RASIO KEUANGAN, ANALISIS DISKRIMINAN DAN PREDIKSI
KEBANGKRUTAN PADA PERUSAHAAN PERTAMBANGAN SUBI SEKTOR PERTAMBANGAN LOGAMIDAN
MINERAL LAINNYA YANG TERDAFTAR DI BEI TAHUN 2019-2022
Yayan
Nuryana1, Victor Prasetya2, Santi Suciningtyas3,
Selamet4
Institut Teknologi
dan Bisnis Adias Pemalang
yayan.nuryana1606@gmail.com,
victor.prasetya2@gmail.com,
suciningtyassanti@gmail.com,
selapemalang59@gmail.com
Abstrak
Abstrak yang ditampilkan
dalam dua bahasa Inggris dan Studi ini menentukan kemungkinan suatu perusahaan bangkrut dengan menggunakan sejumlah rasio keuangan. Peneliti menggunakan enam perusahaan pertambangan di subsektor logamodani mineral lainnya yangi terdaftar
di Bursa Efek Indonesia selama periode
2019–2022. Seluruh laporan keuangan perusahaan pertambangan secara keseluruhan dikumpulkan dan dihitung menggunakan formula yang
dikembangkan oleh Altman. Hasil PT ANTM dan CITA dari 2019–2022 menunjukkan kesehatan bisnis. Sementara IFSH dan TINS mengalami
kesulitan pada awal tahun observasi, keduanya menjadi baik pada akhir tahun observasi.
Di empat tahun pengamatan 2019-2022, nilai Z DKFT
dan SMRU rendah.
Kata
kunci: Kebangkrutan, Perusahaan Pertambangan
Logam Mineral
Abstract
This
research employs a number of financial parameters to identify potential firm
bankruptcies. Siximining firms in the metal and other
mineral industry that were listed on the Indonesiai
Stock iExchangei between 2019 and 2022 were used in
the research. All financial information from all mining businesses are gathered and totaled using Altman's technique. As a
consequence, PT ANTM and CITA show solid businesses from 2019 to 2022. While
this was going on, IFSH and TINS both had problems at the start of the
observation year, but by the conclusion, both had improved. Poor Z scores were
recorded for DKFT and SMRU in the four observation years 2019–2022.
Keywords: Bankruptcy, Metal Mineral Mining Company
Pendahuluan
Beberapa perusahaan
dapat merajai pasar
Indonesia selama masa kejayaannya.
Hal ini disebabkan oleh fakta
bahwa produk yang dibuat memiliki kemampuan untuk menarik perhatian pelanggan. Seiring berjalannya waktu, perusahaan-perusahaan itu gagal mempertahankan kesuksesan mereka. Mereka tiba-tiba bangkrut. Bahkan perusahaan milik negara (BUMN) tidak selalu beroperasi dengan lancar; ada kemungkinan mereka akan pailit
atau bangkrut. Pada tahun 2022, perekonomian dunia berada di bawah tekanan karena berbagai peristiwa, seperti perang Rusia-Ukraina dan pembatasan akibat COVID-19. Bagaimana dengan tahun 2023 dan kemudian? Mungkinkah ekonomi global menghadapi tantangan yang lebih besar
(Jakarta, CNBC Indonesia).
Bisnis harus mampu mengelola sumber daya mereka
secara efisien dalam situasi ekonomi
yang tidak stabil. Salah satu penyebab perekonomian yang tidak stabil adalah era globalisasi, di mana bisnis bersaing dengan pesaing di seluruh dunia. Hal ini
berdampak pada kemampuan bisnis untuk bertahan (Rahmadini,
2016). Laporan keuangan, baik publik maupun tidak, sangat penting untuk mengetahui tingkat keuntungan dan kerugian yang akan menguntungkan investori atau stake holder perusahaan di
masa depan. Namun, perusahaan sering mengalami kesulitan keuangan (financial distress) ketika
mereka tidak dapat memenuhi janji pembayarannya atau ketika proyeksi
arus kasnya menunjukkan bahwa mereka tidak akan
dapat memenuhi kewajibannya.
Setiap
perusahaan harus mewaspadai kebangkrutan dan melakukan analisis kebangkrutan (Mastuti
et al., 2013). Ketika suatu
organisasi, organisasi, atau individu tidak
dapat memenuhi kewajibannya dengan tepat waktu, baik saat jatuh tempo maupun sesudah jatuh tempo, itu disebut sebagai risikoq kredit (Fahmi,
2013). Analisis stres
keuangan menganalisis kondisi kebangkrutan untuk mengantisipasi kebangkrutan di masa
mendatang. Analisis ini harus
dilakukan sejak dini untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan agar tidak bangkrut.
