KONSEKUENSI ENVIROMENTAL IDENTITY : STUDI TENTANG NIAT MENGUNJUNGI DESTINASI EKOWISATA

 

Alvin1 Nadia Fachrudiana2 Ayu Ekasari3

Universitas Trisakti

Email: alvinsugandi18@gmail.com, fachrudiana04@gmail.com, ayu.ekasari@trisakti.ac.id

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran environmental identity dalam menjelaskan sikap dan perilaku mengunjungi destinasi ekowisata   dengan menguji pengaruh langsungnya terhadap sikap dan minat terhadap ekowisata, pengaruh langsung dan mediasinya terhadap niat dan tujuan mengunjungi ekowisata, serta kesediaan untuk membayar lebih mahal. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling dengan 193 responden yang telah mengunjungi destinasi ekowisata dalam 1 tahun terakhir. Data dianalisis menggunakan metode Structural Equation Modeling (SEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa environmental identity yang berpengaruh langsung terhadap sikap pada destinasi ekowisata, minat yang lebih besar terhadap ekowisata, dan kemauan membayar lebih mahal untuk berkunjung ke destinasi ekowisata. Sedangkan sikap terhadap ekowisata tidak mempengaruhi kesediaan wisatawan lebih mahal serta environmental identity tidak mempengaruhi niat berkunjung, dan kesediaan membayar lebih mahal. Studi ini memberikan bukti bahwa environmental identity berperan besar dalam menjelaskan perilaku wisatawan terhadap produk dan jasa ekowisata. Temuan ini relevan bagi pengelola destinasi ekowisata serta Kementerian Pariwisata untuk merancang strategi pemasaran yang lebih baik

 

Kata kunci: Identitas lingkungan, Sikap ekowisata, Minat ekowisata, Niat berkunjung ke  ekowisata, Kesediaan membayar premium

 

Abstract

This study aims to analyse the role of environmental identity in explaining ecotourism attitudes and behaviour by examining its direct effect on ecotourism attitudes and interest, its direct and mediated effects on ecotourism intentions and goals, and the willingness to pay a premium. The sampling technique used was purposive sampling and 193 respondents that have visited ecotourism destination within a year filled the questionnaire.  The data was analysed using structural equation modelling (SEM) method. The results show that a stronger environmental identity leads directly to ecotourism attitudes, greater interest in ecotourism, and a higher willingness to pay a premium. While the results of attitudes toward ecotourism do not affect willingness to pay a premium, environmental identity does not affect intention to visit, and environmental identity does not affect willingness to pay a premium. This study provides evidence that environmental identity plays a major role in explaining tourist behaviour towards ecotourism products and services. The findings are relevant for ecotourism destination managers as well as Ministry of Tourism to design better marketing strategies.

 

Keywords: Environmental identity, Ecotourism attitude, Interest in ecotourism, Intention to visit ecotourism, Willingness to pay a premium

 

Pendahuluan  

Industri pariwisata telah meningkat selama beberapa dekade terakhir, Sektor pariwisata memiliki potensi yang sangat tinggi sebagai pendorong perekonomian dan dapat berkontribusi terhadap lapangan kerja serta pertumbuhan ekonomi. Tempat wisata di zaman modern sekarang ini tempat pariwisata bukan hanya tempat untuk melepas penat jauh dari hiruk pikuk perkotaan dan bersenang-senang saja, tetapi dapat menimbulkan kesadaran lingkungan dari berbagai pihak. Sekarang ini pariwisata menjadi tempat yang baru sebagai pariwisata berkelanjutan untuk melindungi sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui.

Sektor pariwisata dunia pada tahun 2021 menyumbang sebesar 289 juta orang yang bekerja diseluruh dunia, mewakili satu dari sepuluh pekerjaan di dunia serta mengalami pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan sebesar 5,8% (WTTC, 2022). Pada tahun 2021, industri pariwisata ini menyumbang sebesar 21,7% dari PDB dunia dan diperkirakan akan mempertahankan pertumbuhannya dengan memiliki rata-rata sebesar 5,8% pertahun selama sampai tahun 2023 sekarang ini (WTTC, 2022).

