PENGARUH DIVERSITAS DEWAN KOMISARIS TERHADAP KINERJA
PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDOENSIA
Argenia Skolastika Liem
Universitas Negeri Surabaya, Indonesia
argenia.19117@mhs.unesa.ac.id
Abstrak
Kewajaran sebagai salah satu prinsip dalam
GCG merupakan kesetaraan perlakuan bagi seluruh stakeholder yang salah satunya adalah dewan komisaris. Namun dewan komisaris sendiri tentu memiliki latar belakang seperti usia, gender dan latar belakang pendidikan yang berbeda-beda. Maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh diversitas usia, gender dan latar
belakang pendidikan dewan komisaris terhadap kinerja perusahaan (ROA) di perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia tahun 2017-2021. Metode
analisis data menggunakan analisis regresi linear berganda dengan metode dummy. Hasil penelitian menunjukkan bahwa diversitas usia (AGE) berpengaruh positif terhadap kinerja perbankan, latar belakang pendidikan (EDU) tidak berpengaruh terhadap kinerja perbankan, sedangkan diversitas gender (GENDER) berpengaruh negatif terhadap kinerja perbankan.
Kata
kunci: perusahaan perbankan; dewan komisaris; usia; gender; latar belakang pendidikan.
Abstract
Fairness
as one of the principles in GCG is equal treatment for all stakeholders, one of
which is the board of commissioners. However, the board of commissioners itself
certainly has different backgrounds such as age, gender and educational
background. So this study aims to determine the
influence of age, gender and educational background diversity of the board of
commissioners on company performance (ROA) in banking companies listed on the
Indonesia Stock Exchange in 2017-2021. The data analysis method uses multiple
linear regression analysis with the dummy method. The results showed that age
diversity (AGE) had a positive effect on banking performance, educational
background (EDU) did not affect banking performance, while gender diversity
(GENDER) had a negative effect on banking performance.
Keywords: banking
companies; board of commissioners; age; gender; educational background.
Pendahuluan
Situasi perusahaan berbasis perbankan negara Indonesia telah melalui perkembangan dari masa ke masa. Perkembangan tersebut selain dipengaruhi oleh faktor internal dunia perbankan, terdapat juga pengaruh dari luar, misalnya
dalam perekonomian terutama dalam sektor riil, aturan
hukum baik global maupun lokal, kekuasaan
politik, serta perubahan sosial. Perbankan memiliki fungsi yakni mengumpulkan
dana masyarakat dan menyalurkannya
ke masyarakat. Perusahaan perbankan dalam melaksanakan fungsinya, memerlukan mekanisme yang mengatur pengelolaan kinerja keuangan bank, agar kepercayaan dari para stakeholder
dapat terus terjaga, salah satunya yaitu dengan penerapan
GCG (Good Corporate Governance).
Corporate Governance menurut The Indonesian Institute for Corporate
Governance (IICG) merupakan rangkaian
proses kerja yang terarah serta diharapkan dapat mengontrol perusahaan supaya dapat beraktivitas tanpa kendala sesuai
dengan yang diharapakan seluruh stakeholder. Good Corporate Governance
terbentuk sebagai pemisah antara pihak pemilik perusahaan
dan pihak manajemen yang berbeda kepentingannya sehingga tidak menjadi masalah keagenan akibat perbedaan kepentingan. Selain menjadi salah satu usaha dalam
menumbuhkan kepercayaan masyarakat, penerapan GCG mampu mengembangkan iklim usaha yang sehat serta meningkatkan
kinerja bank. Pemerintah menerapkan regulasi melalui Bank Indonesia yang berisi
Peraturan Bank Indonesia Nomor
8/12/PBI/2006 tentang Pelaksanaan
Good Corporate Governance (GCG) bagi Bank Umum yang selanjutnya direvisi pada aturan PBI Nomor 8/14/PBI/2006.
Beberapa prinsip atau komponen
Good Corporate Governance (GCG) dalam Pedoman Umum Good Corporate
Governance Indonesia yang dipublikasikan oleh
KNKG (Komite Nasional Kebijakan
Governance) terdapat lima prinsip
utama dalam GCG yang dikenal sebagai ‘TARIF’ yaitu transparency (transparansi),
accountability (akuntabilitas), responsibility
(responsibilitas), independency (independensi), dan fairness (kewajaran
dan kesetaraan). Kewajaran
(Fairness) adalah keadilan,
persamaan, dan kesetaraan perihal pemenuhan berbagai hak pemangku
kepentingan menurut kesepakatan serta hukum yang berlaku. Semua stakeholder harusnya
mendapat kesetaraan perlakuan dalam perbankan. Bank secara tegas dilarang melakukan berbagai praktik tercela seperti kolusi dan nepotisme. Salah satu stakeholder
yang berperan besar dalam perbankan adalah dewan komisaris.
