RASIO KEUANGAN, ANALISIS DISKRIMINAN DAN PREDIKSI KEBANGKRUTAN PADA PERUSAHAAN PERTAMBANGAN SUBI SEKTOR PERTAMBANGAN LOGAMIDAN MINERAL LAINNYA YANG TERDAFTAR DI BEI TAHUN 2019-2022

 

Yayan Nuryana1, Victor Prasetya2, Santi Suciningtyas3, Selamet4

Institut Teknologi dan Bisnis Adias Pemalang

yayan.nuryana1606@gmail.com, victor.prasetya2@gmail.com, suciningtyassanti@gmail.com, selapemalang59@gmail.com

 

 

Abstrak

Abstrak yang ditampilkan dalam dua bahasa Inggris dan Studi ini menentukan kemungkinan suatu perusahaan bangkrut dengan menggunakan sejumlah rasio keuangan. Peneliti menggunakan enam perusahaan pertambangan di subsektor logamodani mineral lainnya yangi terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2019–2022. Seluruh laporan keuangan perusahaan pertambangan secara keseluruhan dikumpulkan dan dihitung menggunakan formula yang dikembangkan oleh Altman. Hasil PT ANTM dan CITA dari 2019–2022 menunjukkan kesehatan bisnis. Sementara IFSH dan TINS mengalami kesulitan pada awal tahun observasi, keduanya menjadi baik pada akhir tahun observasi. Di empat tahun pengamatan 2019-2022, nilai Z DKFT dan SMRU rendah.

 

Kata kunci: Kebangkrutan, Perusahaan Pertambangan Logam Mineral

 

Abstract

This research employs a number of financial parameters to identify potential firm bankruptcies. Siximining firms in the metal and other mineral industry that were listed on the Indonesiai Stock iExchangei between 2019 and 2022 were used in the research. All financial information from all mining businesses are gathered and totaled using Altman's technique. As a consequence, PT ANTM and CITA show solid businesses from 2019 to 2022. While this was going on, IFSH and TINS both had problems at the start of the observation year, but by the conclusion, both had improved. Poor Z scores were recorded for DKFT and SMRU in the four observation years 2019–2022.

 

Keywords: Bankruptcy, Metal Mineral Mining Company

 

Pendahuluan  

Beberapa perusahaan dapat merajai pasar Indonesia selama masa kejayaannya. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa produk yang dibuat memiliki kemampuan untuk menarik perhatian pelanggan. Seiring berjalannya waktu, perusahaan-perusahaan itu gagal mempertahankan kesuksesan mereka. Mereka tiba-tiba bangkrut. Bahkan perusahaan milik negara (BUMN) tidak selalu beroperasi dengan lancar; ada kemungkinan mereka akan pailit atau bangkrut. Pada tahun 2022, perekonomian dunia berada di bawah tekanan karena berbagai peristiwa, seperti perang Rusia-Ukraina dan pembatasan akibat COVID-19. Bagaimana dengan tahun 2023 dan kemudian? Mungkinkah ekonomi global menghadapi tantangan yang lebih besar (Jakarta, CNBC Indonesia).

Bisnis harus mampu mengelola sumber daya mereka secara efisien dalam situasi ekonomi yang tidak stabil. Salah satu penyebab   perekonomian yang tidak   stabil adalah era globalisasi, di mana bisnis bersaing dengan pesaing di seluruh dunia. Hal ini berdampak pada kemampuan bisnis untuk bertahan (Rahmadini, 2016). Laporan keuangan, baik publik maupun tidak, sangat penting untuk mengetahui tingkat keuntungan dan kerugian yang akan menguntungkan investori atau stake holder perusahaan di masa depan. Namun, perusahaan sering mengalami kesulitan keuangan (financial distress) ketika mereka tidak dapat memenuhi janji pembayarannya atau ketika proyeksi arus kasnya menunjukkan bahwa mereka tidak akan dapat memenuhi kewajibannya.

Setiap   perusahaan harus mewaspadai kebangkrutan dan melakukan analisis kebangkrutan (Mastuti et al., 2013). Ketika suatu organisasi, organisasi, atau individu tidak dapat memenuhi kewajibannya dengan tepat waktu, baik saat jatuh tempo maupun sesudah jatuh tempo, itu disebut sebagai risikoq kredit (Fahmi, 2013). Analisis stres keuangan menganalisis kondisi kebangkrutan untuk mengantisipasi kebangkrutan di masa mendatang. Analisis ini harus dilakukan sejak dini untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan agar tidak bangkrut.