Pemerintah terus mengembangkan destinasi pariwisata dengan membuat kebijakan yang membuat Indonesia dikenal oleh mancan negara. Pada tahun 2022 kunjungan wisatawan asing ke Indonesia tercatat 142.007 kunjungan dan pada tahun 2023 jumlahnya meningkat 470,37% sebesar 809,959 kunjungan (Kemenparekraf, 2023)

Saat ini kemenparekraf sedang menggalakan program destinasi ekowisata di Indonesia untuk meningkatkan ekonomi serta pendapatan daerah di destinasi ekowisata. Ekowisata Ekowisata  bahwasannya merupakan tempat rekreasi yang difokuskan untuk pariwisata berkelanjutan dimana didalamnya terdapat upaya pelestarian lingkungan alam, budaya serta meningkatkan kesejahteraan ekonomi lokal (Boedirachminarni & Suliswanto, 2017).

Wisatawan Indonesia rata-rata mengunjungi destinasi ekowisata hanya 2-6 kali dalam setahun (www.unwto.org, 2022). Sementara itu, pada tabel 1 dapat dilihat bahwa jumlah wisatawan mengunjungan destinasi ekowisata masih tergolong rendah hanya 5.45% dibanding destinasi wisata lain, seperti kelautan (15.31%), keagamaan (9.13%), kuliner (13.73%) dan pariwisata perkotaan/pedesaan (36.42%).

 

Tabel 1. Presentase Sebaran Penduduk Indonesia Berdasarkan Tujuan Wisata

No

Tujuan Wisata

Presentase %

1

Marine Tourism

15,31

2

Ecotourism

5,45

3

Adventure Tour

2,30

4

Religious Tourism

9,13

5

Cultural Tourism

1,78

6

Culinary Tourism

13,73

7

City/Rural Tourism

36,42

8

MICE Tourism

0,54

9

Sport/Health Tourism

3,48

10

Integrated Tourism

11,85

Sumber : https://www.bps.go.id/publication,

               Statistik Wisatawan Domestik 2019

 

Agar kunjungan wisatawan ke destinasi ekowisata meningkat, maka Kemenparekraf didukung pengelola destinasi ekowisata perlu merancang kampanye pemasaran yang dapat mendorong wisatawan tertarik dan berkunjung ke destinasi ekowisata.

            Penelitian ini bertujuan untuk memperkaya literatur tentang ekowisata di Indonesia sebagai sebuah destinasi ekowisata yang relatif masih baru dan menganalisa faktor-faktor yang mendorong wisatawan bersedia berkunjung ke destinasi ekowisata. Penelitian ini diharapkan mampu untuk membantu Kemenparekraf dan pengelola destinasi ekowisata untuk merancang strategi pemasaran yang tepat untuk mempromosikan pengembangan ekowisata di Indonesia.

Penelitian ini akan mengeksplorasi variable environmental identity dan pengaruhnya dalam membentuk attitude dan interest terhadap ekowisata yang selanjutnya mendorong wisatawan bersedia mengunjunginya dan membayar lebih mahal. Hasil penelitian sebelumnya oleh Teeroovengadum (2019) membuktikan bahwa semakin seseorang mengidentifikasikan diri sebagai pemerhati lingkungan, maka ia semakin mempunyai sikap positif dan minat terhadap destinasi ekowisata yang pada akhirnya meningkatkan niatnya berlibur ke destinasi ekowisata dan bersedia membayar lebih mahal.

Environmental identity didefinisikan sebagai bagian dari cara seseorang dalam membentuk konsep dirinya dengan rasa keterhubungan dengan beberapa bagian dari alam, berdasarkan sejarah, keterikatan emosional yang mempengaruhi cara pandang terhadap lingkungan (Marczak & Sorokowski, 2018). Environmental identity diartikan dengan sejauh mana individu menganggap diri mereka sendiri sebagai orang yang ramah lingkungan (Werff et al., 2013). Seseorang dengan environmental identity yang kuat cenderung menganggap diri mereka sebagai tipe orang yang mengidentifikasi dirinya sebagai entitas yang ramah lingkungan (Yue, Wang, Liang, Tong, & Sun, 2021).