Industri manufaktur
dinilai perlu meningkatkan daya saingnya dengan memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan efisiensi proses produksi dan inovasi di tengah persaingan ketat dengan pelaku
usaha di Asia. Menurut (Sugianto
et al., 2022), kontribusi
industri manufaktur terhadap
PDB negara telah menurun selama dua tahun terakhir. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS),
industri manufaktur hanya berkontribusi 19,82%
terhadap Produk Domestik
Bruto (PDB) pada tahun 2018, sebesar
Rp 14.837 triliun. Ini lebih rendah
dari kontribusi 21,22%
terhadap PDB RI pada tahun sebelumnya,
yang sebesar Rp 13,588 triliun.
Ketika perusahaan tidak dapat membayar utang mereka, itu disebut kebangkrutan (Kurniadi,
2021). Dalam laporan
keuangan perusahaan, kondisi ini tidak terlihat. Rasio keuangan suatu perusahaan dapat menyebabkan kebangkrutan.
Untuk mengetahui kapan sebuah bisnis
akan bangkrut, ada banyak metode
analisis yang dapat digunakan. Menurut (Peter
& Yoseph, 2011), Springate menggunakan
analisis multiple diskriminasi
langkah demi langkah untuk memilih empat dari
Sembilan belas rasio keuangan yang populer untuk menentukan apakah bisnis berada dalam
zona aman atau zona bangkrut. Sebaliknya, Zmijewski melakukan studinya pada tahun 1983 dengan merevisi bidang studi kebangkrutan yang dia lakukan selama
dua puluh tahun dan meningkatkan relevansi rasio keuangan sebagai alat untuk menentukan kegagalan keuangan perusahaan. Metode Fulmer 1984, yang menggunakan
metode langkah-langkah
multiple discriminate analysis, digunakan untuk mengevaluasi 40 rasio keuangan yang diterapkan untuk sampel 60 perusahaan. Fulmer menemukan bahwa tiga puluh perusahaan
gagal, dan tiga puluh perusahaan lainnya berhasil (Rajasekar,
2014). Metode Grover menggunakan
sampel skor Altman Z tahun 1968 yang sama, tetapi dengan menambahkan
tiga belas rasio keuangan baru. Di antara 70 perusahaan yang disurvei, 35 mengalami kebangkrutan dan 35 lainnya tidak (Prihanthini
& Sari, 2013). Namun, (Altman,
1968), dalam
Rasidah dan Sarwani (2008), menyatakan
bahwa model prediksi yang menggabungkan berbagai rasio keuangan dengan analisis diskriminan dapat digunakan untuk memprediksi kebangkrutan bisnis.
Nilai Z-Score menunjukkan apakah perusahaan sehat, rawan, atau
bangkrut secara keuangan. Menurut model ini, perusahaan dianggap bangkrut jika skor
X melebihi 0. Sebaliknya,
model Springate adalah model prediksi
kebangkrutan yang dipelajari
pada tahun 1978 dan dikembangkan
dari model Altman dengan menggunakan Analysis of Multiple Discrimination (MDA).
Dalam model ini, empat rasio
keuangan digunakan untuk menentukan apakah sebuah bisnis sehat
atau bahkan berpotensi bangkrut. Rasio perputaran modal kerja, rasio perputaran total aset, rasio rentabilitas
ekonomi, dan rasio laba sebelum pajak terhadap utang
lancar adalah rasio aktivitas yang digunakan. Model Springate ini dapat
digunakan untuk memprediksi
kebangkrutan dengan nilai keakuratan 92,5%.
kor Altman Z pertama
kali dibuat pada tahun 1968
dan mengacu pada perusahaan
industri yang terdaftar di
pasar saham AS. Model Altman, yang didasarkan pada rasio keuangan yang beragam dalam konteks multivariat
dan model diskriminasi, digunakan
untuk mengukur kinerja kebangkrutan dan dapat diterapkan baik pada perusahaan manufaktur public maupun non-publik (Kurniadi,
2021). Dalam model ini, nilai cut-off ideal adalah 0,862.
Nilai S di bawah 0,862 menunjukkan
bahwa perusahaan diprediksi akan mengalami kebangkrutan, sementara nilai S-Score di atas 0,862 menunjukkan bahwa perusahaan tersebut dikategorikan sehat.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan penilaian kebangkrutan menggunakan Model Altman (Z Score) pada perusahaan
pertambangan yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia selama tahun
2019–2022 dalam subsektor pertambangan logam dan mineral lainnya.
