PENGARUH SOLVABILITAS TERHADAP HARGA SAHAM DENGAN EARNING PER SHARE (EPS) SEBAGAI VARIABEL MODERASI PADA INDEKS PEFINDO 25

 

Robbi Hidayat1, Akhmadi2

Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

                                                 5551200157@untirta.ac.id

 

Abstract :

This study aims to determine and analyze the effect of Debt to Asset Ratio on Stock Price with Earnings per Share as a moderating variable. The object of this study is the pefindo25 index sector listed on the Indonesia Stock Exchange for the 2017-2021 period. The data used in this study is secondary data sourced from statistical reports and financial statements on the Indonesia Stock Exchange (IDX). The population in this study is an index listed on the Indonesia Stock Exchange (IDX) in 2017-2021. The sample was taken pefindo25 index consisting of 25 companies, with purposive sampling technique. The research was conducted with a quantitative descriptive approach, and the analysis technique used to analyze the data was Moderated Regression Analysis (MRA). The results showed that Debt to Asset Ratio has no effect on Stock Price and Earnings Per Share cannot moderate the effect of Debt to Asset Ratio on Stock Price.

 

Keywords : debt to asset ratio; earning per share; stock price.

 

Abstrak :

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis Pengaruh dari Debt to Asset Ratio terhadap Harga Saham dengan Earning per Share sebagai variabel moderating. Objek penelitian ini adalah sektor indeks pefindo25 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2017-2021. Data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu data sekunder yang bersumber dari laporan statistik dan laporan keuangan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Populasi dalam penelitian ini indeks yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2017- 2021. Sampel yang diambil indeks pefindo25 yang terdiri dari 25 perusahaan, dengan teknik purposive sampling. Penelitian dilakukan dengan pendekatan deskriptif kuantitatif, dan teknik analisis yang digunakan untuk menganalisis data adalah Moderated Regression Analysis (MRA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Debt to Asset Ratio tidak berpengaruh terhadap Harga Saham dan Earning Per Share tidak dapat memoderasi pengaruh Debt to Asset Ratio terhadap Harga Saham.

 

Kata Kunci : debt to asset ratio; earning per share; harga saham.

 

Pendahuluan

Setiap negara di dunia memiliki pasar modal. Pasar modal merupakan sarana investasi untuk mempercepat pembangunan sebuah negara. Pasar modal berperan penting dalam perekonomian suatu negara. Ini disebabkan pasar modal dapat dijadikan alternatif untuk memperoleh sumber daya keuangan baik melalui penjualan saham maupun penerbitan obligasi (Budiansyah, 2023).

Harga saham dipengaruhi oleh transaksi jual beli saham perusahaan di pasar modal. Menurut (Artha, Achsani, & Sasongko, 2014) harga saham merefleksikan seberapa besar kekuatan permintaan dibandingkan kekuatan penawaran terhadap suatu saham. Ini berarti semakin banyak investor yang ingin menjual saham sementara banyaknya investor yang ingin membeli saham tetap maka harga saham akan turun dan begitu sebaliknya. Di bawah ini, merupakan trend harga saham indeks pefindo25

 

Diagram 1. Diagram Rata-Rata Harga Saham Perusahaan Indeks Pefindo25 2017-2021

Sumber Data Diolah Dari Laporan Keuangan

 

Data di atas menunjukkan pergerakan harga saham indeks pefindo25 yang mengalami fluktuasi selama 5 (lima) tahun terakhir. Pada periode penelitian ini, secara keseluruhan harga saham mengalami naik dan turun dari tahun ke tahun. Pada tahun 2018 mengalami penurunan menjadi 324 dari 340 pada tahun 2017. Kemudian, pada tahun 2018 sampai 2020 mengalami kenaikan menjadi 336 dari 324 di tahun 2018. Pada tahun 2021 kembali mengalami penurunan menjadi 300 dari 336 pada tahun 2020.

Para investor, pada umumnya, membeli saham untuk mendapatkan dividend dan capital gain dari selisih penjualan dengan pembelian saham. Supaya tidak mengalami kerugian, investor harus memantau pergerakan harga saham dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehingga dapat memutuskan apakah akan membeli atau menjual saham. Faktor mendasar yang menyebabkan harga saham berubah, yakni adanya perbedaan persepsi di antara para investor sesuai dengan informasi yang dimiliki. Informasi ini salah satunya, yaitu kinerja keuangan perusahaan umumnya menggunakan rasio-rasio keuangan.

Menurut (Fahmi, 2012) kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat sejauh mana suatu perusahaan telah melaksanakan dengan menggunakan aturan-aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan benar. Menurut (Hanafi & Halim, 2016), rasio keuangan dibagi menjadi lima kategori, yaitu rasio likuiditas, aktivitas, solvabilitas, profitabilitas, dan nilai pasar.

Dari rasio-rasio di atas, penulis memilih rasio solvabilitas. Penulis memilih rasio solvabilitas karena ingin mengetahui pengaruh dari kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka panjang terhadap harga saham. Rasio Solvabilitas, menurut (Fahmi, 2014), merupakan seberapa besar perusahaan dibiayai oleh utang walaupun perusahaan tidak lepas dari utang sebagai modal untuk menjalankan bisnisnya. Namun, rasio solvabilitas menjadi pertimbangan dalam berinvestasi bagi Sebagian investor.

