PENGARUH DIVERSITAS DEWAN KOMISARIS TERHADAP KINERJA PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDOENSIA

 

Argenia Skolastika Liem

Universitas Negeri Surabaya, Indonesia

argenia.19117@mhs.unesa.ac.id

 

Abstrak

Kewajaran sebagai salah satu prinsip dalam GCG merupakan kesetaraan perlakuan bagi seluruh stakeholder yang salah satunya adalah dewan komisaris. Namun dewan komisaris sendiri tentu memiliki latar belakang seperti usia, gender dan latar belakang pendidikan yang berbeda-beda. Maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh diversitas usia, gender dan latar belakang pendidikan dewan komisaris terhadap kinerja perusahaan (ROA) di perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2017-2021. Metode analisis data menggunakan analisis regresi linear berganda dengan metode dummy. Hasil penelitian menunjukkan bahwa diversitas usia (AGE) berpengaruh positif terhadap kinerja perbankan, latar belakang pendidikan (EDU) tidak berpengaruh terhadap kinerja perbankan, sedangkan diversitas gender (GENDER) berpengaruh negatif terhadap kinerja perbankan.

 

Kata kunci: perusahaan perbankan; dewan komisaris; usia; gender; latar belakang pendidikan.

 

Abstract

Fairness as one of the principles in GCG is equal treatment for all stakeholders, one of which is the board of commissioners. However, the board of commissioners itself certainly has different backgrounds such as age, gender and educational background. So this study aims to determine the influence of age, gender and educational background diversity of the board of commissioners on company performance (ROA) in banking companies listed on the Indonesia Stock Exchange in 2017-2021. The data analysis method uses multiple linear regression analysis with the dummy method. The results showed that age diversity (AGE) had a positive effect on banking performance, educational background (EDU) did not affect banking performance, while gender diversity (GENDER) had a negative effect on banking performance.

 

Keywords: banking companies; board of commissioners; age; gender; educational background.

 

Pendahuluan  

Situasi perusahaan berbasis perbankan negara Indonesia telah melalui perkembangan dari masa ke masa. Perkembangan tersebut selain dipengaruhi oleh faktor internal dunia perbankan, terdapat juga pengaruh dari luar, misalnya dalam perekonomian terutama dalam sektor riil, aturan hukum baik global maupun lokal, kekuasaan politik, serta perubahan sosial. Perbankan memiliki fungsi yakni mengumpulkan dana masyarakat dan menyalurkannya ke masyarakat. Perusahaan perbankan dalam melaksanakan fungsinya, memerlukan mekanisme yang mengatur pengelolaan kinerja keuangan bank, agar kepercayaan dari para stakeholder dapat terus terjaga, salah satunya yaitu dengan penerapan GCG (Good Corporate Governance).

Corporate Governance menurut The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) merupakan rangkaian proses kerja yang terarah serta diharapkan dapat mengontrol perusahaan supaya dapat beraktivitas tanpa kendala sesuai dengan yang diharapakan seluruh stakeholder. Good Corporate Governance terbentuk sebagai pemisah antara pihak pemilik perusahaan dan pihak manajemen yang berbeda kepentingannya sehingga tidak menjadi masalah keagenan akibat perbedaan kepentingan. Selain menjadi salah satu usaha dalam menumbuhkan kepercayaan masyarakat, penerapan GCG mampu mengembangkan iklim usaha yang sehat serta meningkatkan kinerja bank. Pemerintah menerapkan regulasi melalui Bank Indonesia yang berisi Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/12/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) bagi Bank Umum yang selanjutnya direvisi pada aturan PBI Nomor 8/14/PBI/2006.

Beberapa prinsip atau komponen Good Corporate Governance (GCG) dalam Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia yang dipublikasikan oleh KNKG (Komite Nasional Kebijakan Governance) terdapat lima prinsip utama dalam GCG yang dikenal sebagai ‘TARIF’ yaitu transparency (transparansi), accountability (akuntabilitas), responsibility (responsibilitas), independency (independensi), dan fairness (kewajaran dan kesetaraan). Kewajaran (Fairness) adalah keadilan, persamaan, dan kesetaraan perihal pemenuhan berbagai hak pemangku kepentingan menurut kesepakatan serta hukum yang berlaku. Semua stakeholder harusnya mendapat kesetaraan perlakuan dalam perbankan. Bank secara tegas dilarang melakukan berbagai praktik tercela seperti kolusi dan nepotisme. Salah satu stakeholder yang berperan besar dalam perbankan adalah dewan komisaris.