Metode
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Pengambilan sampel non-probabilitas digunakan melalui metode purposive sampling:
Tabel 1. Hasil Purposive Sampling Berdasarkan Kriteria Perusahaan Manufaktur Sub
Sektor Pertambangan Logam
dan Mineral lainnya yang Terdaftar di
BEI 2019-2022
No |
Kriteria |
Jumlah |
1 |
Perusahaan manufaktur
yang beroperasi di subsektor
pertambangan logam dan
mineral lainnya yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia antara tahun 2019 dan 2022 |
11 |
2 |
Perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan dalam mata uang internasional |
3 |
3 |
Perusahaan yang tidak
memiliki dukungan data |
0 |
4 |
Perusahaan yang tidak
melaporkan secara berturut-turut |
2 |
5 |
Jumlah perusahaan
yang memenuhi kriteria |
6 |
6 |
Periode pengamatan
4 tahun x 6 perusahaan |
24 |
Jumlah sampel |
24 |
Peneliti menggunakan
teknik studi dokumentasi untuk mengumpulkan data
dan informasi tentang penelitian ini. Menggunakan laporan
keuangan tahunan perusahaan manufaktur di
subsector pertambangan logam
dan mineral lainnya yang terdaftar
di BEI 2019-2022. Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Bursa Efek
Indonesia, yang dapat diakses
di www.idx.co.id.
Kebangkrutan (Y) adalah
variabel terikat dalam penelitian ini. Di sisi lain, variabel bebas dalam penelitian ini
adalah Working Capital
to Total Assets (X1), Retained
Earnings to Total Assets (X2), Earnings
Before Interest and Taxito Total Assets
(X3), Book Value Equity to
Book Value of Total Liabilities (X4), dan Sales to Total Assets (X5). Peneliti menggunakan data kuantitatif
untuk analisis penelitian
ini. Data ini berasal dari laporan keuangan yang tersedia di www.idx.co.id. Laporan
keuangan perusahaan pertambangan yang dipilih dipelajari terlebih dahulu, dan semua rasio keuangan yang diperlukan direkap dan dimasukkan ke dalam formula yang sesuai dengan skor Z. Setelah data rasio dihitung, rumus Z Score digunakan untuk mengolah data. Selanjutnya, analisis data penelitian dilakukan dengan cara berikut:
1.
Menghitungi nilai Z” (Z” score) untuk mengetahui tingkat kesehatan keuangan perusahaani dengan menggunakan analisis Altman
yang menggunakan empat rasio keuangan.
a.
Modal kerja
terhadap Total Harta
𝑿𝟏 = 𝒄𝒖𝒓𝒓𝒆𝒏𝒕 𝒂𝒔𝒔𝒆𝒕𝒔 − 𝒄𝒖𝒓𝒓𝒆𝒏𝒕 𝒍𝒊𝒂𝒃𝒊𝒍𝒊𝒕𝒊𝒆𝒔 / 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍 𝒂𝒔𝒔𝒆𝒕𝒔
b.
Laba yang
ditahan terhadap total harta
(Retained Earning to
Total Assets)
𝑿𝟐 = 𝒓𝒆𝒕𝒂𝒊𝒏𝒆𝒅 𝒆𝒂𝒓𝒏𝒊𝒏𝒈 / 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍 𝒂𝒔𝒔𝒆𝒕𝒔
c.
Pendapatan Sebelum Pajak dan bunga terhadap
total harta
𝑿𝟑 = 𝑬𝒂𝒓𝒏𝒊𝒏𝒈 𝒃𝒆𝒇𝒐𝒓𝒆 𝑰𝒏𝒕𝒆𝒓𝒆𝒔𝒕 𝒂𝒏𝒅 𝒕𝒂𝒙 / 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍 𝒂𝒔𝒔𝒆𝒕𝒔
d.
Modal Sendiri
terhadap total Hutang
𝑿𝟒 = 𝑴𝒂𝒓𝒌𝒆𝒕 𝒗𝒂𝒍𝒖𝒆 𝒐𝒇 𝒆𝒒𝒖𝒊𝒕𝒚 / 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍 𝒍𝒊𝒂𝒃𝒊𝒍𝒊𝒕𝒊𝒆𝒔
e.
Penjualan Total Terhadap Asset Total
𝑿𝟓 = 𝑷𝒆𝒏𝒋𝒖𝒂𝒍𝒂𝒏 / 𝑨𝒔𝒔𝒆𝒕 𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍
2.
Setelah rasio-rasio tersebut dihitung, kemudian dimasukkan ke dalam
model: Z” = 1,2 X1 + 1,4 X2 + 3,3 X3 + 0,6 X4 + 0,99 X5
3.
Setelah
itu melakukan klasifikasi
terhadap nilai Z yang dihasilkan
tersebut di atas, maka dilakukan pencocokan kriteria
sebagai berikut:
a.
Z-Score
> 2,90 maka perusahaan dalam keadaan sehat
sehingga tidak mengalami kesulitan keuangan.
b.
1,23
< Z-Score < 2,90 berada di area abu-abu (tidak dapat menentukan sehat atau bangkrut).
c.