Earning Per Share (EPS) merupakan bentuk laba yang diberikan kepada para pemegang saham dari setiap lembar saham yang dimiliki. Earning Per Share (EPS) bisa menggambarkan pengembalian modal untuk setiap satu lembar saham dan kinerja perusahaan. Earning Per Share merupakan variabel yang sangat perlu dipertimbangkan. Oleh Sebab itu, EPS dalam penelitian ini dapat menjadi variabel moderasi yang memengaruhi solvabilitas terhadap harga saham.

Rasio Solvabilitas merupakan Rasio yang mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka panjangnya. Rasio solvabilitas terdiri dari Debt to Asset Ratio (DAR) dan Debt to Equity Ratio (DER). Penulis memilih Debt to Asset Ratio (DAR), pada rasio ini, sebagai alat ukur dari Rasio Solvabilitas. Alasan penulis memilih indikator Debt to Asset Ratio adalah untuk mengetahui pengaruh dari Debt to Asset Ratio (DAR) perusahaan terhadap harga saham. Rasio ini menunjukkan berapa bagian dari keseluruhan aktiva yang dibelanjai oleh hutang. DAR yang tinggi memberikan signal negatif kepada para investor karena dengan semakin tinggi utang sebuah perusahaan maka kemampuan perusahaan untuk membayar utang semakin sulit sehingga berpotensi terjadinya failit. Hal ini membuat investor tidak mau berinvestasi sehingga permintaan terhadap saham perusahaan sedikit dan berimbas pada penurunan harga saham.

 

Diagram 2. Diagram Rata-Rata DAR Perusahaan Indeks Pefindo25

Sumber : Data diolah dari Laporan Keuangan

 

Data tersebut menunjukkan pergerakan DAR yang menunjukkan pelemahan selama 5 (lima) tahun terakhir. Pada periode penelitian ini, secara keseluruhan DAR terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun, pada tahun 2021 DAR menyentuh ke angka 45%, sedangkan DAR tertinggi menyentuh 50% pada tahun 2017. Akan tetapi, pada tahun 2019 sampai 2020 DAR cenderung stagnan.

Perusahaan yang baik secara keuangan ditunjukkan dengan rasio DAR di bawah angka 1 (satu) ataupun di bawah 100 persen, semakin rendah rasio DAR maka perusahaan tersebut semakin untung. Jika DAR lebih besar dibandingkan dengan jumlah seluruh asset, ini menandakan beban perusahaan terhadap kewajibannya semakin besar.

Debt to Asset Ratio (DAR) yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan sangat bergantung pada utang untuk mendanai kegiatan operasionalnya sehingga beban perusahaan juga meningkat. Kondisi ini tidak disukai investor karena dividen yang diperoleh investor akan menurun. Jadi, penurunan dan kenaikan rasio ini akan berpengaruh terhadap harga saham (Dewi & Rangkuti, 2020).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Sundari, 2021) Solvabilitas memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap harga saham. Selain itu, penelitian yang dilakukan (Ratih, Prihatini, & Saryadi, 2014) Solvabilitas berpengaruh negatif terhadap harga saham. Akan tetapi, (Ratna, 2019) menyatakan bahwa Solvabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham. Selain itu, penelitian (Sari & Santoso, 2017) menyatakan bahwa Solvabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham. Penelitian yang dilakukan juga oleh (Dewi & Rangkuti, 2020) menyatakan Solvabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham. Namun, Penelitian oleh (Mukhsin, 2018) menyatakan bahwa secara parsial Solvabilitas tidak berpengaruh terhadap harga saham Sektor Industri Dasar dan Kimia di Bursa Efek Indonesia Periode 2013-2016. Kemudian, penelitian yang dilakukan oleh (Candra & Wardani, 2021) menyatakan bahwa secara parsial solvabilitas tidak berpengaruh terhadap harga saham pada perusahaan yang terdaftar di LQ45 periode 2014-2018.

Berbagai hasil dalam penelitian dan research gap penelitian sebelumnya terkait rasio solvabilitas terhadap harga saham sudah banyak diteliti. Namun, hasilnya tidak konsisten karena perbedaan jenis bisnis dan karakteristik industri dapat memengaruhi hasil yang tidak konsisten dari penelitian. Oleh sebab itu, Penelitian ini menarik untuk diteliti kembali dan menambahkan variabel EPS (Earning Per Share) sebagai variabel moderasi.

Dengan menggunakan Signaling Theory yang menjelaskan terkait permasalahan tersebut dan adanya perbedaan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya maka peneliti tertarik untuk meneliti hal itu dengan judul “Pengaruh Solvabilitas Terhadap Harga Saham Dengan Earning Per Share Sebagai Variabel Moderasi Pada Indeks Pefindo25 Periode 2017-2021”.

 

Landasan Teori dan Hipotesis Penelitian

Pasar modal, menurut UU No.21 Tahun 2011, merupakan kegiatan yang berkaitan dengan kegiatan perdagangan efek dan kegiatan penawaran umum. Pasar modal menjadi sebuah sarana sektor keuangan di luar perbankan yang diharapkan mampu menjadi sarana untuk memperoleh dana secara murah dan cepat dari investor. Selain itu, investor dapat berinvestasi berupa asset keuangan, seperti pembelian saham, obligasi, dan waran.

