EVALUASI KEBIJAKAN
PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN DI KAWASAN EKONOMI KHUSUS KENDAL
Debby Sion1,
Siti Nuryanah2
Magister Akuntansi,
Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
Universitas Indonesia
Email: debbysion@yahoo.co.id, Siti.nuryanah@ui.ac.id
Abstrak
Dalam meningkatkan
iklim investasi, pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang dapat menarik investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Kebijakan tersebut antara lain pemberian fasilitas pajak penghasilan dalam bentuk Tax Holiday dan Tax Allowance. Penelitan
ini membahas mengenai kebijakan pemberian fasilitas pajak penghasilan di Kawasan
Ekonomi Khusus Kendal. Adapun alasan
pemilihan KEK Kendal sebagai
objek penelitian karena KEK Kendal merupakan Pilot
Project bagi Kawasan Ekonomi Khusus
lainnya. Untuk mendapatkan Fasilitas Pajak Penghasilan tersebut para pelaku usaha dan badan usaha harus memenuhi
persyaratan-persyaratan tertentu.
Saat ini ada 89 pelaku usaha dan 1 badan usaha yang melakukan kegiatannya di KEK Kendal. Dari 89 Pelaku
Usaha, sebanyak 29 pelaku usaha yang telah beroperasi dan 12 pelaku usaha masih dalam
masa konstruksi. Dari 29 pelaku
usaha ada 13 perusahaan yang telah mendapatkan Surat Keputusan untuk
mendapatkan Fasilitas Pajak
Penghasilan. Dari data tersebut,
terlihat masih minim investor
yang telah mendapatkan
Surat Keputusan untuk mendapatkan
Fasilitas Pajak Penghasilan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengevaluasi kebijakan pemberian fasilitas pajak penghasilan di KEK Kendal serta menganalisis hambatan-hambatan yang muncul selama proses pemanfaatan fasilitas pajak penghasilan tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dimana data yang dikumpulkan berdasarkan hasil wawancara terhadap badan usaha dan pelaku usaha yang melakukan kegiatan di KEK Kendal. Penelitan
ini menggunakan kriteria evaluasi yang dikembangkan oleh William N. Dunn (2018).
Kata
kunci: Kawasan ekonomi khusus, Fasilitas pajak penghasilan, KEK Kendal
Abstract
In
improving the investment climate, the government issued policies that could
attract investors to invest in Indonesia. These policies include providing
income tax facilities in the form of Tax Holidays and Tax Allowances. This
research discusses the policy of providing income tax facilities in the Kendal
Special Economic Zone. The reason for choosing KEK Kendal as the research
object is because KEK Kendal is a Pilot Project for other Special Economic
Zones. To obtain the Income Tax Facility, business actors and business entities
must fulfill certain requirements. Currently there are 89 business actors and 1
business entity conducting their activities in KEK Kendal. Of the 89 business
actors, 29 are already operating and 12 are still under construction. Of the 29
business actors, there are 13 companies that have obtained Decrees to obtain
Income Tax Facility. From these data, it can be seen that there is still a
minimum number of investors who have obtained Decrees to obtain Income Tax
Facility. Based on this background, a study was conducted which aimed to
evaluate the policy of granting income tax facilities in KEK Kendal and to
analyze the obstacles that arose during the process of utilizing the income tax
facilities. This research is a descriptive qualitative
research where the data collected is based on the results of interviews
with business entities and business actors who carry out activities in KEK
Kendal. This research uses evaluation criteria developed by William N. Dunn
(2018).
Keywords: Special
economic zones, Income tax facilities, KEK Kendal
Pendahuluan
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah. Sumber daya alam ini
selayaknya dikelola dengan baik dan benar agar dapat memberikan hasil dan manfaat bagi seluruh
rakyat Indonesia. Namun dalam
mengelola sumber daya alam tentu
saja diperlukan dana atau modal yang cukup besar agar sumber daya alam tersebut
dapat dikelola secara maksimal. Oleh sebab itu pemerintah
terus menggalakkan perusahaan-perusahaan dalam dan luar negeri untuk berkontribusi dalam pengelolaan sumber daya alam di Indonesia.