Industri manufaktur dinilai perlu meningkatkan daya saingnya dengan memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan efisiensi proses produksi dan inovasi di tengah persaingan ketat dengan pelaku usaha di Asia. Menurut (Sugianto et al., 2022), kontribusi industri manufaktur terhadap PDB negara telah menurun selama dua tahun terakhir. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), industri manufaktur hanya berkontribusi 19,82% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2018, sebesar Rp 14.837 triliun. Ini lebih rendah dari kontribusi 21,22% terhadap PDB RI pada tahun sebelumnya, yang sebesar Rp 13,588 triliun. Ketika perusahaan tidak dapat membayar utang mereka, itu disebut kebangkrutan (Kurniadi, 2021). Dalam laporan keuangan perusahaan, kondisi ini tidak terlihat. Rasio keuangan suatu perusahaan dapat menyebabkan kebangkrutan.

Untuk mengetahui kapan sebuah bisnis akan bangkrut, ada banyak metode analisis yang dapat digunakan. Menurut (Peter & Yoseph, 2011), Springate menggunakan analisis multiple diskriminasi langkah demi langkah untuk memilih empat dari Sembilan belas rasio keuangan yang populer untuk menentukan apakah bisnis berada dalam zona aman atau zona bangkrut. Sebaliknya, Zmijewski melakukan studinya pada tahun 1983 dengan merevisi bidang studi kebangkrutan yang dia lakukan selama dua puluh tahun dan meningkatkan relevansi rasio keuangan sebagai alat untuk menentukan kegagalan keuangan perusahaan. Metode Fulmer 1984, yang menggunakan metode langkah-langkah multiple discriminate analysis, digunakan untuk mengevaluasi 40 rasio keuangan yang diterapkan untuk sampel 60 perusahaan. Fulmer menemukan bahwa tiga puluh perusahaan gagal, dan tiga puluh perusahaan lainnya berhasil (Rajasekar, 2014). Metode Grover menggunakan sampel skor Altman Z tahun 1968 yang sama, tetapi dengan menambahkan tiga belas rasio keuangan baru. Di antara 70 perusahaan yang disurvei, 35 mengalami kebangkrutan dan 35 lainnya tidak (Prihanthini & Sari, 2013). Namun, (Altman, 1968), dalam Rasidah dan Sarwani (2008), menyatakan bahwa model prediksi yang menggabungkan berbagai rasio keuangan dengan analisis diskriminan dapat digunakan untuk memprediksi kebangkrutan bisnis.

Nilai Z-Score menunjukkan apakah perusahaan sehat, rawan, atau bangkrut secara keuangan. Menurut model ini, perusahaan dianggap bangkrut jika skor X melebihi 0. Sebaliknya, model Springate adalah model prediksi kebangkrutan yang dipelajari pada tahun 1978 dan dikembangkan dari model Altman dengan menggunakan Analysis of Multiple Discrimination (MDA). Dalam model ini, empat rasio keuangan digunakan untuk menentukan apakah sebuah bisnis sehat atau bahkan berpotensi bangkrut. Rasio perputaran modal kerja, rasio perputaran total aset, rasio rentabilitas ekonomi, dan rasio laba sebelum pajak terhadap utang lancar adalah rasio aktivitas yang digunakan. Model Springate ini dapat digunakan untuk memprediksi kebangkrutan dengan nilai keakuratan 92,5%.

kor Altman Z pertama kali dibuat pada tahun 1968 dan mengacu pada perusahaan industri yang terdaftar di pasar saham AS. Model Altman, yang didasarkan pada rasio keuangan yang beragam dalam konteks multivariat dan model diskriminasi, digunakan untuk mengukur kinerja kebangkrutan dan dapat diterapkan baik pada perusahaan manufaktur public maupun non-publik (Kurniadi, 2021). Dalam model ini, nilai cut-off ideal adalah 0,862. Nilai S di bawah 0,862 menunjukkan bahwa perusahaan diprediksi akan mengalami kebangkrutan, sementara nilai S-Score di atas 0,862 menunjukkan bahwa perusahaan tersebut dikategorikan sehat.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan penilaian kebangkrutan menggunakan Model Altman (Z Score) pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2019–2022 dalam subsektor pertambangan logam dan mineral lainnya.

