PENGARUH LINGKUNGAN KERJA, TEAM WORK, DAN
KOMPENSASI TERHADAP KETERIKATAN KARYAWAN DENGAN BUDAYA ORGANISASI SEBAGAI
VARIABEL MODERASI
Bayu Setiawan1*,
Indarto2, Djoko Santoso3
Universitas
Semarang, Semarang, Indoensia
b4yousetiawan@gmail.com, indarto@usm.ac.id, djoko_hw@usm.ac.id
Abstrak
Penelitian
ini bertujuan untuk menganalisis Pengaruh
Lingkungan Kerja, Team Work, dan Kompensasi terhadap Keterikatan
Karyawan (Employee Engagement) dengan Budaya Organisasi sebagai Variabel
Moderasi di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang. Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan RS
Panti Wilasa Citarum yang berjumlah 539 orang. Sampel dalam penelitian ini
yaitu karyawan RS Panti Wilasa Citarum yang berjumlah 84 orang. Metode
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi moderasi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa
lingkungan kerja berpengaruh positif signifikan terhadap keterikatan karyawan, team
work berpengaruh positif signifikan terhadap keterikatan karyawan,
kompensasi berpengaruh positif signifikan terhadap keterikatan karyawan, budaya
organisasi memperkuat pengaruh lingkungan kerja terhadap keterikatan karyawan,
budaya organisasi memperkuat pengaruh team work terhadap keterikatan karyawan
dan budaya organisasi memperkuat pengaruh kompensasi terhadap keterikatan
karyawan
Kata
kunci: budaya
organisasi; keterikatan karyawan; kompensasi; lingkungan kerja; team work
Abstract
The
objective of this study was to analyze the influence of the work environment,
team work, and compensation towards employee engagement with organizational
culture as a moderating variable at Panti Wilasa Citarum Hospital, Semarang. The
population in this study were 539 employees of Panti Wilasa Citarum Hospital.
The sample in this study were 84 employees of Panti Wilasa Citarum Hospital.
The research method used in this research is moderation regression analysis. Research
findings indicated that the work environment had a significant positive effect
on employee engagement, team work/coworker relationships had a significant
positive effect on employee engagement, compensation had a significant positive
effect on employee engagement, organizational culture strengthened the
influence of the work environment on employee engagement, organizational culture
strengthened the influence team work on employee engagement and organizational
culture strengthened the effect of compensation on employee engagement.
Keywords: organizational culture; employee engagement;
compensation; work environment; team work
Pendahuluan
Pada saat ini organisasi diperhadapkan dengan tantangan yang begitu besar yang dapat mengancam eksistensi dan perkembangan organisasi. Transformasi digital sebagai ciri dari Industri
4.0, kondisi bisnis yang bersifat Volatile,
Uncertain, Complexity dan Ambiguity (VUCA) serta
Pandemi Covid-19 menjadi tantangan organisasi yang kemudian memaksa organisasi dituntut untuk mampu terus
membuat inovasi bisnis, mengelola
risiko, mengejar perubahan, dan memecahkan masalah.
Dalam menghadapi
tantangan yang dihadapi organisasi, sumber daya manusia diyakini
mempunyai peran yang sangat
penting, disamping sumber-sumber daya lain yang dimiliki, agar organisasi dapat bertahan dan sukses bersaing dalam lingkungan bisnis yang bergejolak saat ini. Pernyataan
ini didukung oleh (Sarah,
2023)., (2006; dalam
(Mancheno-Smoak,
2008) yang menyebutkan
bahwa dari keseluruhan sumber daya yang dimiliki organisasi, sumber daya manusialah yang merupakan salah satu faktor yang paling potensial untuk memberikan keunggulan kompetitif bagi organisasi.
Keterikatan karyawan (Employee Engagement) sering
kali dipandang sebagai kunci untuk mengangkat
organisasi ke tingkat yang lebih tinggi dalam perusahaan
untuk menjalankan dan mencapai bisnis yang sukses (Corace,
2007). Keterikatan karyawan adalah bagian yang tidak dapat dilepaskan
oleh organisasi untuk dapat menciptakan kinerja organisasi yang optimal.
