaikan 1% PDRB maka tingkat kemiskinan akan menurun sebesar 2,62%. Dari penelitian ini berarti H1 diterima sedangkan H0 ditolak.

2.        Analisis Location Quetient (LQ)

Dampak PDRB terhadap kemiskinan menjadi dasar dalam penelitian lebih lanjut dengan menggunakan analisis Location Quotient (LQ) untuk mencari sektor basis. Tujuan penelitian LQ adalah untuk mengetahui sektor basis dari unsur PDRB menurut lapangan usaha yang dapat dikembangkan guna menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Kabupaten Kuningan.

Hasil analisis menunjukkan bahwa sektor yang dapat dijadikan unggulan adalah sektor dengan nilai LQ > 1. Artinya sektor tersebut  tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan di wilayah sendiri akan tetapi dapat memenuhi kebutuhan di wilayah lain yang membutuhkan. Terdapat 13 (tiga belas) sektor yang bisa dijadikan sebagai basis perekonomian daerah yang ditunjukkan pada grafik berikut:

 

Grafik 4. Sektor Basis dan Non Basis

Menurut lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Kuningan yang paling berkembang dan menjadi unggulan adalah pada sektor Jasa Pendidikan, Transportasi dan Pergudangan serta Pertanian, Kehutanan dan Perikanan. Ketiga sektor ini memiliki LQ terbesar dari keseluruhan sektor PDRB.

 Jasa Pendidikan merupakan sektor basis yang memiliki nilai LQ tertinggi sebesar 3,65. Peningkatan pada sektor tersebut terjadi akibat makin banyaknya sekolah-sekolah yang didirikan dan menjadi peluang lapangan usaha di Kabupaten Kuningan.

Sektor yang tertinggi kedua adalah transportasi dan pergudangan yang memiliki nilai LQ sebesar 3,07 yang berasal dari makin meningkatnya jasa transportasi online yang berkembang di Kabupaten Kuningan.

Sektor ketiga yang memiliki nilai LQ terbesar adalah sektor pertanian, kehutanan dan peternakan sebesar 3,02. Sektor ini merupakan sektor unggulan di Kabupaten Kuningan karena mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani.

3.        Analisis Dynamic Location Quotient (DLQ)

Analisis DLQ merupakan analisis turunan dari LQ yang bertujuan untuk melihat sektor-sektor basis yang sudah dilakukan analisis menjadi prospektif. Hasil analisis DLQ ditunjukkan dalam grafik berikut:

Grafik 5 : Sektor Prospektif dan Tidak Prospektif

Analisis DLQ menunjukkan bahwa terdapat 4 (empat) sektor yang menjadi basis dan prospektif untuk dikembangkan di Kabupaten Kuningan. Hasil analisisnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2. Hasil Analisis LQ dan DLQ

JENIS SEKTOR

Rata-rata LQ

KET

DLQ

KET

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

3,02

Basis

1,01

Prospektif

Pertambangan dan Penggalian

0,81

Non Basis

1,36

Prospektif

Industri Pengolahan

0,06

Non Basis

1,02

Prospektif

Pengadaan Listrik dan Gas

0,23

Non Basis

1,36

Prospektif

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

1,18

Basis

0,90

Tidak Prospektif

Konstruksi

1,12

Basis

0,92

Tidak Prospektif

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

1,12

Basis

0,93

Tidak Prospektif

Transportasi dan Pergudangan

3,07

Basis

0,94

Tidak Prospektif

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

0,73

Non Basis

0,93

Tidak Prospektif

Informasi dan Komunikasi

1,36

Basis

0,79

Tidak Prospektif

Jasa Keuangan dan Asuransi

2,16

Basis

0,91

Tidak Prospektif

Real Estate

2,69

Basis

0,91

Tidak Prospektif

Jasa Perusahaan

1,10

Basis

1,09

Prospektif

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

1,88

Basis

0,91

Tidak Prospektif

Jasa Pendidikan

3,65

Basis

1,24

Prospektif

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

2,28

Basis

0,96

Tidak Prospektif

Jasa lainnya

1,80

Basis

1,00

Prospektif

Berdasarkan hasil analisis pada tabel 2 terdapat 4 (empat) sektor yang memiliki nilai LQ dan DLQ diatas 1 (satu) yaitu sektor pertanian, kehutanan dan peternakan, sektor jasa pendidikan, sektor jasa perusahaan dan sektor jasa lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa keempat sektor tersebut menjadi unggulan yang dapat dikembangkan sebagai sektor yang prospektif.

4.        Analisis Tipologi Kalsen

Analisis Tipologi Kalsen bertujuan untuk membagi sektor-sektor pada PDRB sesuai dengan hasil analisis LQ dan DLQ menjadi 4 (empat) kuadran. Kuadran I untuk sektor basis dan prospektif, kuadran II untuk sektor sektor basis dan non prospektif, kuadran III untuk sektor non basis dan prospektif dan kuadran IV untuk sektor non basis dan non prospektif.

Kuadran I

 

Pertanian, Kehutanan dan Peternakan

Jasa Pendidikan

Jasa Perusahaan

Jasa Umum Lainnya

LQ>1, DLQ>1

Kuadran III

 

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

 

LQ<1, DLQ>1

Kuadran II

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estat

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

LQ>1, DLQ<1

Kuadran IV

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

LQ<1, DLQ<1

Dari keempat hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa PDRB berpengaruh negatif secara signifikan terhadap tingkat kemiskinan, sehingga setiap peningkatan PDRB akan menurunkan tingkat kemiskinan di Kabupaten Kuningan.