Pasar modal mempunyai peran cukup signifikan bagi perekonomian suatu negara. Ini terjadi karena pasar modal dapat dijadikan tempat bertemunya pihak yang memiliki dana lebih (Investor) dan pihak yang membutuhkan dana (Emiten). Pasar modal merupakan indikator kemajuan perekonomian suatu negara dan menunjang perkembangan ekonomi suatu negara yang bersangkutan.

Teori Sinyal menerangkan data tentang kegiatan operasi maupun nonoperasi yang sudah dilakukan manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik. Informasi yang diberikan oleh manajemen perusahaan itu penting karena pengaruhnya terhadap investasi pihak investor kepada perusahaan. laba atau rugi yang diperoleh akan memengaruhi nilai perusahaan dimana nilai perusahaan berkaitan dengan harga saham

Harga saham, menurut Jogiyanto, 2018, merupakan harga suatu saham yang terjadi di pasar bursa pada saat tertentu yang ditentukan oleh pelaku pasar dan ditentukan oleh permintaan atau penawaran saham di pasar modal. Harga saham merefleksikan seberapa besar kekuatan permintaan dibandingkan kekuatan penawaran terhadap suatu saham. Selain itu, menurut Kurnianto, R.K. & Krisnamurthi, B., 2018, harga saham merupakan sebuah nilai pasar dari suatu saham yang merepresentasikan nilai kekayaan sebuah perusahaan.

Indeks PEFINDO25 merupakan indeks harga saham yang mengukur kinerja harga saham dari 25 perusahaan tercatat kecil dan menengah yang mempunyai kinerja keuangan baik dan likuiditas transaksi yang tinggi.

Rasio Solvabilitas, menurut (Hanafi & Halim, 2016), merupakan rasio yang mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka panjangnya. Rasio ini terdiri dari Debt to Asset Ratio (DAR) dan Debt to Equity Ratio (DER) dalam indikator pengukurannya. Pada penelitian ini, indikator yang digunakan berupa Debt to Asset Ratio (DAR). Debt to Asset Ratio, menurut Joel dan Jae, merupakan ukuran yang dipakai dalam menganalisis laporan keuangan untuk memperlihatkan besarnya jaminan yang tersedia untuk kreditur. Ini berarti jika DAR semakin rendah maka meningkatkan laba sehingga semakin besar jaminan kreditur untuk pengembalian atas pinjaman yang diberikan oleh pihak perusahaan (Fahmi, 2012). Adapun rumus menghitungnya sebagai berikut :

Menurut (Kasmir, 2017), Earning Per Share adalah ukuran kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan per lembar saham. Laba yang digunakan merupakan laba bersih setelah pajak. Jika Earning Per Share suatu perusahaan tinggi maka pembagian dividen kepada pemegang saham semakin tinggi. Berikut merupakan rumus perhitungan Earning Per Share

Menurut Brigham & Houston, (2012), teori sinyal merupakan suatu aksi yang dilakukan oleh manajemen perusahaan yang memberikan petunjuk kepada investor tentang bagaimana perusahaan memandang prospek perusahaan. teori ini menjelaskan bahwasannya perusahaan mempunyai dorongan untuk memberikan informasi kepada pihak eksternal karena terdapat informasi asimetri diantara perusahaan dan pihak eksternal. Jika signal dari perusahaan bersifat positif, maka akan memberikan efek positif terhadap eksternal dan sebaliknya.

 

Pengaruh Solvabilitas Terhadap Harga Saham Dengan EPS Sebagai Variabel Moderasi

Berikut merupakan penjelasan mengenai pengaruh Solvabilitas Terhadap Harga Saham Dengan EPS Sebagai Variabel Moderasi :

 

Pengaruh Solvabilitas Terhadap Harga Saham

Rasio Solvabilitas merupakan Rasio yang mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka panjang. Signaling Theory menjelaskan bahwa perusahaan dengan solvabilitas tinggi (DAR) akan memberikan sinyal negatif kepada investor. Ini disebabkan investor beranggapan dengan semakin tinggi utang perusahaan maka kemampuan perusahaan untuk membayar utang semakin sulit sehingga akan berdampak pada pailitnya sebuah perusahaan. Hal itu yang menjadikan investor tidak ingin berinvestasi sehingga permintaan terhadap saham perusahaan tersebut sedikit yang berimbas pada penurunan harga saham dan sebaliknya.

 

Pengaruh Earning Per Share (EPS) Dalam Memoderasi Hubungan Rasio Solvabilitas Terhadap Harga Saham

Earning Per Share (EPS) biasanya digunakan untuk melihat keuntungan dengan dasar saham. Bagi investor informasi EPS merupakan informasi yang dianggap paling mendasar dan berguna karena dapat menggambarkan prospek earning perusahaan di masa depan (Tandelilin, 2017). Semakin rendah rasio solvabilitas maka akan semakin baik dan menarik bagi investor. Debt to Asset Ratio (DAR) yang tinggi mempunyai dampak yang buruk terhadap kinerja perusahaan karena tingkat hutang yang semakin tinggi berarti beban bunga akan semakin besar. Ini akan mengurangi keuntungan dan berpengaruh terhadap minat investor untuk membeli saham pada perusahaan tersebut. Earning Per Share yang tinggi akan membantu Debt to Asset Ratio untuk menyeimbangkan hutang milik perusahaan dengan cara melakukan pengembalian investasi.