Z-Score
< 1,23 maka perusahaan memiliki kesulitan keuangan dan berisiko tinggi mengalami kebangkrutan.
Kebangkrutan
Menurut (Assaji
& Machmuddah, 2017), kebangkrutan
adalah situasi di mana
setiap perusahaan harus mempertimbangkan berbagai situasi. Perusahaan dapat bangkrut karena masalah keuangan yang tidak diselesaikan dengan cepat. Jika total aktiva perusahaan kurang dari total kewajibannya, perusahaan dianggap bangkrut. Namun, menurut (Rudianto,
2013), kebangkrutan (bancrupty) adalah ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajiban keuangannya pada tanggal jatuh tempo, yang menyebabkan kebangkrutan atau masalahi likuiditas
yang dapat menyebabkan kebangkrutan.
Tahapan Kebangkrutan
menurut Kordestani. at all
(2011:278) t adalah sebagai berikut:
a) Latency merupakan tahap dari Return On Assets (ROA) suatu perusahaan akan mengalami penurunan.
b) Shortage of Cash merupakan tahap kekurangan
kas. perusahaani tidak memiliki sumber daya kas yang cukup untuk memenuhi
kewajiban perusahaan saat ini, meskipuni perusahaan memiliki৾ tingkat profitabilitas yang cukup kuat.
c) Financial Distress merupakan tahap kesulitan
keuangan yang dapat dianggap sebagai keadaan keuangan darurat. Pada kondisi ini mendekati kebangkrutan
d) Bankruptcy merupakan tahap kebangkrutan.
Jika perusahaan sudah tidak
dapat menyembuhkan gejala kesulitan keuangan (financial
distress).
Model Altman Revisi 1983
Model prediksi kebangkrutan yang dibuat
oleh Altman
diubah dengan tujuan agar dapat diterapkan untuk perusahaan manufaktur swasta dan publik.
Perusahaan manufaktur privat tidak memiliki nilai ekuitas pasar, jadi variabel
X4 pada fungsi
ini menggunakan nilai
ekuitas pemilik saham. Karena beberapa perusahaan tidak melakukan go public dan tidak memiliki nilai pasar, formula untuk perusahaan manufaktur yang
tidak melakukan go public diubah menjadi sebagai
berikut:
Z = 0,717X1 + 0,847X2 + 3,107X3 + 0,420X4 + 0,998X5
Di mana:
Z = Bankrupcy index
X1 = Working Capital / Total Assets
X2 = Retained Earnings / Total Assets
X3 = Earnings Before Interest and Tax / Total Assets
X4 = Book
Value of Equity / Book Value of Total Liabilities
X5 = Sales
/ Total Assets
Dengan kriteria penilaian sebagai berikut:
1. Z-Score
> 2,90i maka perusahaan dalam keadaan sehat sehingga tidak mengalami
kesulitan keuangan.
2. 1,23
< Z-Score < 2,90i berada di area abu-abu (tidak
dapat menentukan sehat atau
bangkrut).
3. Z-Score
< 1,23i maka perusahaan memiliki kesulitan keuangan dan berisiko tinggi
mengalami kebangkrutan.
Working Capital to Total Assets (X1)
Working
Capital to Total Asset (WCTA), menunjukkan ketersediaan
modal kerja
bersih dan jumlah aset lancar yang tersedia untuk operasi bisnis. Modal kerja
yang dimaksudkan di sini, menurut (Rudianto, 2013), adalah
perbedaan antara aktiva lancar (current assets) dan hutang lancar (current liabilities). Semua utang
berbunga, seperti kas dan surat berharga, dikeluarkan dari modal kerja (Mujibah et al., 2018). Working Capital to Total Asset dapat dihitung dengan
rumus :
X1
= Working Capital to Total Assets = Modal Kerja/Total
Aktiva
Rasio ini pada dasarnya merupakan salah satu rasio likuiditas yang
mengatur kemampuan perusahaan
untuk memenuhi kewajiban jangka pendek,
menurut Supardi (2003:81). Dalam kasus di mana aktiva lancar lebih kecil dari
kewajiban lancar, hasil rasio tersebut dapat negatif. Indikator internal seperti
ketidakcukupan kas,
peningkatan utang dagang, penurunan utilisasi modal (harta kekayaan), dan penambahan
hutang yang tidak terkendali
adalah beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi masalah
dengan tingkat likuiditas perusahaan jika dikombinasikan dengan indikator
kebangkrutan di atas. Modal kerja positif menunjukkan bahwa bisnis memiliki
kemampuan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya, sedangkan modal kerja
negatif menunjukkan bahwa bisnis tidak dapat memenuhi kewajiban jangka
pendeknya; ini dapat menyebabkan kesulitan untuk membayar kembali kreditur
dalam jangka pendek, yang pada akhirnya menyebabkan perusahaan bangkrut.
