PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM MASA DAULAH ABBASIYAH

 

Ridwanto1, Siradjuddin2

Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Indonesia

Email: tor643109@gmail.com1, siradjuddin@uin-alauddin.ac.id2

 

 

Abstrak

Daulah Abbasiyah yang dipelopori oleh al-Abbas Ibnu Muthalib muncul setelah tergulingnya kekuasaan Daulah Bani Umayyah, kekuasaan Daulah Abbasiyah berlangsung dalam waktu yang amat panjang dimulai 132 (750 M) hingga 656 H (1258 M). Pemikiran ekonomi Islam dalam masa ini terpusat pada kebijakan keuangan publik, meskipun secara regulasi tatanan keuangan negara belum terbentuk secara komperhensif. Sistem perbankan telah dilakukan seiring dengan bertambahnya jenis mata uang yang berlaku. Regulasi perbankan ini dijalankan oleh para ahli bankir yang disebut naqid, sarraf, dan jihbiz. Sementara, pendapatan Negara berasal dari pajak dan juga zakat. Untuk pengeluarannya, difokuskan pada urusan administrasi Negara, militer, pembangunan infrastruktur dan sektor ekonomi yang vital seperti industri, perdagangan dan pertanian.  Pada Dinasri Abbasiyah juga diterapkan berbagai tradisi pada sektor industri dengan melakukan produksi massal beberapa komoditi seperti rempah-rempah, sutra dan keramik. Di sektor perdagangan berkembang dengan terbentuknya jalur perdagangan internasional. Di bidang pertanian, difokuskan pada pembangunan infrastruktur penunjang. Beberapa regulasi juga diterapkan oleh masing-masing pemimpin pada masanya dimulai dari kepemimpinan al-Mahdi hingga al-Mutawakkil

 

Kata kunci: Daulah Abbasiyah, Pemikiran Ekonomi Islam, Keuangan Negara, Kebijakan Ekonomi

 

Abstract

The Abbasid State, pioneered by al-Abbas Ibn Muttalib emerged after the overthrow of the Umayyad State, the rule of the Abbasid State lasted for a very long time from 132 (750 AD) to 656 AH (1258 AD). Islamic economic thought in this period was centered on public financial policy, although by regulation the financial order of the State has not been formed comprehensively. The banking system has been carried out along with the increasing types of currencies that apply. These banking regulations are run by expert bankers called naqid, sarraf, and jihbiz. Meanwhile, state revenue comes from taxes and zakat. For its expenditure, it is focused on State administration, military, infrastructure development and vital economic sectors such as industry, trade and agriculture.  In the Abbasid dynasty also applied various traditions to the industrial sector by mass producing several commodities such as spices, silk and ceramics. In the trade sector developed with the formation of international trade routes. In agriculture, it is focused on supporting infrastructure development. Several regulations were also applied by each leader of his time starting from the leadership of al-Mahdi to al-Mutawakkil.

 

Keywords: Abbasid State, Islamic Economic Thought, State Finance, Economic Policy

 

 

Pendahuluan 

Islam merupakan suatu agama yang konprehensip yang mengatur seluruh aspek kehidupan, dimulai dari kehidupan pribadi, keluarga masyarakat bahkan sampai urusan kenegaraan sekalipun. Dalam kehidupan kenegaraan, umpamanya, suatu negara Islam berkewajiban menciptakan standar hidup yang layak bagi setiap warga negaranya, oleh karena itu dalam suatu system kenegaraan menurut Islam, negara bertanggungjawab untuk membantu warga negaranya yang tidak mampu.(Sulaiman, 2021) Hal tersebut merupakan salah-satu praktik ekonomi sederhana yang umat islam terapkan sejak dulu hingga sekarang.

Kajian Ekonomi Islam sebagai studi ilmu pengetahuan modern baru muncul pada tahun 1970-an, tetapi pemikiran tentang ekonomi Islam telah muncul sejak Islam diturunkan melalui Nabi Muhammad Saw yang kemudian dilanjutkan pada masa kepemimpinan khulafaur Rasyidin. Saat itulah Islam mulai memberi pengaruh kepada dunia, karena para khalifah sudah melakukan perluasan wilayah keluar daerah Arab. Setelah masa Khulafaur Rasyidin muncullah daulah Bani Umayyah dan Abbasiyah.(Mukaromah, 2020)

Pasca Rasulullah SAW. wafat, kemudian diteruskan oleh para sahabatnya yang terlibang sangat dekat dengan Rasulullah Saw. semasa hidupnya untuk melanjutkan napak tilas perjuangan Rasulullah Saw, dan masa itu disebut masa Khulafaur Rasyidin. Khulafaur Rasyidin adalah masa awal kekhalifan Islam pasca kepemimpinan Rasulullah SAW. yang terdiri dari empat sahabat, adalah: pertama, Abu Bakar, kedua, Umar bin Khattab, ketiga, Utsman bin ‘Affan, keempat, Ali bin Abi Thalib. Periode negara Madinah berakhir dengan wafatnya Khalifah Ali ibn Abi Thalib. Tokoh yang naik ke panggung politik dan pemerintahan adalah Muawiyah ibn Abi Sufyan, gubernur wilayah Syam sejak zaman Khalifah Umar. Setelah masa kekhalifaan di Daulah Umayyah mengalami kemunduran.(Suherli et al., 2022)

Pemerintahan Daulah Abbasiyah merupakan Daulah ketiga pada periodeisasi peradaban Islam. Pada masa itu, perkembangan peradaban Islam telah mencapai puncaknya dan menjadi catatan ahli sejarah sebagai zaman keemasan umat Muslim.(Huda, 2021) Hal ini didukung dengan hadirnya peradaban Islam yang baru, sebagai teladan bagi peradaban-peradaban di kota-kota lain di seluruh penjuru dunia. Abbasiyah menjadikan Kota Baghdad sebagai tempat untuk mendalami ilmu pengetahuan. Kota Baghdad pada saat itu menjadi pusat kegiatan politik, sosial dan kebudayaan, dijadikan kota Internasional yang terbuka untuk segala bangsa-bangsa Arab, Turki, Persia, Rumawi, Qibthi, Hindi, Barbari, Kurdi, dan sebagainya.(Daulay et al., 2021)