Pemerintah menyadari bahwa investasi merupakan motor utama penggerak perekonomian di
Indonesia. Oleh sebab itu pemerintah mengajak perusahaan- perusahaan dalam dan luar negeri untuk berinvestasi dalam berbagai sektor, terutama sektor prioritas yang memiliki nilai tambah seperti : sektor industri
berorientasi ekspor, sektor energi baru
dan terbarukan, infrastruktur,
pertambangan dan sektor pariwisata.
Untuk merangsang
pertumbuhan investasi di tanah air, salah satu upaya yang dilakukan pemerintah antara lain dengan membentuk suatu Kawasan Ekonomi Khusus
(KEK) dengan memberikan banyak fasilitas dan kemudahan mulai dari perijinan, ijin ketenagakerjaan, infrastruktur termasuk fasilitas dibidang perpajakan dan kepabeanan. Semua hal ini dilakukan
dengan tujuan agar para
investor baik dalam maupun luar negeri, bersedia menginvestasikan dana
yang mereka miliki dalam pengelolaan sumber daya alam
Indonesia.
Selama tahun 2022 Kementerian Investasi/Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM) telah
mencatat realisasi investasi sebesar Rp 1.207,2 triliun, dimana angka tersebut naik 34% dibandingkan tahun sebelumnya, dan telah melebihi dari target awal yang sebesar Rp 1.200 triliun. Dari total realisasi investasi tersebut, sebesar Rp 552,8 triliun berasal dari Penanaman
Modal Dalam Negeri dan sebesar Rp 654,4 triliun dari Penanam
Modal Asing. Atas pencapaian tersebut
tidak membuat pemerintah merasa puas. Pemerintah tetap berusaha memperbaiki dan menyempurnakan kebijakan-kebijakan investasi yang
telah berlaku, agar pada tahun mendatang semakin banyak investor tertarik untuk berinvestasi di Indonesia. Berikut
gambar yang menunjukkan realisasi investasi dalam 6 (enam) tahun terakhir di Indonesia.
Sumber : databoks
(2023)
Gambar
1. Realisasi
Investasi Tahunan di Indonesia (2017 – 2022)
Dari
gambar tersebut, terlihat dalam enam tahun terakhir
kenaikan investasi mencapai 74,2% dimana pada tahun 2017 nilai investasi hanya sebesar Rp 692,8 triliun sedangkan di tahun 2022 mencapai Rp 1.207,2 triliun. Peningkatan investasi tersebut tidak terlepas dari peran
serta pemerintah dalam menetapkan kebijakan-kebijakan, salah satunya
dengan memberikan fasilitas dan kemudahan kepada investor dalam berusaha. Dalam memberikan fasilitas dan kemudahan berusaha pemerintah membentuk KEK yang memang dikhususkan bagi investor yang ingin mendapatkan fasilitas perpajakan dan kepabeanan.
Saat
ini di Indonesia ada 20 KEK
yang terdiri dari 10 KEK berbasis industri dan 10 KEK berbasis non industri. KEK Kendal
merupakan KEK yang berbasis
industri dan paling siap dalam beroperasi, disamping itu juga merupakan pilot project bagi
KEK lainnya. Berdasarkan
data dari laman kek.go.id tertanggal 25 Juli 2022, bahwa sampai dengan bulan
Juli 2022, dari 75 (tujuh puluh lima) Pelaku Usaha yang ada di KEK Kendal hanya 7 (tujuh) Pelaku Usaha dan 1 (satu) Badan Usaha yang telah memperoleh Surat Keputusan Pemberian
Fasilitas Pajak Penghasilan
(Tax Holiday) . Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa hanya 10% (sepuluh persen) dari seluruh Pelaku
Usaha yang melakukan kegiatan
di KEK Kendal yang telah mendapatkan
Keputusan Menteri Keuangan atas
pemberian fasilitas Tax
Holiday. Hal tersebut tidak
termasuk tahap pemanfaatan Tax Holiday, dimana
untuk mendapatkan manfaat Tax Holiday, wajib
pajak harus mengajukan permohonan pemanfaatan Tax Holiday terlebih
dahulu kepada Direktorat Jendral Pajak melalui OSS. Dan selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan oleh DJP sebelum SK Pemanfaatan dikeluarkan.
