Erry Endry
Magister Manajemen, Universitas Kristen Indonesia
Email : eendry70@gmail.com
Penelitian ini berfokus pada pengembangan Model Kompetensi Jabatan yang khusus ditujukan untuk Duta Lembaga Sosial dengan tujuan utama untuk membentuk perilaku kerja yang sesuai dengan harapan organisasi. Permasalahan yang diatasi adalah kebutuhan akan panduan kompetensi yang lebih terarah dan sesuai konteks, yang dapat mengoptimalkan kontribusi positif Duta Lembaga Sosial dalam mencapai tujuan yang ditetapkan oleh organisasi. Metode penelitian melibatkan analisis literatur, survei, wawancara, dan diskusi kelompok untuk mengidentifikasi kompetensi yang relevan. Hasil pembahasan meliputi pengembangan Model Kompetensi Jabatan yang mencakup daftar kompetensi yang harus dimiliki oleh Duta Lembaga Sosial, yang akan digunakan dalam seleksi, pelatihan, dan penilaian kinerja. Integrasi model kompetensi ke dalam unit kerja, seperti Corpu dan LSP Lembaga Sosial, juga ditekankan sebagai upaya untuk menyelaraskan kebijakan dan praktik pengembangan SDM. Dengan demikian, penelitian ini memberikan sumbangan dalam meningkatkan kontribusi optimal para Duta Lembaga Sosial dalam mencapai sasaran organisasi melalui pengembangan perilaku kerja yang diharapkan.
This research focuses on the development of a Job Competency Model
specifically designed for Social Institution Ambassadors, with the main goal of
shaping work behaviors in line with organizational expectations. The addressed
issue is the need for more targeted and context-specific competency guidelines,
which can optimize the positive contributions of Social Institution Ambassadors
in achieving the goals set by the organization. The research methods involve
literature analysis, surveys, interviews, and group discussions to identify
relevant competencies. The discussion outcomes encompass the development of a
Job Competency Model that includes a list of competencies required for Social
Institution Ambassadors, to be used in selection, training, and performance assessment.
The integration of the competency model into work units, such as Corpu and
Social Institution Assessment Bodies, is also emphasized as an effort to align
human resource development policies and practices. Thus, this research
contributes to enhancing the optimal contributions of Social Institution
Ambassadors in achieving organizational objectives through the development of
expected work behaviors.
Pendahuluan
Lembaga XY sebagai badan hukum publik dan bertanggung jawab kepada Presiden
dan mendapatkan mandat untuk menyelenggarakan Program Jaminan Sosial berusaha memberikan upaya terbaik
demi keberlangsungan program jaminan sosial berdasarkan prinsip
asuransi sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Penyelenggaraan Jaminan Sosial di
Indonesia dikelola oleh negara dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan,
seperti lembaga pemerintah, pengusaha, karyawan, dan institusi terkait. Sistem
kompleks ini mencakup berbagai program perlindungan sosial yang dirancang untuk
memberikan dukungan finansial dan keamanan bagi individu dan keluarga saat
membutuhkan. Kerjasama erat antara pemangku kepentingan tersebut penting guna
memastikan program-program tersebut dikelola dengan baik, alokasi dana tepat,
dan manfaat yang diinginkan diterima oleh para penerima manfaat (Tewu, 2023).
Pada era industri saat ini, sumber daya manusia dalam organisasi menjadi salah satu
kuncisukses dan aset strategis. Organisasi yang mampu bertahan dan mencapai target yang telah ditetapkan adalah
organisasi dengan sumber daya manusia yang handal, unggul
dan tepercaya. Organisasi yang baik adalah organisasi yang memiliki sumber daya manusia yang layak dan
memiliki kompetensi. Kompetensi sendiri berarti
sebuah kualitas tertentu yang perlu dimiliki seseorang untuk mengerjakan pekerjaan. Setiap pegawai yang ada di
dalam organisasi harus mampu memberikan kinerja
yang optimal untuk mendukung pencapaian target organisasi.