 

 

Gambar 1. Kerangka Konseptual

 

 kerangka konseptual pada penelitian ini untuk menggambarkan hubungan antara variabel independen terhadap dependen dengan variabel moderasi. Variabel independen pada penelitian ini, yaitu Solvabilitas yang menggunakan Debt to Asset Ratio (DAR). Selain itu, Variabel dependen berupa Harga Saham dengan menggunakan harga saham penutupan tahunan dan Variabel Moderasi berupa Earning Per Share

Signaling Theory menjelaskan bahwa perusahaan dengan solvabilitas (DAR) yang tinggi. Ini akan memberikan sinyal negatif kepada investor karena beranggapan dengan tingginya utang perusahaan maka kemampuan perusahaan untuk membayar utang semakin sulit sehingga memicu terjadinya failit. Hal ini menjadikan investor tidak ingin untuk berinvestasi sehingga permintaan terhadap saham perusahaan tersebut sedikit yang berdampak pada penurunan harga saham dan sebaliknya. Teori ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Sundari, 2021) Solvabilitas memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap harga saham. Selain itu, penelitian yang dilakukan (Ratih et al., 2014) Solvabilitas berpengaruh negatif terhadap harga saham. Akan tetapi, (Ratna, 2019) menyatakan bahwa Solvabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham. Selain itu, penelitian (Sari & Santoso, 2017) menyatakan bahwa Solvabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham. Penelitian yang dilakukan juga oleh (Dewi & Rangkuti, 2020) menyatakan Solvabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham. Namun, Penelitian oleh (Mukhsin, 2018) menyatakan bahwa secara parsial Solvabilitas tidak berpengaruh terhadap harga saham Sektor Industri Dasar dan Kimia di Bursa Efek Indonesia Periode 2013-2016. Kemudian, penelitian yang dilakukan oleh (Manullang, Sainan, Phillip, & Halim, 2019) menyatakan bahwa secara parsial solvabilitas tidak berpengaruh terhadap harga saham pada perusahaan yang terdaftar di LQ45 periode 2014-2018.

Berdasarkan penjelasan di atas hipotesis penelitian ini, yaitu :

1.      Solvabilitias berpengaruh terhadap harga saham Pada Indeks Pefindo25 Periode 2017-2021

2.      Earning Per Share (EPS) Dalam memoderasi Hubungan Rasio Solvabilitas Terhadap Harga Saham

 

Metode Penelitian

Subjek Penelitian dan Objek Penelitian

Penelitian, menurut (Sugiyono, 2013), merupakan tempat dimana data untuk variabel penelitan diperoleh. Subjek penelitian ini, yaitu perusahaan yang termasuk ke dalam indeks pefindo25 di BEI. Selain itu, menurut (Sugiyono, 2013), objek penelitian adalah suatu atribut dari orang, objek, atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Variabel dependent merupakan variabel yang nilainya dipengaruhi oleh variabel independent. Variabel dependent  dalam penelitian ini, yaitu harga saham (Y) yang diukur oleh harga penutupan tahunan. Variabel indepent merupakan variabel yang menjadi sebab terjadinya variabel dependent. Variabel independent  penelitian ini, yaitu Solvabilitas yang diukut dengan Debt to Asset Ratio (DAR). Variabel moderasi adalah variabel yang memengaruhi hubungan antara variabel independen dengan dependen. Adanya variabel moderasi dapat memperkuat ataupun memperlemah hubungan variabel independen terhadap dependen. Dalam penelitian ini, Earning Per Share (EPS) menjadi variabel moderasi

 

Sumber Data

Sumber data yang dapat digunakan, yaitu sumber data primer dan sekunder. Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. Sedangkan, sumber data sekunder adalah sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen (Sugiyono, 2013)

Data yang digunakan pada penelitian ini bersifat kuantitatif (menunjukkan nilai terhadap variabel yang diwakilinya) dan bersifat time series (data merupakan hasil pengamatan suatu periode tertentu). Dengan jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder, data sekunder yang diperoleh berupa laporan statistik, laporan tahunan, dan laporan keuangan setelah diaudit pada indeks pefindo25 yang terdaftar di BEI pada tahun 2017-2021

 

Teknik Pengambilan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam mengumpulkan data sekunder pada penelitian ini adalah dokumentasi. Teknik dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dari berbagai sumber yang bersifat tertulis yang menyangkut tentang Solvabilitas (DAR) terhadap Harga Saham Dengan EPS sebagai variabel moderasi. Data yang akan dikumpulkan harus sesuai dengan tujuan yang akan dilaksanakan. Oleh sebab itu, Debt to Asset Ratio (DAR),Harga Saham, dan Earning Per Share (EPS) dalam bentuk pengukuran tahunan. Data laporan keuangan yang digunakan terdiri dari rasio keuangan (DAR, EPS) selama periode 2017-2021 pada indeks pefindo25. Sedangkan, data harga saham dari periode 2017-2021 menggunakan data harga saham penutupan tahunan

Teknik Pengambilan Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2013). Sampel dalam penelitian ini adalah 25 perusahaan yang termasuk dalam indeks pefindo25 di Bursa Efek Indonesia

Menurut (Sugiyono, 2013), teknik sampling pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni probability sampling dan nonprobability sampling. Probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Sedangkan, nonprobability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Teknik sampel ini meliputi sampling sistematis, kuota, aksidental, purposive, jenuh, snowball. Pemilihan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan dan tujuan tertentu (Sugiyono, 2013). Oleh karena itu, penulis memilih teknik purposive sampling sehingga memiliki kriteria yang sesuai dengan data yang dibutuhkan. Adapun kriteria sampel tersebut antara lain : 1) perusahaan yang termasuk dalam indeks pefindo25; 2) perusahaan yang termasuk dalam indeks pefindo25 menyertakan laporan tahunan berturut-turut dari tahun 2017-2021; 3) perusahaan yang terdaftar pada indeks pefindo25 memiliki data hubungan variabel keuangan yang diperlukan tersedia.