Dewan komisaris yaitu bagian dari industri yang berfungsi menjalankan tugas mengawasi, baik dalam hal umum maupun tertentu berlandaskan pada anggaran dasar. Dewan komisaris juga berfungsi dalam memberi saran dan menasehati dewan direksi berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Tata Tertib Dewan Komisaris berisi tentang tugas, wewenang dan kewajiban dewan komisaris, organ pendukung dewan komisaris, dan rapat dewan komisaris. Pembagian tugas Dewan Komisaris diatur dalam Keputusan Dewan Komisaris No.KEP-03/DK-DR/VIII/2018 tanggal 8 Agustus 2018. Namun seperti yang telah diketahui bahwa dewan komisaris mempunyai latar belakang berbeda antara satu dengan yang lain seperti usia, gender dan tingkat pendidikan.

Mannheim (1941) mengungkapkan umur seorang dewan komisaris seringkali dipakai dalam menggambarkan profesionalisme individu. Keberagaman umur dalam dewan komisaris meningkatkan portal jaringan perbankan terhadap berbagai sumber daya sesuai kebutuhan, namun dapat menimbulkan permasalahan komunikasi dalam ruang lingkup komisaris. Keberagaman usia dewan komisaris akan menimbulkan dampak dalam proses pengawasan. Apabila semakin tinggi keberagaman umur pada dewan komisaris, maka akan meningkatkan keberagaman pemikiran dalam cakupan dewan, dan kedepannya akan semakin beragam pola pikir yang dijadikan landasan dalam monitoring evaluasi perusahaan perbankan. Contoh penelitian mengenai dampak keberagaman umur dewan komisaris dikerjakan oleh Talavera et al., (2018) dengan objek penelitian beberapa usaha di bidang keuangan wilayah Tiongkok. Terdapat hipotesis yang menyatakan dukungan dalam hal keberagaman umur dewan komisaris mengakibatkan turunnya profit perusahaan perbankan.

Sementara itu, bagi Herrmann & Datta (2005), umur seseorang mampu dianggap sebagai jaminan dalam segi pengalaman serta metode pengambilan risiko. Hambrick & Mason (1984) mengungkapkan bahwa manajer muda memiliki kecenderungan menerapkan strategi berisiko, namun terdapat kemungkinan peningkatan lebih cepat daripada industri lain yang usia manajernya lebih tua. Hal ini disebabkan karena manajer yang lebih tua memiliki kecenderungan menghindari risiko (Barker & Mueller, 2002). Manajer muda rata-rata lebih terbuka dan memiliki kemampuan lebih dalam memproses ide-ide baru, kurang menerima apabila terjadi kekosongan kekuasaan, serta menyukai tantangan (Cheng et al., 2010).

Akan tetapi bukti penelitian Kusumastuti et al., (2008) menunjukkn bahwa variabel usia anggota dewan (AGE) tidak memiliki pengaruh pada nilai perusahaan. Penyebabnya dilihat dari semakin tua usia seseorang semakin bertambah masalah dalam bidang kesehatan yang akan berdampak turunnya kinerja. Terdapat beberapa kejadian pada wilayah Indonesia dimana pengangkatan dewan komisaris bukan menurut kompetensi seseorang, namun merupakan wujud penghormatan atau penghargaan kepada pihak tertentu. Sehingga dapat disimpulkan pengangkatan dewan komisaris di Indonesia kurang memandang profesionalisme serta kemampuan orang tersebut (Surya et al., 2006).

Selanjutnya terkait gender pada lingkungan dewan komisaris. Fokus diversitas gender ialah keberadaan wanita sebagai dewan komisaris. Diskriminasi dalam pekerjaan sering terjadi pada kaum wanita. Sulitnya wanita dalam mendapatkan jabatan dewan komisaris dan direksi disebabkan karena terdapat berbagai hambatan, yang mengakibatkan hal tersebut merupakan kehormatan bagi wanita (Krishnan & Park, 2005). Menurut Darmadi (2011) dalam dua puluh tahun terakhir diversitas gender dewan direksi telah menarik minat beberapa peneliti. Terdapat pendapat yang menyatakan bahwa laki-laki lebih layak menempati jabatan yang lebih tinggi menjadi salah satu penyebab kurangnya pejabat wanita dalam posisi yang lebih tinggi pada pekerjaan. Pria dinilai mempunyai kompetensi lebih tinggi dibanding wanita dalam tingkatan kepandaian. Terdapat pendapat lainnya bahwa keberhasilan wanita dinilai hanya karena faktor keberuntungan semata. Pendapat-pendapat tersebut dapat dipatahkan karena banyak wanita dalam menjalankan pekerjaanya lebih mampu bersikap hati-hati, lebih menjauhi risiko, serta tingkat kecermatan lebih tinggi dibanding laki-laki (Rismawati, 2019).