(Dwiyanto, 1995)
Keberhasilan jaminan sosial dalam mencapai visi dan misi sangat dipengaruhi oleh kualitas sumber daya manusia yang dimiliki. Kualitas sumber daya manusia dapat ditunjukkan melalui kompetensi, skill, dan kemampuan dalam membangun sebuah teamwork. Jaminan sosial terus melakukan continuous improvement atau perbaikan berkelanjutan dalam setiap aspek yang ada di dalam organisasi, tak terkecuali aspek sumber daya manusia. Setiap pegawai yang ada di dalam organisasi harus mampu memberikan kinerja yang optimal untukmendukung pencapaian target organisasi (Davis & Newstrom, 1985). Organisasi secara konsisten berinteraksi dengan lingkungannya, sehingga dapat bertahandan berkembang. Karena organisasi memiliki sistem terbuka maka muncul beberapa elemen seperti masukan, transformasi, proses, keluaran, umpan balik dan lingkungan. Dan ini yang dinamakan organisasi modern dimana sekelompok orang yang memiliki tujuan yang sama dan merupakan sistem yang berubah seiring dengan perubahan lingkungannya, baik secara internal atau pun eksternal.
Dalam organisasi modern,
salah satu faktor
yang penting adalah
membangun sistem manajemen
sumber daya manusia sehingga bagaimana membangun sistem yang sesuai untuk mencapai kinerja
organisasi dan tentunya
dibutuhkan profil kompetensi jabatan guna pencapaian kinerja organisasi. Selanjutnya tingkat kemahiran kompetensi yang digambarkan dalam bentuk leveling pada setiap kompetensi dan juga memuat Model
Kompetensi yaitu kebutuhan kompetensi dan levelnya yang menjadi persyaratan untuk setiap jabatan
di organisasi dalam memenuhi
pencapaian tugas dan tanggung jawabnya
dimuat pada Kamus Kompetensi. Tingkat
kemahiran (level) apabila
dipenuhi oleh pegawai
akan menghasilkan kinerja yang
efektif dan superior, sehingga nantinya dapat digunakan dalam menyusun carrierpath, talent pool dan melihat gap kompetensi pegawai (Byars & Leslie, n.d.)
Dengan adanya Model Kompetensi Jabatan yang mengakomodasi karakteristik khusus Lembaga Sosial, diharapkan mampu memandu pembentukan perilaku kerja bagi Duta Lembaga Sosial agar sesuai dengan harapan organisasi. Hal ini diharapkan akan mendorong setiap Duta Lembaga Sosial untuk memberikan kontribusi yang optimal dan positif sesuai dengan tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Model kompetensi yang tepat juga dapat membantu mengidentifikasi area pengembangan dan pelatihan yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas kinerja dan efektivitas para Duta dalam menjalankan tugas-tugas mereka (Rosmayati et al., 2021).
Penelitian (Diniarsa &
Batu, 2023) menunjukkan pentingnya Sumber Daya Manusia (SDM) dengan tujuan yang seragam dan adaptabilitas terhadap perubahan dalam organisasi modern. Pembangunan sistem
manajemen SDM menjadi esensial untuk mencapai kinerja yang diharapkan, dengan Model Kompetensi menjadi faktor utama. Kebaruan
penelitian ini terletak pada pengembangan Model Kompetensi Jabatan yang spesifik untuk Duta Lembaga Sosial, yang tidak hanya memandu perilaku
sesuai dengan harapan organisasi tetapi juga menggambarkan kompetensi khusus yang relevan. Hal ini memberikan kontribusi baru dalam pengembangan
SDM yang terarah dan sesuai
dalam lingkungan lembaga sosial. Model kompetensi ini berpotensi meningkatkan kualitas kinerja Duta Lembaga Sosial serta kontribusinya
terhadap tujuan organisasi. Kolaborasi antara instansi seperti Kedeputian Bidang MSDM, Corpu, dan LSP
Lembaga Sosial dianggap penting dalam menerapkan
model kompetensi ini untuk mengoptimalkan potensi SDM.
Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan maka terdapat permasalahan yaitu belum selarasnya implementasi Model kompetensi pada Pendekatan kompetensi yang menggali lebih jauh mengenai motif, watak dan konsep diri yang mendasari seseorang untuk dapat mempergunakan pengetahuan dan keterampilannya secara maksimal dalam bekerja, terutama pada kompetensi fungsional teknis. Berdasarkan hal-hal yang ada diatas, maka ditetapkan judul untuk makalah ini yaitu Penyelarasan Model Kompetensi Dalam Upaya Mendukung Sumber Daya Manusia Organisasi Yang Modern Di Lembaga XY.
A. Implementasi Model Kompetensi Dalam Manajemen SDM
Model kompetensi merupakan dasar dalam implementasi manajemen SDM berbasis kompetensi yang menjelaskan bahwa penyusunan model kompetensi diawali dari kajian terhadap visi, misi, nilai dan strategi organisasi (Anif, 2015). Selain itu dilakukan pula analisis terhadap proses bisnis, struktur organisasi dan kajian terhadap uraian pekerjaan yang ada. Berdasarkan dua sumber tersebut, model kompetensi diturunkan sesuai dengan kondisi organisasi. Implementasi model kompetensi terhadap sistem-sistem SDM yang lain dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Rekrutmen dan Seleksi
Model kompetensi akan menjadi panduan dalam melakukan kegiatan rekrutmen dan seleksi. Model kompetensi akan memberikan informasi tuntutan kompetensi untuk setiap jabatan, yang menjadi panduan dalam melakukan seleksi pegawai.
2. Pelatihan dan Pengembangan
Kebutuhan pengembangan kompetensi didasarkan pada perbedaan kompetensi yang dimiliki pegawai dengan profil kompetensi pada posisi tersebut (adanya gap kompetensi). Pengembangan kompetensi pegawai dilakukan untuk mendukung kinerjanya, baik untukpekerjaannya saat ini maupun pekerjaan di masa datang. Berbagai cara dapat dilakukan untuk melakukan pengembangan, seperti class room training, job assignment, coaching and mentoring, self-directed study and job assignment
3. Manajemen Kinerja
Manajemen kinerja berbasis kompetensi menggunakan pendekatan bahwa kinerja seseorang dipengaruhi oleh kompetensi yang dimilikinya. Dengan pendekatan tersebut, maka yang diukur dalam Manajamen Kinerja Berbasis Kompetensi tidak hanya result (capaian target), namun juga bagaimana seseorang mencapai hasil tersebut (prosesnya). Hasil akhir dicerminkan dalam bentuk kuantitatif.
4. Manajemen Karir
Manajemen karir berbasis kompetensi memungkinkan adanya jalur karir untuk manajerial maupun untuk spesialis (non
struktural/fungsional). Peluang ini muncul karena pendekatan yang digunakan adalah menghargai kompetensi yang dimiliki pegawai sebagai
pemberi kontribusi bagi pencapaian
sasaran organisasi, tanpa harus melalui jalur struktural. Dasar penetapan jalur karir adalah kesesuaian antara kompetensi yang dimiliki individu dengan kompetensi yang dituntut oleh suatu jabatan. Pergerakan karir di dalam rumpun jabatan yang sama menuntut peningkatan level kompetensi. Pergerakan karir di rumpun jabatan yang berbeda menuntut penguasaan kompetensi yang berbeda.
5. Sistem Kepangkatan dan Sistem Imbal Jasa
Dasar penetapan golongan tidak hanya berdasarkan posisi/jabatan/pekerjaan, tetapi jugaberdasarkan penilaian kompetensi
Lembaga Sosial merupakan lembaga yang diamanatkan oleh Undang-Undang untuk melaksanakan sistem jaminan sosial di Indonesia. Lembaga Sosial tidak hanya melayani peserta dari PNS dan Pensiunan PNS/TNI/ Polri saja, namun seluruh masyarakat Indonesia berkewajiban menjadi pesertanya, baik sektor formal maupun informal.
Saat ini peserta Lembaga Sosial berjumlah 222 juta dengan didukung oleh jumlah sarana fasilitas untuk melayani peserta diseluruh Indonesia yaitu Faskes Tingkat Pertama yaitu 23.043 FKTP dan jumlah Fasilitas Tingkat Lanjutan yaitu 2.507FKRTL. Dengan jumlah peserta dan fasilitas yang sangat signifikan sehingga penting dilakukan pengembangan secara terus menerus untuk melakukan penyesuaian terhadap kebutuhan internal dan eksternal.