Dewan komisaris
yaitu bagian dari industri yang berfungsi menjalankan tugas mengawasi, baik dalam hal
umum maupun tertentu berlandaskan pada anggaran dasar. Dewan komisaris juga berfungsi dalam memberi saran dan menasehati dewan direksi berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Tata Tertib Dewan Komisaris berisi tentang tugas, wewenang dan kewajiban dewan komisaris, organ pendukung dewan komisaris, dan rapat dewan komisaris. Pembagian tugas Dewan Komisaris diatur dalam Keputusan Dewan Komisaris
No.KEP-03/DK-DR/VIII/2018 tanggal 8 Agustus 2018. Namun seperti yang telah diketahui bahwa dewan komisaris mempunyai latar belakang berbeda antara satu dengan yang lain seperti usia, gender dan tingkat pendidikan.
Mannheim (1941) mengungkapkan umur seorang dewan komisaris seringkali dipakai dalam menggambarkan profesionalisme individu. Keberagaman umur dalam dewan komisaris meningkatkan portal jaringan perbankan terhadap berbagai sumber daya sesuai kebutuhan,
namun dapat menimbulkan permasalahan komunikasi dalam ruang lingkup komisaris.
Keberagaman usia dewan komisaris akan menimbulkan dampak dalam proses pengawasan. Apabila semakin tinggi keberagaman umur pada dewan komisaris, maka akan meningkatkan
keberagaman pemikiran dalam cakupan dewan, dan kedepannya akan semakin beragam pola pikir yang dijadikan landasan dalam monitoring evaluasi perusahaan perbankan. Contoh penelitian mengenai dampak keberagaman umur dewan komisaris dikerjakan oleh Talavera et al., (2018) dengan objek penelitian
beberapa usaha di bidang keuangan wilayah Tiongkok. Terdapat hipotesis yang menyatakan dukungan dalam hal keberagaman umur dewan komisaris mengakibatkan turunnya profit perusahaan perbankan.
Sementara itu, bagi Herrmann & Datta (2005), umur seseorang mampu dianggap sebagai jaminan dalam segi pengalaman
serta metode pengambilan risiko. Hambrick & Mason (1984) mengungkapkan bahwa manajer muda memiliki
kecenderungan menerapkan
strategi berisiko, namun terdapat kemungkinan peningkatan lebih cepat daripada industri lain yang usia manajernya lebih tua. Hal ini disebabkan
karena manajer yang lebih tua memiliki
kecenderungan menghindari risiko (Barker & Mueller, 2002). Manajer muda rata-rata lebih terbuka dan memiliki kemampuan lebih dalam memproses
ide-ide baru, kurang menerima apabila terjadi kekosongan kekuasaan, serta menyukai tantangan (Cheng et al., 2010).
Akan tetapi
bukti penelitian Kusumastuti et al., (2008) menunjukkn bahwa variabel usia anggota
dewan (AGE) tidak memiliki pengaruh pada nilai perusahaan. Penyebabnya dilihat dari semakin
tua usia seseorang semakin bertambah masalah dalam bidang kesehatan
yang akan berdampak turunnya kinerja. Terdapat beberapa kejadian pada wilayah Indonesia dimana
pengangkatan dewan komisaris
bukan menurut kompetensi seseorang, namun merupakan wujud penghormatan atau penghargaan kepada pihak tertentu.
Sehingga dapat disimpulkan pengangkatan dewan komisaris di Indonesia kurang memandang profesionalisme serta kemampuan orang tersebut (Surya et al., 2006).
Selanjutnya terkait gender pada lingkungan
dewan komisaris. Fokus diversitas gender ialah keberadaan wanita sebagai dewan komisaris. Diskriminasi dalam pekerjaan sering terjadi pada kaum wanita. Sulitnya wanita dalam mendapatkan
jabatan dewan komisaris dan
direksi disebabkan karena terdapat berbagai hambatan, yang mengakibatkan hal tersebut merupakan kehormatan bagi wanita (Krishnan & Park, 2005). Menurut Darmadi (2011) dalam dua puluh tahun terakhir diversitas gender dewan direksi
telah menarik minat beberapa peneliti. Terdapat pendapat yang menyatakan bahwa laki-laki lebih layak menempati
jabatan yang lebih tinggi menjadi salah satu penyebab kurangnya
pejabat wanita dalam posisi yang lebih tinggi pada pekerjaan. Pria dinilai mempunyai kompetensi lebih tinggi dibanding wanita dalam tingkatan
kepandaian. Terdapat pendapat lainnya bahwa keberhasilan wanita dinilai hanya karena faktor
keberuntungan semata. Pendapat-pendapat tersebut dapat dipatahkan karena banyak wanita
dalam menjalankan pekerjaanya lebih mampu bersikap hati-hati, lebih menjauhi risiko, serta tingkat kecermatan
lebih tinggi dibanding laki-laki (Rismawati, 2019).
Menurut Kusumastuti et al., (2008) wanita lebih berhati-hati
saat memilih tindakan, sehingga posisi perempuan pada jajaran dewan komisaris serta direksi perusahaan
dinilai mampu memberikan dampak dalam pemilihan tindakan dengan baik disertai risiko
yang minim bagi perusahaan.