Environmental identity yang sudah terbentuk dalam diri akan menimbulkan sikap yang menonjolkan kepedulian dan bertanggung jawab pada lingkungan sekitar (Teeroovengadum, 2019). Faktor-faktor yang dapat meminimalisir perubahan iklim yang ekstrim, kerentanan masyarakat dalam menanggulangi lingkungan yang buruk adalah dengan menunjukan kesehatan mental yang baik, kesejahteraan dalam membudidayakan lingkungan sekitar, identitas lingkungan, serta hubungan dengan alam yang kuat (Austin et al., 2020). Cara tersebut merujuk pada perhatian dan perilaku terhadap lingkungan, yang dapat dikaitkan dengan keadaan konteks dan kelangkaan sumber daya serta layanan.

Ecotourism attitude yang umum mempunyai keadaan yang khusus seperti bagaimana perilaku individu dan perilaku individu lain dalam berkontribusi terhadap faktor lingkungan (Teeroovengadum, 2019). Dalam konteks ekowisata ecotourism attitude didefinisikan sebagai kecenderungan psikologis terhadap lingkungan yang mengarah pada evaluasi yang menguntungkan atau tidak menguntungkan (Vicente et al., 2013). Orang yang memiliki kesadaran terhadap lingkungan juga menunjukkan kepercayaan dan minat yang lebih besar terhadap lingkungan. Sejalan dengan hal tersebut ecotourism attitude atau sikap lingkungan sebagai kecenderungan psikologis pribadi terhadap situs-situs ekologi yang terdapat pada destinasi ekowisata (Khanh & Phong, 2020).

Cheng et al (2014) menegaskan bahwa wisatawan menjadi lebih sadar lingkungan setelah mengunjungi situs ekowisata dan terus menunjukkan efek manfaat kesehatan kognitif dan nilai ekologis antara alam dan manusia. Oleh karena itu, sikap ekowisata mudah dipengaruhi oleh faktor lain, sedangkan sikap adalah kecenderungan asli. Hambatan terhadap ekowisata yang sering diindikasikan dalam kehidupan penduduk, dapat menjadi alasan utama penduduk putus asa terhadap ecotourism attitude (Adeleke, 2015). Ketika individu semakin sadar akan perlindungan lingkungan, mereka akan mempromosikan sikap positif mereka terhadap masalah lingkungan yang terjadi pada destinasi ekowisata (Wanga, Hayombe, Odunga, & Odede, 2013).

Terkait dengan konsep ecotourism attitude adalah konsep ecotourism interest, yang berkaitan dengan sejauh mana wisatawan menghargai dan merasa terikat oleh tempat yang dekat dengan lingkungan dan ikut berpartisipasi dalam kegiatan ramah lingkungan (Lu, Gursoy, & Del Chiappa, 2016). Ecotourism interest timbul pada saat melihat objek ekowisata yang sebagai daya tarik mampu untuk menarik minat individu, karena sebagai penggerak adanya karakteristik yang unik pada destinasi ekowisata (Revida et al., 2021). Ecotourism interest terhadap destinasi ekowisata cenderung meningkatkan keinginan mereka untuk berinvestasi pada produk dan layanan yang terkait dengan ekowisata (Suryanto, Haseeb, & Hartani, 2018). Lu et al (2016) berpendapat bahwa ecotourism interest meningkat ketika sikap dan perilaku individu dalam berkunjung pada destinasi ekowisata terjalin dengan baik.