Penerapan Tata Kelola yang Baik mengacu pada 8 (delapan) prinsip Tata Kelola yang baik yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Prinsip Tata Kelola yang Baik
1. Keterbukaan yaitu keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam pengungkapan dan penyediaan informasi
yang relevan mengenai
Lembaga Sosial, yang mudah diakses
oleh pemangku kepentingan sesuai dengan ketentuanperaturan perundang-undangan.
2. Akuntabilitas yaitu
kejelasan fungsi dan pelaksanaan pertanggungjawaban Organ Lembaga Sosial sehingga Kinerja Lembaga Sosial dapat berjalan secara
transparan, wajar, efektif,
danefisien.
3. Responsibilitas
yaitu kesesuaian pengelolaan Lembaga Sosial dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
4. Kemandirian yaitu
pengelolaan Lembaga Sosial secara mandiri dan profesional serta bebas dari benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun
yang tidak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
5. Kesetaraan dan
kewajaran yaitu kesetaraan, keseimbangan, dan keadilan di dalam memenuhi
hakhak pemangku kepentingan yang timbul berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan dan
perjanjian
6. Prediktabilitas yaitu konsistensi dan perlakuan yang sama dalam penerapan peraturan dan kebijakan melalui
pemberitahuan sebelumnya kepada peserta dan pemangku kepentingan
7. Partisipasi yaitu
keterlibatan pemangku kepentingan dalam proses pengambilan keputusan, untuk membangun kerjasama dalam
mendukung program Jaminan. Sosial, mewujudkan pengambilan keputusan yang lebih baik, menumbuhkan kepercayaan di antara pemangku kepentingan dan meningkatkan transparansi.
8. Dinamis yaitu
kemampuan dan iktikad baik Lembaga Sosial untuk berinovasi dan berubah secara positif untuk memenuhi
mandatnya menyelenggarakan Jaminan Sosial dan merespons perubahan
kebutuhan Peserta.
Upaya yang dilakukan Lembaga Sosial dalam memenuhi sumber daya manusia yang kompeten adalah melalui pendirian dan pengembangan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Pihak kedua Lembaga Sosial. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 18, sudah selayaknya organisasi memberikan perhatian terbaik agar memiliki SDM berkompeten yang dapat diakui secara nasional, yaitu lebih tepatnya melalui pengakuan sertifikasi kompetensi yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).
Untuk tersedianya sumber daya manusia yang benar-benar kompeten dan professional di Indonesia dalam lingkup skema sertifikasi yang mengacu pada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) atau Standar Kompetensi Khusus, maupun pada Standar Kompetensi Internasional di bidangnya, maka diperlukan sistem sertifikasi kompetensi kerjayang dapat menjamin terlaksananya sertifikasi kompetensi dengan kualitas yang sama dimanapun dan kapanpun dilaksanakan (Pramesti & Tewu, 2022). LSP Lembaga Sosial mempunyai tugas mengembangkan standar kompetensi, melaksanakan uji kompetensi, menerbitkan sertifikat kompetensi serta memelihara kompetensi pegawai yang telah tersertifikasi. Diharapkan kedepannya LSP Lembaga Sosial dapat menjadi lembaga sertifikasi profesi yang independen dan terpercaya dalam menjamin kompetensi SDM Lembaga Sosial demi mencapai SDM Unggul Indonesia Maju (Himawan et al., 2022).