Selain itu menurut Singh & Vinnicombe (2004) direktur wanita mempunyai pemahaman lebih terhadap segmen pasar perusahaan dibanding pria, sehingga dapat meningkatkan kualitas dalam proses pemilihan keputusan pada perusahaan.
Rata-rata wanita mempunyai pola pikir yang lebih terperinci dalam analisis pemilihan keputusan. Beberapa contoh kegiatan yang sering dilakukan yaitu menganalisis beberapa masalah sebelum mengambil tindakan serta mengelola tindakan yang telah diambil, sehingga melahirkan alternatif penyelesaian yang lebih mendetail. Terdapat banyak penelitian yang tertarik kepada dampak positif dewan wanita pada pengaruh kinerja dan nilai perusahaan secara empiris. Carter et al., (2003) dan Campbell & Mínguez-Vera (2008) mengemukakan bahwa diversitas gender pada anggota
dewan memberikan pengaruh positif pada nilai perusahaan.
Selanjutnya
pada diversitas pendidikan.
Pendidikan berdampak pada kinerja
perusahaan dimana akan berdampak pada nilai perusahaan. Pendidikan merupakan langkah persiapan dalam bekerja berupa kegiatan mendidik dan berguna untuk bekal
dasar dalam pekerjaan. Terdapat tiga kategori jenjang
pendidikan, yaitu rendah (SD), sedang (SLTP dan
SLTA), dan tinggi (S1 keatas).
Latar belakang pendidikan tinggi sering ditemui pada anggota dewan komisaris.
Pendidikan tingkat universitas dinilai
mampu membantu seseorang dalam perkembangan karirnya, dimana semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan memiliki jenjang
karir lebih baik.
Anderson et al., (2011) mengemukakan diversitas tingkat pendidikan komisaris maupun direktur akan memberi
dampak positif terhadap nilai perusahaan. Mereka berpendapat pendidikan yang berbeda-beda memberi manfaat lebih untuk
badan usaha, sebab direktur maupun komisaris yang memiliki tingkat pendidikan yang berbeda berusaha saling menunjang saat memberikan saran dan mengawasi manajer tertinggi hingga nilai perusahaan meningkat.
Disisi
lain Kusumastuti et al., (2008) mengungkapkan, meski tidak merupakan kewajiban bagi seseorang yang akan terjun ke dalam
dunia bisnis untuk mempunyai latar pendidikan di bidang ekonomi bisnis atau manajemen bisnis, namun bila
anggota dewan menguasai dasar serta latar
pendidikan manajemen bisnis dan/atau ekonomi bisnis dinilai lebih baik.
Diharapkan anggota dewan mendapatkan kompetensi lebih dalam pengelolaan
bisnis serta pengambilan keputusan daripada tidak memilikinya sama sekali. Hal inilah yang akan memberi dampak
pada kinerja perusahaan.
Berkaca dari uraian-uraian tersebut, bisa dinilai dimana ukuran keberagaman menurut umur, gender dan pendidikan dewan komisaris serta hubungannya dengan kinerja perusahaan memiliki gap atau perbedaan pendapat pada tiap penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Selain dari literatur,
ada pula stigma masyarakat dimana umur, gender dan latar belakang pendidikan menjadi tolak ukur penilaian
seseorang dalam berprofesi. Terutama terkait isu gender di
Indonesia yang masih kental
dengan budaya patriarki, dimana wanita dianggap lebih cocok untuk
tidak bekerja dan lebih baik mengurus
rumah saja.
GCG dalam hubungannya dengan fenomena diversitas dewan komisaris ini merujuk
pada prinsip kewajaran (fairness).
Rismawati (2019) menyampaikan bahwa sudah semestinya bagi perusahaan untuk memberikan tindakan yang setara bagi seluruh stakeholder yang
selaras dengan fungsi dan perannya, serta memberi kesempatan
yang sama dalam penerimaan karyawan, berkarir dan menjalankan kewajiban tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, gender, dan
kondisi fisik. Maka penulis berminat
mengetahui lebih lanjut dampak dari
keberagaman umur, gender
dan pendidikan dewan komisaris
pada kinerja perusahaan perbankan berdasarkan prinsip kelima dari GCG yaitu kesetaraan (fairness).
Perusahaan yang bergerak
di bidang perbankan menjadi objek penelitian
sebab perusahaan tersebut dinilai memiliki ciri yang berbeda dengan perusahaan lainnya. Perusahaan perbankan memiliki aturan serta ketentuan
yang lebih ketat pengawasannya bila dibandingkan dengan perusahaan sektor lain. Dengan alasan tersebut,
usaha menjalankan Good
Corporate Governance (GCG) dinilai berperan besar dalam setiap transaksi
perbankan.