 

Metode

Rancangan dalam penelitian ini disusun menggunakan pengujian hipotesis atau hypothesis testing. Hypothesis testing merupakan hipotesis penelitian yang mengenai berbagai macam karakteristik penelitian tertentu (Sekaran & Bougie, 2016). Penelitian ini menggunakan pengambilan data dengan cara cross sectional dimana data diambil pada kurun waktu dan periode yang telah ditentukan. Unit analisis yang digunakan, yakni individual. Environmental identity di ukur melalui 11 pernyataan (Nunkoo & Gursoy, 2012). Pengukuran variabel ini dilakukan untuk menilai seberapa baik wisatawan mengenal lingkungan alam. Environmental attitude di ukur melalui 5 pernyataan (Teeroovengadum, 2019). Variabel ini dilakukan untuk melihat sikap wisatawan dalam mengunjungi destinasi ekowisata. Environmental interest di ukur melalui 8 pernyataan. Environmental interest diukur untuk melihat seberapa besar wisatawan ingin mengunjungi destinasi ekowisata. Intention to visit ecotourism sites di ukur menggunakan 4 pernyataan. Untuk melihat seberapa besar wisatawan berkeinginan untuk mengunjungi destinasi ekowisata dan Willingness to pay a premium di ukur menggunakan 5 pernyataan.

Survey kuesioner yang dilakukan dengan bobot kuesioner menggunakan skala likert 1-5 dan meliputi 33 indikator serta 5 variabel yaitu environmental identity, environmental attitude, environmental interest, intention to visit ecotourism sites, willingness to pay a premium.

 

Pengumpulan Sampel

Metode penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan non-probability sampling dengan teknik purposive sampling. Kriteria responden dalam penelitian ini adalah mereka yang pernah mengunjungi salah satu atau lebih dari lima destinasi ekowisata yaitu Taman Nasional Komodo, Taman Nasional Ujung Kulon, Desa Wisata Penglipuran Bali, Taman Wisata Kawah Ijen dalam kurun waktu satu tahun terakhir.

 

Tabel 1. Karakteristik Sampel

 

Karakteristik

n (193)

%

Jenis Kelamin :

Pria

85

44,3

Wanita

107

55,7

Usia :

17 – 22 Tahun

20

10,4

23 – 28 Tahun

115

59,6

29 – 34 Tahun

47

24,4

35 – 40 Tahun

9

4,7

>40 Tahun

2

1

Pekerjaan :

Wirausaha

14

7,3

Pegawai Negeri Sipil

32

16,7

Karyawan Swasta

120

62,5

Pelajar/Mahasiswa

25

13

Lainnya

1

0,5

Pendapatan/Uang Saku :

Rp. 1.000.000 - Rp. 4.000.000

37

19,3

Rp. 4.000.000 - Rp. 6. 000.000

105

54,7

Rp. 6.000.000 - Rp. 10.000.000

38

19,8

Rp. 10.000.000 - Rp. 15.000.000

11

5,7

> Rp. 15.000.000

1

0,5

Frekuensi Kunjungan Wisata/Tahun

Dibawah 2 kali

72

37,5

2 - 4 Kali

95

49,5

4 - 6 Kali

22

11,5

Diatas 6 Kali

3

1,6

 

Sumber: Analisis Penulis (2023)

 

Sampel dalam penelitian ini sebanyak 193 reponden, diperoleh data mayoritas wanita (55,7%), usia antara 23 – 28 tahun (59,6%), pekerjaan karyawan swasta (62,5), pendapatan antara Rp. 4.000.000 - Rp. 6. 000.000 (54,7%), dan frekuensi kunjungan 2 – 4 kali (49,5%). Jumlah ini disesuaikan dengan minimal sampel yang ditentukan yaitu minimal 10 kali lipat dari jumlah pernyataan yang diberikan (Hair et al., 2018).

 

Analisis Data

Data dalam penelitian ini menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) dengan analisis Partial Least Square (PLS) dibantu menggunakan software SmartPLS 3.0. Hasil uji average variance extracted (AVE) dapat dikatakan valid jika nilai outer loadingnya  lebih dari 0,5. Jika nilai Composite Reliability (CR) dapat dikatakan reliabel jika nilai outer loadingnya  lebih dari 0,7.