NO |
SKEMA |
JUMLAH SDM SESUAIPETA OKUPASI |
1 |
2 |
3 |
1 |
PETUGAS PEMERIKSA &
KEPATUHAN |
200 |
2 |
VERIFIKATOR PENJAMINAN MANFAAT RUJUKAN |
1337 |
3 |
STAF PENAGIHAN IURAN |
251 |
4 |
RELATIONSHIP OFFICER |
560 |
5 |
STAF FRONTLINER |
169 |
6 |
STAF ADMINISTRASI PERLUASAN KEPESERTAAN |
111 |
7 |
STAF ADMINISTRASI KEPESERTAAN DI KC |
509 |
8 |
STAF PENGELOLAAN FASILITAS PRIMER |
131 |
9 |
STAF PENGELOLAAN
FASILITAS RUJUKAN |
137 |
10 |
STAF PENANGANAN PENGADUAN PESERTA DI KANTOR CABANG |
762 |
J U M L A H |
4167 |
Model kompetensi yang dimiliki organisasi merupakan gambaran sejumlah kompetensi yang harus dimiliki oleh pegawainya agar dapat menghasilkan kinerja superior. Model Kompetensi Lembaga Sosial dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok kompetensi yaitu kompetensi dasar, kompetensi kepemimpinan dan kompetensi fungsional (perilaku dan teknis). Kompetensi dasar dan kompetensi kepemimpinan berlaku untuk semua pegawai, sementara kompetensifungsional baik perilaku maupun teknis berlaku bagi pegawai sesuai dengan fungsi yang dilaksanakan. Berikut ini adalah penjelasan untuk masing-masing kelompok kompetensi (Greenberg & Baron, 2008):
1. Kompetensi Dasar
Kompetensi dasar merupakan kompetensi yang diturunkan dari aspek strategis organisasi, yaitu visi, misi, nilai-nilai dan arah strategi organisasi sehingga mencerminkan keunikan organisasi. Kompetensi dasar ini menjadi landasan bagi organisasi untuk memenangkan persaingan dengan organisasi sejenis. Kompetensi dasar terlihat dalam perilaku semua individu dalam organisasi karena kompotensi dasar ini merupakan persyaratan yang harus dimiliki pegawai dalam organisasi (Greenberg & Baron, 2008).
Kompetensi dasar merupakan soft competency. Kompetensi dasar terdiri dari 4 (empat) kompetensi sebagai berikut (Handayani, 2018):
a. Integrity (INT)
b. Creating Value for the Customer
(CFV)
c.
Fostering Creativity and Innovation (FCI)
d.
Leveraging Relationship with Stakeholders (LRS)
2. Kompetensi Kepemimpinan
Kompetensi kepemimpinan, yaitu jenis kompetensi yang dituntut dari pegawai yang menjalankan peran tertentu sesuai kondisi organisasi, dalam hal ini adalah peran kepemimpinan. Kompetensi kepemimpinan merupakan soft competency. Kompetensi kepemimpinan terdiri dari 6 (enam) kompetensi sebagai berikut:
a. Building Trust
(BT)
b. Compassionate Leadership (CL)
c. Impact and Influence (IMI)
d.
Learning Agility
(LA)
e.
Strive for Excellence (SFE)
f.
Strategic Orientation (SO)
3. Kompetensi Fungsional
Kompetensi fungsional merupakan kompetensi yang bersifat sangat spesifik, sesuai dengan fungsi dan unit kerja masing-masing. Kompetensi fungsional memiliki dua sifat, yaitu: soft competency dan hard competency. Dengan demikian, soft competency yang merupakan tuntutan perilaku yang sesuai dengan fungsi atau unit kerja masing-masing disebut kompetensi fungsional perilaku; sedangkan hard competency yang merupakan keterampilan teknis disebut kompetensi fungsional teknis. Kompetensi fungsional perilaku terdiri dari 9 (Sembilan) kompetensi sebagai berikut Rahadi:
a.
Analytical Thinking (AT)
b.
Conceptual Thinking
(CT)
c.
Concern for Order (CFO)
d.
Holding People Accountable (HPA)
e.
Information Seeking
(IS)
f.