Metode
Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi linear berganda dengan menggunakan aplikasi SPSS. Menurut Sujarweni & Endrayanto (2012:13) pengertian populasi yaitu daerah untuk
menggeneralisasi objek atau subjek dengan
karakteristik tertentu serta kualitas yang dipilih dalam penelitian
yang akan menjadi bahan pembelajaran dan diambil kesimpulan. Disini peneliti mengambil perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia dari tahun 2017-2021. Penelitian ini memakai sampel
dengan teknik purposive
sampling. Alasannya adalah peneliti menentukan sendiri dalam pengambilan
sampel, dan pengambilannya didasarkan pada penilaian yang sesuai dengan karakter
penelitian. Adapun kriteria
yang ditentukan adalah perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI pada tahun
2017-2021; perusahaan perbankan
yang mempublikasi laporan tahunan di BEI tahun 2017-2021;
dan perusahaan perbankan
yang mempunyai laporan keuangan yang berakhir pada 31 Desember di BEI tahun 2017-2021. Maka dari 223 perusahaan
perbankan yang terdaftar di
BEI, didapatkanlah 193 perusahaan
yang memenuhi kriteria sampel.
Sugiyono (2017:39) menyampaikan
bahwasannya variabel independen merupakan variabel yang menjadi penyebab adanya
perubahan/ pengaruh, sehingga memicu munculnya variabel dependen. Variabel
independen disini adalah diversitas usia, gender dan latar belakang
pendidikan dewan komisaris. Mengacu pada penelitian Suhardjanto et al., (2017),
diversitas umur diproksikan dengan variabel dummy. Perusahaan yang
mempunyai dewan komisaris berusia lebih dari 60 tahun diberikan nilai 1, lalu
perusahaan yang tidak mempunyai dewan komisaris berusia lebih dari 60 tahun
diberi nilai 0. Kemudian untuk diversitas gender diproksikan dengan variabel
dummy. Jika terdapat wanita dalam jajaran dewan komisaris, perusahaan
diberikan nilai 1. Sebaliknya perusahaan yang tidak memiliki dewan komisaris
wanita akan diberikan nilai 0. Pengukuran ini mengacu pada penelitian Sri & Lisaime (2018). Terakhir
untuk diversitas latar belakang pendidikan diproksikan dengan variabel dummy,
dimana perusahaan yang mempunyai dewan komisaris berlatar pendidikan ekonomi
dan bisnis akan mendapatkan nilai 1, dan perusahaan yang tidak memiliki dewan
komisaris berlatar pendidikan ekonomi dan bisnis diberikan nilai 0. Indikator
ini mengacu pada penelitian Saud et al., (2019).
Selanjutnya menurut Sugiyono (2017:39),
variabel dependen ialah variabel yang mendapatkan pengaruh dari variabel bebas.
Variabel dependen disini ialah kinerja perbankan. Attar et al., (2014) mengungkapkan
ROA adalah perbandingan persentase yang dipakai dalam menilai kapabilitas
manajemen untuk mendapatkan laba menggunakan semua total aset milik perusahaan.
ROA dapat menilai tingkat efektivitas perusahaan dalam menentukan penerimaan
dari investasi awal yang menghasilkan aset. Permata et al., (2012) menyatakan
bahwa perhitungan dalam menilai ROA memakai rumus seperti berikut:
ROA = (Net Income atau Earning After
Tax)/(Total Asset)
Hasil dan Pembahasan
Terdapat beberapa
uji prasyarat yang
harus dilakukan sebelum
melakukan analisis regresi linier
berganda. Berikut beberapa uji prasyarat yang harus dilakukan yaitu:
Uji Normalitas
Uji ini dilakukan agar mengetahui adanya
distribusi normal pada model regresi dari variabel bebas dan variabel terikat (Ghozali, 2016). Jika
data merapat serta searah pada garis diagonal, maka regresi dinilai sesuai
dengan asumsi normalitas.
Gambar 1
Grafik P-Plot
Pada gambar yang tertera, data yang tersebar merapat dan searah dengan garis diagonal. Maka diperoleh kesimpulan bahwa data terdistribusi normal. Selain itu, uji normalitas juga dapat dilaksanakan dengan metode Kolmogorov-smirnov.
Dinyatakan menyebar secara normal ketika signifikansi Kolmogorov-smirnov
menunjukan angka lebih dari 0,05.
Tabel 1
Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov
Kolmogorov-Smirnov
Z |
Asymp.
Sig. (2-tailed) |
Keterangan |
1.241 |
0.092 |
Residual berdistribusi
normal |
Dari tabel yang tertera hasil nilai
Kolmogorov-smirnov sebesar
1,241 dengan signifikansi
0,092. Dengan hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa data terdistribusi normal.
Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas memperlihatkan terdapat hubungan linier yang pasti/sempurna antar variabel, yang berfungsi dalam mengetahui adanya multikolinearitas pada
model regresi yang mampu diamati pada nilai tolerance
dan Variance Inflation factor (VIF). Jika nilai
tolerance > 0,1 dan VIF < 10, maka multikolinearitas tidak terjadi. Adapun hasil pengujian multikolinearitas:
Tabel 2
Hasil Uji Multikolinearitas
Variabel |
Tolerance |
VIF |
Keterangan |
AGE |
0. 996 |
1.004 |
Bebas Multikolinearitas |
GENDER |
0.971 |
1.030 |
Bebas Multikolinearitas |
EDU |
0.968 |
1.033 |
Bebas Multikolinearitas |
Tabel 2
menunjukkan hasil multikolinearitas dimana variabel usia (AGE), gender
(GENDER), dan pendidikan (EDU) menunjukkan
nilai tolarance >
0,1 dan VIF < 10. Maka multikolinearitas
tidak terjadi pada variabel independen yang diujikan.