 

Teknik Analisis Data

Uji Asumsi Klasik

Uji Normalitas

Uji normalitas ditujukan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu ataupun residual di dalam suatu persamaan memiliki distribusi normal. Menurut (Ghozali, 2013) cara untuk mendeteksi apakah residual normal atau tidaknya dengan : 1) Calculated from data, normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau dengan melihat histogram dari residualnya ; 2) Uji statistic yang dapat digunakan untuk menguji normalitas residual adalah uji statistic nonparametric Kolmpgrov-Simirnov (K-S) dengan uji 1-sample. Jika didapatkan angka signifikan jauh di atas 0,05, ini berarti nilai residual terdistribusi secara normal atau memenuhi asumsi klasik yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima

Uji Multikolinieritas

Tujuan dari uji multikolinieritas adalah untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antarvariabel bebas (Independen) atau tidak. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independent. Jika variabel independent saling berkorelasi, variabel-variabel ini tidak orthogonal. Variabel orthogonal adalah variabel independent yang nilai korelasi antarsesama variabel independent sama dengan nol (Ghozali, 2013). Adanya multikolinieritas dapat dilihat dari tolerance value atau variance inflation factor (VIF). Nilai cut off yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinieritas adalah nilai tolerance < 0,10 atau VIF > 10 (Ghozali, 2013)

Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual atau pengamatan ke pengamatan yang lain (Ghozali, 2013). Jika variance dari residual satu pengamatan yang lain tetap, ini disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2013). Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara variabel dependen dan residualnya dimana sumbu Y adalah Y yang diprediksi dan sumbu X adalah residual (Y Prediksi = Y sesungguhnya)  yang telah di studentized

Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, ini dinamakan ada problem autokorelasi (Ghozali, 2013). Autokorelasi biasanya terjadi pada deret waktu (time series data) data yang hanya mempunyai satu observasi untuk setiap variabel pada setiap satuan waktu). Artinya autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Uji autokorelasi juga dapat didefinisikan adanya korelasi antara anggota serangkaian observasi yang telah diurutkan menurut waktu, seperti dalam time series atau cross section.

Untuk mendeteksi autokorelasi, dapat menggunakan alat ukur dengan test Durbin Watson (D-W), hipotesisnya yaitu :

§  Angka D-W dibawah -2 berarti ada autokorelasi positif

§  Angka D-W diantara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi

§  Angka D-W diatas +2 berarti ada autokorelasi negative

Analisis Regresi Linier

 analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah analisis regresi, yaitu untuk mengetahui pengaruh perubahan variabel independent terhadap dependen. Model regresi linier yang digunakan, yaitu :

Uji Kelayakan Model

Pengujian ini betujuan untuk menilai ketepatan model penelitian pengaruh Solvabilitas terhadap Harga Saham, maka dilakukan pengujian hipotesis melalui Uji Hipotesis (Uji t). Uji t digunakan untuk menganalisis pengaruh variabel independent terhadap variabel dependen. Dengan menggunakan tingkat sig =5%, jika hasil yang didapatkan signifikansi t < =5% maka variabel independent tersebut berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

 

Uji Hipotesis

          Pengujian ini dilakukan untuk menguji adanya pengaruh kinerja keuangan dan ukuran perusahaan terhadap return saham. Pengujian hipotesis dilakukan melalui Uji Hipotesis (Uji t). Uji t digunakan untuk menganalisis pengaruh variabel independent terhadap variabel dependen. Dengan menggunakan tingkat sig =5%. Jika hasil yang didapatkan signifikansi t < =5%, variabel independent tersebut berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

 

Koefisien Determinasi (R2)

          Koefisien determinasi (adjusted R square) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai adjusted R square berkisar antara 0 sampai 1, bila adjusted R square kecil berarti kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan variasi variabel terikat amat terbatas

 

Hasil dan Pembahasan

Uji Asumsi Klasik

Uji Normalitas

Tabel 1. Hasil Uji Normalitas

 

                                                Sumber : Output SPSS

 

Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji statistic Kolmogorov-Smirnov Test, yaitu dengan membandingkan nilai asymp Sig dengan  = 0,05 atau 5%. Data berdistribusi normal jika nilai asymp, sig2-tailed > 0,05. Berdasarkan hasil uji statistic nonparametric Kolmogorov-Smirnov yang telah dilakukan menunjukkan bahwa nilai Asymp.Sig.(2-tailed) sebesar 0,000 yang berarti kurang dari taraf signifikansinya (  = 0,05 atau 5%) sehingga dapat disimpulkan bahwa data dalam penelitian ini terdistribusi tidak normal. Oleh Karena itu, perlu dilakukan pengobatan pada data tersebut, yaitu dengan cara transformasi data double log

 

 

 

 

Tabel 2. Hasil Pengobatan Uji Normalitas

                                                Sumber : Output SPSS

 

Setelah dilakukan transformasi data pada tabel di atas. Data berdistribusi normal jika nilai asymp, sig2-tailed > 0,05. Berdasarkan hasil uji statistic nonparametric Kolmogorov-Smirnov yang telah dilakukan menunjukkan bahwa nilai Asymp.Sig.(2-tailed) sebesar 0,451 yang berarti lebih dari taraf signifikansinya (  = 0,05 atau 5%) sehingga dapat disimpulkan bahwa data dalam penelitian ini terdistribusi normal.