Musgrove, dkk (2014; dalam (Osborne
& Hammoud, 2017) menyebutkan bahwa produktivitas organisasi ditentukan oleh upaya dan keterikatan karyawan. Macey
(2009; dalam (Kristanto,
Rahyuda, & Riana, 2014) menjelaskan
keterikatan (engagement)
sebagai kesadaran dan kesediaan individu untuk memfokuskan seluruh energi, menunjukkan personal inisiatif, kemauan adaptasi, berusaha keras dan gigih untuk mencapai
tujuan-tujuan organisasi.
Keterikatan pada karyawan
merupakan hasil dari berbagai aspek
yang didapat karyawan di tempat kerja. Lingkungan
kerja merupakan salah satu aspek yang menentukan tingkat keterikatan karyawan. Dalam pengelolaan organisasi khususnya di bidang sumber daya manusia,
organisasi perlu menciptakan lingkungan kerja yang humanis dan berarti. Untuk menciptakan lingkungan kerja tersebut, organisasi mengembangkan berbagai aspek yang berfokus pada terciptanya keterikatan pada karyawan. Lingkungan kerja yang mendukung pada umumnya ditandai dengan adanya kepedulian terhadap kebutuhan dan perasaan karyawan, adanya umpan balik
yang positif, dan mendorong
karyawan untuk menyampaikan hal-hal yang menjadi perhatian mereka, untuk mengembangkan
keterampilan baru dan untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan.
Team work adalah aspek lain yang mempengaruhi keterikatan karyawan. Hubungan interpersonal yang mendukung
dan adanya saling percaya, serta tim kerja yang saling mendukung, mendorong terbangunnya keterikatan karyawan. Hasil penelitian yang dilakukan Lin, dkk (2011), (Tritch,
2003) Gallup, (2015), (Suryaningrum
& Silvianita, 2018), (Shahidan
et al., 2016), (Lina,
2019) menunjukkan
bahwa tim dan hubungan kerja memberikan pengaruh signifikan terhadap keterikatan karyawan dan komitmen organisasi. Tim dan hubungan rekan kerja juga disebut memiliki pengaruh pada keinginan mengundurkan diri karyawan dari
tempat kerja.
Kompensasi atau remunerasi merupakan komponen lain yang dianggap sebagai faktor yang mempengaruhi keterikatan karyawan. Kompensasi dianggap dapat memotivasi seorang karyawan untuk berkinerja lebih baik dan juga lebih berfokus pada pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya serta pengembangan diri. Kompensasi dimaksud meliputi penghargaan finansial berupa gaji, bonus dan penghargaan non finansial berupa pemberian ekstra libur dan voucher. Sejalan
dengan pernyataan ini, dalam penelitian
yang dilakukan (Alvi,
Kahn, Ahmed, & Zulfiqar, 2014), (Indriyani
& Ignatius, 2016), (Fridayanti,
Diposumarto, & Edi, n.d.), serta (Anuari,
Utami, & Prasetya, 2017) menyebutkan
bahwa kompensasi memiliki pengaruh penting pada keterikatan karyawan.
Budaya organisasi merupakan ciri unik atau khas
yang membedakan satu organisasi dengan organisasi lainnya. Budaya organisasi merupakan norma perilaku dan nilai-nilai yang dipahami dan diterima oleh setiap anggota organisasi dan digunakan sebagai dasar dalam mengatur
perilaku dalam organisasi tersebut. Permasalahan yang sering timbul adalah sering
kali karyawan merasa tidak sesuai dengan
budaya yang ada pada suatu organisasi, mengingat karakteristik dan sikap pegawai yang berbeda-beda. Internalisasi budaya organisasi kepada karyawan yang dilakukan secara intens diperlukan agar nilai-nilai yang terkandung dalam budaya tersebut
dapat mengubah mindset
karyawan dan termanifestasi
dalam perilaku positif dalam pekerjaan
dan menjadi landasan dalam menghadapi perubahan. Peter Drucker menyebutkan,
“The greatest danger in time of turbulence is not the turbulence. It is to
act with yesterday’s logic.” Salah satu yang
paling berbahaya dari logika masa lalu adalah formula keberhasilan yang dianggap valid dan abadi. Padahal, satu-satunya yang abadi adalah perubahan,
sehingga dapat dikatakan bahwa keberhasilan organisasi di masa lalu tidak menjadi
jaminan bahwa organisasi akan tetap berhasil di masa yang akan datang. Kondisi
inilah yang membuat segala bentuk perubahan,
baik yang kecil, apalagi yang besar, selalu menantang. Segala bentuk perubahan dimulai dari mindset. Pola pikir, kebiasaan yang tidak efisien dan efektif perlu diubah dengan
pola pikir dan kebiasaan yang produktif. Peran budaya organisasi adalah sebagai pedoman dalam proses transformasi pola pikir dan kebiasaan dalam upaya pencapaian
visi dan misi organisasi. Hal ini sejalan dengan pernyataan Schermerhon, et al.