Uji Heteroskedastisitas
Pengujian gejala heterokedasitisitas dibuat agar memahami apakah terdapat korelasi antara variabel pengganggu dan variabel bebasnya. Heterokedasitisitas bisa diidentifikasi dengan grafik plot (scatterplot). Bila tidak
berpola tertentu, maka uji regresi tidak terdampak asumsi heterokedasitisitas. Hasil
pengujian tersebut pada studi ini diketahui
sebagai berikut:
Gambar 2
Diagram Scatterplot
Pada Gambar 2, scatterplot memperlihatkan
titik yang tersebar dan tidak berkumpul membuat pola spesifik.
Maka dapat dinyatakan bahwa menurut pengujian tersebut, model regresi terbebas dari gejala
heteroskedastisitas.
Priyatno
(2014,108) menyatakan terdapat
cara lain untuk melaksanakan uji heteroskedastisitas
yaitu dengan uji spearman’s
rho. Uji tersebut
menilai tingkat signifikan 0,05 dengan uji 2 sisi. Bila diperoleh nilai lebih dari
0,05, maka tidak terdapat masalah heteroskedastisitas.
Tabel 3
Hasil Uji Spearman’s rho
Unstandardized
Residual |
|||
Spearman’s rho |
Unstandardized Residual |
Correlation Coefficient |
1.000 |
Sig. (2-tailed) |
. |
||
N |
193 |
||
AGE |
Correlation Coefficient |
0.005 |
|
Sig. (2-tailed) |
0.941 |
||
N |
193 |
||
GENDER |
Correlation Coefficient |
0.072 |
|
Sig. (2-tailed) |
0.317 |
||
N |
193 |
||
EDU |
Correlation Coefficient |
-0.028 |
|
Sig. (2-tailed) |
0.698 |
||
N |
193 |
pada Tabel 3 variabel
AGE, GENDER dan EDU menunjukkan signifikan
yang lebih tinggi dari 0,05. Maka disimpulkan bahwa tidak terdapat masalah heteroskedastisitas.
Uji Autokorelasi
Uji autokolerasi dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan kesalahan pengganggu pada periode-t dengan kesalahan pada periode sebelumnya (t-1). Agar memperoleh hasil, metode yg digunakan
adalah uji Durbin Watson. Pengujian
dinyatakan bebas autokolerasi bila nilai diantara -2 sampai +2.
Tabel 4
Hasil Uji Autokorelasi
Model |
D-w |
Keterangan |
1 |
1.152a |
Bebas
Autokorelasi |
Pada Tabel 4, regresi
menunjukkan nilai 1,152a
yang berarti nilai Durbin-Watson
masih termasuk pada rentang daerah bebas autokolerasi.
Hasil Uji Hipotesis
Hasil pengujian dampak
variabel indepeden yang adalah usia (AGE), gender (GENDER),
dan pendidikan (EDU) terhadap
variabel kinerja perbankan dengan menggunakan rumus dechow dan dichev yaitu:
Tabel 5
Hasil Analisis Regresi Berganda
Variabel
Independen |
Model
Regresi |
|||
Koefisien |
T |
Sig. |
Kesimpulan |
|
(constan) |
-0.096 |
-0.189 |
0.850 |
|
AGE |
0.724 |
2.846 |
0.005 |
Signifikan |
GENDER |
-0.308 |
-2.030 |
0.044 |
Signifikan |
EDU |
-0.363 |
0.843 |
0.400 |
Tidak
Signifikan |
Adjusted R2 |
0.074 |
|||
F Statistic |
5.003 |
|||
F Sig |
0.002b |
Pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial dapat digambarkan
melalui pengujian hipotesis. Dari hasil peninjauan, didapati bahwa usia (AGE) berpengaruh positif terhadap ROA. Hal ini dapat terlihat dari nilai t sebesar
2,846 dengan nilai signifikansi yaitu 0,005 dimana nilai tersebut
kurang dari dari 0,05. Selanjutnya dari hasil yang ada, ditemukan bahwa gender (GENDER) berpengaruh
negatif terhadap ROA. Terlihat dari nilai
t sebesar -2,030 dengan nilai signifikansi yaitu 0,044 dimana nilai tersebut kurang dari dari
0,05. Terakhir dari hasil yang tertera, ditemukan bahwa pendidikan (EDU) tidak berpengaruh terhadap ROA. Terlihat dari nilai
t sebesar 0,843 dengan nilai signifikansi yaitu 0,400 dimana nilai tersebut lebih besar dari
0,05.