Menurut Kusumastuti et al., (2008) wanita lebih berhati-hati saat memilih tindakan, sehingga posisi perempuan pada jajaran dewan komisaris serta direksi perusahaan dinilai mampu memberikan dampak dalam pemilihan tindakan dengan baik disertai risiko yang minim bagi perusahaan. Selain itu menurut Singh & Vinnicombe (2004) direktur wanita mempunyai pemahaman lebih terhadap segmen pasar perusahaan dibanding pria, sehingga dapat meningkatkan kualitas dalam proses pemilihan keputusan pada perusahaan. Rata-rata wanita mempunyai pola pikir yang lebih terperinci dalam analisis pemilihan keputusan. Beberapa contoh kegiatan yang sering dilakukan yaitu menganalisis beberapa masalah sebelum mengambil tindakan serta mengelola tindakan yang telah diambil, sehingga melahirkan alternatif penyelesaian yang lebih mendetail. Terdapat banyak penelitian yang tertarik kepada dampak positif dewan wanita pada pengaruh kinerja dan nilai perusahaan secara empiris. Carter et al., (2003) dan Campbell & Mínguez-Vera (2008) mengemukakan bahwa diversitas gender pada anggota dewan memberikan pengaruh positif pada nilai perusahaan.

Selanjutnya pada diversitas pendidikan. Pendidikan berdampak pada kinerja perusahaan dimana akan berdampak pada nilai perusahaan. Pendidikan merupakan langkah persiapan dalam bekerja berupa kegiatan mendidik dan berguna untuk bekal dasar dalam pekerjaan. Terdapat tiga kategori jenjang pendidikan, yaitu rendah (SD), sedang (SLTP dan SLTA), dan tinggi (S1 keatas). Latar belakang pendidikan tinggi sering ditemui pada anggota dewan komisaris. Pendidikan tingkat universitas dinilai mampu membantu seseorang dalam perkembangan karirnya, dimana semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan memiliki jenjang karir lebih baik.

Anderson et al., (2011) mengemukakan diversitas tingkat pendidikan komisaris maupun direktur akan memberi dampak positif terhadap nilai perusahaan. Mereka berpendapat pendidikan yang berbeda-beda memberi manfaat lebih untuk badan usaha, sebab direktur maupun komisaris yang memiliki tingkat pendidikan yang berbeda berusaha saling menunjang saat memberikan saran dan mengawasi manajer tertinggi hingga nilai perusahaan meningkat.

Disisi lain Kusumastuti et al., (2008) mengungkapkan, meski tidak merupakan kewajiban bagi seseorang yang akan terjun ke dalam dunia bisnis untuk mempunyai latar pendidikan di bidang ekonomi bisnis atau manajemen bisnis, namun bila anggota dewan menguasai dasar serta latar pendidikan manajemen bisnis dan/atau ekonomi bisnis dinilai lebih baik. Diharapkan anggota dewan mendapatkan kompetensi lebih dalam pengelolaan bisnis serta pengambilan keputusan daripada tidak memilikinya sama sekali. Hal inilah yang akan memberi dampak pada kinerja perusahaan.

Berkaca dari uraian-uraian tersebut, bisa dinilai dimana ukuran keberagaman menurut umur, gender dan pendidikan dewan komisaris serta hubungannya dengan kinerja perusahaan memiliki gap atau perbedaan pendapat pada tiap penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Selain dari literatur, ada pula stigma masyarakat dimana umur, gender dan latar belakang pendidikan menjadi tolak ukur penilaian seseorang dalam berprofesi. Terutama terkait isu gender di Indonesia yang masih kental dengan budaya patriarki, dimana wanita dianggap lebih cocok untuk tidak bekerja dan lebih baik mengurus rumah saja.

GCG dalam hubungannya dengan fenomena diversitas dewan komisaris ini merujuk pada prinsip kewajaran (fairness). Rismawati (2019) menyampaikan bahwa sudah semestinya bagi perusahaan untuk memberikan tindakan yang setara bagi seluruh stakeholder yang selaras dengan fungsi dan perannya, serta memberi kesempatan yang sama dalam penerimaan karyawan, berkarir dan menjalankan kewajiban tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, gender, dan kondisi fisik. Maka penulis berminat mengetahui lebih lanjut dampak dari keberagaman umur, gender dan pendidikan dewan komisaris pada kinerja perusahaan perbankan berdasarkan prinsip kelima dari GCG yaitu kesetaraan (fairness).

Perusahaan yang bergerak di bidang perbankan menjadi objek penelitian sebab perusahaan tersebut dinilai memiliki ciri yang berbeda dengan perusahaan lainnya. Perusahaan perbankan memiliki aturan serta ketentuan yang lebih ketat pengawasannya bila dibandingkan dengan perusahaan sektor lain. Dengan alasan tersebut, usaha menjalankan Good Corporate Governance (GCG) dinilai berperan besar dalam setiap transaksi perbankan.