Berdasarkan
situs DDTC News tertanggal 27 Desember
2022, dengan judul “Fasilitas Pajak di KEK Masih Sepi Peminat,”
dijelaskan dalam situs tersebut bahwa BKF mencatat pemanfaatan insentif Tax
Holiday di KEK pada tahun 2021 masih senilai Rp0 (nol Rupiah) dan diproyeksikan tetap senilai Rp0 (nol Rupiah) untuk tahun 2022 juga. Sampai dengan tanggal 27 Desember 2022 belum ada Pelaku Usaha atau Badan Usaha yang memanfaatkan
Tax Holiday di KEK. Dari data tersebut dapat kita lihat,
kenaikan investasi tidak seiring dengan
kenaikan pemanfaatan Tax
Holiday.
Berdasarkan latar belakang diatas, dilakukan penelitian untuk menganalisis hambatan-hambatan yang timbul dari implementasi kebijakan pemberian fasilitas pajak penghasilan dan sekaligus mengevaluasi apakah kebijakan pemberian fasilitas pajak penghasilan di KEK Kendal telah memenuhi kriteria kebijakan publik yang baik. Dalam mengevaluasi kebijakan pemberian fasilitas pajak penghasilan digunakanlah kriteria evaluasi William N. Dunn
(2018) guna mengetahui tingkat efektifitas (effectivity),
efisiensi (efficiency), kecukupan
(adequacy), responsivitas (responsiveness)
dan kelayakan (appropriateness).
Dalam pasal 1 ayat (1), Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2/2022 tentang
Cipta Kerja Klaster Kawasan
Ekonomi (Bab IX), yang dimaksud dengan
“Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya
disebut KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan
untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.” Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa KEK dikembangkan untuk mencapai suatu standar pelayanan tertentu yang memiliki keunggulan dari segi geostrategi dan geoekonomi serta memiliki fungi untuk menjalankan kegiatan industri, ekspor, impor dan kegiatan ekonomi lainnya yang berdaya saing internasional
dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Adapun yang dimaksud dengan geostrategi adalah kombinasi dari faktor geopolitik yaitu faktor geografi,
demografi dan ekonomi dalam politik luar
negeri suatu negara. Sedangkan
geoekonomi merupakan kombinasi faktor geografi dan ekonomi dalam perdagangan luar negeri.
Insentif diberikan
oleh pemerintah dengan harapan untuk menarik
investor baru dan mendorong
pertumbuhan ekonomi. Dalam publikasi United Nation yang berjudul
Tax Incentives and Foreign Direct Investment (2000), insentif
pajak didefinisikan sebagai semua bentuk
insentif yang mengurangi beban pajak perusahaan
untuk mendorong mereka berinvestasi dalam proyek atau
sektor tertentu. Dalam publikasi tersebut, United Nation
juga menyebutkan insentif pajak dapat berupa
pengurangan bea masuk atas impor
bahan mentah, peralatan dan komponen. Insentif pajak hanya dapat dimanfaatkan
oleh pihak-pihak yang memenuhi
kriteria yang telah ditentukan.
Menurut
Easson (2004) fasilitas (insentif) pajak dapat berbentuk pembebasan (exemption)
atau pengurangan (reduction) atas pajak penghasilan badan usaha dan Bea
Masuk. Secara lebih rinci, Easson mengungkapkan bahwa pemberian fasilitas pajak
dapat diberikan dalam bentuk pembebasan pajak, penurunan tarif PPh Badan untuk jenis usaha tertentu, kredit pajak
untuk barang modal dalam rangka investasi, penyusutan dipercepat dari seharusnya
untuk barang modal, penurunan tarif withholding tax dan penurunan bea
masuk dan cukai.
Menurut UU No.6 Tahun
2023, fasilitas PPh yang bisa diperoleh di KEK adalah Tax Holiday dan Tax Allowance, PPh pasal 22 import tidak dipungut dalam rangka PDRI dan pembelian rumah tinggal atau hunian
yang menjadi kegiatan utama pada KEK Pariwisata. Didalam penelitian ini fasilitas (insentif) pajak yang akan dibahas yang berhubungan dengan fasilitas pajak penghasilan badan berupa Tax
Holiday dan Tax Allowance.