(1985) yang menyebutkan bahwa
budaya organisasi adalah suatu sistem
nilai dan keyakinan bersama yang membimbing perilaku anggota-anggota organisasi.
Pada penelitian terdahulu ditemukan perbedaan hasil dalam penelitian. (Anitha,
2014) menemukan bahwa lingkungan kerja, team work dan kompensasi memiliki pengaruh positif terhadap keterikatan karyawan sedangkan pada penelitian (Nasidi, Makera, Kamaruddeen, & Jemaku, 2019) ditemukan bahwa
lingkungan kerja bukan sebagai predictor dari keterikatan karyawan. Demikian halnya dengan penelitian
(Makera, Nasidi, Kamaruddeen, & Jemaku, 2019) ditemukan bahwa
team work tidak memiliki pengaruh terhadap keterikatan karyawan serta penelitian (Riyanto, Pratomo, & Ali, 2017) yang menemukan bahwa
kompensasi tidak memiliki pengaruh terhadap keterikatan karyawan. Berdasarkan pada celah penelitian tersebut, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pengaruh
lingkungan kerja, team
work dan kompensasi terhadap
keterikatan karyawan.
Metode
Jenis penelitian
pada penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dalam bentuk penelitian survei dengan instrumen
yang digunakan yaitu angket atau kuesioner.
Pengukuran jawaban responden menggunakan skala likert dengan
skala 1-5. Pemilihan skala likert dikarenakan
data yang bersifat ordinal menjadikan
data tersebut mudah untuk dianalisis. Data yang bersifat statistik menjadikan hasil pengolahan data dapat disajikan secara detail dan lengkap. Data hasil dari penelitian survei berupa data ordinal yang dapat dianalisis dengan menggunakan software
analisis SPSS.
Populasi penelitian
ini adalah seluruh karyawan RS Panti Wilasa Citarum yang berjumlah 539 orang. Penentuan sampel dalam penelitian
ini menggunakan metode sampel acak.
Jumlah sampel adalah 84, besarnya sampel ditentukan dengan rumus Slovin.
Variabel penelitian
adalah lingkungan kerja, team work, kompensasi
sebagai variabel independen. Keterikatan karyawan merupakan variabel dependen dan budaya organisasi sebagai variabel moderasi.
Metode analisis data yang diterapkan dalam proses penelitian ini ditentukan oleh metode penelitian kuantitatif, yaitu dengan mengolah
data yang diperoleh dari hasil jawaban kuesioner
yang dilakukan oleh responden
ke dalam bentuk angka-angka untuk digunakan dalam analisis data.
Hasil dan Pembahasan
Dalam menganalisa
data pada penelitian ini, menggunakan beberapa cara yaitu analisa
deskriptif, analisa inferent yang terdiri dari uji reliabilitas, uji validitas, uji normalitas, uji heterokedastisitas, uji multikolinieritas,
uji regresi linier berganda,
uji t, uji koefisien determinasi,
dan uji regresi moderasi.
Analisa Deskriptif
Berdasarkan kuesioner
yang disebar dan diisi oleh
responden sehingga didapat data identitas (karakter) dari responden. Untuk jenis kelamin responden,
datanya adalah laki-laki sebanyak 32,1% sedangkan perempuan sebanyak 67,9%. Dan untuk usia responden datanya adalah, 20-27 tahun sebanyak 9,52%, 28 – 35 tahun sebanyak 25%, 36 – 42 tahun sebanyak 9,52%, 43 – 50 tahun sebanyak 36,90% dan 51 – 58
tahun sebanyak 19,05%. Untuk pendidikan responden datanya adalah, < SMA sebanyak 3,6%,
SMA sederajat sebanyak 9,5%,
Diploma (D3) sebanyak 39,3%, S1 sederajat
sebanyak 47,6%. Sedangkan untuk masa kerja responden adalah 0 – 4 tahun sebanyak 7,14%, 5 – 9 tahun sebanyak 29,76%, 10 – 14 tahun sebanyak 4,76%, 15 – 19 tahun sebanyak 10,71% dan 20 -25 tahun sebanyak 47,62%.