 

Metode

Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi linear berganda dengan menggunakan aplikasi SPSS. Menurut Sujarweni & Endrayanto (2012:13) pengertian populasi yaitu daerah untuk menggeneralisasi objek atau subjek dengan karakteristik tertentu serta kualitas yang dipilih dalam penelitian yang akan menjadi bahan pembelajaran dan diambil kesimpulan. Disini peneliti mengambil perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2017-2021. Penelitian ini memakai sampel dengan teknik purposive sampling. Alasannya adalah peneliti menentukan sendiri dalam pengambilan sampel, dan pengambilannya didasarkan pada penilaian yang sesuai dengan karakter penelitian. Adapun kriteria yang ditentukan adalah perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI pada tahun 2017-2021; perusahaan perbankan yang mempublikasi laporan tahunan di BEI tahun 2017-2021; dan perusahaan perbankan yang mempunyai laporan keuangan yang berakhir pada 31 Desember di BEI tahun 2017-2021. Maka dari 223 perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI, didapatkanlah 193 perusahaan yang memenuhi kriteria sampel.

Sugiyono (2017:39) menyampaikan bahwasannya variabel independen merupakan variabel yang menjadi penyebab adanya perubahan/ pengaruh, sehingga memicu munculnya variabel dependen. Variabel independen disini adalah diversitas usia, gender dan latar belakang pendidikan dewan komisaris. Mengacu pada penelitian Suhardjanto et al., (2017), diversitas umur diproksikan dengan variabel dummy. Perusahaan yang mempunyai dewan komisaris berusia lebih dari 60 tahun diberikan nilai 1, lalu perusahaan yang tidak mempunyai dewan komisaris berusia lebih dari 60 tahun diberi nilai 0. Kemudian untuk diversitas gender diproksikan dengan variabel dummy. Jika terdapat wanita dalam jajaran dewan komisaris, perusahaan diberikan nilai 1. Sebaliknya perusahaan yang tidak memiliki dewan komisaris wanita akan diberikan nilai 0. Pengukuran ini mengacu pada penelitian Sri & Lisaime (2018). Terakhir untuk diversitas latar belakang pendidikan diproksikan dengan variabel dummy, dimana perusahaan yang mempunyai dewan komisaris berlatar pendidikan ekonomi dan bisnis akan mendapatkan nilai 1, dan perusahaan yang tidak memiliki dewan komisaris berlatar pendidikan ekonomi dan bisnis diberikan nilai 0. Indikator ini mengacu pada penelitian Saud et al., (2019).

Selanjutnya menurut Sugiyono (2017:39), variabel dependen ialah variabel yang mendapatkan pengaruh dari variabel bebas. Variabel dependen disini ialah kinerja perbankan. Attar et al., (2014) mengungkapkan ROA adalah perbandingan persentase yang dipakai dalam menilai kapabilitas manajemen untuk mendapatkan laba menggunakan semua total aset milik perusahaan. ROA dapat menilai tingkat efektivitas perusahaan dalam menentukan penerimaan dari investasi awal yang menghasilkan aset. Permata et al., (2012) menyatakan bahwa perhitungan dalam menilai ROA memakai rumus seperti berikut:

ROA = (Net Income atau Earning After Tax)/(Total Asset)

 

Hasil dan Pembahasan

            Terdapat  beberapa  uji  prasyarat  yang  harus  dilakukan  sebelum  melakukan  analisis regresi linier berganda. Berikut beberapa uji prasyarat yang harus dilakukan yaitu:

Uji Normalitas

Uji ini dilakukan agar mengetahui adanya distribusi normal pada model regresi dari variabel bebas dan variabel terikat (Ghozali, 2016). Jika data merapat serta searah pada garis diagonal, maka regresi dinilai sesuai dengan asumsi normalitas.

Gambar 1

Grafik P-Plot

Pada gambar yang tertera, data yang tersebar merapat dan searah dengan garis diagonal. Maka diperoleh kesimpulan bahwa data terdistribusi normal. Selain itu, uji normalitas juga dapat dilaksanakan dengan metode Kolmogorov-smirnov. Dinyatakan menyebar secara normal ketika signifikansi Kolmogorov-smirnov menunjukan angka lebih dari 0,05.

Tabel 1

Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov

Kolmogorov-Smirnov Z

Asymp. Sig. (2-tailed)

Keterangan

1.241

0.092

Residual berdistribusi normal

Dari tabel yang tertera hasil nilai Kolmogorov-smirnov sebesar 1,241 dengan signifikansi 0,092. Dengan hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa data terdistribusi normal.

 

Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas memperlihatkan terdapat hubungan linier yang pasti/sempurna antar variabel, yang berfungsi dalam mengetahui adanya multikolinearitas pada model regresi yang mampu diamati pada nilai tolerance dan Variance Inflation factor (VIF). Jika nilai tolerance > 0,1 dan VIF < 10, maka multikolinearitas tidak terjadi. Adapun hasil pengujian multikolinearitas:

Tabel 2

Hasil Uji Multikolinearitas

Variabel

Tolerance

VIF

Keterangan

AGE

0. 996

1.004

Bebas Multikolinearitas

GENDER

0.971

1.030

Bebas Multikolinearitas

EDU

0.968

1.033

Bebas Multikolinearitas

Tabel 2 menunjukkan hasil multikolinearitas dimana variabel usia (AGE), gender (GENDER), dan pendidikan (EDU) menunjukkan nilai tolarance > 0,1 dan VIF < 10. Maka multikolinearitas tidak terjadi pada variabel independen yang diujikan.