Retained Earnings / Total Assets (X2)
Retained
Earning to Total Asset adalah rasio yang menghitung total laba
perusahaan dibandingkan dengan semua asetnya. Ini menunjukkan bagian dari aset
total yang dibiayai oleh laba ditahan. Rasio ini menunjukkan bahwa manajemen
telah berkembang dengan terlalu banyak menggunakan laba yang terkumpul untuk diinvestasikan
kembali daripada menarik atau membayar dividen. Ini juga menunjukkan bahwa
manajemen ingin berinvestasi lebih banyak di aset perusahaan dengan hutang atau
saham baru. Sejauh mana perusahaan bergantung pada hutang atau leverage dapat dilihat dengan melihat
rasio laba ditahan terhadap total aset. Jika rasionya lebih rendah, perusahaan
lebih cenderung mendanai aset dengan meminjam daripada melalui laba ditahan.
Ini sekali lagi meningkatkan risiko kebangkrutan bagi perusahaan jika mereka
tidak dapat memenuhi utang mereka. Karena perusahaan lebih lama beroperasi,
semakin besar kemungkinan akumulasi laba ditahannya, umur perusahaan
memengaruhi rasio tersebut.Hal ini menghasilkan hasil yang sangat menguntungkan
pada awalnya (Rudianto, 2013).
X2
= Retained Earning to Total Assets =
Laba Ditahan /Total Aktiva
Earnings Before Interest and Tax
/ Total Assets (X3)
Rasio ini menghitung profitabilitas,
yaitu tingkat pengembalian aset, yang dihitung dengan membagi laba sebelum
bunga dan pajak (earning before interest
and tax) tahunan perusahaan dengan total aset pada neraca akhir tahun. Ini
menjelaskan betapa pentingnya pencapaian laba perusahaan untuk memenuhi
kewajiban bunga investor. Rasio ini juga mengukur kemampuan laba,
yaitu tingkat pengembalian
aktiva, yang dihitung dengan membagi laba sebelum bunga dan pajak (earning before interest and tax)
tahunan perusahaan
dengan total aset
pada neraca akhir
tahun. (Nyland
et al., 2009).
X3
= Earning Before Interest and Tax =
Laba Sebelum Bunga dan Pajak/Total Aktiva
Book Value of Equity / Book Value
of Total Liabilities (X4)
Laporan perubahan ekuitas biasanya
digunakan oleh perusahaan untuk mengungkapkan perubahan dalam hak pemegang
saham. Nilai buku ekuitas, atau nilai buku ekuitas, adalah hasil dari nilai
buku aktiva dikurangi nilai buku kewajiban. Di sisi lain, nilai buku utang adalah
jumlah utang
yang menjadi kewajiban perusahan
saat ini. Rumus untuk rasio ini adalah sebagai berikut:
X4 = Book Value of Equity to Book Value of Debt
= Nilai Buku Ekuitas/ Nilai Buku Utang
Sales / Total Assets (X5)
Rasio ini menunjukkan kepada investor
seberapa baik manajemen menangani persaingan dan seberapa efektif bisnis
menggunakan aset untuk menjual. S/TA yang rendah atau turun, juga dikenal
sebagai perputaran aset, adalah tanda kegagalan untuk meningkatkan pangsa
pasar. Rasio ini biasanya digunakan untuk mengukur seberapa efektif manajemen
menggunakan semua aktiva perusahaan untuk menghasilkan penjualan dan
keuntungan.
Kerangka Pemikiran
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Hasil dan Pembahasan
A. Hasil Penelitian
Menurut perhitungan Z Score, nilai rasio keamanan
perusahaan harus lebih dari 2,90, yang menunjukkan bahwa perusahaan tidak mengalami masalah keuangan dan berada dalam keadaan
sehat. Nilai di bawah 2,90 berada di area abu-abu, yang
berarti tidak dapat menentukan apakah perusahaan itu sehat atau bangkrut, dan nilai di bawah 1,23 menunjukkan bahwa perusahaan mengalami masalah keuangan dan berisiko tinggi mengalami kebangkrutan. Dari data
yang telah diolah, peneliti menemukan bahwa enam perusahaan
mengalami fluktuasi ini karena perubahan pendapatan yang terjadi dari tahun
ke tahun.
Nilai
"Z" dari masing-masing perusahaan
ditunjukkan dalam tabel berikut:
Tabel 2.