Daulah Abbasiyah merupakan suatu Daulah Islam yang eksistensinya di mulai pada 132 H/750 M hingga 657 H/1075 M dan telah mencapai puncak kejayaan dan kecermelangan di berbagai bidang, seperti bidang ilmu pengetahuanl, ekonomi, kekayaan, dan kekuasaan.(Nunzairina, 2020) Pada masa inilah munculnya berbagai macam disiplin ilmu yang pada masa itu diterjemahkan dalam bahasa Arab sebanyak ratusan bahakan ribuan jilid buku. Bani Abbasiyah meraih tampuk kekuasaan Islam setelah berhasil menggulingkan pemerintahan dinas Bani Umayyah pada tahun 750 H. Para pendiri Daulah ini adalah keturunan al-Abbas, paman Nabi Muhammad SAW, sehingga khilafah tersebut dinakamakan khilafah Abbasiyah. Daulah ini didirikan oleh Abdullah al-Saffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas.(Asy’arie, 2021)

Daulah Abbasiyah memegang kuat suatu falsafah untuk mewujudkan adanya masyarakat yang merata dan berkemakmuran oleh karenanya dizaman Daulah Abbasiyah pembangunan ekonomi diserahkan kepada orang-orang yang terdidik dan para ahli dibidang ekonomi. Sebagai Negara baru yang memiliki daerah yang sangat luas bukanlah suatu hal yang mudah untuk mengatur semua kehidupan rakyat untuk mencapai suatu kemakmuran.(Mukaromah, 2020)

Pada zaman permulaan dari daulah Abbasiyah, perbendaharaan Negara cukup memadai bahkan dapat dikatakan berlimpah. Hal ini disebabkan oleh pemasukan negara jauh lebih banyak dari uang keluar.(Hasibuan, 2021) Pada masa itu tampuk pimpinan berada ditangan khalifah al-Mansur. Khalifah al-Mansur betul-betul telah meletakkan dasar-dasar yang sangat kuat bagi ekonomi dan keuangan negara. Keutamaan al-Mansur dalam memimpin daulah Abbasiyah dengan ketajaman pikiran dan strategi politik yang itu sama dengan khalifah Umar bin Khattab dalam menguatkan Islam.(Farah, 2022)

Para khalifah daulah Abbasiyah juga sangat besar perhatiannya dalam bidang perdagangan. Segala usaha ditempuh untuk mempermudah jalannya perdagangan seperti pembangunan sumur dan tempat-tempat istirahat di jalan-jalan yang dilewati oleh para pedagang, dibangunnya armada-armada dagang, dibangunnya armada- armada untuk melindungi pantai-pantai dari serangan bajak laut. (Fauziah, 2014) Hal ini merupakan suatu bukti kemajuan ekonomi di sektor perdagangan pada masa daulah Abbasiyah. Di samping sektor-sektor ekonomi yang telah dijelaskan di atas sebagai sumber devisa negara pada masa daulah abbasiyah, terdapat pula beberapa sumber keuangan negara lainnya seperti sedekah dan zakat, al-Jizyah, al-Fa’I, al- Ghanimah dan lain-lain yang juga dikelola secara propesional pada masa itu. Dimana kesemuanya menambah majunya kehidupan ekonomi masyarakat pada masa itu.(Rahim, 2020)

 

Metode

Metode pengumpulan informasi yang diterapkan dalam penyusunan artikel ini adalah melalui studi pustaka atau seringkali dikenal dengan istilah (Library Research). model Pendekatan lebih melibatkan eksplorasi berbagai buku, artikel atau jurnal yang berasal dari sumber-sumber kepustakaan. Setelah semua data terkumpul, informasi tersebut akan dipilah dan dipilih secara mendalam guna mendapatkan literatur yang berkualitas.

 

Hasil dan Pembahasan

Pemikiran Ekonomi Islam pada Masa Daulah Abbasiyah

Kekuasaan Daulah Abbasiyah adalah melanjutkan kekuasaan Daulah Umayyah. Dinamakan Daulah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa Daulah ini adalah keturunan Abbas, paman nabi Muhammad SAW. Daulah Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbass. Dia dilahirkan di Humaimah pada tahun 104 H. Dia dilantik menjadi Khalifah pada tanggal 3 Rabiul awwal 132 H. Kekuasaan Daulah Bani Abbasiyah berlangsung dari tahun 750-1258 M.(Farah, 2022)

Pada masa Daulah Abbasiyah regulasi tentang keuangan Negara tidak dibuat dan dilakukan oleh khalifah sebagai kepala negara atau kepala pemerintahan. Regulasi dan implementasinya dilakukan oleh para ahli hukum (fuqaha) dan hakim professional.(Iskandar dkk, 2002) Fenomena yang menonjol saat itu dimana para penguasa berusaha mendekati dan merekrut ulama untuk masuk ke lingkaran istana. Rekrut ulama ke istana itu mengindikasikan bahwa khalifah pada masa Daulah Abbasiyah telah menyadari bahwa dirinya tidak memiliki kemampuan layaknya sebagai ulama.(Hasibuan, 2021) Empat alasan yang memberikan kontribusi dari peryataan tersebut adalah, pertama, perluasan wilayah islam, kedua, perpecahan didalam Negara, ketiga, jarak waktu panjang dengan masa Kenabian dan keempat, meningkatnya kompleksitas kehidupan.(Asy’arie, 2021)

Sehubungan itu, pemahaman keagamaan lebih dipegang oleh komunitas tertentu, yakni ulama atau fuqaha. Fuqaha dan ilmu fikih telah mengalami kemajuan yang sangat pesat pada masa Daulah Abbasiyah. Berbagai paradigma, pendekatan, dan metodologi ilmu fikih telah muncul dan berkembang maju sedemikian rupa. Sebagai implikasinya, pada masa Daulah Abbasiyah muncul sejumlah mazhab fikih. Mazhab fikih ini belakangan berpengaruh pula secara kuat terhadap pemikiran ekonomi. Pada persoalan fikih yang sama sering kali melahirkan pemahaman dan pemikiran yang bervariasi. Variasi pemikiran ini, terutama disebabkan berbeda dalam penggunaan paradigma, pendekatan, atau metodologi.(Manshur, 2014)