 

Uji Heteroskedastisitas

Pengujian gejala heterokedasitisitas dibuat agar memahami apakah terdapat korelasi antara variabel pengganggu dan variabel bebasnya. Heterokedasitisitas bisa diidentifikasi dengan grafik plot (scatterplot). Bila tidak berpola tertentu, maka uji regresi tidak terdampak asumsi heterokedasitisitas. Hasil pengujian tersebut pada studi ini diketahui sebagai berikut:

Gambar 2

Diagram Scatterplot

Pada Gambar 2, scatterplot memperlihatkan titik yang tersebar dan tidak berkumpul membuat pola spesifik. Maka dapat dinyatakan bahwa menurut pengujian tersebut, model regresi terbebas dari gejala heteroskedastisitas.

            Priyatno (2014,108) menyatakan terdapat cara lain untuk melaksanakan uji heteroskedastisitas yaitu dengan uji spearman’s rho.  Uji tersebut menilai tingkat signifikan 0,05 dengan uji 2 sisi. Bila diperoleh nilai lebih dari 0,05, maka tidak terdapat masalah heteroskedastisitas.

Tabel 3

Hasil Uji Spearman’s rho

Unstandardized Residual

Spearman’s rho

Unstandardized Residual

Correlation Coefficient

1.000

Sig. (2-tailed)

.

N

193

AGE

Correlation Coefficient

0.005

Sig. (2-tailed)

0.941

N

193

GENDER

Correlation Coefficient

0.072

Sig. (2-tailed)

0.317

N

193

EDU

Correlation Coefficient

-0.028

Sig. (2-tailed)

0.698

N

193

pada Tabel 3 variabel AGE, GENDER dan EDU menunjukkan signifikan yang lebih tinggi dari 0,05. Maka disimpulkan bahwa tidak terdapat masalah heteroskedastisitas.

 

Uji Autokorelasi

Uji autokolerasi dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan kesalahan pengganggu pada periode-t dengan kesalahan pada periode sebelumnya (t-1). Agar memperoleh hasil, metode yg digunakan adalah uji Durbin Watson. Pengujian dinyatakan bebas autokolerasi bila nilai diantara -2 sampai +2.

Tabel 4

Hasil Uji Autokorelasi

Model

D-w

Keterangan

1

1.152a

Bebas Autokorelasi

Pada Tabel 4, regresi menunjukkan nilai 1,152a yang berarti nilai Durbin-Watson masih termasuk pada rentang daerah bebas autokolerasi.

 

Hasil Uji Hipotesis

Hasil pengujian dampak variabel indepeden yang adalah usia (AGE), gender (GENDER), dan pendidikan (EDU) terhadap variabel kinerja perbankan dengan menggunakan rumus dechow dan dichev yaitu:

Tabel 5

Hasil Analisis Regresi Berganda

Variabel Independen

Model Regresi

Koefisien

T

Sig.

Kesimpulan

(constan)

-0.096

-0.189

0.850

 

AGE

0.724

2.846

0.005

Signifikan

GENDER

-0.308

-2.030

0.044

Signifikan

EDU

-0.363

0.843

0.400

Tidak Signifikan

Adjusted R2

0.074

F Statistic

5.003

F Sig

0.002b

Pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial dapat digambarkan melalui pengujian hipotesis. Dari hasil peninjauan, didapati bahwa usia (AGE) berpengaruh positif terhadap ROA. Hal ini dapat terlihat dari nilai t sebesar 2,846 dengan nilai signifikansi yaitu 0,005 dimana nilai tersebut kurang dari dari 0,05. Selanjutnya dari hasil yang ada, ditemukan bahwa gender (GENDER) berpengaruh negatif terhadap ROA. Terlihat dari nilai t sebesar -2,030 dengan nilai signifikansi yaitu 0,044 dimana nilai tersebut kurang dari dari 0,05. Terakhir dari hasil yang tertera, ditemukan bahwa pendidikan (EDU) tidak berpengaruh terhadap ROA. Terlihat dari nilai t sebesar 0,843 dengan nilai signifikansi yaitu 0,400 dimana nilai tersebut lebih besar dari 0,05.

 

Pembahasan

Pengaruh Usia Dewan Komisaris Terhadap Kinerja Perusahaan

Penelitian ini membuktikan diversitas usia (AGE) tidak berpengaruh terhadap kinerja perbankan. Usia berkaitan dengan pengalaman hidup seseorang yang nantinya akan mempengaruhi pada saat mengambil sebuah keputusan. hasil ini memberikan dukungan dari pendapat yang menyatakan bahwa umur seseorang mampu dianggap sebagai jaminan dalam segi pengalaman serta metode pengambilan risiko (Herrmann & Datta, 2005). Hasil ini sejalan dengan penelitian milik Wisesa (2019) yang menemukan bahwa diversitas usia dewan komisaris berpengaruh positif pada kinerja perbankan, begitu pula hasil yang ditemukan oleh Ararat et al., (2010).