Hasil Kalkulasi Z Score Perusahaan Pertambangan
Sub Sektor Logam dan Mineral Lainnya
Periode 2019-2022
Kode Saham |
TAHUN |
VARIABEL X |
Z SCORE |
||||
X1 |
X2 |
X3 |
X4 |
X5 |
|||
ANTM |
2019 |
0,08 |
0,25 |
0,02 |
1,50 |
1,08 |
2,93 |
2020 |
0,05 |
0,26 |
0,05 |
1,50 |
0,86 |
2,73 |
|
2021 |
0,16 |
0,30 |
0,09 |
1,73 |
1,17 |
3,44 |
|
2022 |
0,17 |
0,38 |
0,16 |
2,39 |
1,37 |
4,46 |
|
CITA |
2019 |
0,21 |
0,43 |
0,22 |
1,09 |
1,01 |
2,96 |
2020 |
0,16 |
0,46 |
0,20 |
5,07 |
1,05 |
6,95 |
|
2021 |
0,16 |
0,49 |
0,16 |
5,78 |
1,06 |
7,65 |
|
2022 |
0,13 |
0,51 |
0,16 |
4,59 |
1,09 |
6,48 |
|
DKFT |
2019 |
0,03 |
-0,08 |
-0,05 |
0,58 |
0,21 |
0,70 |
2020 |
-0,02 |
-0,14 |
-0,11 |
0,37 |
0,45 |
0,54 |
|
2021 |
-0,05 |
-0,25 |
-0,62 |
0,19 |
0,62 |
-0,10 |
|
2022 |
0,04 |
-0,21 |
0,03 |
0,19 |
0,33 |
0,38 |
|
IFSH |
2019 |
0,04 |
0,13 |
0,11 |
0,77 |
0,91 |
1,95 |
2020 |
0,15 |
0,16 |
0,04 |
0,92 |
0,35 |
1,62 |
|
2021 |
0,24 |
0,35 |
0,19 |
1,72 |
0,90 |
3,40 |
|
2022 |
0,23 |
0,46 |
0,22 |
2,48 |
0,86 |
4,26 |
|
SMRU |
2019 |
0,02 |
-0,44 |
-0,11 |
0,86 |
0,42 |
0,75 |
2020 |
-0,13 |
-0,82 |
-0,27 |
0,53 |
0,38 |
-0,31 |
|
2021 |
-0,53 |
-1,26 |
-0,24 |
0,26 |
0,53 |
-1,24 |
|
2022 |
-0,57 |
-1,40 |
-0,03 |
0,26 |
0,53 |
-1,21 |
|
TINS |
2019 |
0,02 |
-0,03 |
-0,04 |
0,35 |
0,95 |
1,25 |
2020 |
0,05 |
-0,06 |
-0,02 |
0,52 |
1,05 |
1,53 |
|
2021 |
0,12 |
0,02 |
0,12 |
0,75 |
0,99 |
2,01 |
|
2022 |
0,24 |
0,01 |
0,11 |
1,17 |
0,96 |
2,48 |
B. Pembahasan
Data laporan keuangan diolah menggunakan rasio yang telah ditetapkan sebelumnya oleh peneliti. Angka konstanta yang telah ditetapkan oleh Altman telah dikalikan dengan semua nilai data (200).
Hasil Z Score dari enam perusahaan pertambangan dalam subsektor logam dan mineral dari tahun 2019–2022 adalah sebagai berikut:
Gambar 1. Perkembangan nilai
Z” ANTM
Sumber: Data primer diolah
(2023)
Selama tiga tahun
pengamatan, 2019, 2021, dan 2022, nilai
ANTM selalu di atas 2,90. Pada tahun
2020, ANTM sedikit mengalami
masalah keuangan, tetapi tidak termasuk
dalam kategori berisiko tinggi karena nilainya di atas 1,23. Namun, nilainya masih di bawah 2,90, sehingga berada di area abu-abu atau peneliti tidak
dapat menentukan apakah seseorang sehat atau bangkrut.
Dibandingkan dengan perusahaan logam mineral lainnya, CITA juga memiliki fluktuasi nilai Z, seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut:
Gambar
2. Perkembangan nilai Z”
CITA.
Sumber: Data primer diolah (2023)
Antara perusahaan lainnya yang diamati dalam penelitian
ini, CITA memiliki nilai kapitalisasi tertinggi. Nilai Z-nya, yang paling rendah di tahun 2019 sebesar 2,96, meningkat secara signifikan pada tahun-tahun berikutnya, terutama pada pertengahan tahun observasi tahun 2021 sebesar 7,65, tetapi pada tahun 2022, nilai Z sedikit menurun, sebesar 6,48, meskipun penurunan tidak signifikan. Menurut Z"Score, nilai EBIT yang tinggi mendorong CITA menjadi perusahaan yang diprediksi sehat karena CITA sudah mampu menerapkan tata kelola perusahaan yang baik dan tingkat penjualan yang tinggi.
Sementara DKFT, yang juga dikenal sebagai
PT Central Omega Resources Tbk, memiliki
nilai perhitungan Z yang rendah, dan nilai Z terus menurun dari
tahun ke tahun, seperti yang ditunjukkan dalam grafik berikut:
Gambar
4. Perkembangan nilai Z”
DKFT.