 

Hasil dan Pembahasan

 

Tabel 2. Hasil Uji Average Variance Extracted (AVE)

 

Variabel

Average Variance Extracted (AVE)

Nilai

Akar Kuadrat AVE

Environmental Identity

0.549

0.301

Ecotourism Attitude

0.574

0.329

Ecotourism Interest

0.637

0.405

Intention to visit ecotourism sites

0.671

0.450

Willingness to pay a premium

0.768

0.589

 

Sumber: Hasil Pengolahan Data

 

Berdasarkan hasil pengujian nilai AVE diketahui variabel environmental identity memiliki nilai AVE sebesar 0,549 > 0,05. Varibel ecotourism attitude memiliki nilai AVE 0,574 > 0,05. Variabel ecotourism interest memiliki nilai sebesar 0,637 > 0,05. Varibel Intention to visit ecotourism site memiliki nilai sebesar 0,671 > 0,05 dan variabel Willingness to pay a premium memimiliki nilai 0,768 > 0,05. Maka semua variable laten menghasilkan nilai AVE lebih dari 0,5. Sehingga dapat dikatakan variabel tersebut valid jika dilihat melalui nilai AVE.

 

Tabel 3. Hasil Uji Composite Reliability (CR)

Variabel

Composite Reliability

Environmental Identity

0.879

Ecotourism Attitude

0.871

Ecotourism Interest

0.840

Intention to Visit Ecotourism Sites

0.891

Willingness to pay a premium

0.943

 

Sumber: Hasil Pengolahan Data

 

   Berdasarkan hasil pengujian nilai CR diketahui variabel environmental identity memiliki nilai CR sebesar 0,879 > 0,7. Varibel ecotourism attitude memiliki nilai CR 0,871 > 0,7. Variabel ecotourism interest  memiliki nilai sebesar 0,840 > 0,7. Varibel Intention to visit ecotourism site memiliki nilai sebesar 0,891 > 0,7 dan variabel Willingness to pay a premium memimiliki nilai 0,945 > 0,7. Maka semua variable laten memiliki nilai CR lebih dari 0,7. Artinya reliabilitas diantara semua variabel laten tersebut tinggi.

Uji Hipotesis

 Terdapat 13 hipotesis yang telah diuraikan, dimana terdapat 9 (sembilan) hipotesis direct dan 4 (empat) indirect, didapatkan hasil 8 (tujuh) hipotesis direct didukung, sedangkan 1 (satu) tidak didukung. Pada hipotesis indirect mendapatkan hasil 2 (dua) didukung dan 2 (dua) tidak didukung.

 

Tabel 4. Hasil Pengujian Hipotesis

 

Hipotesis

Original Sample

Standard Deviation

T Statistics

p-Values

Keputusan

Pengaruh environmental identity terhadap intention to visit ecotourism sites

0.145

0.101

1.432

0.038

H1a Didukung

Pengaruh environmental identity terhadap willingness to pay a premium

0.152

0.106

1.439

0.038

H1b Didukung

Pengaruh ecotoursim attitude terhadap ecotourism interest

0.125

0.090

1.390

0.042

H2 Didukung

Pengaruh environmental identity terhadap ecotourism attitude

0.681

0.075

9.100

0.000

H3a Didukung

Pengaruh environmental identity terhadap ecotourism interest

0.447

0.100

4.486

0.000

H3b Didukung

Pengaruh ecotourism attitude terhadap intention to visit ecotourism sites

0.105

0.094

1.124

0.066

H4a Didukung

Pengaruh ecotourism attitude terhadap willingness to pay a premium

-0.146

0.102

1.430

0.077

H4b Tidak Didukung

Pengaruh ecotourism interest terhadap intention to visit ecotourism sites

0.304

0.074

4.084

0.000

H4c Didukung

Pengaruh ecotourism interest terhadap willingness to pay a premium

0.339

0.095

3.555

0.000

H4d Didukung

Pengaruh environmental identity terhadap intention to visit ecotourism sites melalui ecotourism attitude