Backes-Gellner & Veen (2011) yang meneliti tentang keberagaman usia dalam perusahaan dengan menggunakan pendekatan kualitatif menemukan adanya tantangan bagi perusahaan untuk mempertahankan penuaan populasi dari tenaga kerja yang menghambat kinerja. Namun hal ini dapat diselesaikan dengan adanya diversitas usia yang memungkinkan adanya bantuan fisik serta transfer ilmu antara tenaga kerja muda dan tua. Penelitian ini juga secara empiris menemukan bahwa diversitas usia berpengaruh positif pada kinerja perusahaan. Hal tersebut berkaitan dengan lingkungan kerja yang inklusif serta konsentrasi pada kesejahteraan karyawan.

Pengaruh Gender Dewan Komisaris Terhadap Kinerja Perusahaan

Dari penelitian ini didapatkan hasil yaitu diversitas gender (GENDER) berdampak pada kinerja perbankan. Pengaruh yang diberikan ialah signifikan negatif, diperkirakan merupakan akibat dari wanita yang cenderung menghindari resiko, hingga menyebabkan rendahnya kehadiran wanita dalam beberapa posisi di banding pria (Charness & Gneezy, 2011). Wanita yang lemah dan tak dapat memimpin merupakan stigma besar yang mengakar kuat dalam pola pikir masyarakat Indonesia bahkan dunia internasional. Stigma ini tentunya sedikit banyak mempengaruhi performa wanita yang menjadi tertekan dan merasa tidak memiliki kekuatan untuk memimpin atau memberikan arahan. Yang mengakibatkan semakin tinggi jumlah wanita dalam dewan komisaris, semakin menurun pula kinerja perusahaan tersebut.

Keluarga merupakan tempat tempat belajar yang paling dini dan paling berpengaruh dalam pembentukkan sudut pandang dan pola pikir seseorang, yang kemudian merembet menjadi stigma dalam masyarakat. Menurut Aini (2018), Indonesia sendiri menganut sistem kekerabatan patrilineal dimana kendali atas penghasilan, kepemilikan barang serta pengambilan keputusan didominasi oleh ayah sebagai kepala keluarga dalam rumah tangga. Hal ini tentunya memiliki dampak pada dewan komisaris yang memiliki tugas untuk mengawasi struktur organisasi. Wanita cenderung tidak tegas dan emosional dalam mengambil keputusan sehingga secara tidak langsung berdampak pada tanggung jawab seorang dewan komisaris. Disamping itu wanita juga memiliki lebih dari satu yaitu peran ganda sebagai ibu dan wanita karir yang membuat fokusnya terbagi.

Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilaksanakan oleh Adams & Ferreira (2009) serta Darmadi (2011), bahwa diversitas gender berdampak negatif pada kinerja perusahaan. Selanjutnya, argumen lain menunjukkan bahwa lebih besar keragaman gender mampu memberikan kerugian pada perbankan. Konflik dapat tercipta seiring bertambahnya keragaman gender (Joshi et al., 2006).

Pengaruh Pendidikan Dewan Komisaris Terhadap Kinerja Perusahaan

Penelitian menunjukkan diversitas pendidikan (EDU) tidak berdampak pada kinerja perbankan. Semakin berkembangnya teknologi membuat manusia dewasa ini sangat mudah mengakses informasi, ilmu dan pembelajaran lewat media internet. Maka dari itu wajar jika pendidikan dari dewan komisaris tidak mempunyai dampak pada kinerja perbankan.

Hasil temuan ini sesuai dengan hasil dari Prasetyo & Dewayanto (2019) yang mengatakan bahwa variabel pendidikan dewan komisaris tidak berdampak pada kinerja perusahaan. Ini juga sejalan dengan penelitian Darmadi (2013) yang hasilnya ialah pendidikan dewan komisaris tidak berdampak terhadap kinerja perusahaan. Tingkatan pendidikan dewan komisaris bukanlah satu-satunya yang memberikan dampak pada kinerja perbankan. Di era dimana kecanggihan teknologi semakin maju dari hari ke hari dapat memudahkan siapa saja untuk dapat mengakses materi pembelajaran secara fleksibel tanpa perlu menempuh pendidikan formal. Maka siapapun memiliki kesempatan untuk memiliki keahlian dengan mempelajari hal baru secara otodidak. Disamping itu keahlian tentang pengelolaan keuangan pada berbagai posisi di perusahaan tentu tak lepas dari pengalaman dilapangan yang belum tentu didapatkan ketika menempuh pendidikan formal.