Interpersonal Understanding (IU)
g. Planning and Organizing (PO)
h. Self Confidence (SCF)
i. Self Control (SC)
Kompetensi fungsional teknis mencakup 67 kompetensi yang beragam. Beberapa di antaranya termasuk Auditing Skill (AS), Business Development (BD),
Change Management (CHANGE), Claim Management (CLM), Competence Management (CM),
Member Compliance Enforcing (MCE), Corporate Budgeting Management (CBM),
Culture Development (CULDEV), Data Analytics (DA), Data Management (DM), Data
Visualization (DV), Database Administration (DBA), Database Design and
Development (DDD), Event Management (EVM), Product Knowledge, Law Management
(LAW), Learning Management (LM), Legal Drafting (LEGAL), Man Power Planning
(MPP), Management Accounting (MACC), Marketing Management (MM), Membership
Administration Management (MAM), Negotiation Skill (NEGO), Office
Administration (OA), Organization Design and Development (ODD), Performance
Management System (PEMS), Premium Collecting (PC), Process Management System (PRMS),
Procurement (PROC), Financial Accounting (FINA), Fraud Management (FRM), Good
Corporate Governance (GCG), Health Actuary (HA), Health Economic (HE),
Industrial Relation (IDR), Innovation Management (INNOV), Institutional
Relations (INSR), Instructional Design (ID), Internal Compliance (INTC),
Internal Relations (INTR), Inventory Management (IM), Investment Management
(INVM), IT Infrastructure and Asset Management (ITIAM), IT Network (ITN), IT
Planning and Design (ITPD), IT Quality (ITQ), IT Security (ITS), IT Service
Management (ITSM), IT Software Development (ITSD), Knowledge Management (KM),
Management (PKM), Protocol (PROT), Provider Management (PROV), Public Relations
(PR), Quality Management (QM), Recruitment and Selection (RS), Regulation Management
(REG), Release and Deployment (RD), Research and Development (RND), Reward
Management (RM), Risk Management (RISKM), Service and Complaint Management
(SCM), Strategic Purchasing (SP), Strategy Management (SM), Talent Management
(TM), Tax Management (TAXM), Treasury Management (TRM), dan Utilization
Management (UM).
Ada 5 (Lima) tingkatan level kompetensi yang digunakan pada Lembaga Sosial
dengandefinisi umum masing-masing level kompetensi sebagai
berikut :
Level |
Definisi Level |
1 2 3 4 5 |
Tahu dan dapat menjelaskan Aplikasi dan implementasi
Analisis dan solusi Review dan
evaluasi akan analisis dan solusi Subject Matter
Expert (SME)/ Pengembangan/Inovasi |
Kompetensi perilaku memiliki gradasi level yang menggambarkan kompleksitas dariperilaku yang dipersyaratkan untuk masing-masing level. Sistem level yang ada untuk masing- masing kompetensi, terdiri dari 5 level. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi level dalam suatu kompetensi, menandakan semakin rumit dan kompleks perilaku yang tercermin di dalamnya (Pramesti et al., 2022). Dalam struktur organisasi, jika pekerjaan yang dilakukan makin rumit dan kompleks maka porsi kompetensi perilaku akan semakin besar dibanding dengan porsi kompetensi teknis. Sebagai contoh pada kompetensi manajerial (Soft Competency), posisi Managerial akan lebih banyak mengawasi pekerjaan yang dilakukan anak buahnya dan menjadi kurang terlibat dalam aktivitas operasional, sehingga kompetensi yang muncul adalah kompetensi kepemimpinan dimana berfungsi sebagai monitor person dan pengarah team.. Jenis kompetensi manajerial ini berkaitan dengan kemampuan untuk mengelola pekerjaan dan membangun interaksi dengan orang lain misal : problem solving, leadership, communication, dll. Dan Jenis kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan fungsional pekerjaan. Berkaitan dengan seluk beluk teknis yang berkaitan dengan pekerjaan yang ditekuni. Misal : market research, analisa keuangan, electrical engineering, dll.