 

Uji Multikolinieritas

Tabel 3. Hasil Uji Multikolinieritas

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t

Sig.

Collinearity Statistics

 

B

Std. Error

Beta

Tolerance

VIF

 

1

(Constant)

2039.378

543.197

 

3.754

.000

 

 

 

DAR

-993.075

1026.711

-.087

-.967

.335

.998

1.002

 

EPS

6.648

5.277

.113

1.260

.210

.998

1.002

 

a. Dependent Variable: Harga Saham

Sumber : Output SPSS

 

Berdasarkan hasil uji multikolinieritas dengan tolance dan VIF dapat diketahui bahwa hasil perhitungan nilai tolerance menunjukkan bahwa tidak ada variabel independent yang memiliki nilai tolerance kurang dari 0,10. Sedangkan hasil perhitungan Variance Infantion Factor (VIF) menunjukkan tidak ada variabel independent yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Jadi, dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinieritas antar variabel independent dalam model regresi ini

 

Uji Autokorelasi

Tabel 4. Hasil Uji Autokorelasi

            Sumber : Output SPSS

 

Uji Durbin Watson dengan jumlah variabel bebas 2, banyaknya data 125, dan taraf nyata 5% atau 0,05 sehingga diperoleh nilai dL sebesar 1.6757 dan dU sebesar 1.7406. Berdasarkan hasil uji autokorelasi dengan uji Durbin Watson (DW) dapat diketahui bahwa nilai D-W sebesar 1,131 sehingga 1,131 < 1,6757 < 1,7406. Oleh karena itu, terdapat gejala autokorelasi. Untuk itu, perlu dilakukan pengobatan pada data tersebut, yaitu dengan cara transformasi data menggunakan metode Cochrane orcut.

 

Tabel 5. Hasil Pengobatan Uji Autokorelasi

Model Summaryb

Model

R

R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1

.458a

.209

.190

2297.67909

2.155

a. Predictors: (Constant), LAG_Y, DAR, EPS

b. Dependent Variable: Harga Saham

              Sumber : Output SPSS

Berdasarkan tabel diatas setelah dilakukan transformasi data dengan menggunakan metode Cochrane Orcut diperoleh nilai Durbin Watson sebesar 2,155. Dengan jumlah variabel bebas sebanyak 1, banyaknya data 125, dan taraf nyata 5% atau 0,05 sehingga diperoleh nilai dL sebesar 1.6757 dan dU sebesar 1.7406. Nilai Durbin Watson tersebut bereda di area dL < DW < 4-dU, yaitu ( 1,6757 < 2,155 < 2,2594). Maka dapat disimpulkan bahwa model regresi tersebut tidak mengandung gejala autokorelasi

 

Uji Hipotesis

Uji Koefisien Determinasi (Uji R2)

 

Tabel 6. Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)

Model Summary

Model

R

R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1

.087a

.008

.000

1.21722

a. Predictors: (Constant), X1_LN

 Sumber : Output SPSS

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai adjusted R square adalah 0,008. Hal ini berarti 0,80% variabel independent yang berupa Debt to Asset Ratio mampu menjelaskan variabel dependen harga saham, sedangkan sisanya 99,2% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar model penelitian ini.

 

Tabel 7

Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2) Moderasi

 

Model Summary

Model

R

R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1

.372a

.138

.111

1.16509

a. Predictors: (Constant), X1LNZLN, Z_LN, X1_LN

Sumber : Output SPSS

 

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai adjusted R square adalah 0,138. Hal ini berarti 13,8% variabel harga saham dapat dijelaskan oleh variabel debt to asset ratio serta interaksi antara debt to asset ratio dengan earning per share (DAR*EPS).  dengan earning per share, sedangkan sisanya 86,2% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar model penelitian ini. Jika dari kedua tabel di atas, terjadi peningkatan nilai adjusted R square dari sebelumnya 0,80% menjadi 13,8%. Ini menunjukkan bahwa variabel EPS dapat memoderasi pengaruh Debt to Asset Rasio terhadap Harga Saham

 

Uji Signifikansi Simultan (Uji F)

 

ANOVAa

Model

Sum of Squares

df

Mean Square

F

Sig.

1

Regression

20.477

3

6.826

5.028

.003b

Residual

127.598

94

1.357

 

 

Total

148.075

97

 

 

 

a. Dependent Variable: Y_LN

b. Predictors: (Constant), X1LNZLN, Z_LN, X1_LN

Sumber : Output SPSS

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai signifikansi adalah 0,003 yang berarti lebih kecil dari 0,05 sehingga dapat disumpulkan bahwa model layak digunakan

 

Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t)

 

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t

Sig.