Fasilitas PPh berupa Tax Holiday merupakan
fasilitas pajak yang diberikan melalui pembebasan dari pajak penghasilan badan (Corporate
Income Tax). Tax Holiday diberikan hanya untuk perusahaan
yang baru didirikan dengan jangka waktu
terbatas tergantung besarnya nilai investasi yang telah dilakukan. Eason (2004) mengungkapkan
bahwa ada 4 (empat) hal yang menentukan masa berlakunya pembebasan pajak yaitu tanggal dimana perusahaan mulai didirikan
atau terdaftar, tanggal
perusahaan mulai
berproduksi
atau mulai beroperasi, tahun
dimana perusahaan memperoleh
keuntungan untuk pertama kalinya, dan tahun dimana perusahaan pertama kali memperoleh
penghasilan kena pajak.
Dalam menentukan mulai berlakunya Tax Holiday di KEK yaitu
berdasarkan tahun dimana perusahaan pertama kalinya memperoleh penghasilan kena pajak atau
saat mulai berproduksi komersial (SMB). Hal yang menguntungkan
dari pemberian fasilitas Tax Holiday yaitu
dapat membantu cash flow
perusahaan karena tidak ada pajak
yang harus dibayarkan selama masa Tax Holiday. Disamping
itu terdapat juga kelemahan dari Tax Holiday
antara lain (Easson, 2004 :140):
a.
The cost of tax holiday, adanya kehilangan pendapatan
pajak bagi negara tuan rumah
yang tidak dapat dinilai.
b.
Tax holiday sering dimanfaatkan oleh investor
untuk memindahkan kegiatan usahanya ke negara lain untuk memperoleh pembebasan pajak baru ketika masa pembebasan
pajak di suatu negara telah berakhir.
c.
Tax holiday memicu penghindaran pajak atau manipulasi
pajak.
Di Kawasan Ekonomi Khusus
Kendal, Tax Holiday diberikan kepada Badan Usaha yang melakukan
kegiatan utama dan Pelaku Usaha yang melakukan kegiatan utama dan kegiatan lainnya di KEK. Bentuk fasilitas Tax Holiday
diatur dalam pasal 5 dan 6, PMK No. 237/2020.
Peraturan pemerintah
terkait KEK yang dibahas dalam penelitian ini meliputi Undang-Undang
No. 6 Tahun 2023 dimana Undang-Undang ini merupakan pengganti Undang-Undang No. 39 Tahun 2009
yang mengatur mengenai pembentukan KEK mulai proses pengusulan, penetapan, pembangunan hingga pengoperasian KEK. Sedangkan dasar hukum pembentukan
KEK Kendal adalah Peraturan
Pemerintah No. 85 Tahun
2019, dimana dibahas mengenai luas dan batas-batas
wilayah KEK Kendal, jangka waktu
pembangunan dan evaluasi terhadap pembanguan KEK Kendal yang
dilakukan oleh Dewan Nasional.
Adapun aturan pelaksanaannya terdiri dari Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan KEK dan
PMK No. 237 Tahun 2020 sebagaimana
telah diubah dengan PMK No. 33 Tahun 2021 tentang perlakuan perpajakan, kepabeanan dan cukai di KEK.
Metode
Jenis penelitian ini merupakan penelitian
yang berbentuk studi kasus dalam rangka
evaluasi kebijakan pemberian fasilitas pajak penghasilan di KEK Kendal. Penelitian Studi Kasus lebih fokus pada data-data kualitatif guna memperoleh pemahaman yang lebih mendalam, detail dan lengkap tentang gambaran permasalahan yang ingin diteliti.
Menurut Ellet (2018) terdapat
6 elemen dalam menganalisis kasus berdasarkan evaluasi yaitu identifikasi subjek, pemilihan kriteria, analisis berbasis kriteria yang dipilih, evaluasi keseluruhan, identifikasi kontinjensi (apabila ada), dan tindakan yang disarankan. Subjek dalam penelitian
ini adalah KEK Kendal dengan objek penelitian
pemberian fasilitas PPh. Sedangkan kriteria evaluasi yang dipakai dalam penelitian
ini merupakan kriteria evaluasi yang dikembangkan oleh Dunn (2018).