Uji Validitas
Suatu data dapat dikatakan
valid jika pertanyaan-pertanyaan
pada suatu kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang diukur oleh kuesioner tersebut. Suatu data dapat dikatakan valid jika r hitung > r tabel. Selain dilihat dari nilai
r hitung dan r tabel. Validitas suatu data juga dapat dilihat dari
nilai signifikansi, yaitu jika signifikansi
< dari 0,05 maka item pertanyaan valid. Pengujian pada
item-item pertanyaan pada variabel
lingkungan kerja, team
work, kompensasi, budaya
organisasi dan keterikatan karyawan didapatkan hasil nilai r hitung
> r tabel dan tingkat signifikansi < 0,05 sehingga seluruh pertanyaan pada kuesioner dinyatakan valid.
Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas
digunakan untuk mengetahui tingkat kestabilan suatu alat ukur. Hal yang perlu diperhatikan dalam reliabilitas adalah nilai cronbach’s
alpha yang diperoleh dari perhitungan statistik. Nilai
alpha minimum yang diperoleh sebagai
syarat keandalan kuesioner adalah sebesar 0,60. Pengujian reliabilitas pertanyaan pada kuesioner yang dilakukan terhadap item-item pertanyaan
pada instrumen kuesioner
yang dinyatakan reliabel
pada variabel lingkungan kerja, team work, kompensasi,
budaya organisasi, dan keterikatan karyawan, sebagaimana dapat disajikan dalam tabel 1 berikut:
Tabel 1
Uji Reliabilitas
Variabel |
Jumlah
Item Pertanyaan |
Cronbach’s Alpha (r hitung) |
Lingkungan Kerja |
5 |
0,906 |
Team
Work |
7 |
0,890 |
Kompensasi |
12 |
0,934 |
Budaya Organisasi |
16 |
0,886 |
Keterikatan Karyawan |
14 |
0,946 |
Sumber: Data Primer yang diolah untuk penelitian
ini, 2023
Berdasarkan tabel 1 hasil uji reliabilitas pada empat variabel penelitian nilai cronbach’s alpha masing-masing sebesar
0,906 untuk variabel lingkungan kerja, 0,890 untuk variabel team work
dan 0,934 untuk variable kompensasi.
Nilai cronbach’s alpha untuk
variabel budaya organisasi sebesar 0,886 dan variabel keterikatan karyawan sebesar 0,946. Dari hasil tersebut diketahui bahwa nilai cronbach’s alpha
masing-masing variabel penelitian
lebih besar dari 0,60 sehingga dapat disimpulkan bahwa kuesioner yang digunakan untuk pengumpulan data untuk penelitian ini telah memenuhi syarat keandalan atau reliabilitas.
Uji Normalitas
Uji normalitas
bertujuan untuk mengetahui normal atau tidaknya suatu distribusi data. Pengujian normalitas data dalam penelitian ini dilakukan dengan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov.
Tabel 2. Uji
Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test |
||
Unstandardized
Residual |
||
N |
84 |
|
Normal Parametersa,b |
Mean |
.0000000 |
Std. Deviation |
3.57505423 |
|
Most Extreme
Differences |
Absolute |
.048 |
Positive |
.046 |
|
Negative |
-.048 |
|
Test Statistic |
.048 |
|
Asymp. Sig. (2-tailed) |
.200c,d |
Sumber: Data Primer yang diolah untuk penelitian
ini, 2023
Dari hasil uji normalitas dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov pada
tabel 2 menunjukkan bahwa nilai Asymp.
Sig. (2-tailed) adalah 0,200 (> 0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa data penelitian memiliki distribusi normal.
Uji Multikolinieritas
Pengujian multikolinieritas
bertujuan untuk mengetahui apakah hubungan di antara variabel bebas memiliki masalah multikorelasi (gejala multikolinieritas) atau tidak.