Namun terdapat beberapa Pemikiran Ekonomi Islam yang diterapkan pada masa Daulah Abbasiyah, yakni sebagai berikut:

 

1.    Kebijakan Administrasi Keuangan Daulah Abbasiyah

Sejak zaman Abbasiyah, walaupun masih di lakukan secara perorangan. Perbankan mulai berkembang pesat ketika beredar banyak jenis mata uang pada zaman itu sehingga perlu keahlian khusus untuk membedakan antara satu mata uang dan mata uang lainnya. Ini diperlukan karena setiap mata uang mempunyai kandungan logam mulia yang berlainan sehingga mempunyai nilai yang berbeda pula. Orang yang mempunyai keahlian khusus ini disebut naqid, sarraf, dan jihbiz. Kemajuan praktek perbankan pada zaman itu ditandai dengan beredarnya sakk (cek) dengan luas sebagai media pembayaran.(Mukaromah, 2020)

Penggunaan mata uang ini secara ekstensif mendorong tumbuhnya perbankan. Hal ini disebabkan para pelaku ekonomi yang melakukan perjalanan jauh, sangat beresiko jika membawa kepingan-kepingan tunai uang tadi. Sehingga bagi para pedagang yang melakukan perjalanan digunakanlah sistem yang dalam perbankan modern disebut Shakk. Dengan adanya sistem ini pembiayaan menjadi fleksibel. Artinya uang bisa didepositokan di satu bank di tempat tertentu, kemudian nantinya dapat di cairkan lewat cek di bank yang lain.(Muhammad Achid Nurseha, 2018) Lebih lanjut, cek hanya bisa dikeluarkn oleh pihak yang berwenang yaitu bank. Lebih jauh bank pada masa ini kejayaan Islam juga sudah memberikan kredit bagi usaha-usaha perdagangan dan industri. Selain itu bank juga sudah menjalankan fungsi sebagai Currency Exchange (penukaran mata uang).

Selain itu, Pemungutan pajak merupakan sumber utama pendapatan Negara Abbasiyah, sedangkan sumber lainya adalah zakat yang diwajibkan atas setiap orang Islam. Zakat dibebankan atas tanah produktif, hewan ternak, emas dan perak, barang dagangan, dan harta milik lainnya yang mampu berkembang, baik secara alami maupun setelah diusahakan.

 

2.    Anggaran Pengeluaran Negara

Besarnya pendapatan negara seiring pula dengan pengeluaran negara yang mencakup beberapa divisi pemerintahan yang telah dibentuk pemerintahan Abbasiyah, sebagai berikut:(Iskandar dkk, 2002)

a.    Administratif pemerintahan dengan biro-bironya; - kantor pengawas (diwan az-zimani); - dewan korespondensi atau kantor arsip (diwan an-tawqi) yang menangani surat menyurat, dokumen politik serta instruksi dan ketetapan khalifah; dewan penyelidik keluhan (diwan an-nazhar fi al-mazhalini) sejenis pengadilan tingkat banding atau pengadilan tinggi.

b.    Sistem organisasi militer: Sistem militer terorganisasi dengan baik, berdisiplin tinggi, serta mendapat pelatihan dan pengajaran secara reguler, ketika kerajaan mencapai puncak kejayaannya pasukan Irak diriwayatkan berjumlah 125 ribu.

c.    Administarsi wilayah pemerintahan; Dibagi dalam wilayah provinsi yang dipimpin oleh seorang gubernur (tungal amir atau „amil). Provinsi Daulah Abbasiyah mengalami perubahan dari masa ke masa.

d.    Pertanian, perdagangan, dan industri; Bidang pertanian maju pesat pada awal pemerintahan Daulah Abbasiyah kerena pusat pemerintahannya berada didaerah yang sangat subur, ditepian sungai yang biasa dikenal dengan nama Sawadi.

e.    Islamisasi pemerintahan;

f.     Kajian dalam bidang kedokteran, astronomi, matematika, geografi,, hitoriografi, filsafat islam, teologi, hokum (fiqh) dan etika islam, sastra, seni, dan penerjemahan;

g.    Pendidikan, kesenian, arsitektur meliputi pendidikan dasar (kuttab), menengah, dan perguruan tinggi; perpustakaan dan toko buku, media tulis, seni rupa, seni music, dan arsitek.

 

Tradisi dan Praktik Ekonomi Islam Daulah Abbasiyah

Pemikiran ekonomi Islam mengalami kemajuan pesat terutama pada masa Daulah Abbasiyah yang ditandai dengan munculnya pemikir ekonomi dan hasil-hasil karyanya. Dalam masa Daulah Abbasiyah ini terjadi regulasi keuangan negara yang tidak dibuat atau dilakukan oleh khalifah sebagai kepala negara/pemerintah, tetapi dilakukan oleh para ahli hukum (fuqaha).(Asy’arie, 2021)

Dalam beberapa hal Daulah Abbasiyah memiliki kesamaan dan perbedaan dengan Daulah Umayyah. Namun, tidak dapat disangkal sebagian khalifah memiliki selera seni yang tinggi serta taat beragama.(Abdullah, 2010) Selain itu beberapa tradisi dan praktek ekonomi yang dilakukan semasa Daulah Abbasiyah adalah sebagai berikut:

 