 

Metode

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Pengambilan sampel non-probabilitas digunakan melalui metode purposive sampling:

Tabel 1. Hasil Purposive Sampling Berdasarkan Kriteria Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Pertambangan Logam dan Mineral lainnya yang Terdaftar di BEI 2019-2022

 

 

 

 

 

 

No

Kriteria

Jumlah

1

Perusahaan manufaktur yang beroperasi di subsektor pertambangan logam dan mineral lainnya yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia antara tahun 2019 dan 2022

 

 

11

2

Perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan dalam mata uang internasional

 

 

3

3

Perusahaan yang tidak memiliki dukungan data

0

4

Perusahaan yang tidak melaporkan secara berturut-turut

2

5

Jumlah perusahaan yang memenuhi kriteria

6

6

Periode pengamatantahun x 6 perusahaan 

24

Jumlah sampel

24

Peneliti menggunakan teknik studi dokumentasi untuk mengumpulkan data dan informasi tentang penelitian ini. Menggunakan laporan keuangan tahunan perusahaan manufaktur di subsector pertambangan logam dan mineral lainnya yang terdaftar di BEI 2019-2022. Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Bursa Efek Indonesia, yang dapat diakses di www.idx.co.id.

Kebangkrutan (Y) adalah variabel terikat dalam penelitian ini. Di sisi lain, variabel bebas dalam penelitian ini adalah Working Capital to Total Assets (X1), Retained Earnings to Total Assets (X2), Earnings Before Interest and Taxito Total Assets (X3), Book Value Equity to Book Value of Total Liabilities (X4), dan Sales to Total Assets (X5). Peneliti menggunakan data kuantitatif untuk analisis penelitian ini. Data ini berasal dari laporan keuangan yang tersedia di www.idx.co.id. Laporan keuangan perusahaan pertambangan yang dipilih dipelajari terlebih dahulu, dan semua rasio keuangan yang diperlukan direkap dan dimasukkan ke dalam formula yang sesuai dengan skor Z. Setelah data rasio dihitung, rumus Z Score digunakan untuk mengolah data. Selanjutnya, analisis data penelitian dilakukan dengan cara berikut:

1.      Menghitungi nilai Z” (Z” score) untuk mengetahui tingkat kesehatan keuangan perusahaani dengan menggunakan analisis Altman yang menggunakan empat rasio keuangan.

a.       Modal kerja terhadap Total Harta

𝑿𝟏 = 𝒄𝒖𝒓𝒓𝒆𝒏𝒕 𝒂𝒔𝒔𝒆𝒕𝒔𝒄𝒖𝒓𝒓𝒆𝒏𝒕 𝒍𝒊𝒂𝒃𝒊𝒍𝒊𝒕𝒊𝒆𝒔 /  𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍 𝒂𝒔𝒔𝒆𝒕𝒔

b.      Laba yang ditahan terhadap total harta (Retained Earning to Total Assets)

𝑿𝟐 = 𝒓𝒆𝒕𝒂𝒊𝒏𝒆𝒅 𝒆𝒂𝒓𝒏𝒊𝒏𝒈 / 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍 𝒂𝒔𝒔𝒆𝒕𝒔

c.       Pendapatan Sebelum Pajak dan bunga terhadap total harta

𝑿𝟑 =  𝑬𝒂𝒓𝒏𝒊𝒏𝒈 𝒃𝒆𝒇𝒐𝒓𝒆 𝑰𝒏𝒕𝒆𝒓𝒆𝒔𝒕 𝒂𝒏𝒅 𝒕𝒂𝒙 / 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍 𝒂𝒔𝒔𝒆𝒕𝒔

d.      Modal Sendiri terhadap total Hutang

𝑿𝟒𝑴𝒂𝒓𝒌𝒆𝒕 𝒗𝒂𝒍𝒖𝒆 𝒐𝒇 𝒆𝒒𝒖𝒊𝒕𝒚 / 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍 𝒍𝒊𝒂𝒃𝒊𝒍𝒊𝒕𝒊𝒆𝒔

e.       Penjualan Total Terhadap Asset Total

𝑿𝟓  = 𝑷𝒆𝒏𝒋𝒖𝒂𝒍𝒂𝒏  / 𝑨𝒔𝒔𝒆𝒕 𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍

2.      Setelah rasio-rasio tersebut dihitung, kemudian dimasukkan ke dalam model: Z” = 1,2 X1 + 1,4 X2 + 3,3 X3 + 0,6 X4 + 0,99 X5 

3.      Setelah itu melakukan klasifikasi terhadap nilai Z yang dihasilkan tersebut di atas, maka dilakukan pencocokan kriteria sebagai berikut:

a.       Z-Score > 2,90 maka perusahaan dalam keadaan sehat sehingga tidak mengalami kesulitan keuangan.

b.      1,23 < Z-Score < 2,90 berada di area abu-abu (tidak dapat menentukan sehat atau bangkrut).

c.       Z-Score < 1,23 maka perusahaan memiliki kesulitan keuangan dan berisiko tinggi mengalami kebangkrutan.