Pembahasan
Pengaruh Usia Dewan Komisaris Terhadap Kinerja Perusahaan
Penelitian ini membuktikan diversitas usia (AGE) tidak berpengaruh terhadap kinerja perbankan. Usia berkaitan dengan pengalaman hidup seseorang yang nantinya akan mempengaruhi pada saat mengambil sebuah keputusan. hasil ini memberikan
dukungan dari pendapat yang menyatakan bahwa umur seseorang
mampu dianggap sebagai jaminan dalam segi pengalaman
serta metode pengambilan risiko (Herrmann & Datta, 2005). Hasil ini sejalan dengan
penelitian milik Wisesa (2019) yang menemukan bahwa diversitas usia dewan komisaris berpengaruh positif pada kinerja perbankan, begitu pula hasil yang ditemukan oleh Ararat et al., (2010).
Backes-Gellner & Veen (2011) yang meneliti tentang keberagaman usia dalam perusahaan dengan menggunakan pendekatan kualitatif menemukan adanya tantangan bagi perusahaan untuk mempertahankan penuaan populasi dari tenaga
kerja yang menghambat kinerja. Namun hal ini dapat
diselesaikan dengan adanya diversitas usia yang memungkinkan adanya bantuan fisik serta transfer ilmu antara tenaga
kerja muda dan tua. Penelitian ini juga secara empiris menemukan bahwa diversitas usia berpengaruh positif pada kinerja perusahaan. Hal tersebut berkaitan dengan lingkungan kerja yang inklusif serta konsentrasi pada kesejahteraan karyawan.
Pengaruh Gender
Dewan Komisaris Terhadap
Kinerja Perusahaan
Dari penelitian ini didapatkan hasil yaitu diversitas
gender (GENDER) berdampak pada kinerja perbankan. Pengaruh yang diberikan ialah signifikan negatif, diperkirakan merupakan akibat dari wanita yang cenderung menghindari resiko, hingga menyebabkan rendahnya kehadiran wanita dalam beberapa posisi di banding pria (Charness & Gneezy, 2011). Wanita yang
lemah dan tak dapat memimpin merupakan stigma besar yang mengakar kuat dalam
pola pikir masyarakat Indonesia bahkan dunia
internasional. Stigma ini tentunya sedikit banyak mempengaruhi performa wanita yang menjadi tertekan dan merasa tidak memiliki
kekuatan untuk memimpin atau memberikan
arahan. Yang mengakibatkan semakin tinggi jumlah wanita dalam
dewan komisaris, semakin menurun pula kinerja perusahaan tersebut.
Keluarga merupakan tempat tempat belajar yang paling dini dan paling berpengaruh dalam pembentukkan sudut pandang dan pola pikir seseorang,
yang kemudian merembet menjadi stigma dalam masyarakat. Menurut Aini (2018), Indonesia sendiri menganut sistem kekerabatan patrilineal dimana kendali atas penghasilan, kepemilikan barang serta pengambilan keputusan didominasi oleh ayah sebagai kepala keluarga dalam rumah tangga. Hal ini tentunya memiliki
dampak pada dewan komisaris
yang memiliki tugas untuk mengawasi struktur organisasi. Wanita cenderung tidak tegas dan emosional dalam mengambil keputusan sehingga secara tidak langsung
berdampak pada tanggung jawab seorang dewan komisaris. Disamping itu wanita juga memiliki lebih dari satu yaitu
peran ganda sebagai ibu dan wanita karir yang membuat fokusnya terbagi.
Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilaksanakan oleh
Adams & Ferreira (2009) serta Darmadi (2011), bahwa diversitas gender berdampak negatif pada kinerja perusahaan. Selanjutnya, argumen lain menunjukkan bahwa lebih besar keragaman
gender mampu memberikan
kerugian pada perbankan. Konflik dapat tercipta
seiring bertambahnya keragaman gender (Joshi et al., 2006).
Pengaruh
Pendidikan Dewan Komisaris Terhadap
Kinerja Perusahaan
Penelitian menunjukkan diversitas pendidikan (EDU) tidak berdampak pada kinerja perbankan. Semakin berkembangnya teknologi membuat manusia dewasa ini sangat mudah mengakses informasi, ilmu dan pembelajaran lewat media internet.
Maka dari itu wajar jika
pendidikan dari dewan komisaris tidak mempunyai dampak pada kinerja perbankan.
Hasil temuan ini sesuai dengan
hasil dari Prasetyo & Dewayanto (2019) yang mengatakan bahwa variabel pendidikan dewan komisaris tidak berdampak pada kinerja perusahaan. Ini juga sejalan dengan penelitian Darmadi (2013) yang hasilnya ialah pendidikan dewan komisaris tidak berdampak terhadap kinerja perusahaan. Tingkatan pendidikan dewan komisaris bukanlah satu-satunya yang memberikan dampak pada kinerja perbankan. Di era dimana kecanggihan teknologi semakin maju dari hari
ke hari dapat
memudahkan siapa saja untuk dapat
mengakses materi pembelajaran secara fleksibel tanpa perlu menempuh pendidikan formal. Maka siapapun memiliki kesempatan untuk memiliki keahlian dengan mempelajari hal baru secara
otodidak. Disamping itu keahlian tentang
pengelolaan keuangan pada berbagai posisi di perusahaan tentu tak lepas dari
pengalaman dilapangan yang belum tentu didapatkan
ketika menempuh pendidikan formal.