Tabel 3.
Uji Multikolinieritas
Model |
Unstandardized
Coefficients |
Standardized
Coefficients |
t |
Sig. |
Collinearity
Statistics |
|||
B |
Std. Error |
Beta |
Tolerance |
VIF |
||||
1 |
(Constant) |
8.956 |
3.040 |
|
2.946 |
.004 |
|
|
Lingkungan Kerja
(X1) |
.545 |
.189 |
.277 |
2.884 |
.005 |
.258 |
3.873 |
|
Team Work (X2) |
.392 |
.137 |
.233 |
2.872 |
.005 |
.364 |
2.746 |
|
Kompensasi (X3) |
.284 |
.077 |
.285 |
3.672 |
.000 |
.395 |
2.530 |
|
Budaya Organisasi
(Z) |
.241 |
.064 |
.245 |
3.788 |
.000 |
.569 |
1.756 |
Sumber: Data Primer yang diolah untuk penelitian
ini, 2023
Berdasarkan tabel 3 di
atas, dapat diketahui bahwa hasil pengujian multikolinieritas tidak terdapat masalah multikolinieritas karena semua variabel memiliki nilai tolerance > 0,1
dan VIF < 10.
Uji Heteroskedastisitas
Dalam penelitian
ini uji heteroskedastisitas
dilakukan dengan cara uji Glejser. Uji Glejser adalah uji hipotesis untuk mengetahui apakah sebuah model regresi memiliki indikasi heteroskedastisitas dengan cara melakukan regresi absolut residual.
Tabel 4.
Uji Heteroskedastisitas
Model |
Unstandardized
Coefficients |
Standardized
Coefficients |
t |
Sig. |
||
B |
Std. Error |
Beta |
||||
1 |
(Constant) |
4.404 |
1.763 |
|
2.499 |
.015 |
Lingkungan Kerja
(X1) |
.012 |
.110 |
.024 |
.110 |
.913 |
|
Team Work (X2) |
-.012 |
.079 |
-.028 |
-.152 |
.880 |
|
Kompensasi (X3) |
-.005 |
.045 |
-.022 |
-.121 |
.904 |
|
Budaya Organisasi
(Z) |
-.020 |
.037 |
-.082 |
-.553 |
.582 |
Sumber: Data Primer yang diolah untuk penelitian
ini, 2023
Dari tabel 4 di atas terlihat bahwa nilai signifikansi variabel lingkungan kerja (0,913), team work (0,880), kompensasi (0,904) dan budaya organisasi (0,582) adalah lebih besar dari
0,1, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi penyimpangan
asumsi klasik heteroskedastisitas pada model regresi
yang dibuat.
Uji Regresi Tahap I
Teknik analisis
yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda. Penelitian ini menganalisis pengaruh lingkungan kerja, team work dan kompensasi
terhadap keterikatan.
Tabel 5.
Uji Regresi Tahap I
Model |
Unstandardized
Coefficients |
Standardized
Coefficients |
t |
Sig. |
||
B |
Std. Error |
Beta |
||||
1 |
(Constant) |
15.420 |
2.717 |
|
5.675 |
.000 |
Lingkungan Kerja
(X1) |
.657 |
.201 |
.335 |
3.260 |
.002 |
|
Team Work (X2) |
.485 |
.145 |
.287 |
3.339 |
.001 |
|
Kompensasi (X3) |
.350 |
.082 |
.351 |
4.294 |
.000 |
Sumber: Data Primer yang diolah untuk penelitian
ini, 2023
Dari hasil
perhitungan regresi linier berganda pada tabel
5 di atas, dapat diketahui hubungan antara variabel independen dan
variabel dependen yang dapat dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut:
Y = 0,335 X1
+ 0,287 X2 + 0,351 X3
Keterangan :
Y = Keterikatan Karyawan
X1 = Lingkungan Kerja
X2 = Team Work
X3 = Kompensasi
Berdasarkan persamaan
tersebut dapat diketahui:
a.
Nilai koefisien regresi
lingkungan kerja (β1) sebesar 0,335 menunjukkan
apabila lingkungan kerja meningkat maka keterikatan karyawan juga akan
mengalami peningkatan.
b.