1.    Tradisi dan Praktik Ekonomi Islam Sektor  Industri

Pada masa Daulah Abbasiyah pengembangan industri rumah tangga berkembang pesat dan maju. Industri kerajinan tangan menjalar diberbagai pelosok kerajaan. Daerah Asia Barat menjadi pusat industri karpet, sutera, kapas, dan kain wol, satin, dan brokat (dibaj), sofa (dari bahasa Arab, Suffah) dan kain pembungkus bantal, juga perlengkapan dapur dan rumah tangga lainnya. Mesin penganyam Persia dan Irak membuat karpet dan kain berkualitas tinggi. Ibu Al-Musta‟in memiliki sehelai karpet yang dipesan khusus seharga 130 juta dirham dengan corak berbagai jenis burung dan emas yang dihiasi batu rubi dan batu-batuan indah lainnya. (Marasabessy, 2022)

Sejak masa khalifah kedua Abbasiyah, Al-Manshur, sumber Arab paling awal yang menyinggung tentang hubungan maritim Arab dan Persia dengan India dan Cina berasal dari laporan perjalanan Sulaiman At-Tajir dan para pedagang muslim lainnya pada abad ke-3 Hijriah. Tulang punggung perdagangan ini adalah sutra, kontribus terbesar orang Cina kepada dunia Barat. Biasanya, jalur yang disebutjalan sutra”, menyusuri Samarkand dan Turkistan Cina. Barang-barang dagangan biasanya diangkut secara estafet; hanya sedikti khalifah yang menempuh sendiri perjalanan sejauh itu. Di sebelah barat, para pedagang Islam telah mencapai Maroko dan Spanyol.(Fathiha, 2021) Pada masa Abbasiyah, orang-orang justru mampu mengimpor barang dagangan, seperti rempah-rempah, kapur barus, dan sutra.

Dengan banyaknya dibangun tempat-tempat industri, maka terkenallah, misalnya: Bashrah, terkenal dengan industri sabun dan gelas; Kufah dengan industri suteranya; Khuzastan, dengan tekhtil sutera bersulam; Damaskus, dengan kemeja sutera; Khurasan, dengan selendang, wol, emas, dan peraknya; Syam, dengan keramik dan gelas berwarnanya; Andalusia, dengan kapal, kulit, dan senjata; Baghdad sebagai ibu kota negara memiliki berbagai macam tempat industri. Dalam catatan sejarah, Baghdad mempunyi lebih 100 kincir air, 4000 pabrik gellas, 30.000 kilang keramik.(Gurdachi & Afabel, 2021) Di samping itu, Baghdad mempunyai industri-industri khusus barang-barang mewah (lux) baik gelas, tekstil, keramik, dan sebagainya. Di kota Baghdad diadakan pasar-pasar khusus untuk macam-macam hasil produksi, seperti pasar besi, pasar kayu jati, pasar keramik, pasar tekstil, dan sebagainya.(Manan, 2020)

2.    Tradisi dan Praktik di Sektor Perdagangan

Kota Baghdad, di samping sebagai kota politik, kota agama, kota kebudayaan, juga merupakankota perdagangan” yang terbesar di dunia saat itu. Sedangkan kota Damaskus merupakan kota dagang nomor dua, sebagai pusat kota perdagangan translit bagi kafilah-kafilah dagang dari Asia Kecil, dan daerah-daerah Furat yang menuju negeri-negeri Arab dan Mesir atau sebaliknya.(Sulaiman, 2021)

Sungai Tigris dan Furat menjadi pelabuhan transmisi bagi kapalkapal dagang dari berbagai penjuru dunia. Terjadinya kontak perdagangan tingkat internasional ini semenjak Khalifah al-Mansur. Kecuali Baghdad dan Damaskus, juga terkenal sebagai kota dagang adalah Bashrah, Kufah, Madinah, Kairo, dan kota-kota di Persia. (Huda, 2021) Kapalkapal dagang Arab Islam telah sampai ke Ceylon, Bombai, Malaka, pelabuhan-pelabuhan di Indocina, tiongkok, dan India. Pada waktu itu terjadilah hubungan dagang antara kota-kota dagang Islam dengan kota kota dagang di seluruh penjuru dunia.  Untuk menghindari terjadinya kolusi dan penyelewengan dalam sektor perdagangan, Khalifah Harun membentuk satu badan khusus yang bertugas mengawasi pasaran dagang, mengatur ukuran timbangan, menentukan harga pasaran, atau dengan kata lain mengatur politik harga.(Daulay et al., 2021)

3.    Tradisi dan Praktik di Bidang Pertanian

Di sektor pertanian, usaha-usaha yang dilakukannya antara lain:  1) memperlakukan ahl zimmah dan mawali dengan perlakuan baik dan adil, serta menjamin hak milik dan jiwa mereka, hingga kembalilah mereka bertani di seluruh penjuru negeri. 2) mengambil tindakan keras terhadap para pejabat yang berlaku kejam kepada para petani. 3) memperluas daerah-daerah di segnap wilayah negara. 4) membangun dan menyempurnakan sarana perhubungan ke daerah-daerah pertanian, baik darat maupun air. 5) membangun bendungan-bendungan dan menggali kanal-kanal baik besar maupun kecil, sehingga tidak ada daerah pertanian yang tidak terjangkau irigasi.(Alimuddin & Alvia, 2022)

Daerah yang sangat subur berada di bantaran tepian sungai ke selatan, Sawad, yang menumbuhkan berbagai jenis buah dan sayuran, yang tumbuh didaerah panas maupun dingin. Kacang, jeruk, terong, tebu, dan beragam bunga, seperti bunga mawar dan violet juga tumbuh subur. Usaha-usaha tersebut sangat besar pengaruhnya dalam meningkatkan perdagangan dalam dan luar negeri. Akibatnya kafilah-kafilah dagang kaum muslimin melintasi segala negeri dan kapal-kapal dagangnya mengarungi tujuh lautan.(Mukaromah, 2020)

Perkembangan bidang pertanian maju pesat pada awal pemerintahan Dinasty Abbasiyah karena pusat pemerintahanya berada di daerah yang sangat subur, di tepian sungai yang dikenal dengan nama Sawad. Pertanian merupakan sumber utama pemasukan negara dan pengolahan tanah hampir sepenuhnya dikerjakan oleh penduduk asli, yang statusnya mengalami peningkatan pada masa rezim baru. Lahan-lahan pertanian yang terlantar dan desa-desa yang hancur di berbagai wilayah kerajaan diperbaiki dan dibangun secara perlahan-lahan. Mereka membangun saluran irigasi baru sehingga membentukJaringan yang sempurna”. Tanaman asal Irak terdiri atas gandum, padi, kurma, wijen, kapas, dan rami.(Nunzairina, 2020)