 

Kebangkrutan

Menurut (Assaji & Machmuddah, 2017), kebangkrutan adalah situasi di mana setiap perusahaan harus mempertimbangkan berbagai situasi. Perusahaan dapat bangkrut karena masalah keuangan yang tidak diselesaikan dengan cepat. Jika total aktiva perusahaan kurang dari total kewajibannya, perusahaan dianggap bangkrut. Namun, menurut (Rudianto, 2013), kebangkrutan (bancrupty) adalah ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajiban keuangannya pada tanggal jatuh tempo, yang menyebabkan kebangkrutan atau masalahi likuiditas yang dapat menyebabkan kebangkrutan.

Tahapan Kebangkrutan menurut Kordestani. at all (2011:278) t adalah sebagai berikut:

a)       Latency merupakan tahap dari Return On Assets (ROA) suatu perusahaan akan mengalami penurunan.

b)      Shortage of Cash merupakan tahap kekurangan kas. perusahaani tidak memiliki sumber daya kas yang cukup untuk memenuhi kewajiban perusahaan saat ini, meskipuni perusahaan memiliki tingkat profitabilitas yang cukup kuat.

c)       Financial Distress merupakan tahap kesulitan keuangan yang dapat dianggap sebagai keadaan keuangan darurat. Pada kondisi ini mendekati kebangkrutan

d)      Bankruptcy merupakan tahap kebangkrutan. Jika perusahaan sudah tidak dapat menyembuhkan gejala kesulitan keuangan (financial distress).

 

Model Altman Revisi 1983

Model prediksi kebangkrutan yang dibuat oleh  Altman diubah dengan tujuan agar dapat diterapkan untuk  perusahaan manufaktur swasta dan publik. Perusahaan manufaktur privat tidak memiliki nilai ekuitas pasar, jadi variabel X4 pada fungsi ini menggunakan nilai ekuitas pemilik saham. Karena beberapa perusahaan tidak melakukan go public dan tidak memiliki nilai pasar, formula untuk perusahaan manufaktur yang tidak melakukan go public diubah menjadi sebagai berikut:

Z = 0,717X1 + 0,847X2  + 3,107X3  + 0,420X4  + 0,998X5 

Di mana:

Z = Bankrupcy index

X1 = Working Capital / Total Assets

X2 = Retained Earnings / Total Assets

X3 = Earnings  Before Interest  and Tax / Total Assets

X4 = Book Value of Equity / Book Value of Total Liabilities

X5 = Sales / Total Assets

Dengan kriteria penilaian sebagai berikut:

1.      Z-Score > 2,90i maka perusahaan dalam keadaan sehat sehingga tidak mengalami kesulitan keuangan.

2.      1,23 < Z-Score < 2,90i berada di area abu-abu (tidak dapat menentukan sehat atau bangkrut).

3.      Z-Score < 1,23i maka perusahaan memiliki kesulitan keuangan dan berisiko tinggi mengalami kebangkrutan.

Working Capital to Total Assets (X1)

Working Capital to Total Asset (WCTA), menunjukkan ketersediaan modal kerja bersih dan jumlah aset lancar yang tersedia untuk operasi bisnis. Modal kerja yang dimaksudkan di sini, menurut (Rudianto, 2013), adalah perbedaan antara aktiva lancar (current assets) dan hutang lancar (current liabilities). Semua utang berbunga, seperti kas dan surat berharga, dikeluarkan dari modal kerja (Mujibah et al., 2018). Working Capital to Total Asset dapat dihitung dengan rumus :

 

   X1 = Working Capital to Total Assets = Modal Kerja/Total Aktiva

 

Rasio ini pada dasarnya merupakan salah satu rasio  likuiditas yang mengatur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek, menurut Supardi (2003:81). Dalam kasus di mana aktiva lancar lebih kecil dari kewajiban lancar, hasil rasio tersebut dapat negatif. Indikator internal seperti ketidakcukupan kas, peningkatan utang dagang, penurunan utilisasi modal (harta kekayaan), dan penambahan hutang yang tidak terkendali adalah beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi masalah dengan tingkat likuiditas perusahaan jika dikombinasikan dengan indikator kebangkrutan di atas. Modal kerja positif menunjukkan bahwa bisnis memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya, sedangkan modal kerja negatif menunjukkan bahwa bisnis tidak dapat memenuhi kewajiban jangka pendeknya; ini dapat menyebabkan kesulitan untuk membayar kembali kreditur dalam jangka pendek, yang pada akhirnya menyebabkan perusahaan bangkrut.