Nilai koefisien regresi team
work (β2) sebesar 0,287 menunjukkan
apabila team work meningkat maka keterikatan karyawan juga akan
mengalami peningkatan.
c.
Nilai koefisien regresi
kompensasi (β3) adalah sebesar 0,351
menunjukkan apabila kompensasi meningkat maka keterikatan karyawan juga
akan mengalami peningkatan.
Uji Hipotesis
Berdasarkan hasil Uji t dalam tabel 5
dapat disimpulkan bahwa :
a.
Pada variabel lingkungan
kerja, nilai t hitung 3,260 dengan taraf signifikansi 0,002
sedangkan t tabel sebesar 1,989. t hitung > t tabel,
dan taraf signifikansi < 0,05 maka secara parsial variabel lingkungan kerja
berpengaruh positif signifikan terhadap keterikatan karyawan. Hal ini berarti
H1 diterima.
b.
Pada variabel team
work, nilai t hitung 3,339 dengan taraf signifikansi 0,001
sedangkan t tabel sebesar 1,989. t hitung > t tabel,
dan taraf signifikansi < 0,05 maka secara parsial variabel team work
berpengaruh positif signifikan terhadap keterikatan karyawan. Hal ini berarti
H2 diterima.
c.
Pada variabel kompensasi,
nilai t hitung 4,294 dengan taraf signifikansi 0,000 sedangkan t tabel
sebesar 1,989. t hitung > t tabel, dan taraf
signifikansi < 0,05 maka secara parsial variabel kompensasi berpengaruh
positif signifikan terhadap keterikatan karyawan. Hal ini berarti H3 diterima.
Uji Koefisien Determinasi
Berdasarkan tabel 6, nilai adjusted R2 (koefisien
determinasi) menunjukkan nilai sebesar 0,769. Hal ini berarti kemampuan
menjelaskan variabel independen terhadap variabel dependen (keterikatan karyawan) sebesar 76,9% sedangkan sisanya 23,1% dijelaskan oleh variabel lain di luar 3 variabel bebas tersebut yang dimasukkan dalam model.
Tabel 6.
Uji Koefisien Determinasi
Model |
R |
R Square |
Adjusted R
Square |
Std. Error of
the Estimate |
1 |
.882a |
.777 |
.769 |
3.95831 |
Sumber: Data Primer yang diolah untuk penelitian
ini, 2023
Uji F
Berdasarkan tabel 7, hasil uji F menunjukkan bahwa nilai F hitung
adalah sebesar 92,940 dan signifikansi F sebesar 0,000
(< 0,05). Hal ini menunjukkan
bahwa semua variabel independen yaitu lingkungan kerja, team work, dan kompensasi
berpengaruh signifikan secara simultan terhadap keterikatan karyawan.
Tabel 7.
Uji F
Model |
Sum of Squares |
df |
Mean Square |
F |
Sig. |
|
1 |
Regression |
4368.581 |
3 |
1456.194 |
92.940 |
.000b |
Residual |
1253.455 |
80 |
15.668 |
|
|
|
Total |
5622.036 |
83 |
|
|
|
Sumber: Data Primer yang diolah untuk penelitian
ini, 2023
Moderated Regression
Analysis
Pengujian hubungan antar variabel independen dan dependen dalam penelitian persamaan II ini terdapat faktor yang memperkuat dan faktor yang memperlemah (variabel moderasi), yang diuji dengan menggunakan model regresi moderating (MRA).
Tabel 8.
Hasil Regresi Tahap II (Moderated
Regression Analysis)
Sumber: Data Primer yang diolah untuk penelitian
ini, 2023
Dari tabel 8 hasil Moderated Regression
Analysis (MRA) didapat persamaan sebagai berikut :
Y = 0,065 X1 – 0,261 X2 + 1,055 X3 + 0,281
Z + 0,303 X1.Z + 0,771 X2.Z – 1,164 X3.Z
Keterangan:
Y =
Keterikatan Karyawan
X1 = Lingkungan Kerja
X2 = Team Work
X3 = Kompensasi
Z =
Budaya Organisasi
X1Z = Interaksi Lingkungan Kerja dengan Budaya Organisasi
X2Z = Interaksi Team Work dengan Budaya Organisasi
X3Z = Interaksi Kompensasi dengan Budaya Organisasi
Berdasarkan persamaan tersebut dapat
diketahui:
a.