Jenis data yang dikumpulkan
dalam penelitian ini terdiri dari
data primer dan data sekunder. Dimana data primer
yang digunakan berasal dari informasi yang diperoleh secara langsung melalui pengamatan, pengalaman dan wawancara. Definisi data sekunder diungkapkan oleh Sekaran
dan Bougie (2018) yaitu data yang diperoleh
secara tidak langsung, misalnya informasi dari buku atau jurnal,
penelitian terdahulu, jurnal ilmiah, perpustakaan atau media massa dan tinjauan peraturan pemerintah.
Disamping itu penelitian ini juga mengunakan data yang bersifat kualitatif dimana data yang digunakan bukan berbentuk angka melainkan berbentuk teks, gambar dan informasi lain. Dalam hal waktu pengumpulannya,
penelitian ini mengambil jenis data cross
section dimana informasi atau data didapatkan untuk waktu tertentu,
artinya informasi atau data tersebut merupakan kondisi pada saat data itu diperoleh.
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan
data yang digunakan terdiri
dari data sekunder dan wawancara. Teknik pengumpulan
data dari data sekunder dilakukan dengan mengumpulkan informasi dan membaca artikel, jurnal, peraturan pemerintah, hasil penelitian terdahulu, dan berbagai informasi yang diperoleh melalui media massa dan internet,
yang relevan dengan objek penelitian.
Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan dengan cara bertanya langsung
kepada narasumber dalam bentuk tanya
jawab. Wawancara dilakukan terhadap Badan Usaha selaku pengelola dan pengembang Kawasan, Pelaku Usaha
yang melakukan kegitatan di
KEK Kendal dan Konsultan Pajak yang memiliki Klien di wilayah KEK Kendal. Narasumber
yang diwawancara merupakan pihak-pihak yang memiliki kemampuan, pengetahuan dan pengalaman terkait pemanfaatan fasiltas pajak penghasilan di Kawasan
Ekonomi Khusus Kendal. Pedoman
wawancara menggunakan kriteria evaluasi William N. Dunn dengan pertanyaan yang relevan dengan objek penelitian.
Hasil dan Pembahasan
Dari hasil
wawancara, diperoleh informasi bahwa sampai dengan wawancara
dilakukan, terdapat 1 badan
usaha dan 89 pelaku usaha yang melakukan kegiatan di KEK Kendal. Tidak semua
pelaku usaha yang melakukan kegiatan usahanya di KEK Kendal merupakan usaha baru. Ada juga perusahaan
yang telah lama berdiri kemudian merelokasi usahanya dari luar
KEK Kendal ke dalam KEK
Kendal. Untuk perusahaan
yang sudah lama berdiri ini tentu saja
tidak mendapatkan fasilitas pajak penghasilan, karena pemberian fasilitas pajak penghasilan diperuntukkan untuk perusahaan baru berdiri.
Dari 89 Pelaku
Usaha, sebanyak 29 Pelaku Usaha
yang telah beroperasi dan
12 Pelaku Usaha masih dalam masa konstruksi. Dari 29 Pelaku Usaha yang telah beroperasi tersebut ada 13 perusahaan yang telah mendapatkan Surat Keputusan
untuk mendapatkan Fasilitas Pajak Penghasilan. Dari
data hasil wawancara yang dilakukan dapat dikatakan memang masih sangat minim investor yang memanfaatkan
Fasilitas pajak penghasilan di KEK Kendal.
Guna menggali
informasi yang berkaitan dengan minimnya pemanfaatan fasilitas pajak penghasilan di KEK Kendal, dilakukan wawancara terhadap Badan Usaha dan Pelaku Usaha.
Narasumber wawancara terdiri dari Badan Usaha selalu pengelola Kawasan dan Pelaku Usaha yang telah mengajukan permohonan untuk mendapatkan fasilitas pajak penghasilan. Dalam wawancara tersebut pertanyaan disampaikan dengan mengacu pada kriteria efektivitas, efisiesi, kecukupan, responsivitas dan kelayakan.