Hal yang perlu diingat bahwa pendidikan
formal seringkali menekankan
kemampuan seseorang untuk mengembangkan hard skill-nya saja. Sedangkan,
Harvard University, Carnegie Foundation dan Stanford Research Center, Amerika Serikat, menemukan bahwasannya soft
skill seseorang memiliki
peran penting yaitu sebesar 85% dalam pencapaian karir seseorang. Dan sisanya yaitu sebesar
15% mengandalkan hard skill. Maka bagaimana seorang dewan komisaris akan membantu dalam peningkatan kinerja perusahaan tidak dapat dinilai dari
pendidikan formalnya saja, namun tetap
mempertimbangkan faktor lainnya.
Kesimpulan
Pada penelitian ini, peneliti
melaksanakan uji regresi linear berganda dengan menggunakan metode dummy.
Hasilnya, dewan komisaris yang berusia lebih dari 60 tahun memiliki pengaruh
positif pada kinerja perbankan. Kemudian untuk dewan komisaris yang memiliki
latar belakang ekonomi dan bisnis tidak memberikan pengaruh pada kinerja
perusahaan. Akhirnya, untuk perusahaan yang memiliki dewan komisaris wanita
mempunyai pengaruh negatif bagi perusahaan perbankan dikarenakan tingkat
emosional yang cenderung tidak stabil, serta pandangan masyarakat kepada wanita
yang bekerja, mengakibatkan wanita sulit memberikan kinerja yang maksimal
ketika menjalankan tugasnya yang dalam konteks ini adalah sebagai dewan
komisaris.
Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini yaitu sampel
yang terbatas pada perbankan
yang terdaftar di BEI, dikarenakan
ketersediaan informasi dari dewan komisaris dan laporan keuangan. Laporan keuangan sendiri hanya memberikan
informasi kinerja keuangan perusahaan pada periode tertentu, sehingga perhatian pada strategi bisnis, reputasi dan faktor non-keuangan lainnya dapat dipertimbangkan
untuk meningkatkan pemahaman pada kinerja perusahaan. Selain itu, dengan meneliti
diversitas usia, gender dan
latar belakang pendidikan dewan komisaris, penelitian ini hanya menunjukkan nilai Adjusted R2 sebesar 0,055 atau 5,5% yang berarti masih terdapat 0,945 atau 9,45% faktor lain yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini, sehingga perlu
adanya penambahan variabel yang sesuai seperti masa jabatan dan struktur kepemilikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Adams, R., & Ferreira, D. (2009).
Women in the Boardroom and Their Impact on Governance and Performance. Journal
of Financial Economics, 94(2), 291–309.
https://doi.org/10.1016/j.jfineco.2008.10.007
Aini, S. (2018). Pengaruh Karakteristik
Dewan Komisaris dan Direksi Terhadap Pengungkapan Intellectual Capital. 45(July),
1–7.
Anderson, R. C., Reeb, D. M.,
Upadhyay, A., & Zhao, W. (2011). The Economics of Director Heterogeneity. Financial
Management, 40(1), 5–38. http://www.jstor.org/stable/41237895
Ararat, M., Aksu, M., & Cetin, A.
T. (2010). The Impact of Board Diversity on Boards’ Monitoring Intensity and
Firm Performance: Evidence from the Istanbul Stock Exchange. INTL: MNE
Functions (Topic).
Attar, D., Islahuddin, & Shabri.,
M. (2014). Pengaruh Penerapan Manajemen Risiko Terhadap Kinerja Keuangan
Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Backes-Gellner, U., & Veen, S.
(2011). The Impact of Aging and Age Diversity on Company Performance. SSRN
Electronic Journal, 1–35. https://doi.org/10.2139/ssrn.1346895
Barker, V. L., & Mueller, G. C.
(2002). CEO Characteristics and Firm R&D Spending. Management Science,
48(6), 782–801.
https://econpapers.repec.org/RePEc:inm:ormnsc:v:48:y:2002:i:6:p:782-801
Campbell, K., & Mínguez-Vera, A.
(2008). Gender Diversity in the Boardroom and Firm Financial Performance. Journal
of Business Ethics, 83(3), 435–451.
https://doi.org/10.1007/S10551-007-9630-Y
Carter, D. A., Simkins, B. J., &
Simpson, W. G. (2003). Corporate Governance, Board Diversity, and Firm Value. Financial
Review, 38(1), 33–53. https://doi.org/10.1111/1540-6288.00034
Charness, G., & Gneezy, U.