Sumber:
Data primer diolah (2023)
PT.
Central Omega Resources Tbk (DKFT), juga dikenal sebagai PT. Central Omega Resources Tbk, mengalami hasil yang tidak memuaskan karena kegiatan perdagangan sumber daya pertambangan
dan penambangan melalui anak perusahaannya. Pada tahun 1995, perusahaan mulai beroperasi secara komersial. Setelah empat tahun pengamatan,
perusahaan ini tidak memiliki "nilai Z" yang
cukup untuk dianggap sehat.
Nilai DKFT hanya mencapai sekitar 0,70 pada 2019 dan 2020, bahkan
menyentuh angka negatif 0,10 pada 2021, dan sedikit
meningkat menjadi 0,38 pada
2022. Karena nilai Z kurang
dari 1,23, perusahaan menghadapi kesulitan keuangan dan berisiko tinggi mengalami kebangkrutan.
Namun, PT IFSH, juga dikenal sebagai
PT IFISHDECO TBK, adalah perusahaan
pertambangan nikel yang terdaftar di BEI yang beroperasi
sebagai pemilik konsesi tambang nikel di Indonesia dan bertanggung jawab atas eksplorasi, pengembangan, produksi, dan pemasaran bijih nikel. Diagram berikut menunjukkan analisis nilai Z Score:
Gambar 5. Perkembangan
nilai Z” IFSH
Sumber:
Data diolah (2023)
Menurut perhitungan Z Scor, perusahaan ini sempat mengalami masalah keuangan pada tahun 2019 ketika nilai Z-nya hanya 1,95; kemudian, pada tahun 2020, nilainya turun lagi ke nilai Z sebesar 1,62, yang bahkan telah dimasukkan
ke dalam kategori berisiko tinggi karena nilainya di bawah 2,9. Dengan posisi nilai ini, perusahaan berada di area abu-abu (tidak dapat menentukan
apakah sehat atau bangkrut). Meskipun demikian, nilai Z skor IFSH mengalami peningkatan yang signifikan pada dua tahun terakhir, yaitu 2021 dan 2022.
Nilai Znya mencapai 3,40 pada tahun
2021 dan naik lagi menjadi 4,26 pada tahun 2022. Oleh karena itu, IFSH
sama sekali tidak mengalami kesulitan yang signifikan pada tahun 2021 dan 2022 karena nilai Z yang besar. Menurut Z"Score, peningkatan EBIT yang signifikan
di tahun 2021 dan terus
naik di tahun 2022 mendorong
IFSH menjadi perusahaan
yang diprediksi sehat.
Sementara PT. SMR Utama Tbk (SMRU) adalah perusahaan pertambangan dan sumber daya alam yang saat ini mengoperasikan lokasi tambang mangan di Nusa Tenggara Timur, Indonesia, SMRU cenderung memiliki nilai Z" yang rendah dan telah menurun selama
empat tahun penelitian. Gambar berikut menunjukkan hal ini:
Gambar 6. Perkembangan
nilai Z” SMRU.
Sumber:
Data diolah (2023)
Hasil buruk dirasakan oleh SMRU perusahaan yang bergerak pertambangan dan sumber daya alam yang saat ini mengoperasikan lokasi tambang Mangan di Nusa
Tenggara Timur, Indonesia. Perusahaan ini selama empat tahun analisis
tidak mempunyai nilai Z” yang cukup untuk dikatakan
sehat. Nilai Z terbesar dari SMRU hanya menyentuh diangka 0,75 dan dan terus menurun
sampai menyentuh nilai negative sampai tahun 2022. Perusahaan ini masuk dalam wilayah yang memiliki kesulitan keuangan dan berisiko tinggi mengalami kebangkrutan karena selama empat
tahun pengamatan memiliki nilai yang kurang dari 1,23. Dan harus dimanage secara benar untuk menghindari terjadinya kebangkrutan.
Perusahaan
TINS memiliki nilai Z” yang
relative bagus antar tahun analisis, karena nilainya terus meningkat dari tahun ketahun selama
empat tahun pengamatan, Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut ini:
Gambar 7. Perkembangan
nilai Z” TINS.
Sumber:
Data diolah (2023)
PT. Timah
Tbk (TINS) beroperasi dalam bidang tambang,
manufaktur, perdagangan, transportasi, dan jasa yang terkait dengan tambang. Pada 2 Agustus 1976, perusahaan
mulai beroperasi secara komersial. Pabrik berada di Pangkalpinang, Bangka Belitung. Walaupun
Z Scor kurang dari 2,9, gerafiknya relatif baik karena nilainya terus meningkat dari tahun ke tahun.