Model Kompetensi yang diterapkan:
No |
JABATAN |
GRADE |
KOMPETENSI DASAR |
KOMPETENSI KEPEMIMPINAN |
KOMPETENSI FUNGSIONALPERIL |
|||||||||||
Integrity |
Creating Values for the
Customer |
Fostering Creativity and Innovation |
Leveraging
Relationship with Stakeholder |
Strategic Orientation |
Impact and Influence |
Strive for Excellence |
Compassionate |
Building Trust |
Learning Agility |
Analytical Thinking |
Conceptual Thinking |
Concern for Order |
Interpersonal
Understanding |
|||
1 |
Kepala Lembaga Sertifikasi Profesi Jaminan Soial |
C11 |
4 |
4 |
4 |
4 |
4 |
4 |
4 |
4 |
4 |
4 |
4 |
4 |
|
4 |
2 |
Manager Sertifikasi |
C8 |
3 |
4 |
4 |
3 |
3 |
3 |
3 |
4 |
3 |
4 |
4 |
4 |
|
3 |
3 |
Manager Sertifikasi |
A2 |
1 |
2 |
2 |
1 |
1 |
1 |
2 |
1 |
2 |
2 |
2 |
2 |
|
1 |
4 |
Staf Sertifikasi |
C8 |
4 |
4 |
3 |
3 |
3 |
3 |
3 |
4 |
3 |
4 |
4 |
4 |
|
3 |
5 |
Manager Manajemen Mutu |
A2 |
2 |
2 |
1 |
1 |
1 |
1 |
2 |
1 |
2 |
2 |
2 |
2 |
|
1 |
6 |
Staf Manajemen Mutu |
C8 |
4 |
4 |
3 |
3 |
3 |
3 |
3 |
4 |
3 |
4 |
4 |
|
4 |
3 |
7 |
Manager Administrasi |
A1 |
1 |
2 |
1 |
1 |
1 |
1 |
2 |
1 |
1 |
1 |
2 |
|
1 |
1 |
Model kompetensi Lembaga Sosial merupakan aspek kritikal dan sebagai salah satubagian untuk mendukung setiap proses perubahan yang terjadi. Setiap proses perubahan menuntut adanya perubahan dalam strategi organisasi yang berdampak pada perubahan sistem dan berdampak pada setiap aspek. Untuk itu, diperlukan komitmen dari seluruh Duta Lembaga Sosial. Alasan utama kenapa Lembaga Sosial perlu model kompetensi, tidak lain karena manajemen ingin membentuk mind set dan pola perilaku dari setiap Duta Lembaga Sosial dimana nantinya bersama-sama mensukseskan program Lembaga Sosial. Juga dukungan peran pimpinan mengawal perubahan strategi dan bisnis sehingga pemimpin dapat menggerakkan dan memotivasi staf dan timnya agar selaras dalam mencapai tujuan yang telah digariskan dalam visi dan misi lembaga. Penyelarasan dapat dilakukan dengan memperhatikan mana kompetensi fungsional teknis yang dapat diprioritaskan untuk dibentuknya skema sebagai bagian dalam pengembangankompetensi (Samsuni, 2017).
Dalam upaya mendorong terlaksananya fungsi dan sistem kerja yang maksimal guna mendukung tujuan organisasi, maka implementasi model kompetensi yang secara spesifik menggambarkan sejumlah kompetensi yang harus dimiliki (Yemima & Tewu, 2023) oleh Duta Lembaga Sosial agar dapat menghasilkan kinerja unggul sehingga perilaku yang dimiliki oleh Duta Lembaga Sosial harus dapat menjawab tantangan yang dialami pada saat proses yang terjadi dalam organisasi.
Adapun usulan perbaikan yang dapat disampaikan :
1. Pada implementasi
model kompetensi, Kedeputian Bidang MSDM sebaiknya secara kontiniu
melakukan updating kompetensi pegawai berdasarkan model kompetensi yang update dari unit kerja yang ada
2. Agar ada
penyelarasan antara kompetensi fungsional teknis dengan kompetensi yangakan
diskemakan dan mendapat
pengakuan dari Negara/BNSP.
3. Agar Corporate
University melakukan penyesuaian program pendidikan dan pelatihandengan
menyesuaikan pada model kompetensi dan skema kompetensi yang ada pada LSP Lembaga Sosial.
4. Agar unit kerja mengusulkan skema kepada LSP Lembaga
Sosial dengan menyesuaikan pada model
kompetensi.
5. Agar LSP Lembaga Sosial melakukan pengembangan
kompetensi pegawai sesuai skema yang diampu
dan usulan dari UKPF sebagaimana model kompetensi.
6. Agar memberikan
perhatian terbaik sehingga memiliki SDM berkompeten yang dapat diakui corporate sebagai
bagian portofolio untuk pengembangan karier dengan indicator
pengakuan secara nasional,
yaitu lebih tepatnya
melalui pengakuan sertifikasi kompetensi yang dikeluarkan oleh Badan Nasional
Sertifikasi Profesi (BNSP).