Pertanyaan wawancara mengenai kriteria efektifitas yaitu apakah kebijakan pemberian fasilitas pajak penghasilan sesuai harapan dan tujuan perusahaan ? Baik badan usaha maupun 4 pelaku usaha dan 2 orang konsultan pajak menjawab bahwa pemberian fasilitas pajak penghasilan memang sesuai dengan tujuan
perusahaan pada saat memilih dan menetapkan tempat untuk menjalankan
usahanya. Dari 89 Pelaku
Usaha yang melakukan kegiatan
di KEK Kendal, hanya 13 Pelaku
Usaha yang telah memperoleh
Tax Holiday Certificate. Walaupun Badan Usaha
dan Pelaku Usaha telah memperoleh Surat Keputusan pemberian
fasilitas pajak penghasilan (Tax Holiday Certificate), namun sampai saat
ini belum satu pun yang telah memanfaatkan fasilitas tersebut. Oleh sebab itu dapat dikatakan
bahwa kriteria efektif belum terpenuhi.
Pertanyaan wawancara mengenai kriteria efisiensi yaitu apakah proses pengajuan permohonan sampai dengan pemanfaatan
fasilitas pajak penghasilan memerlukan biaya yang besar ? dan berapa lama waktu yang dibutuhkan dalam proses pengajuan permohonan fasilitas sampai dengan diperolehnya
fasilitas pajak penghasilan tersebut ?. Atas pertanyaan tersebut, semua narasumber menjawab bahwa dalam mengajukan permohonan untuk memperoleh fasilitas pajak penghasilan dilakukan dengan online dan tidak ada biaya
yang dikeluarkan dalam pengajuan kecuali biaya internet saja. Sedangkan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk proses pengajuan untuk memperoleh fasilitas pajak penghasilan sampai dengan dikeluarkannya Surat Keputusan,
jawaban dari narasumber bervariasi, ada yang sekitar 3 minggu dan ada yang 4 minggu, waktu tersebut
masih belum sesuai dengan yang telah ditetapkan yaitu 5 hari kerja.
Walaupun Surat Keputusan untuk
memperoleh fasilitas pajak penghasilan sudah diterima oleh para pelaku usaha, bukan
berarti bahwa fasilitas pajak penghasilan itu otomatis sudah dapat dimanfaatkan. Para pelaku usaha tetap
harus mengajukan sekali lagi permohonan
untuk pemanfaatan fasilitas pajak penghasilan tersebut. Narasumber dari Badan Usaha dan 2
Pelaku Usaha mengatakan bahwa telah diajukan
permohonan pemanfaatan fasilitas Tax Holiday, namun
sampai saat ini belum dikeluarkan
Surat Pemberitahuan Pemeriksaan
oleh DJP, sehingga SK Pemanfaatan
belum bisa dikeluarkan.
Dilihat dari faktor pengukur
kriteria efisiensi Dunn yaitu biaya, dimana
untuk memperoleh Surat
Keputusan pemberian fasilitas
pajak penghasilan tersebut, tidak ada biaya yang dikeluarkan maka untuk faktor pengukur
biaya telah memenuhi kriteria kebijakan Dunn. Namun apabila dilihat dari waktu yang dibutuhkan untuk dapat memanfaatkan fasilitas pajak penghasilan tersebut yang cukup lama maka dapat dikatakan bahwa kebijakan pemberian fasilitas pajak penghasilan tersebut belum memenuhi kriteria efisiensi.
Pertanyaan wawancara mengenai kriteria kecukupan yaitu apakah kebijakan dalam pemberian fasilitas pajak penghasilan cukup jelas dan mudah dipahami perusahaan ?
Jawaban atas pertanyaan tersebut, semua narasumber berpendapat bahwa kebijakan tersebut tidak mudah dipahami.
Pada saat implementasi banyak hal yang belum diatur. Disamping
itu tidak ada call center di KEK Kendal yang dapat
membantu menjelaskan mengenai peraturan apabila Pelaku Usaha mengalami kesulitan pemahaman. Berdasarkan jawaban narasumber tersebut, maka kriteria kecukupan belum terpenuhi, karena kebijakan yang telah ditetapkan belum dapat memuaskan
kebutuhan wajib pajak.