 

Retained Earnings / Total Assets (X2)

Retained Earning to Total Asset adalah rasio yang menghitung total laba perusahaan dibandingkan dengan semua asetnya. Ini menunjukkan bagian dari aset total yang dibiayai oleh laba ditahan. Rasio ini menunjukkan bahwa manajemen telah berkembang dengan terlalu banyak menggunakan laba yang terkumpul untuk diinvestasikan kembali daripada menarik atau membayar dividen. Ini juga menunjukkan bahwa manajemen ingin berinvestasi lebih banyak di aset perusahaan dengan hutang atau saham baru. Sejauh mana perusahaan bergantung pada hutang atau leverage dapat dilihat dengan melihat rasio laba ditahan terhadap total aset. Jika rasionya lebih rendah, perusahaan lebih cenderung mendanai aset dengan meminjam daripada melalui laba ditahan. Ini sekali lagi meningkatkan risiko kebangkrutan bagi perusahaan jika mereka tidak dapat memenuhi utang mereka. Karena perusahaan lebih lama beroperasi, semakin besar kemungkinan akumulasi laba ditahannya, umur perusahaan memengaruhi rasio tersebut.Hal ini menghasilkan hasil yang sangat menguntungkan pada awalnya (Rudianto, 2013).

 

   X2 = Retained Earning to Total Assets = Laba Ditahan /Total Aktiva

 

Earnings Before Interest and Tax / Total Assets (X3)

Rasio ini menghitung profitabilitas, yaitu tingkat pengembalian aset, yang dihitung dengan membagi laba sebelum bunga dan pajak (earning before interest and tax) tahunan perusahaan dengan total aset pada neraca akhir tahun. Ini menjelaskan betapa pentingnya pencapaian laba perusahaan untuk memenuhi kewajiban bunga investor. Rasio ini juga mengukur kemampuan laba, yaitu tingkat pengembalian aktiva, yang dihitung dengan membagi laba sebelum bunga dan pajak (earning before interest and tax) tahunan perusahaan dengan total aset pada neraca akhir tahun. (Nyland et al., 2009).

 

   X3 = Earning Before Interest and Tax = Laba Sebelum Bunga dan Pajak/Total Aktiva

 

Book Value of Equity / Book Value of Total Liabilities (X4)

Laporan perubahan ekuitas biasanya digunakan oleh perusahaan untuk mengungkapkan perubahan dalam hak pemegang saham. Nilai buku ekuitas, atau nilai buku ekuitas, adalah hasil dari nilai buku aktiva dikurangi nilai buku kewajiban. Di sisi lain, nilai buku utang adalah jumlah utang yang menjadi kewajiban perusahan saat ini. Rumus untuk rasio ini adalah sebagai berikut:

 

   X4 = Book Value of Equity to Book Value of Debt = Nilai Buku Ekuitas/ Nilai Buku Utang

 

Sales / Total Assets (X5)

Rasio ini menunjukkan kepada investor seberapa baik manajemen menangani persaingan dan seberapa efektif bisnis menggunakan aset untuk menjual. S/TA yang rendah atau turun, juga dikenal sebagai perputaran aset, adalah tanda kegagalan untuk meningkatkan pangsa pasar. Rasio ini biasanya digunakan untuk mengukur seberapa efektif manajemen menggunakan semua aktiva perusahaan untuk menghasilkan penjualan dan keuntungan.

 

 

Kerangka Pemikiran

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

 

Hasil dan Pembahasan

A. Hasil Penelitian

Menurut perhitungan Z Score, nilai rasio keamanan perusahaan harus lebih dari 2,90, yang menunjukkan bahwa perusahaan tidak mengalami masalah keuangan dan berada dalam keadaan sehat. Nilai di bawah 2,90 berada di area abu-abu, yang berarti tidak dapat menentukan apakah perusahaan itu sehat atau bangkrut, dan nilai di bawah 1,23 menunjukkan bahwa perusahaan mengalami masalah keuangan dan berisiko tinggi mengalami kebangkrutan. Dari data yang telah diolah, peneliti menemukan bahwa enam perusahaan mengalami fluktuasi ini karena perubahan pendapatan yang terjadi dari tahun ke tahun.