1. Organisasi
modern adalah
organisasi yang mempunyai SDM dengan tujuan
yang sama, siap menerima perubahan dimana salah satu
faktor yang penting dalam organisasi modern adalah membangun sistem manajemen sumber daya manusia
sehingga bagaimana membangun sistem yang sesuai untuk mencapai kinerja organisasi.
2. Model Kompetensi
yang secara spesifik merefleksikan kompetensi Duta Lembaga Sosial, maka diharapkan dapat menjadi
panduan dalam membentuk perilaku kerja setiap Duta Lembaga Sosial yang sesuai
dengan perilaku-perilaku yang diharapkan oleh organisasi sehingga setiap Duta Lembaga Sosial
dapat memberikan kontribusi positif yang optimal dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3. Kedeputian Bidang
MSDM, Corpu dan LSP Lembaga Sosial dapat menselaraskan dan bersama-sama
menjalankan kebijakan Model kompetensi guna mendapatkan SDM yang potensial.
DAFTAR PUSTAKA
Anif, S. (2015). Pengembangan Model Peningkatan
Kompetensi Profesional Guru Biologi Berbasis Continuous Professional
Development (CPD) di Surakarta.
Arikunto,
S. (2019). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik.
Byars,
L. L., & Leslie, W. (n.d.). Rue (2006)Human Resource Management.
New York: McGraw Hill.
Davis,
K., & Newstrom, J. W. (1985). Perilaku dalam organisasi. Jakarta:
Erlangga.
Diniarsa,
M. R., & Batu, R. L. (2023). Evaluasi Penerapan Kebijakan Diversitas Dan
Inklusi Dalam Manajemen Sumber Daya Manusia Terhadap Kinerja Organisasi. Jurnal
Ilmiah Manajemen, Ekonomi, & Akuntansi (MEA), 7(2), 14391456.
Dwiyanto,
A. (1995). Penilaian Kinerja Organisasi Publik. Jurusan Ilmu Administrasi
Negara, Fisipol UGM, Yogyakarta.
Greenberg,
J., & Baron, R. A. (2008). Behavior in organizations. (No Title).
Handayani,
R. A. (2018). Kesesuaian Materi Terhadap Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar
pada Buku Ajar Bahasa Arab. LISANIA: Journal of Arabic Education and
Literature, 2(1), 2843.
Himawan,
I. S., Wahyuni, S., Hamidin, D., Andriani, A. D., Meidelfi, D., &
Khairunisa, Y. (2022). Etika Profesi Teknologi Informasi Dan Komunikasi.
TOHAR MEDIA.
Lexy,
J. M. (2002). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Pramesti,
A., Legowo, P. S., & Tambunan, M. E. (2022). Analisis Risiko Dispute Klaim
Covid Terhadap Operasional Cashflow Di Rs. Jt. Jurnal Manajemen Risiko, 3(1),
128.
Pramesti,
A., & Tewu, M. L. D. (2022). Analisa Risiko Operasional RS XXX dengan
Pendekatan GCG. Jurnal Pendidikan Dan Konseling (JPDK), 4(6),
62166224.
Rosmayati,
S., Kuswarno, E., Mudrikah, A., & Iriantara, Y. (2021). Peran Pelatihan dan
Pengembangan Dalam Menciptakan Perilaku Kerja Yang Inovatif dan Efektifitas
Organisasi. Coopetition: Jurnal Ilmiah Manajemen, 12(3), 331338.
Samsuni,
S. (2017). Manajemen sumber daya manusia. Al-Falah: Jurnal Ilmiah Keislaman
Dan Kemasyarakatan, 17(1), 113124.
Tewu,
M. L. (2023). Analisis risiko operasional di PT asuransi umum x. JPPI
(Jurnal Penelitian Pendidikan Indonesia), 9(1), 181187.
Yemima,
K., & Tewu, M. L. D. (2023). Analisis Risiko penerapan GCG pada PT. XXX. Syntax
Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 8(5), 36833697.