Hasil-hasil industri dan pertanian ini diperdagangkan ke berbagai wilayah kekuasaan Abbasiyah dan Negara lain. Karena industralisasi yang muncul di perkotaan ini, urbanisasi tak dapat dibendung lagi. Selain itu, perdagangan barang tambang juga semarak. Emas yang ditambang dari Nubia dan Sudan Barat melambungkan perekonomian Abbasiyah. Perdagangan dengan wilayah-wilayah lain merupakan hal yang sangat penting. Secara bersamaan dengan kemajuan Daulah Abbasiyah, Daulah Tang di Cina juga mengalami masa puncak kejayaan sehingga hubungan Perdagangan antara keduanya menambah semaraknya kegiatan perdagangan dunia (Alimuddin et al., 2022).  

 

Kebijakan Ekonomi Masa Daulah Abbasiyah

Jika dasar-dasar pemerintahan Daulah Abbasiyah diletakkan dan dibangun oleh Abdul Abbas as-Saffah dan al-Manshur, maka puncak keemasan dari Daulah ini berada pada tujuh khalifah sesudahnya, yaitu al-Mahdi, al-Hadi, Harun ar-Rasyid, al-Ma'mun, al-Mu'tashim, al-Watsiq, dan al-Mutawakkil.(Nunzairina, 2020) Pada zaman Daulah Bani Abbasiyah, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, ekonomi dan budaya masing-masa masa periode kepemimpinan. Sepanjang masa pemerintahan daulah Abbasiyah terdapat beberapa tradisi dan praktek ekonomi yang dilakukan yaitu:(Daulay et al., 2021)

 

1.    Al-Mahdi (775-785 M)

Al-Mahdi, yang namanya berarti "Pemimpin yang Baik" atau "Penebus", diangkat sebagai kholifah saat ayahnya di akhir hidupnya. Masa pemerintahannya yang damai melanjutkan kebijakan para pendahulunya. Pendekatan dengan Muslim Syi’ah di dalam kekhilafahan terjadi di bawah pemerintahan al-Mahdi. Keluarga Barmakid yang amat kuat, yang telah menasihati Khalifah sejak masa al-'Abbas sebagai wazir, memperoleh kekuatan besar yang sama pada masa al-Mahdi, dan bekerja dekat dengan khalifah untuk menjamin kemakmuran Daulah Abbasiyah. Al-Mahdi melanjutkan mengembangkan administrasi daulah Abbasiyah, menciptakan diwan baru, atau departemen, untuk ketentaraan, peradilan, dan perpajakan. Qadi atau hakim diangkat, dan hukum terhadap non-Arab dikeluarkan. (Huda, 2021)

Pada masa al-Mahdi perekonomian mulai meningkat dengan peningkatan di sektor pertanian melalui irigasi dan peningkatan hasil pertambangan seperti perak, emas, tembaga dan besi. Terkecuali itu dagang transit antara Timur dan Barat juga banyak membawa kekayaan. Bashrah menjadi pelabuhan yang penting. Dengan demikian, sektor-sektor perekonomian yang menunjang kemakmuran Daulah Abbasiyah adalah pertanian, pertambangan, dan perdagangan. Untuk meningkatkan sektor pertanian, pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan yang menbela hak-hak kaum tani, seperti peringanan beban pajak hasil bumi, penjaminan hak milik dan keselamatan jiwa, perluasan lahan pertanian di setiap daerah, dan pembangunan berbagai bendungan dan kanal. Sementara untuk meningkatkan sektor perdagangan, pemerintah membuat sumur-sumur, membangun tempat peristirahatan para kafilah dagang, dan mendirikan berbagai armada dagang serta menjaga keamanan pelabuhan dan pantai.(Nunzairina, 2020)

2.    Harun ar-Rasyîd (786-809 M)

Ketika pemerintahan dikuasai Khalifah Harun Al-Rasyid, Pada masa ini pertumbuhan ekonomi berkembang dengan pesat dan kemakmuran Daulah Abbasiyah mencapai puncaknya. Beliau membangun Baitul Maal untuk mengurus keuangan negara dengan menunjuk seorang Wazir yang mengepalai beberapa diwan. Pendapatan Baitul Maal dialokasikan untuk riset ilmiah dan penerjemahan buku-buku Yunani, disamping itu juga digunakan untuk biaya pertahanan dan anggaran rutin pegawai. Pada masa pemerintahannya, khalifah melakukan diversifikasi sumber pendapatan negara. Ia membangun baitul mal untuk mengurus keuangan negara dengan menunjuk seorang wazir yang mengepalai beberapa Diwan, yaitu:(Ulum, 2014)

a.         Diwan al-khazanah yang bertugas mengurus seluruh perbendaharaan negara.

b.         Diwan al azra yang bertugas mengurus kekayaan negara yang berupa hasil bumi.

c.         Diwan khazain as- siaah yang berugas mengurus perlengkapan angkatan perang.