Nilai tertinggi untuk perusahaan
ini terjadi pada tahun terakhir analisis, 2022, dengan nilai 2,48, yang menempatkannya di area abu-abu (tidak dapat menentukan
apakah perusahaan ini sehat atau bangkrut)
karena nilainya di bawah 2,90.
Kesimpulan
Hasil penghitungan menunjukkan bahwa dua
perusahaan, ANTM dan CITA, memiliki nilai Z yang selalu lebih besar dari dua
koma sembilan puluh empat tahun pengamatan; ini menunjukkan bahwa perusahaan
tersebut berada dalam kondisi yang sehat dan tidak mengalami masalah keuangan.
Satu perusahaan mengalami kondisi yang buruk pada tahun pertama dan kedua pengamatan,
IFSH, tetapi pada tahun ketiga dan keempat perusahaan tersebut memiliki nilai Z
yang lebih besar dari dua oma 90. Ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut
memiliki keuangan yang baik. Namun, untuk dua perusahaan lainnya, DKFT dan
SMRU, nilanya selalu di bawah 1,23, yang menunjukkan bahwa selama empat tahun
pengamatan, perusahaan mengalami kesulitan keuangan. Selama empat tahun
pengamatan, nilai TINS cenderung terus meningkat, tetapi selalu kurang dari
2,90, sehingga nilainya abu-abu, menunjukkan bahwa kondisi keuangan perusahaan
tidak jelas.
Penelitian yang akan datang diharapkan
dapat membandingkan analisis prediksi kebangkrutan dengan model prediktor
kebangkrutan lainnya. Selain itu, disarankan untuk melakukan penelitian yang
lebih luas pada subsektor pertambangan yang berbeda, seperti subsektor
pertambangan batu bara dan migas.
DAFTAR PUSTAKA
Altman, E. I. (1968). Financial
ratios, discriminant analysis and the prediction of corporate bankruptcy. The
Journal of Finance, 23(4), 589–609.
Assaji, J. P., & Machmuddah, Z.
(2017). Rasio keuangan dan prediksi financial distress. Jurnal Penelitian
Ekonomi Dan Bisnis, 2(2), 58–67.
Fahmi, I. (2013). Analisis laporan
keuangan: Alfabeta. Bandung.
Kurniadi, A. (2021). Analisis Rasio
Keuangan Untuk Memprediksi Financial Distress Perusahaan Manufaktur Di BEI. Jurnal
Ilmiah Manajemen Kesatuan, 9(3), 495–508.
Mastuti, F., Saifi, M., & Azizah,
D. F. (2013). Altman z-score sebagai salah satu metode dalam menganalisis
estimasi kebangkrutan perusahaan. Jurnal Administrasi Bisnis, 6(1),
1–10.
Mujibah, M., Ulfah, Y., & Nadir,
M. (2018). Analisis Kebangkrutan Metode Z-Score Altman Pada Bank Asing. Jurnal
Ilmu Manajemen Mulawarman (JIMM), 3(4).
Nyland, C., Forbes‐Mewett, H.,
Marginson, S., Ramia, G., Sawir, E., & Smith, S. (2009). International
student‐workers in Australia: a new vulnerable workforce. Journal of
Education and Work, 22(1), 1–14.
Peter, P., & Yoseph, Y. (2011).
Analisis Kebangkrutan Dengan Metode Z-Score Altman, Springate Dan Zmijewski
Pada PT. Indofood Sukses Makmur Tbk Periode 2005–2009. Maksi, 4(2),
220173.
Prihanthini, N., & Sari, M. M. R.
(2013). Prediksi Kebangkrutan Dengan Model Grover, Altman Z-Score, Springate
Dan Zmijewski Pada Perusahaan Food And Beverage Di Bursa Efek Indonesia. E-Jurnal
Akuntansi Universitas Udayana, 5(2), 417–435.
Rahmadini, A. A. (2016). Analisis
Kesesuaian Prediksi Kebangkrutan Model Altman Z-Score, Fulmer Dan Springate
Terhadap Opini Auditor Pada Perusahaan Delistingtahun 2015. Ikonomika:
Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Islam, 1(2), 144–156.
Rajasekar, J. (2014). Factors
affecting effective strategy implementation in a service industry: A study of
electricity distribution companies in the Sultanate of Oman. International
Journal of Business and Social Science, 5(9).
Rudianto, M. (2013). ANALISIS
KUALITAS PELAYANAN JASA PERBANKAN TERHADAP KEPUASAN NASABAH (Studi Kasus di BRI
Cabang Yogya Katamso). UPN" Veteran" Yogyakarta.
Sugianto, S., Soemitra, A., Yafiz,
M., Dalimunthe, A. A., & Ichsan, R. N. (2022). The implementation of waqf
planning and development through Islamic financial institutions in Indonesia. JPPI
(Jurnal Penelitian Pendidikan Indonesia), 8(2), 275–288.