Nilai koefisien regresi
lingkungan kerja (X1) sebesar 0,128 menunjukkan apabila lingkungan kerja
meningkat maka keterikatan karyawan juga akan mengalami peningkatan.
b.
Nilai koefisien regresi team
work (X2) sebesar - 0,440 menunjukkan apabila team work meningkat
maka keterikatan karyawan akan mengalami penurunan.
c.
Nilai koefisien regresi
kompensasi (X3) sebesar 1,052 menunjukkan apabila kompensasi meningkat maka
keterikatan karyawan juga akan mengalami peningkatan.
d.
Nilai koefisien regresi
budaya organisasi (Z) sebesar 0,275, yaitu apabila budaya organisasi meningkat
maka keterikatan karyawan juga akan mengalami peningkatan.
e.
Nilai koefisien regresi
interaksi lingkungan kerja (X1) dan budaya organisasi (Z) sebesar 0,007, yaitu
apabila interaksi lingkungan kerja dan budaya organisasi meningkat maka
keterikatan karyawan juga akan mengalami peningkatan.
f.
Nilai koefisien regresi
interaksi team work (X2) dan budaya organisasi (Z) sebesar 0,014, yaitu
apabila interaksi team work dan budaya organisasi meningkat maka
keterikatan karyawan juga akan mengalami peningkatan.
g.
Nilai koefisien regresi
interaksi kompensasi (X3) dan budaya organisasi (Z) sebesar -0,012, yaitu
apabila interaksi kompensasi dan budaya organisasi meningkat maka keterikatan
karyawan akan mengalami penurunan.
Uji Hipotesis
Dari hasil output SPSS dalam tabel 9 menunjukkan bahwa nilai signifikansi
interaksi variabel lingkungan kerja dengan budaya organisasi
(X1Z) sebesar 0,000 (< 0,05) maka
berkesimpulan bahwa variabel budaya organisasi mampu memperkuat pengaruh lingkungan kerja terhadap keterikatan karyawan sehingga H4 diterima.
Tabel 9.
Uji Hipotesis
Sumber: Data Primer yang diolah untuk penelitian
ini, 2023
Dari hasil output SPSS pada tabel
10 menunjukkan bahwa nilai signifikansi variabel interaksi antara team work dan budaya
organisasi sebesar 0,000
(< 0,05) maka berkesimpulan
bahwa variabel budaya organisasi mampu memperkuat pengaruh team work terhadap variabel keterikatan karyawan sehingga H5 diterima.
Tabel 10.
Uji Hipotesis
Sumber: Data Primer yang diolah untuk penelitian
ini, 2023
Dari hasil output SPSS pada tabel 11 menunjukkan bahwa nilai signifikansi variabel interaksi antara kompensasi dan budaya organisasi sebesar 0,000 (< 0,05) maka berkesimpulan bahwa variabel budaya organisasi mampu memperkuat pengaruh kompensasi terhadap variabel keterikatan karyawan sehingga H6 diterima.
Tabel 11. Uji Hipotesis
Sumber: Data Primer yang diolah untuk penelitian
ini, 2023
Pengaruh Lingkungan
Kerja terhadap Keterikatan Karyawan
Berdasarkan uji t yang dilakukan
dalam penelitian ini diperoleh bahwa
lingkungan kerja mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap keterikatan karyawan pada RS Panti Wilasa Citarum. Hal ini berarti apabila lingkungan kerja baik maka keterikatan
karyawan juga akan meningkat/tinggi. Begitu pun sebaliknya, apabila lingkungan kerja buruk maka
keterikatan karyawan juga akan menurun/rendah.
Lingkungan kerja menurut Nitisemito (2001; dalam (Susilo,
2012) adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja atau segala
sesuatu yang mengelilingi kerja seseorang dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam melaksanakan
tugas-tugas yang dibebankan.
Lingkungan kerja yang baik dapat mendukung
pelaksanaan kerja sehingga karyawan dapat bekerja dengan
baik dan membuat karyawan merasa betah dan nyaman dalam bekerja sehingga
tidak ingin pindah atau keluar
dari perusahaan.