B

Std. Error

Beta

1

(Constant)

5.396

.446

 

12.100

.000

X1_LN

-.538

.392

-.250

-1.373

.173

Z_LN

.402

.148

.439

2.726

.008

X1LNZLN

.096

.136

.152

.703

.484

a. Dependent Variable: Y_LN

Sumber : Output SPSS

 

Berdasarkan hasil uji signifikansi parameter individual (uji t) pada tabel di atas, diperoleh persamaan regresi sebagai berikut :

 

 

Dari model regresi di atas dapat dijelaskan bahwa :

1.    Nilai Konstanta a sebesar 5,396 menunjukkan bahwa jika semua variabel independent, yaitu Debt to Asset Ratio dan variabel pemoderasinya memiliki nilai 0, maka harga saham memiliki nilai 5,396.

2.    Variabel X1, Debt to Asset Ratio (DAR) memiliki koefisien sebesar - 0,538. Ini mempunyai arti bahwa setiap kenaikan satu satuan dari Debt to Assey Ratio dan variabel lainnya memiliki nilai constant maka harga saham akan menurun sebesar 0,538. Nilai signifikansi Debt to Asset Ratio sebesar 0,173. Hal ini menunjukkan nilai signifikansi lebih besar dari 0,05. Oleh karena itu, variabel debt to asset ratio tidak berpengaruh terhadap harga saham sehingga H1 ditolak

3.    Variabel interaksi Debt to Asset Ratio dengan earning per share memiliki nilai koefisien regresi sebesar 0,96. Ini berarti bahwa setiap kenaikkan satu satuan dari interaksi Debt to Asset Ratio dengan Earning Per Share, dan variabel lainnya memiliki nilai constant maka harga saham akan meningkat sebesar 0,96. Nilai signifikansi interaksi Debt to Asset Ratio dengan Earning Per Share sebesar 0,484. Ini menunjukkan nilai signifikansi lebih besar dari 0,05. Maka dalam hal ini variabel earning per share tidak memoderasi pengaruh debt to asset ratio terhadap harga saham sehingga H2 ditolak

 

Pengaruh Debt to Asset Ratio terhadap Harga Saham

Berdasarkan ringkasan hasil pengujian hipotesis di atas menunjukkan bahwa Debt to Asset Ratio tidak berpengaruh terhadap harga saham. Hasil penelitian menunjuukan bahwa besar kecilnya rasio DAR suatu perusahaan tidak mampu menjadi tolok ukur terhadap harga saham perusahaan. Hal itu dapat disebabkan adanya pertimbangan yang berbeda dari para investor dalam memandang DAR. Sebagian investor memandang bahwa perusahaan yang memiliki DAR tinggi lebih beresiko karena mempunyai utang yang tinggi. Akan tetapi, beberapa investor lain memandang bahwa setiap perusahaan yang tumbuh pasti membutuhkan utang sebagai dana tambahan dalam mengembangkan bisnisnya. Investor tersebut tidak terlalu memperhatikan besarnya utang perusahaan, tetapi melihat bagaimana manajemen perusahaan mengelola utang yang dimiliki secara efektif dan efisien.

Hasil Penelitian ini sejalan dengan Penelitian yang dilakukan oleh (Mukhsin, 2018) menyatakan bahwa secara parsial Solvabilitas tidak berpengaruh terhadap harga saham Sektor Industri Dasar dan Kimia di Bursa Efek Indonesia Periode 2013-2016. Kemudian, penelitian yang dilakukan oleh (Manullang et al., 2019) menyatakan bahwa secara parsial solvabilitas tidak berpengaruh terhadap harga saham pada perusahaan yang terdaftar di LQ45 periode 2014-2018. Namun, (Ratna, 2019) menyatakan bahwa Solvabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham. Selain itu, penelitian (Sari & Santoso, 2017) menyatakan bahwa Solvabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham.

 

Earning Per Share (EPS) Memoderasi Pengaruh Debt to Asset Ratio terhadap Harga Saham

Berdasarkan ringkasan hasil pengujian hipotesis di atas, menunjukkan bahwa earning per share tidak mampu memoderasi pengaruh debt to asset ratio terhadap harga saham. ini bukan berarti suatu perusahaan dapat menentukan tingkat debt to asset ratio setinggi mungkin karena semakin besar DAR menyebabkan semakin besar risiko perusahaan dan juga investor.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Mahardika, Hersona, & Nurhasanah, 2021) menyatakan bahwa EPS tidak memoderasi pengaruh DAR terhadap Harga saham. Selain itu, penelitian yang dilakukan (Endraswati & Novianti, 2015) menyatakan bahwa EPS tidak memoderasi pengaruh DAR terhadap Harga Saham. Akan tetapi, berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh (Mukhtasyam, 2020) yang menyatakan bahwa EPS dapat memoderasi pengaruh DAR terhadap harga saham.