Pertanyaan wawancara mengenai kriteria responsivitas yaitu apakah kebijakan pemberian fasilitas pajak penghasilan dapat merespon kebutuhan perusahaan ?
Semua narasumber berpendapat bahwa kebijakan pemberian fasilitas pajak penghasilan sangat merespon kebutuhan perusahaan dimana pemberian fasilitas pajak penghasilan tersebut memang diharapkan oleh para Pelaku Usaha karena membantu dalam cash flow perusahaan. Pemberian Fasilitas pajak penghasilan ditujukan bagi investor baru yang tentu saja memerlukan
dana yang cukup besar sebelum perusahaannya beroperasi. Dengan adanya Fasilitas tersebut setidaknya di tahun-tahun awal perusahaan berdiri perusahaan dapat menghemat dananya dengan tidak membayarkan
pajak penghasilan sesuai waktu yang tertulis di Surat Keputusan. Dari uraian
tersebut dapat disimpulkan bahwa kriteria responsivitas telah terpenuhi, hal tersebut dapat
dilihat dari meningkatnya Pelaku Usaha yang melakukan kegiatan usahanya di KEK Kendal.
Pertanyaan wawancara mengenai kriteria kelayakan yaitu apakah daya upaya perusahaan
untuk memperoleh fasilitas pajak penghasilan sebanding dengan manfaat yang diperoleh ?
Semua narasumber menjawab bahwa fasilitas pajak penghasilan di KEK Kendal sudah selayaknya diusahakan untuk diperoleh karena manfaat yang diperoleh jauh lebih besar dibandingkan
dengan biaya dan daya upaya yang perusahaan keluarkan. Disamping itu jangka
waktu pemberian fasilitas pajak penghasilan sangat panjang yaitu paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun.
Waktu yang cukup lama tersebut
tentu saja sangat membantu perusahaan dalam mengembangkan usahanya. Berdasarkan pendapat dari narasumber
tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijakan pemberian Fasilitas pajak penghasilan memenuhi kriteria kelayakan.
Kesimpulan
Dalam pemberian fasilitas
pajak penghasilan hingga pemanfaatannya terdapat hambatan-hambatan antara lain lamanya waktu yang dibutuhkan mulai dari pengajuan
permohonan untuk memperoleh fasilitas pajak penghasilan hingga pemanfaatannya. Dalam aturan pelaksanaan tidak diatur mengenai
jangka waktu dikeluarkannya Surat Pemberitahuan
Pemeriksaan setelah permohonan pemanfaatan disampaikan oleh Badan Usaha dan Pelaku
Usaha. Hal ini menjadi salah
satu sebab lamanya dikeluarkan Surat
Keputusan Pemanfaatan Fasilitas
Pajak Penghasilan.
Hambatan lainnya dalam hal investor melakukan realisasi investasinya secara bertahap, sehingga terjadi perbedaan persepsi antara wajib pajak dengan
Direktoran Jendral Pajak dalam hal besarnya
nilai realisasi investasi. Dimana besarnya nilai realisasi investasi ini menjadi
acuan bagi Direktoran Jendral Pajak dalam menentukan jangka waktu pemanfaatan
fasilitas pajak penghasilan. Hambatan terakhir, kurang pahamnya Pelaku Usaha terhadap kebijakan yang telah ditetapkan.
Evaluasi kebijakan pemberian fasilitas pajak penghasilan berupa Tax Holiday dan Tax Allowance belum memenuhi kriteria evaluasi kebijakan publik yang baik menurut Dunn dari sisi:
-
Efektifitas, kebijakan pemberian
fasilitas pajak penghasilan berupa Tax Holiday
dan Tax Allowance belum efektif
karena masih sangat minim
investor yang tertarik untuk
mendapatkan fasilitas pajak penghasilan tersebut dibandingkan banyaknya investor yang melakukan
kegiatan di KEK Kendal. Disamping itu baik BU maupun
PU belum mendapatkan SK pemanfaatan Tax Holiday.