Nilai "Z" dari masing-masing perusahaan ditunjukkan dalam tabel berikut:

 

Tabel 2.

Hasil Kalkulasi Z Score Perusahaan Pertambangan Sub Sektor Logam dan Mineral Lainnya Periode 2019-2022

Kode Saham

TAHUN

VARIABEL X

Z SCORE

X1

X2

X3

X4

X5

ANTM

2019

0,08

0,25

0,02

1,50

1,08

2,93

2020

0,05

0,26

0,05

1,50

0,86

2,73

2021

0,16

0,30

0,09

1,73

1,17

3,44

2022

0,17

0,38

0,16

2,39

1,37

4,46

CITA

2019

0,21

0,43

0,22

1,09

1,01

2,96

2020

0,16

0,46

0,20

5,07

1,05

6,95

2021

0,16

0,49

0,16

5,78

1,06

7,65

2022

0,13

0,51

0,16

4,59

1,09

6,48

DKFT

2019

0,03

-0,08

-0,05

0,58

0,21

0,70

2020

-0,02

-0,14

-0,11

0,37

0,45

0,54

2021

-0,05

-0,25

-0,62

0,19

0,62

-0,10

2022

0,04

-0,21

0,03

0,19

0,33

0,38

IFSH

2019

0,04

0,13

0,11

0,77

0,91

1,95

2020

0,15

0,16

0,04

0,92

0,35

1,62

2021

0,24

0,35

0,19

1,72

0,90

3,40

2022

0,23

0,46

0,22

2,48

0,86

4,26

SMRU

2019

0,02

-0,44

-0,11

0,86

0,42

0,75

2020

-0,13

-0,82

-0,27

0,53

0,38

-0,31

2021

-0,53

-1,26

-0,24

0,26

0,53

-1,24

2022

-0,57

-1,40

-0,03

0,26

0,53

-1,21

TINS

2019

0,02

-0,03

-0,04

0,35

0,95

1,25

2020

0,05

-0,06

-0,02

0,52

1,05

1,53

2021

0,12

0,02

0,12

0,75

0,99

2,01

2022

0,24

0,01

0,11

1,17

0,96

2,48

 

B. Pembahasan

 

Data laporan keuangan diolah menggunakan rasio yang telah ditetapkan sebelumnya oleh peneliti. Angka konstanta yang telah ditetapkan oleh Altman telah dikalikan dengan semua nilai data (200). Hasil Z Score dari enam perusahaan pertambangan dalam subsektor logam dan mineral dari tahun 2019–2022 adalah sebagai berikut:

 

Gambar 1. Perkembangan nilai Z” ANTM

Sumber: Data primer diolah (2023)

 

Selama tiga tahun pengamatan, 2019, 2021, dan 2022, nilai ANTM selalu di atas 2,90. Pada tahun 2020, ANTM sedikit mengalami masalah keuangan, tetapi tidak termasuk dalam kategori berisiko tinggi karena nilainya di atas 1,23. Namun, nilainya masih di bawah 2,90, sehingga berada di area abu-abu atau peneliti tidak dapat menentukan apakah seseorang sehat atau bangkrut.

Dibandingkan dengan perusahaan logam mineral lainnya, CITA juga memiliki fluktuasi nilai Z, seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut:

 

 

 

Gambar 2. Perkembangan nilai Z” CITA.

Sumber: Data primer diolah (2023)

 

Antara perusahaan lainnya yang diamati dalam penelitian ini, CITA memiliki nilai kapitalisasi tertinggi. Nilai Z-nya, yang paling rendah di tahun 2019 sebesar 2,96, meningkat secara signifikan pada tahun-tahun berikutnya, terutama pada pertengahan tahun observasi tahun 2021 sebesar 7,65, tetapi pada tahun 2022, nilai Z sedikit menurun, sebesar 6,48, meskipun penurunan tidak signifikan. Menurut Z"Score, nilai EBIT yang tinggi mendorong CITA menjadi perusahaan yang diprediksi sehat karena CITA sudah mampu menerapkan tata kelola perusahaan yang baik dan tingkat penjualan yang tinggi.

Sementara DKFT, yang juga dikenal sebagai PT Central Omega Resources Tbk, memiliki nilai perhitungan Z yang rendah, dan nilai Z terus menurun dari tahun ke tahun, seperti yang ditunjukkan dalam grafik berikut:

 

Gambar 4. Perkembangan nilai Z” DKFT.