Hal yang perlu diingat bahwa pendidikan formal seringkali menekankan kemampuan seseorang untuk mengembangkan hard skill-nya saja. Sedangkan, Harvard University, Carnegie Foundation dan Stanford Research Center, Amerika Serikat, menemukan bahwasannya soft skill seseorang memiliki peran penting yaitu sebesar 85% dalam pencapaian karir seseorang. Dan sisanya yaitu sebesar 15% mengandalkan hard skill.  Maka bagaimana seorang dewan komisaris akan membantu dalam peningkatan kinerja perusahaan tidak dapat dinilai dari pendidikan formalnya saja, namun tetap mempertimbangkan faktor lainnya.

 

Kesimpulan

Pada penelitian ini, peneliti melaksanakan uji regresi linear berganda dengan menggunakan metode dummy. Hasilnya, dewan komisaris yang berusia lebih dari 60 tahun memiliki pengaruh positif pada kinerja perbankan. Kemudian untuk dewan komisaris yang memiliki latar belakang ekonomi dan bisnis tidak memberikan pengaruh pada kinerja perusahaan. Akhirnya, untuk perusahaan yang memiliki dewan komisaris wanita mempunyai pengaruh negatif bagi perusahaan perbankan dikarenakan tingkat emosional yang cenderung tidak stabil, serta pandangan masyarakat kepada wanita yang bekerja, mengakibatkan wanita sulit memberikan kinerja yang maksimal ketika menjalankan tugasnya yang dalam konteks ini adalah sebagai dewan komisaris.

Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini yaitu sampel yang terbatas pada perbankan yang terdaftar di BEI, dikarenakan ketersediaan informasi dari dewan komisaris dan laporan keuangan. Laporan keuangan sendiri hanya memberikan informasi kinerja keuangan perusahaan pada periode tertentu, sehingga perhatian pada strategi bisnis, reputasi dan faktor non-keuangan lainnya dapat dipertimbangkan untuk meningkatkan pemahaman pada kinerja perusahaan. Selain itu, dengan meneliti diversitas usia, gender dan latar belakang pendidikan dewan komisaris, penelitian ini hanya menunjukkan nilai Adjusted R2 sebesar 0,055 atau 5,5% yang berarti masih terdapat 0,945 atau 9,45% faktor lain yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini, sehingga perlu adanya penambahan variabel yang sesuai seperti masa jabatan dan struktur kepemilikan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Adams, R., & Ferreira, D. (2009). Women in the Boardroom and Their Impact on Governance and Performance. Journal of Financial Economics, 94(2), 291–309. https://doi.org/10.1016/j.jfineco.2008.10.007

 

Aini, S. (2018). Pengaruh Karakteristik Dewan Komisaris dan Direksi Terhadap Pengungkapan Intellectual Capital. 45(July), 1–7.

 

Anderson, R. C., Reeb, D. M., Upadhyay, A., & Zhao, W. (2011). The Economics of Director Heterogeneity. Financial Management, 40(1), 5–38. http://www.jstor.org/stable/41237895

 

Ararat, M., Aksu, M., & Cetin, A. T. (2010). The Impact of Board Diversity on Boards’ Monitoring Intensity and Firm Performance: Evidence from the Istanbul Stock Exchange. INTL: MNE Functions (Topic).

 

Attar, D., Islahuddin, & Shabri., M. (2014). Pengaruh Penerapan Manajemen Risiko Terhadap Kinerja Keuangan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

 

Backes-Gellner, U., & Veen, S. (2011). The Impact of Aging and Age Diversity on Company Performance. SSRN Electronic Journal, 1–35. https://doi.org/10.2139/ssrn.1346895

 

Barker, V. L., & Mueller, G. C. (2002). CEO Characteristics and Firm R&D Spending. Management Science, 48(6), 782–801. https://econpapers.repec.org/RePEc:inm:ormnsc:v:48:y:2002:i:6:p:782-801

 

Campbell, K., & Mínguez-Vera, A. (2008). Gender Diversity in the Boardroom and Firm Financial Performance. Journal of Business Ethics, 83(3), 435–451. https://doi.org/10.1007/S10551-007-9630-Y

 

Carter, D. A., Simkins, B. J., & Simpson, W. G. (2003). Corporate Governance, Board Diversity, and Firm Value. Financial Review, 38(1), 33–53. https://doi.org/10.1111/1540-6288.00034

 

Charness, G., & Gneezy, U. (2011). Strong Evidence for Gender Differences in Investment. SSRN Electronic Journal. https://doi.org/10.2139/ssrn.648735

 

Cheng, L. T. W., Chan, R. Y. K., & Leung, T. Y. (2010). Management Demography and Corporate Performance: Evidence from China. International Business Review, 19(3), 261–275. https://econpapers.repec.org/RePEc:eee:iburev:v:19:y:2010:i:3:p:261-275

 

Darmadi, S. (2011). Board Diversity and Firm Performance: The Indonesian Evidence. Corporate Ownership and Control, 9(1 F), 524–539. https://doi.org/10.22495/cocv8i2c4p4

 

Darmadi, S. (2013). Board Members’ Education and Firm Performance: Evidence from a Developing Economy. International Journal of Commerce and Management, 23(2), 113–135. https://doi.org/10.1108/10569211311324911

 

Ghozali, H. I. (2016). Aplikasi Analisis Multivariete dengan Program IBM SPSS 23. In International Journal of Physiology. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

 

Hambrick, D. C., & Mason, P. A. (1984). Upper Echelons: The Organization as a Reflection of Its Top Managers. Academy of Management Review, 9, 193–206.