(2011). Strong Evidence for Gender Differences in Investment. SSRN
Electronic Journal. https://doi.org/10.2139/ssrn.648735
Cheng, L. T. W., Chan, R. Y. K.,
& Leung, T. Y. (2010). Management Demography and Corporate Performance:
Evidence from China. International Business Review, 19(3), 261–275.
https://econpapers.repec.org/RePEc:eee:iburev:v:19:y:2010:i:3:p:261-275
Darmadi, S. (2011). Board Diversity
and Firm Performance: The Indonesian Evidence. Corporate Ownership and
Control, 9(1 F), 524–539. https://doi.org/10.22495/cocv8i2c4p4
Darmadi, S. (2013). Board Members’
Education and Firm Performance: Evidence from a Developing Economy. International
Journal of Commerce and Management, 23(2), 113–135.
https://doi.org/10.1108/10569211311324911
Ghozali, H. I. (2016). Aplikasi
Analisis Multivariete dengan Program IBM SPSS 23. In International Journal
of Physiology. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Hambrick, D. C., & Mason, P. A.
(1984). Upper Echelons: The Organization as a Reflection of Its Top Managers. Academy
of Management Review, 9, 193–206.
Herrmann, P., & Datta, D. K.
(2005). Relationships between Top Management Team Characteristics and International
Diversification: an Empirical Investigation*. British Journal of Management,
16(1), 69–78. https://doi.org/10.1111/J.1467-8551.2005.00429.X
Joshi, A., Liao, H., & Jackson,
S. E. (2006). Cross-Level Effects of Workplace Diversity on Sales Performance
and Pay. Academy of Management Journal, 49(3), 459–481.
https://doi.org/10.5465/AMJ.2006.21794664
Krishnan, H., & Park, D. (2005).
A Few Good Women—On Top Management Teams. Journal of Business Research, 58,
1712–1720. https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2004.09.003
Kusumastuti, S., Supatmi, S., &
Sastra, P. (2008). Pengaruh Board Diversity Terhadap Nilai Perusahaan dalam
Perspektif Corporate Governance.
Mannheim, K. (1941). Man and Society
in an Age of Reconstruction: Studies in Modern Social Structure. By Karl
Mannheim. Philosophy, 16(62), 217–218.
https://doi.org/10.1017/S0031819100002424
Permata, D. N. I., Kusumawati, F.,
& Suryawati, R. F. (2012). Pengaruh penerapan good corporate governance
terhadap kinerja keuangan perusahaan. InFestasi, 8(2), 171–178.
Prasetyo, D., & Dewayanto, T.
(2019). Pengaruh Karakteristik Dewan Komisaris Terhadap Kinerja Perusahaan (
Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur periode 2013-2015 ). Diponegoro
Journal of Accounting, 8(2), 1–10.
Rismawati, E. (2019). Pengaruh
Diversitas Dewan Direksi Terhadap Nilai Perusahaan Yang Terdaftar di Brusa Efek
Indonesia (Studi Empiris pada Perusahaan Keluarga yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) Periode 2015-2017).
Saud, I. M., Ashar, B., &
Nugraheni, P. (2019). Analisis Pengungkapan Internet Financial Reporting
Perusahaan Asuransi-Perbankan Syariah Di Indonesia-Malaysia. Media Riset
Akuntansi, Auditing & Informasi, 19(1), 35–52.
https://doi.org/10.25105/mraai.v19i1.3011
Singh, V., & Vinnicombe, S.
(2004). Why So Few Women Directors in Top UK Boardrooms? Evidence and
Theoretical Explanations. Corporate Governance: An International Review,
12(4), 479–488. https://doi.org/10.1111/J.1467-8683.2004.00388.X
Sri, D., & Lisaime. (2018). Analisis
Pengaruh Diversitas Gender, Kepemilikan Institusional, dan Ukuran Perusahaan
terhadap Kinerja Keuangan. Jurnal Keuangan Dan Bisnis.
Sugiyono. (2017). Metode
penelitian bisnis: pendekatan kuantatif, kualitatif, kombinasi, dan R&D/
Sugiyono; editor, Sofia Yustiyani Suryandari | OPAC Perpustakaan Nasional RI.
Bandung: Alfabeta. https://opac.perpusnas.go.id/DetailOpac.aspx?id=1084409
Suhardjanto, D., Alwiyah, Utami, M.
E., & Syafruddin, M. (2017). Board of Commissioners Diversity and Financial
Performance: A Comparative Study of Listed Mining Industry in Indonesia and
Pakistan. Review of Integrative Business and Economics Research, 6(1),
131–142. http://buscompress.com/journal-home.html
Sujarweni, V., & Endrayanto, P.
(2012). Statistika untuk Penelitian.
Surya, I., Yustiavandana, I., &
Nefi, A. (2006). Penerapan Good Corporate Governance: Mengesampingkan
Hak-hak Istimewa Demi Kelangsungan Usaha. Kencana, diterbitkan atas kerja
sama dengan Lembaga Kajian Pasar Modal dan Keuangan, Fakultas Hukum, Universitas
Indonesia. https://books.google.co.id/books?id=NMmtHwJCozIC
Talavera, O., Yin, S., & Zhang,
M. (2018). Age Diversity, Directors’ Personal Values, and Bank Performance. International
Review of Financial Analysis, 55, 60–79. https://doi.org/10.1016/J.IRFA.2017.10.007
Wisesa, A. (2019). Diversitas Usia
Dewan Komisaris, Profitabilitas, dan Pengambilan Risiko Bank.