Sumber: Data primer diolah (2023)

 

PT. Central Omega Resources Tbk (DKFT), juga dikenal sebagai PT. Central Omega Resources Tbk, mengalami hasil yang tidak memuaskan karena kegiatan perdagangan sumber daya pertambangan dan penambangan melalui anak perusahaannya. Pada tahun 1995, perusahaan mulai beroperasi secara komersial. Setelah empat tahun pengamatan, perusahaan ini tidak memiliki "nilai Z" yang cukup untuk dianggap sehat. Nilai DKFT hanya mencapai sekitar 0,70 pada 2019 dan 2020, bahkan menyentuh angka negatif 0,10 pada 2021, dan sedikit meningkat menjadi 0,38 pada 2022. Karena nilai Z kurang dari 1,23, perusahaan menghadapi kesulitan keuangan dan berisiko tinggi mengalami kebangkrutan.

Namun, PT IFSH, juga dikenal sebagai PT IFISHDECO TBK, adalah perusahaan pertambangan nikel yang terdaftar di BEI yang beroperasi sebagai pemilik konsesi tambang nikel di Indonesia dan bertanggung jawab atas eksplorasi, pengembangan, produksi, dan pemasaran bijih nikel. Diagram berikut menunjukkan analisis nilai Z Score:

 

Gambar 5. Perkembangan nilai Z” IFSH

Sumber: Data diolah (2023)

 

Menurut perhitungan Z Scor, perusahaan ini sempat mengalami masalah keuangan pada tahun 2019 ketika nilai Z-nya hanya 1,95; kemudian, pada tahun 2020, nilainya turun lagi ke nilai Z sebesar 1,62, yang bahkan telah dimasukkan ke dalam kategori berisiko tinggi karena nilainya di bawah 2,9. Dengan posisi nilai ini, perusahaan berada di area abu-abu (tidak dapat menentukan apakah sehat atau bangkrut). Meskipun demikian, nilai Z skor IFSH mengalami peningkatan yang signifikan pada dua tahun terakhir, yaitu 2021 dan 2022. Nilai Znya mencapai 3,40 pada tahun 2021 dan naik lagi menjadi 4,26 pada tahun 2022. Oleh karena itu, IFSH sama sekali tidak mengalami kesulitan yang signifikan pada tahun 2021 dan 2022 karena nilai Z yang besar. Menurut Z"Score, peningkatan EBIT yang signifikan di tahun 2021 dan terus naik di tahun 2022 mendorong IFSH menjadi perusahaan yang diprediksi sehat.

Sementara PT. SMR Utama Tbk (SMRU) adalah perusahaan pertambangan dan sumber daya alam yang saat ini mengoperasikan lokasi tambang mangan di Nusa Tenggara Timur, Indonesia, SMRU cenderung memiliki nilai Z" yang rendah dan telah menurun selama empat tahun penelitian. Gambar berikut menunjukkan hal ini:

 

 

 

 

 

Gambar 6. Perkembangan nilai Z” SMRU.

Sumber: Data diolah (2023)

 

Hasil buruk dirasakan oleh SMRU perusahaan yang bergerak pertambangan dan sumber daya alam yang saat ini mengoperasikan lokasi tambang Mangan di Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Perusahaan ini selama empat tahun analisis tidak mempunyai nilai Z” yang cukup untuk dikatakan sehat. Nilai Z terbesar dari SMRU hanya menyentuh diangka 0,75 dan dan terus menurun sampai menyentuh nilai negative sampai tahun 2022. Perusahaan ini masuk dalam wilayah yang memiliki kesulitan keuangan dan berisiko tinggi mengalami kebangkrutan karena selama empat tahun pengamatan memiliki nilai yang kurang dari 1,23. Dan harus dimanage secara benar untuk menghindari terjadinya kebangkrutan.

            Perusahaan TINS memiliki nilai Z” yang relative bagus antar tahun analisis, karena nilainya terus meningkat dari tahun ketahun selama empat tahun pengamatan, Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut ini:

 

Gambar 7. Perkembangan nilai Z” TINS.

Sumber: Data diolah (2023)

 

PT. Timah Tbk (TINS) beroperasi dalam bidang tambang, manufaktur, perdagangan, transportasi, dan jasa yang terkait dengan tambang. Pada 2 Agustus 1976, perusahaan mulai beroperasi secara komersial. Pabrik berada di Pangkalpinang, Bangka Belitung. Walaupun Z Scor kurang dari 2,9, gerafiknya relatif baik karena nilainya terus meningkat dari tahun ke tahun. Nilai tertinggi untuk perusahaan ini terjadi pada tahun terakhir analisis, 2022, dengan nilai 2,48, yang menempatkannya di area abu-abu (tidak dapat menentukan apakah perusahaan ini sehat atau bangkrut) karena nilainya di bawah 2,90.