0.072

0.066

1.092

0.138

H5a Tidak Didukung

Pengaruh environmental identity terhadap intention to visit ecotourism sites melalui ecotourism interest

0.136

0.045

3.003

0.001

H5b Didukung

Pengaruh environmental identity terhadap willingness to pay a premium melalui ecotourism attitude

-0.099

0.072

1.389

0.083

H5c Tidak Didukung

Pengaruh environmental identity terhadap willingness to pay a premium melalui ecotourism interest

0.151

0.056

2.694

0.004

H5d Didukung

 

Sumber: Hasil Pengolahan Data

 

Hipotesis mengenai pengaruh environmental identity terhadap intention to visit ecotourism sites (H1a) didukung dengan memiliki nilai P-value sebesar 0.038 < 0,05 dan pengaruh environmental identity terhadap willingness to pay a premium (H1b) didukung dengan nilai P-value sebesar 0.038  < 0,05. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya (Teeroovengadum, 2019), artinya semakin wisatawan mengidentifikasikan diri sebagai pecinta linkungan maka wisatawan bersedia berkunjung ke destinasi ekowisata dan bersedia untuk membayar lebih pada saat kunjungannya. Hipotesis pengaruh ecoutoursim attitude terhadap ecotourism interest (H2) didukung dengan memiliki nilai P-value sebesar 0.042 < 0,05 artinya semakin semakin positif sikap wisatawan terhadap lingkungannya maka semakin tinggi minat mereka untuk berkunjung ke ekowisata penelitian ini sesuai dengan hasil peneliti (Teeroovengadum, 2019).

Hipotesis pengaruh environmental identity terhadap ecotourism attitude (H3a) didukung dengan memiliki nilai P-value sebesar 0,000 < 0,05 dan pengaruh environmental identity terhadap ecotourism interest (H3b) didukung dengan memiliki nilai P-value sebesar 0,000 < 0,05 artinya semakin wisatawan memposisikan diri sebagai pecinta linkungan maka semakin tinggi pula sikap dan minat mereka saat berkunjung ke destinasi ekowisata.

Hipotesis pengaruh ecotourism attitude terhadap intention to visit ecotourism sites (H4a) didukung dengan nilai P-value sebesar 0.066 < 0,10 dan pengaruh ecotourism attitude terhadap willingness to pay a premium (H4b) didukung berdasarkan nilai P-value 0.039 < 0,05, namun jika dilihat berdasarkan orginal sampel (H4b) didapat nilai -0.146 artinya jika persepsi Ecotourism attitude naik maka persepsi WIL (willingness to pay more)  turun, sebaliknya jika  persepsi ecotourism attitude turun maka dapat menaikkan persepsi willingness to pay more. Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis yang diajukkan dimana ecotourism attitude berpengaruh positif terhadap Willingness to pay more, maka (H4b) tidak didukung, hasil tersebut tidak sesuai penelitian sebelumnya (Teeroovengadum, 2019). Hal ini sesuai dengan penelitian (Hultman, Kazeminia, & Ghasemi, 2015). Hipotesis pengaruh ecotourism interest terhadap intention to visit ecotourism sites (H4c) didukung dengan nilai P-value sebesar 0,000 < 0,5 dan pengaruh ecotourism interest terhadap willingness to pay a premium (H4d) didukung dengan nilai P-value sebesar 0,000 < 0,5. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya (Teeroovengadum, 2019) dan (Lu et al., 2016). artinya semakin tinggi minat mereka kepada lingkungan dan destinasi ekowisata maka semakin tinggi minat mereka untuk berkunjung ke destinasi ekowisata dan bersedia untuk membayar lebih saat menikmati kunjungannya.