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan terhadap ketiga hipotesis yang telah diuji menggunakan analisis regresi. Berikut merupakan kesimpulannya :

a         Hasil analisis menunjukkan bahwa Debt to Asset Ratio tidak berpengaruh terhadap harga saham pada indeks pefindo25 di BEI tahun 2017-2021

b        Hasil analisis menunjukkan bahwa Earning Per Share tidak memoderasi pengaruh Debt to Asset Ratio terhadap harga saham pada indeks pefindo25 di BEI tahun 2017-2021

Berdasarkan hasil kesimpulan yang telah dipaparkan di atas. Saran yang dapat peneliti berikan, yakni sebagai berikut :

a         Bagi investor, Harga Saham sangat penting untuk diperhatikan ketika melakukan investasi. Investor harus menganalisis terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk melakukan transaksi jual-beli. Investor dapat dipastikan ingin naik terus menerus investasinya. Hal yang dapat dilakukan investor, yaitu memperhatikan Solvabilitas dan Nilai pasar perusahaan yang akan diinvestasikan. Ini disebabkan hasil penelitian menyatakan bahwa Solvabilitas dan Nilai Pasar memiliki pengaruh terhadap Harga Saham

b        Bagi perusahaan, pihak perusahaan harus menurunkan nilai Solvabilitas dengan cara mengurangi total utang untuk meningkatkan harga saham. Selain itu, perusahaan harus meningkatkan Earning Per Share.

c         Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan memilih indeks lain sebagai subjek penelitian. Selain itu, dapat menggunakan variabel-variabel yang berbeda dan memperluas bidang kajian sehingga hasil penelitiannya akan lebih sesuai dengan situasi dan kondisi pada saat penelitian.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Artha, D. R., Achsani, N. A., & Sasongko, H. (2014). Analisis fundamental, teknikal dan makroekonomi harga saham sektor pertanian. Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan, 16(2), 175–184. https://doi.org/10.9744/jmk.16.2.175-184

 

Budiansyah, A. L. (2023). Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Keuangan Perbankan: LDR, CAR dan BOPO. Jurnal Locus Penelitian Dan Pengabdian, 2(4), 375–379. https://doi.org/10.58344/locus.v2i4.1004

 

Candra, D., & Wardani, E. (2021). Pengaruh profitabilitas, likuiditas, solvabilitas, rasio aktivitas dan pertumbuhan perusahaan terhadap harga saham. Jurnal Manajemen, 13(2), 212–223. https://doi.org/10.30872/jmmn.v13i2.9726

 

Dewi, R. S., & Rangkuti, D. Y. (2020). Analisis Faktor Fundamental dan Teknikal Terhadap Harga Saham Subsektor Transportasi dan Energi di BEI. Jurnal Muhammadiyah Manajemen Bisnis, 1(1), 47–56. https://doi.org/10.24853/jmmb.1.1.47-56

 

Endraswati, H., & Novianti, A. (2015). Pengaruh rasio keuangan dan harga saham dengan EPS sebagai variabel moderasi pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di DES. Muqtasid: Jurnal Ekonomi Dan Perbankan Syariah, 6(1), 59–80. https://doi.org/10.30872/jinv.v17i2.9212

 

Fahmi, I. (2012). Analisis kinerja keuangan: panduan bagi akademisi, manajer, dan investor untuk menilai dan menganalisis bisnis dari aspek keuangan.

 

Fahmi, I. (2014). Studi Kelayakan Bisnis dan keputusan investasi. Jakarta: Mitra Wacana Media. https://doi.org/10.24912/jmieb.v4i2.8729

 

Ghozali, I. (2013). Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program IBM SPSS 21. Edisi 7, Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Quarterly Journal of Economics, 128, 1547–1584.

 

Hanafi, M. M., & Halim, A. (2016). Analisis Laporan Keuangan Yogyakarta: UPP STM YKPN.

 

Mahardika, G., Hersona, S., & Nurhasanah, N. (2021). Earning Per Share Memoderasi Pengaruh Debt to Equity Ratio terhadap Harga Saham di Bursa Efek Indonesia. COSTING: Journal of Economic, Business and Accounting, 5(1), 684–691.

 

Manullang, J., Sainan, H., Phillip, P., & Halim, W. (2019). Pengaruh rasio profitabilitas, solvabilitas, dan likuiditas terhadap harga saham pada perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di BEI Periode 2014-2018. Owner: Riset Dan Jurnal Akuntansi, 3(2), 129–138.

 

Mukhsin, M. (2018). Pengaruh Likuiditas, Solvabilitas, Profitabilitas Dan Nilai Pasar Tehadap Harga Saham Sektor Industri Dasar Dan Kimia Di Bursa Efek Indonesia Periode 2013-2016.

 

Mukhtasyam, N. U. Z. (2020). Pengaruh Profitabilitas, Likuiditas, Dan Solvabilitas Terhadap Harga Saham Dengan Earning Per Share (Eps) Sebagai Variabel Moderasi. Universitas Hasanuddin.

 

Ratih, D., Prihatini, A. E., & Saryadi, S. (2014). Pengaruh EPS, PER, DER, ROE terhadap harga saham pada Perusahaan Sektor Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2010-2012. Jurnal Ilmu Administrasi Bisnis, 3(1), 83–94.

 

Ratna, E. Y. (2019). Pengaruh Profitabilitas, Solvabilitas Dan Nilai Pasar Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Konstruksi. Stiesia Surabaya.

 

Sari, L. A., & Santoso, B. H. (2017). Pengaruh EPS, DER, PBV dan NPM terhadap harga saham perusahaan properti. Jurnal Ilmu Dan Riset Manajemen (JIRM), 6(8).

 

Sugiyono, P. D. (2013). Metode penelitian manajemen. Bandung: Alfabeta, CV.

 

Sundari, A. (2021). Pengaruh Profitabilitas dan Solvabilitas Terhadap Harga Saham pada Perusahaan Property dan Real Estate Yang Terdaftar di BEI Periode 2014-2019. Universitas Medan Area.

 

Tandelilin, E. (2017). Pasar Modal Manajemen Portofolio & Investasi. Yogyakarta: Kanisius.