 

Kesimpulan

Hasil penghitungan menunjukkan bahwa dua perusahaan, ANTM dan CITA, memiliki nilai Z yang selalu lebih besar dari dua koma sembilan puluh empat tahun pengamatan; ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut berada dalam kondisi yang sehat dan tidak mengalami masalah keuangan. Satu perusahaan mengalami kondisi yang buruk pada tahun pertama dan kedua pengamatan, IFSH, tetapi pada tahun ketiga dan keempat perusahaan tersebut memiliki nilai Z yang lebih besar dari dua oma 90. Ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki keuangan yang baik. Namun, untuk dua perusahaan lainnya, DKFT dan SMRU, nilanya selalu di bawah 1,23, yang menunjukkan bahwa selama empat tahun pengamatan, perusahaan mengalami kesulitan keuangan. Selama empat tahun pengamatan, nilai TINS cenderung terus meningkat, tetapi selalu kurang dari 2,90, sehingga nilainya abu-abu, menunjukkan bahwa kondisi keuangan perusahaan tidak jelas.

Penelitian yang akan datang diharapkan dapat membandingkan analisis prediksi kebangkrutan dengan model prediktor kebangkrutan lainnya. Selain itu, disarankan untuk melakukan penelitian yang lebih luas pada subsektor pertambangan yang berbeda, seperti subsektor pertambangan batu bara dan migas.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Altman, E. I. (1968). Financial ratios, discriminant analysis and the prediction of corporate bankruptcy. The Journal of Finance, 23(4), 589–609.

 

Assaji, J. P., & Machmuddah, Z. (2017). Rasio keuangan dan prediksi financial distress. Jurnal Penelitian Ekonomi Dan Bisnis, 2(2), 58–67.

 

Fahmi, I. (2013). Analisis laporan keuangan: Alfabeta. Bandung.

 

Kurniadi, A. (2021). Analisis Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Financial Distress Perusahaan Manufaktur Di BEI. Jurnal Ilmiah Manajemen Kesatuan, 9(3), 495–508.

 

Mastuti, F., Saifi, M., & Azizah, D. F. (2013). Altman z-score sebagai salah satu metode dalam menganalisis estimasi kebangkrutan perusahaan. Jurnal Administrasi Bisnis, 6(1), 1–10.

 

Mujibah, M., Ulfah, Y., & Nadir, M. (2018). Analisis Kebangkrutan Metode Z-Score Altman Pada Bank Asing. Jurnal Ilmu Manajemen Mulawarman (JIMM), 3(4).

 

Nyland, C., Forbes‐Mewett, H., Marginson, S., Ramia, G., Sawir, E., & Smith, S. (2009). International student‐workers in Australia: a new vulnerable workforce. Journal of Education and Work, 22(1), 1–14.

 

Peter, P., & Yoseph, Y. (2011). Analisis Kebangkrutan Dengan Metode Z-Score Altman, Springate Dan Zmijewski Pada PT. Indofood Sukses Makmur Tbk Periode 2005–2009. Maksi, 4(2), 220173.

 

Prihanthini, N., & Sari, M. M. R. (2013). Prediksi Kebangkrutan Dengan Model Grover, Altman Z-Score, Springate Dan Zmijewski Pada Perusahaan Food And Beverage Di Bursa Efek Indonesia. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 5(2), 417–435.

 

Rahmadini, A. A. (2016). Analisis Kesesuaian Prediksi Kebangkrutan Model Altman Z-Score, Fulmer Dan Springate Terhadap Opini Auditor Pada Perusahaan Delistingtahun 2015. Ikonomika: Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Islam, 1(2), 144–156.

 

Rajasekar, J. (2014). Factors affecting effective strategy implementation in a service industry: A study of electricity distribution companies in the Sultanate of Oman. International Journal of Business and Social Science, 5(9).

 

Rudianto, M. (2013). ANALISIS KUALITAS PELAYANAN JASA PERBANKAN TERHADAP KEPUASAN NASABAH (Studi Kasus di BRI Cabang Yogya Katamso). UPN" Veteran" Yogyakarta.

 

Sugianto, S., Soemitra, A., Yafiz, M., Dalimunthe, A. A., & Ichsan, R. N. (2022). The implementation of waqf planning and development through Islamic financial institutions in Indonesia. JPPI (Jurnal Penelitian Pendidikan Indonesia), 8(2), 275–288.