Hipotesis pengaruh environmental identity terhadap intention to visit ecotourism sites melalui ecotourism attitude (H5a) tidak didukung karena memiliki nilai P-values sebesar 0.138 > 0.05 dan pengaruh environmental identity terhadap willingness to pay a premium melalui ecotourism attitude (H5c) tidak didukung artinya adalah identitas lingkungan yang dimiliki oleh seseorang tidak bisa berdasarkan sikap ekowisata yang tinggi namun identitas lingkungan mampu untuk berpengaruh terhadap intensitas kunjungan terhadap ekowisata dengan memiliki identitas lingkungan yang baik. Hal ini berbanding terbalik dengan hipotesis sebelumnya dimana environmental identity berpengaruh positif terhadap intention to visit ecotourism sites. Pengaruh environmental identity terhadap intention to visit ecotourism sites melalui ecotourism interest didukung dengan nilai p-values sebesar 0.001 > 0.05 dan pengaruh environmental identity terhadap willingness to pay a premium melalui ecotourism interest (H5d) didukung sesuai dengan peneliti (Teeroovengadum, 2019) dan (Lu et al., 2016).

 

Kesimpulan

   Hasil penelitian menunjukkan bahwa environmental identity dapat berpengaruh terhadap attitude dan interest terhadap destinasi ekowisata serta niat mengunjungi dan kesediaan membayar lebih mahal untuk berkunjung ke destinasi ekowisata. Selain itu, interest memediasi pengaruh environmental identity terhadap keinginan mengunjungi destinasi ekowisata dan membayar lebih. Hal ini menunjukkan peran environmental identity dalam mendorong wisatawan untuk tertarik terhadap destinasi ekowisata dan berniat mengunjunginya. Berdasarkan hasil penelitian, baik Kemenparekraf maupun pengelola destinasi wisata lokal dapat menggunakan media sosial untuk mengampanyekan destinasi wisata. Melalui media sosial, dapat dibuat content yang menggambarkan seseorang yang peduli pada lingkungan dan gemar melakukan aktivitas yang menjaga kelestarian lingkungan serta skenario saat ia berkunjung ke destinasi ekowisata. Selain itu, dapat pula digunakan influencer yang mempunyai reputasi sebagai pecinta lingkungan seperti Puteri Indonesia Bidang Lingkungan untuk mempromosikan destinasi ekowisata.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Adeleke, Bola Olusola. (2015). Assessment of residents’ attitude towards ecotourism in KwaZulu-Natal protected areas. International Journal of Culture, Tourism, and Hospitality Research, 9(3), 316–328. https://doi.org/10.1108/IJCTHR-12-2014-0102

 

Austin, Emma K., Rich, Jane L., Kiem, Anthony S., Handley, Tonelle, Perkins, David, & Kelly, Brian J. (2020). Concerns about climate change among rural residents in Australia. Journal of Rural Studies, 75(June 2018), 98–109. https://doi.org/10.1016/j.jrurstud.2020.01.010

 

Boedirachminarni, Arfida, & Suliswanto, Muhammad Sri Wahyudi. (2017). Analisis Kepuasan Pengunjung Ekowisata Kabupaten Malang. Jurnal Ekonomi Pembangunan, 15(1), 101. https://doi.org/10.22219/jep.v15i1.4649

 

Cheng, Mingming, Jin, Xin, & Wong, Ip Kin Anthony. (2014). Ecotourism site in relation to tourist attitude and further behavioural changes. Current Issues in Tourism, 17(4), 303–311. https://doi.org/10.1080/13683500.2013.800030

 

Hultman, Magnus, Kazeminia, Azadeh, & Ghasemi, Vahid. (2015). Intention to visit and willingness to pay premium for ecotourism: THE impact of attitude, materialism, and motivation. Journal of Business Research, 68(9), 1854–1861. https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2015.01.013

 

Lu, Allan Cheng Chieh, Gursoy, Dogan, & Del Chiappa, Giacomo. (2016). The Influence of Materialism on Ecotourism Attitudes and Behaviors. Journal of Travel Research, 55(2), 176–189. https://doi.org/10.1177/0047287514541005

 