Penggunaan analisis LQ dan DLQ menunjukkan adanya sektor pada PDRB berdasarkan lapangan usaha yang menjadi unggulan dan prospektif yang dapat dikembangkan untuk membuka lapangan usaha serta mampu menurunkan tingkat kemiskinan. Kebijakan dari pemerintah Kabupaten Kuningan dapat memfokuskan pembangunan dan belanja daerahnya untuk keempat sektor yang menjadi unggulan, sehingga diharapkan mampu mengurangi jumlah pendudukan miskin di Kabupaten Kuningan

Kesimpulan

Kabupaten Kuningan merupakan Kabupaten yang memiliki tingkat kemiskinan yang ekstrim sehingga perlu dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satunya adalah dengan meningkatkan PDRB Kabupaten yang merupakan indikator pertumbuhan ekonomi masyarakat.

Analisis menggunakan 4 (empat) alat analisis yaitu analisis regresi linier sederhana, analisis location quotient (LQ), analisis dynamic location quotient (DLQ ) dan analisis tipologi Kalsen. Hasil analisis menunjukkan bahwa adanya pengaruh negatif PDRB menurut lapangan usaha terhadap angka kemiskinan sehingga setiap adanya peningkatan pada pertumbuhan ekonomi akan menurunkan jumlah angka kemiskinan di Kabupaten Kuningan.

Dari analisis LQ dan DLQ menunjukkan terdapat 4 (empat) sektor yang menjadi unggulan dan dapat dikembangkan serta prospektif. Sektor tersebut meliputi sektor pertanian, kehutanan dan peternakan, sektor jasa pendidikan, sektor jasa perusahaan dan sektor jasa usaha lainnya. Keempat sektor tersebut masuk di Kuadran I pada analisis tipologi Kalsen.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Adriyanto, Adriyanto, Prasetyo, Didi, & Khodijah, Rosmiyati. (2020). Angkatan Kerja dan Faktor yang Mempengaruhi Pengangguran. Jurnal Ilmu Ekonomi & Sosial Unmus, 11(2), 463440.

 

Annur, Reza Attabiurrobbi. (2013). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan Di Kecamatan Jekulo Dan Mejobo Kabupaten Kudus Tahun 2013. Economics Development Analysis Journal, 2(4), 409–426.

 

Cahyang, Edi. (2017). Analisis Penetapan Sektor Basis Dan Dampaknya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Bone. Economics Bosowa, 3(3), 103–113.

 

Daryanto, Arief, & Hafizrianda, Yundy. (2018). Model-model Kuantitatif untuk Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah: Konsep dan Aplikasi. PT Penerbit IPB Press.

 

Dinda, Astrilia. (2022). Peran Umkm Dalam Meningkatkan Pembangunan Ekonomi Dan Kesejahteraanmasyarakat Di Era Pandemi Covid-19 Menurut Perspektif Ekonomi Islam (Studi Pada Umkm Tahu Dan Tempe Di Gunung Sulah Dan Sawah Brebes). Uin Raden Intan Lampung.

 

FoEh, John E. H. J. (2020). Perencanaan Bisnis (Business Plan): Aplikasi Dalam Bidang Sumberdaya Alam. Deepublish.

 

Muslim, Ahmad. (2011). Peranan Konsumsi dalam Perekonomian Indonesia dan Kaitannya dengan Ekonomi Islam. Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Pranata Sosial, 1(2), 70–82.

 

Pribadi, Yanuar. (2021). Pengukuran Daya Saing Kabupaten Lampung Tengah: Metode Location Quotient Dan Shift-Share Analysis. Inovasi Pembangunan : Jurnal Kelitbangan, 9(03), 299. https://doi.org/10.35450/jip.v9i03.264

 

Ras, Atma Atma. (2013). Pemberdayaan masyarakat Sebagai Upaya pengentasan kemiskinan. SOCIUS: Jurnal Sosiologi, 56–63.

 

Rosarina, Lena. (2014). Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (Pdrb) Sub Sektor Restoran Terhadap Penerimaan Pajak Restoran (Studi Kasus Pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kabupaten Bandung). Universitas Widyatama.

 

Sapriadi, Sapriadi, & Hasbiullah, Hasbiullah. (2015). Analisis Penentuan Sektor Unggulan Perekonomian Kabupaten Bulukumba. Jurnal Iqtisaduna, 1(1), 53–71.

 

Sembiring, Inka Janita. (2014). Pengaruh kualitas produk dan kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelanggan dalam membentuk loyalitas pelanggan (Studi pada pelanggan McDonald’s MT. Haryono Malang). Jurnal Administrasi Bisnis, 15(1).

 

Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

 

Usmaliadanti, Christiana, & Handayani, Herniwati Retno. (2011). Analisis Pengaruh Tingkat Kemiskinan, Pengeluaran Pemerintah Sekor Pendidikan Dan Kesehatan Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007-2009. Universitas Diponegoro.

 

Utama, Lalu Satria. (2018). Analisis Sektor Basis Pdrb Dalam Pengentasan Kemiskinan Melalui Pembangunan Inklusif Di Kabupaten Lombok Tengah. Media Bina Ilmiah, 12(7), 185. https://doi.org/10.33758/mbi.v12i7.36