 

Selain itu, Ia membangun Baitul Maal untuk mengurus keuangan Negara dengan menunjuk seoarang wazir yang mengepalai beberapa Diwan yang dialokasikan untuk riset ilmiah dan penterjemah buku-buku Yunani, disamping untuk biaya pertahanan dan anggaran rutin pegawai. Pendapatan tersebut juga dialokasikan untuk membiayai para tahanan dalam hal penyediaan bahan makanan dan pakaian musim panas dan dingin.(Iskandar dkk, 2002)

Khalifah Harun juga sangat memperhatikan masalah perpajakan, sehingga beliau menunjuk Abu Yusuf untuk menyusun sebuah kitab pedoman mengenai aturan perekonomian syari’ah yang mana kitabnya berjudul al-Kharaj. Berikut sumber-sumber pemikiran ekonomi pada masa itu, jika dilihat dari sektor-sektor yang beragama:(Tilopa, 2017)

a.    Perdagangan dan Industri. Disamping perhatian yang demikian besar diberikan kepada bidang pertanian dan perindustrian, para Khalifah Daulah Abbasiyah juga memberikan perhatian yang cukup besar pada bidang perdagangan, misalnya dibangun sumur dan tempat-tempat istirahat dijalan-jalan yang dilewati para dagang, membangun armada dagang dan dibangunkan armada-armada untuk melindungi pantai-pantai negara dari

serangan bajak laut.

b.    Terbentuknya pemerintahan kekhalifahan yang stabil juga menimbulkan dampak-dampak dramatis terhadap pertanian diberbagai wilayah, yang pada gilirannya mendorong perkembangan regional. Sektor pertanian dikelola secara insentif sehingga menghasilkan produk-produk pertanian yang baik dan beragam. Maurice Lombard merinci hasil-hasil pertanian yang dihasilkan dimasa itu yaitu sayursayuran, buah-buahan, beras, biji-bijian, minyak zaitun, coklat dan tanaman industry seperti kayu dan hasil hutan.

c.    Pengembangan ilmu pertanian. Berbeda dengan khalifah dari Daulah Umaiyyah yang bersikap menindaspara petani dan menggencet mereka dengan beban pajak yang berat, maka para khalifah Daulah Abasiyah dalam periode permulaan bersikap sebaliknya. Mereka membela dan menghormati kaum tani, bahkan meringankan pajak hasil bumi mereka, dan ada beberapa yang dihapus sama sekali.

d.    Pendapatan Negara. Selain dari sector perdagangan, pertanian dan perindustrian, sumber pendapatan negara juga berasal dari pajak. Sistem pajak yang paling dominan masih bertumpu pada pajak bumi atau tanah, system memungut pajak hasil bumi ini terdiri dari 3 macam

1)   Al-Muhasabah; pajak yang dibayarkan bergantung pada banyaknya kepemilikan tanah, bukan hasil yang diperoleh dari tanah itu.

2)   Al-Muqasamah; pajak yang dibayarkan berdasarkan bergantung pada hasil yang diperoleh dari tanah itu.

3)    Al-Muqatha‟ah; pajak yang dibayarkan berdasarkan bergantung pada kesepakatan antara wajib pajak dengan pemerintah.

e.    Sistem Moneter. Sebagai alat tukar, para pelaku ekonomi menggunakan mata uang dinar dan dirham. Mata uang dinar emas digunakan para pedagang di wilayah kekuasaan sebelah Barat, meniru orang-orang Bizantium; sedangkan mata uang dirham perak digunakan oleh pedagang di wilayah timur. Untuk mengurangi resiko yang besar dalam perjalanan jauh di pergunakanlah sistem cek (shakk), dengan sistem cek pembiayaan perdagangan bias lebih fleksibel.

Pemikir Ekonomi Islam Yang Fenomenal Yang Muncul Pada Masa Daulah Abbasiyah.

1.    Abu Yusuf

Abu Yusuf lahir pada tahun 113 H di Kufah dan bertempat tinggal di bagdad utamanya pada masa kejayaan daulah Abbasiyah. Lanjutnya, Pada masa Daulah Abbasiyah Abu Yusuf mulai muncul untuk memberikan pemikiran ekonomi, adapun yang menjadi fokus kajiannya antara lain seperti perihal tentang masalah keuangan publik, Abu yusuf pernah menjadi Qodi/Hakim di Baghdad, sebab karena itu Abu yusuf banyak meng hasilkan ide ide brilian yang membuahkan sebuah kebijakan negara, baik itu terkait dengan masalah pajak, kesejahteraan umat, ataupun keuangan negara. Semua persoalan tersebut beliau tuangkan dalam bukunya yang dikenal dengan Al-Kharaj. (Tilopa, 2017)

Dalam karyanya (Al-Kharaj) dan visi strategisnya terhadap kebijakan sumber pendapatan daulah menberikan gambaran bahwa keunggulan akademik yang dimiliki Abu Yusuf dalam hal ekonomi dan pengalamannya menjabat sebagai seorang hakim. Interaksinya dengan penguasa dari satu sisi dan kepakarannya dalam ilmu fikih dari sisi lain, telah menempatkan kitab al-Kharaj sebagai karya monumental dan komprehensif. Adanya kitab al-Kharaj tersebut juga memberikan penegasan bahwasanya ilmu ekonomi adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan dari seni dan menejemen pemerintahan dalam rangka pelaksanaan amanat yang dibebankan rakyat kepada pemerintah untuk mensejahterakan rakyat itu sendiri. Dalam artian bahwa, tema sentral pemikiran ekonominya menekankan pada tanggungjawab penguasa untuk mensejahterakan umat/rakyat.

Lebih luas, buku al-Kharaj ini berisi tentang tulisan- tulisan yang diawali dengan pemberian nasehat dan saran yang dialamatkan Abu Yusuf kepada petinggi-petinggi dan putera mahkota, dimana isinya tersebut mengenai nasehat umum yang diikuti dengan beberapa hadis yang tergolong sebagai hadis yang kuat. Kemudian Abu Yusuf menjelaskan panjang lebar terkait pemikirannya tentang hukum yang berhubungan dengan pendistribusian, 15 rampasan perang, kepemilikan tanah, pajak tanah, pajak-pajak hasil pertanian. Selain hal-hal tersebut diperluas dengan diskusi tentang pajak-pajak dengan istilah kharaj yang diskusi tersebut menghasilkan beberapa istilah seperti ushr, zakat atau sedekah. Dalam buku al-Kharaj tersebut pemikiran Abu Yusuf lebih banyak membicarakan terkait ekonomi. Dimana dalam buku ini juga membahas terkait jizyah yang hanya diberlakukan untuk orang-orang non-muslim serta juga diisi pembahasan tentang status sosial, hak dan kewajiban penduduk nonmuslim di negara mayoritas Islam, selain itu pada bagian akhir membahas juga tentang gaji pegawai pemerintah, kebijakan fiskal, devisa negara, kesejahteraan nonmuslim dan masih banyak lagi.