Marczak, Michalina, & Sorokowski, Piotr. (2018). Emotional connectedness to nature is meaningfully related to modernization. Evidence from the Meru of Kenya. Frontiers in Psychology, 9(SEP), 1–7. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2018.01789

 

Nunkoo, Robin, & Gursoy, Dogan. (2012). Residents’ support for tourism. An Identity Perspective. Annals of Tourism Research, 39(1), 243–268. https://doi.org/10.1016/j.annals.2011.05.006

 

Revida, Erika, Purba, Sukarman, Permadi, Lalu Adi, Putri, Dini M. B., Tanjung, Rahman, Djumaty, Brian L., Suwandi, Andreas, Nasrullah, Simarmata, Janner, Handiman, Unang Toto, Nuria, Halida, Simanjuntak, Mariana, Purba, Bonaraja, & Sudarmanto, Eko. (2021). Inovasi Desa Wisata Potensi, Strategi dan Dampak Kunjungan Wisata. In Yayasan Kita Menulis.

 

Sekarang, Uma. Bougie, Roger. (2016). Research Methods for Business. 1–23.

 

Simpson, Julia. (2022). Economic Impact 2022. Wttc, 1–36.

 

Sucipto, Adi, Ntb, U., Ratulangi, Sam, Sulut, U., Riau, U., Yani, Ahmad, Jateng, U., Ii, Badaruddin, Sultan, M., Nad, U., Yani, Ahmad, Jateng, U., Ii, Badaruddin, Ntb, U., Ratulangi, Sam, Sulut, U., Yani, Ahmad, Jateng, U., & Sultan, M. (2019). TABEL . 1 Perkembangan Kunjungan Wisatawan Mancanegara Ke Indonesia Pintu Masuk Utama Tabel . 2 Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara Menurut Pintu Masuk Dan Kebangsaan Bulan Agustus Tahun 2019 ( Angka Revisi ) ( Lanjutan ) Malaysia Filipina Singapura Th. Kemenparekraf, 2018(Irts 2008), 2018–2020.

 

Suryanto, Tulus, Haseeb, Muhammad, & Hartani, Nira Hariyatie. (2018). The correlates of developing green supply chain management practices: Firms level analysis in Malaysia. International Journal of Supply Chain Management, 7(5), 316–324.

 

Teeroovengadum, Viraiyan. (2019). Environmental identity and ecotourism behaviours: examination of the direct and indirect effects. Tourism Review, 74(2), 257–269. https://doi.org/10.1108/TR-11-2017-0190

 

Thi Khanh, Chi Nguyen, & Phong, Le Thai. (2020). Impact of environmental belief and nature-based destination image on ecotourism attitude. Journal of Hospitality and Tourism Insights, 3(4), 489–505. https://doi.org/10.1108/JHTI-03-2020-0027

 

Van der Werff, Ellen, Steg, Linda, & Keizer, Kees. (2013). The value of environmental self-identity: The relationship between biospheric values, environmental self-identity and environmental preferences, intentions and behaviour. Journal of Environmental Psychology, 34, 55–63. https://doi.org/10.1016/j.jenvp.2012.12.006

 

Vicente-Molina, María Azucena, Fernández-Sáinz, Ana, & Izagirre-Olaizola, Julen. (2013). Environmental knowledge and other variables affecting pro-environmental behaviour: Comparison of university students from emerging and advanced countries. Journal of Cleaner Production, 61, 130–138. https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2013.05.015

 

Wanga, Joshua O., Hayombe, Patrick O., Odunga, Pius O., & Odede, Fredrick Z. A. (2013). The Nexus between environmental knowledge and ecotourism attitude among the local youths in Co-educational Secondary Schools in Bondo Sub-County , Siaya County , Kenya. International Journal of Business and Social Research, 3(7), 103–116.

 

Yue, Dan, Wang, Shuai, Liang, Xiao, Tong, Zepeng, & Sun, Yan. (2021). Comparative analysis of environmental identity and animal attitude between male and female. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 647(1), 0–4. https://doi.org/10.1088/1755-1315/647/1/012162