-
Efisiensi, dari segi biaya yang dikeluarkan untuk pengajuan hingga pemanfaatan fasilitas pajak penghasilan tidak ada. Namun dari segi waktu yang dibutuhkan mulai dari pengajuan hingga pemanfaatan fasilitas pajak penghasilan sangat lama, karena untuk dapat memanfaatkan
fasilitas pajak penghasilan, harus dilakukan terlebih dahulu pemeriksaan oleh Direktorat Jendral Pajak Pusat,
dimana tidak diaturnya jangka waktu dikeluarkannya SP2 setelah pengajuan permohonan pemanfaatan diterima oleh system OSS.
-
Kecukupan, dalam pemberian fasilitas pajak penghasilan berupa Tax Holiday dan Tax
Allowance, belum memenuhi kriteria kecukupan karena pada saat implementasi
kebijakan, terdapat hal-hal yang belum diatur. Disamping itu tidak
adanya call center yang dapat
membantu WP apabila WP menghadapi masalah.
Evaluasi kebijakan pemberian fasilitas pajak penghasilan berupa Tax Holiday dan Tax Allowance telah memenuhi kriteria evaluasi kebijakan publik yang baik menurut Dunn dari sisi:
-
Responsivitas, hal ini
dapat dilihat dari meningkatnya PU yang melakukan kegiatan usahanya di KEK Kendal. Pada bulan
Juli 2022 terdapat 75 PU yang melakukan
kegiatan usaha, namun pada saat wawancara dilakukan terhadap BU (bulan Mei 2023) telah terdapat 89 PU yang telah melakukan kegiatan usaha di KEK Kendal.
Kelayakan, pemberian
fasilitas pajak penghasilan dalam bentuk Tax Holiday dan Tax Allowance memang layak diusahakan
oleh para Pelaku Usaha, karena
jangka waktu pemberian fasilitas yang cukup lama minimum 10 tahun dan
maximum 20 tahun. Disamping
itu nilai rencana investasi minimum sebesar Rp 100 miliar, dimana telah dilakukan
pembaharuan kebijakan dari nilai rencana
investasi semula minimal Rp
500 miliar.
DAFTAR
PUSTAKA
Adam Smith,
The Wealth of Nations, edited by Edwin Cannan, New York, The Modern Library
1994, page 887 to 890.
Arikunto, Suharsimi.
(2016). Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta.
Dunn,
William N. (2018). Public Policy Analysis : An
Integrated Approach, sixth edition. New York :
Routledge.
Easson, Alex. (2004). Tax Incentives for Foreign Direct Investment.
The Hague : Kluwer Law International.
Ellet,
W. (2018). The Case Study Handbook: A Student’s Guide. Harvard Business Review
Press.
Erly Suandy ·
M. Masykur
; Perencanaan Pajak Ed. 6, Penerbitan,
Jakarta : Salemba Empat,
2017
Gie,
The Liang. (1992). Administrasi Perkantoran
Modern. Yogyakarta : Penerbit
Liberty.
Gunadi.
(2013). Panduan Komprehensif Pajak Penghasilan. Jakarta: Penerbit
Bee Media Indonesia dan MUC Consulting Group.
Moleong, L.J. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Nazarczuk, Jarosław Michał, and
Stanisław Umiński. 2018. “The Impact of
Special Economic Zones on Export Behaviour. Evidence
from Polish Firm-Level Data.” E a M: Ekonomie a
Management 21(3): 4–22.
Purwanto (2018),
Teknik Penyusunan Instrumen
Uji Validitas dan Realibilitas
Penelitian Ekonomi Syariah, Magelang : Staia Press.
Sugiyono (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan
R&D. Bandung: Afabeta.
Susanto, Tony Dwi (2020, August 30). Metode Penelitian Studi Kasus (Case Study). Notes Tony Dwi
Susanto.
United Nations, New York and Genewa, 2000.
Tax Incentives and Foreign Direct Investment: A Global Survey
Wang, Jin. 2013. “The Economic Impact of Special Economic Zones : Evidence from Chinese Municipalities.” Journal of
Development Economics