 

Herrmann, P., & Datta, D. K. (2005). Relationships between Top Management Team Characteristics and International Diversification: an Empirical Investigation*. British Journal of Management, 16(1), 69–78. https://doi.org/10.1111/J.1467-8551.2005.00429.X

 

Joshi, A., Liao, H., & Jackson, S. E. (2006). Cross-Level Effects of Workplace Diversity on Sales Performance and Pay. Academy of Management Journal, 49(3), 459–481. https://doi.org/10.5465/AMJ.2006.21794664

 

Krishnan, H., & Park, D. (2005). A Few Good Women—On Top Management Teams. Journal of Business Research, 58, 1712–1720. https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2004.09.003

 

Kusumastuti, S., Supatmi, S., & Sastra, P. (2008). Pengaruh Board Diversity Terhadap Nilai Perusahaan dalam Perspektif Corporate Governance.

 

Mannheim, K. (1941). Man and Society in an Age of Reconstruction: Studies in Modern Social Structure. By Karl Mannheim. Philosophy, 16(62), 217–218. https://doi.org/10.1017/S0031819100002424

 

Permata, D. N. I., Kusumawati, F., & Suryawati, R. F. (2012). Pengaruh penerapan good corporate governance terhadap kinerja keuangan perusahaan. InFestasi, 8(2), 171–178.

 

Prasetyo, D., & Dewayanto, T. (2019). Pengaruh Karakteristik Dewan Komisaris Terhadap Kinerja Perusahaan ( Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur periode 2013-2015 ). Diponegoro Journal of Accounting, 8(2), 1–10.

 

Rismawati, E. (2019). Pengaruh Diversitas Dewan Direksi Terhadap Nilai Perusahaan Yang Terdaftar di Brusa Efek Indonesia (Studi Empiris pada Perusahaan Keluarga yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2015-2017).

 

Saud, I. M., Ashar, B., & Nugraheni, P. (2019). Analisis Pengungkapan Internet Financial Reporting Perusahaan Asuransi-Perbankan Syariah Di Indonesia-Malaysia. Media Riset Akuntansi, Auditing & Informasi, 19(1), 35–52. https://doi.org/10.25105/mraai.v19i1.3011

 

Singh, V., & Vinnicombe, S. (2004). Why So Few Women Directors in Top UK Boardrooms? Evidence and Theoretical Explanations. Corporate Governance: An International Review, 12(4), 479–488. https://doi.org/10.1111/J.1467-8683.2004.00388.X

 

Sri, D., & Lisaime. (2018). Analisis Pengaruh Diversitas Gender, Kepemilikan Institusional, dan Ukuran Perusahaan terhadap Kinerja Keuangan. Jurnal Keuangan Dan Bisnis.

 

Sugiyono. (2017). Metode penelitian bisnis: pendekatan kuantatif, kualitatif, kombinasi, dan R&D/ Sugiyono; editor, Sofia Yustiyani Suryandari | OPAC Perpustakaan Nasional RI. Bandung: Alfabeta. https://opac.perpusnas.go.id/DetailOpac.aspx?id=1084409

 

Suhardjanto, D., Alwiyah, Utami, M. E., & Syafruddin, M. (2017). Board of Commissioners Diversity and Financial Performance: A Comparative Study of Listed Mining Industry in Indonesia and Pakistan. Review of Integrative Business and Economics Research, 6(1), 131–142. http://buscompress.com/journal-home.html

 

Sujarweni, V., & Endrayanto, P. (2012). Statistika untuk Penelitian.

 

Surya, I., Yustiavandana, I., & Nefi, A. (2006). Penerapan Good Corporate Governance: Mengesampingkan Hak-hak Istimewa Demi Kelangsungan Usaha. Kencana, diterbitkan atas kerja sama dengan Lembaga Kajian Pasar Modal dan Keuangan, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia. https://books.google.co.id/books?id=NMmtHwJCozIC

 

Talavera, O., Yin, S., & Zhang, M. (2018). Age Diversity, Directors’ Personal Values, and Bank Performance. International Review of Financial Analysis, 55, 60–79. https://doi.org/10.1016/J.IRFA.2017.10.007

 

Wisesa, A. (2019). Diversitas Usia Dewan Komisaris, Profitabilitas, dan Pengambilan Risiko Bank.