Lebih detail bahwa, karya Abu Yusuf, (Al-kharaj) membicarakan mengenai penerimaan negara islam (Abbasiyah) dikelompokkan kedalam tiga kategori. Diurutan pertama adalah Ghanimah, yang mana berupa barang-barang yang diperoleh dari hasil peperangan dengan orang kafir, biasanya berupa senjata orang kafir, bahan makanan atau property lainnya. Yang Kedua itu adalah zakat/Sedekah. Zakat juga menjadi fokus perhatian Abu Yusuf, lebih khususnya terkait dengan masalah zakat pertanian. Dalam pembahasanya, Besarannya adalah 5% apabila tanah yang dikelolah membutuhkan pengairannya buatan dengan menggunakan mesin air dan lain lainnya. Dan apabila dalam pengairannya mengandalkan tada air hujan, yang tidak membutuhkan biaya, maka zakatnya sebesar 10%. Sedangkan zakat barang tambang adalah 20% dari total yang telah diproduksi.(Oky, 2019)

2.    Al-Syaibani

Sebelumnya, Beliau lahir pada tahun 132 H (750 M) di kota Wasith, ibukota Irak. Pemikiran ekonomi Al-Syaibani dapat dilihat pada Kitab al-Kasb yaitu sebuah kitab yang lahir sebagai respon beliau terhadap sikap Zuhud yang tumbuh dan berkembang pada abad kedua Hijriyah. Secara keseluruhan, kitab ini membahas masaalh mikro ekonomi yang merujuk pada teori Kasb (pendapatan) dan sumber-sumbernya serta pedoman prilaku produksi dan konsumsi. Kitab ini dikenal sebagai kitab pertama yang muncul dalam dunia Islam yang pembahasanya mengenai masalah mikro ekonomi.

Selama hidupnya beliau dikenal sebagai ekonom muslim yang produktif. Dalam menuliskan pokok-pokok pemikiran fiqihnya, al-Syaibani menggunakan istihsan sebagai metode ijtihadnya. Hasil karyanya yang berupa kita diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu:

a). Zharir al Riwayah, merupakan kitab yang dikarang oleh Al Syaibani mengambil referensi dari pelajaran yang diberikan Abu Hanifah, seperti al-Mabsut, al-Jami’ al-Kabir, al-Jami’ al-Saghir, al-Siyar al Kabir, al Siyar al-Saghir, dan al-Ziyadat.

b). Al Nawadir, merupakan kitab yang dikarang oleh Al Syaibani berdasarkan perspektifnya sendiri, seperti Amali Muhammad fi al Fiqh, al-Ruqayyat, al-Radd ‘ala Ahl Madinah, al-Ziyadah, al-Atsar, dan al-Kasb

 

3.    Abu Ubaid

Abu ubaid adalah pemikir ekonom muslim yang lahir pada tahun 150 H di kota Harrah, Khurasan, sebelah barat Laut Afghanistan. Lebih lanjut, bahwa beliau ini merupakan salah satu tokoh yang memilki keahlian di bidang hadist, banyak karya-karya Abu Ubaid yang sangat memilki peran terutama dimasa Daulah Abbasiyah. Lebih lanjut, Abu Ubaid dalam karyanya yang sangat terkenal yaitu "Kitab Al-Amwal". Dalam bukunya tersebut beliau menjabarkan lebih mendalam terkait Keuangan Publik (Public Finance), meskipun mayoritas membahas permasalahan administrasi pemerintahan. Kitab yang dikarang oleh Abu Ubaid, yaitu al Amwal merupakan sebuah karya yang terbilang fenomenal tentang ekonomi yang menerangkan beberapa issu seperti perpajakan, hukum, serta hukum administrasi dan hukum internasional.

Abu Ubaid menjelaskan pemikiranya bahwa tarif pajak kontraktual tidak bisa untuk dinaikkan dan malah berpotensi turun jikalau orang-orang tidak memilki kemampun dalam membayarnya. Lebih luas beliau mengatakan bahwa jikalau ada orang yang mengajukan pemohonan keringanan atau meminta dibebaskan utang dan hal itu disaksikan oleh saksi muslim, maka barang perniagaan orang tersebut yang setara dengan jumlah utangnya akan dibebaskan dari cukai. Lebih jauh lagi beliau menerangkan bahwa masyarakat harus memiliki kesadaran membayar kewajibanya kepada negara seperti membayar kharaj, membayar jizyah, ushr dan berzakat dan begitu juga dengan petugas, mereka tidak boleh bersikap arogansi dalam dalam mengerjakan tugas meraka yaitu melakukan pengutipan dana.

 

Kesimpulan

Pemikiran ekonomi Islam, pada masa Daulah Abbasiyah terfokus pada keuangan Negara meskipun regulasi tentang keuangan Negara tidak dibuat dan dilakukan oleh khalifah sebagai kepala negara atau kepala pemerintahan namun secara gagasan telah tergambar dan terimplementasi dengan efektif. Regulasi dan implementasinya dilakukan oleh para ahli hukum (fuqaha) dan hakim professional. Sementara dalam hal sumber pendapatan Negara didominasi oleh pemungutan pajak, sedangkan sumber lainya adalah zakat yang diwajibkan atas setiap orang Islam.

Ada beberapa pranata ekonomi yang muncul dan berkembang pada masa Daulah Abbasiyah, diantaranya pertanian, perdagangan, dan industri. Pranata pertanian dan perdagangan sebenarnya merupakan pranata ekonomi lanjutan yang sudah tumbuh dan berkembang sejak masa-masa sebelumnya. Pranata ekonomi utama dan mulai berkembang pada masa Daulah Abbasiyah adalah pranata industri.

Ada beberapa pemikir ekonomi fenomenal yang muncul pada masa Daulah Abbasiyah yang disebutkan penulis disini yaitu antara lain seperti: Abu yusuf dengan karya terkenalnya yaitu kitab Al-Kharaj, Al- Syaibani dengan karyanya yaitu Al-iktisab dan beberapa karya lainnya, Ada juga nama Abu Ubaid yang juga terkenal dengan karyanya yaitu "Al-amwal", dalam kitabnya tersebut beliau membahas tentang konsep pajak, zakat, kharaj, jizyah dan beberapa pembahasan lainya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Abdullah, B. (2010). Peradaban Pemikiran Ekonomi Islam. Pustaka Setia.

 

Alimuddin, A., & Alvia, R. (2022). Pengelolaan Keuangan Publik Dalam Pandang Maqasid Syariah Islam Pada Masa Harun Ar-Rasyid. Amal: Jurnal Ekonomi Syariah, 03(01), 1–18.

 

Alimuddin, A., Putri, F. M. E., Atasoge, I. A. Ben, & Alvia, R. (2022). Baitul Mal Dan Ghanimah Studi Tentang Ijtihad Umar Bin Khattab Dalam Penguatan Lembaga Keuangan Publik. FINANSIA: Jurnal Akuntansi dan Perbankan Syariah, 5(1), 31–44.

 

Asy’arie, M. (2021). Pemikira Ekonomi Islam Di Lintas Zaman. ZAHIR Publishing.

 

Daulay, H. P., Dahlan, Z., & Putri, Y. A. (2021). Peradaban dan Pemikiran Islam pada Masa Bani Abbasiyah Islamic Civilization and Thought in the Abbasid Period. Edu Society, 1(2), 228–244.

 

Farah, N. (2022). PERKEMBANGAN EKONOMI DAN ADMINISTRASI PADA MASA BANI UMAYYAH DAN BANI ABBASIYAH. Tarikh al-Islamy, 3(1), 25–50.

 

Fathiha, N. (2021). Peradaban Islam Masa Dinasti Abbasiyah (Periode Kemunduran). Istoria, 17(1), 17.

 

Fauziah, N. I. Al. (2014). Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam “Konsep Ekonomi Pada Masa Dinasti Umayyah, Abbasiyah Dan Turki Usmani.” Paper Knowledge . Toward a Media History of Documents, 9(2), 2–3.

 

Gurdachi, A., & Afabel, H. (2021). Dampak Pemikiran As-Syaibani Bagi Pembangunan Perekonomian Dinasti Abbasiyah ( 750- 804 M ) Pendahuluan Sejarah adalah rekonstruksi masa lalu , yaitu merekonstruksi apa saja yang sudah dipikirkan , dikerjakan , dikatakan , dirasakan dan dialami oleh seseo. El Tarikh, 02(01), 11–23. https://doi.org/10.24042/jhcc.v2i1.7759

 

Hasibuan, S. W. (2021). Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. In Media Sains Indonesia (Nomor April).

 

Huda, M. N. (2021). Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Pada Masa Daulah Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah. Estoria: Journal of Social Science and Humanities, 1(2), 135–148. https://doi.org/10.30998/je.v1i1.466

 

Iskandar dkk. (2002). Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam ( Masa Rasulullah sampai Masa Kontemporer ). K-Media.

 

Manan, N. A. (2020). Dinasti Saljuk dalam Sejarah Peradaban Islam. Jurnal Adabiya, 20(2), 13. https://doi.org/10.22373/adabiya.v20i2.7432

 

Manshur, A. (2014). Perkembangan Politik Dan Ilmu Pengetahuan Pada Dinasti Abbasiyah. Jim.Stimednp.Ac.Id, 16–30.

 

Marasabessy, R. H. (2022). Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Klasik. In Jurnal Asy-Syukriyyah (Vol. 16, Nomor 1). https://doi.org/10.36769/asy.v16i1.221

 

Muhammad Achid Nurseha. (2018). Abu Yusuf (Suatu Pemikiran Ekonomi). LABATILA : Jurnal Ilmu Ekonomi Islam, 1(2), 1–16.

 

Mukaromah, L. A. (2020). Perkembangan Ekonomi Islam Era Klasik (Bani Umayyah Dan Bani Abbasiyah). ‘At-Tuhfah: Jurnal Studi Keislaman., 9(2), 66–82.

 

Nunzairina, N. (2020). Dinasti Abbasiyah: Kemajuan Peradaban Islam, Pendidikan, dan Kebangkitan Kaum Intelektual. JUSPI (Jurnal Sejarah Peradaban Islam), 3(2), 93–103. https://doi.org/10.30829/juspi.v3i1.4382

 

Oky, R. (2019). Oky. Teori Pajak Menurut Abu Yusuf Sebuah Alternatif Solusi Perpajakan di Indonesia. Iqtishoduna, (2019).8(1), 1–32. IQTISHODUNA: Jurnal Ekonomi Islam, 8(1), 1–32.

 

Rahim, A. (2020). Perkembangan Pemikiran Ekonomi Islam. Yayasan Barcode.

 

Suherli, I. R., Jubaedah, D., & Pribadi, P. (2022). Pemikiran Imam Al Mawardi Tentang Lembaga Pengawas Kegiatan Ekonomi Guna Meningkatkan Perekonomian Negara Imam Al Mawardi ’ S Thought About Economic Activities Supervisory Institutions To Improve The Country ’ S Economy. Maro; Jurnal Ekonomi Syariah dan Binsin, 5(2), 91–102.

 

Sulaiman, S. (2021). Sistem Ekonomi Dinasti Abbasiyah ( Tinjauan Historis Pada Masa Pemerintahan Khalifah Al-Mansur 95 H-159 H/714 M- 775 M). Muamalatuna, 13(1), 84. https://doi.org/10.37035/mua.v13i1.4653

 

Tilopa, M. N. (2017). Pemikiran Ekonomi Abu Yusuf dalam Kitab Al-Kharaj. Al-Intaj, 3(1), 154–171.

 

Ulum, F. (2014). Sejarah pemikiran ekonomi islam (UIN Sunan). UIN Sunan Ampel Surabaya.