Lingkungan kerja di
RS Panti Wilasa Citarum merupakan salah satu komponen yang terus mendapat perhatian pihak manajemen. Pandemi Covid-19 menjadi salah satu bukti mengapa
lingkungan kerja di RS perlu dikelola baik. Ketika lingkungan kerja tidak dikelola
dengan baik, hal ini akan
berdampak pada para karyawan
yang pada akhirnya berdampak
pada kinerja mereka. Itulah sebabnya pengelolaan lingkungan di RS
Panti Wilasa Citarum terus dilakukan supervisi secara periodik oleh dua unit kerja/ layanan yaitu Unit Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) RS serta Unit Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi
(PPI). Laporan supervisi
yang dilakukan oleh dua unit kerja/
layanan ini dilaporkan kepada Direktur secara berkala.
Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Simbolon,
Madhakomala, & Santoso, 2018) yaitu meneliti tentang The Effect of
Work Environment, Bonuses and Organizational Trust on Employee Engagement in PT.
Taspen (Persero) dengan hasil penelitian menunjukkan lingkungan kerja memiliki pengaruh positif terhadap keterikatan karyawan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin baik lingkungan
kerja maka akan memperkuat tingkat keterikatan karyawan. Hal ini sejalan dengan temuan dalam penelitian
ini.
Pengaruh
Team Work terhadap Keterikatan Karyawan
Berdasarkan uji t yang dilakukan
dalam penelitian ini diperoleh bahwa
team work mempunyai pengaruh
positif signifikan terhadap keterikatan karyawan pada RS Panti Wilasa Citarum. Hal ini berarti apabila team work baik maka keterikatan
karyawan juga akan meningkat/tinggi. Begitu pun sebaliknya, apabila team work buruk maka keterikatan karyawan juga akan menurun/rendah.
Rekan kerja
adalah sesama karyawan yang kemampuannya cakap dan saling mendukung dalam pekerjaannya. Rekan kerja dalam suatu tim
dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Dalam suatu tim yang baik akan
membuat pekerjaan terasa lebih menyenangkan
(Luthans, 2002 dalam (Suciadi
& Wijaya, 2017). Dukungan rekan kerja, termasuk
mentoring dari rekan kerja, keramahan dan pengaruh yang positif, dapat dikaitkan dengan meningkatnya kepuasan kerja, job
involvement dan komitmen organisasi.
Hal tersebut terjadi karena rekan kerja
merupakan sumber dukungan dan informasi yang penting. Hubungan tim dan rekan kerja
adalah aspek lain yang secara eksplisit menekankan aspek harmoni interpersonal dari keterlibatan karyawan. Menurut Kahn bahwa hubungan interpersonal yang mendukung
dan saling percaya, serta tim pendukung,
mempromosikan keterikatan karyawan (Suryaningrum
& Silvianita, 2018).
Pelayanan di RS tidak
dapat dilakukan oleh satu orang atau profesi saja. Terlebih
untuk pelayanan yang bersifat holistik, diperlukan kerja sama tim yang solid meskipun anggota tim tersebut memiliki
disiplin ilmu yang berbeda. Seorang staf medis (dokter)
tidak bisa merawat pasien seorang diri. Seorang
dokter memerlukan profesi lain; apoteker, ahli gizi, perawat,
dan profesi lainnya yang dapat mendukung pelayanan perawatan kepada pasien dengan
tujuan akhir pemulihan kesehatan pasien. Profesional Pemberi Asuhan (PPA) merupakan istilah yang dipergunakan untuk mereka yang secara langsung memberikan asuhan kepada pasien,
antara lain dokter, perawat, bidan, ahli gizi, apoteker,
psikolog klinis, ahli fisioterapi dan sebagainya. Dalam rangka membangun tim kerja
yang baik, RS Panti Wilasa Citarum melakukan beberapa kegiatan seperti menyelenggarakan capacity
building, retreat, rekreasi karyawan,
ataupun outbound secara
berkala.
Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Shahidan
et al., 2016) yaitu meneliti Linking Work Environment, Team and Co-worker
Relationship and Organization Well-being in Increasing Employee Engagement: A
Conceptual Perspective dengan hasil
penelitian menunjukkan bahwa hubungan rekan kerja berpengaruh
terhadap keterikatan karyawan. Hal ini sejalan dengan
temuan dalam penelitian ini.
Pengaruh
Kompensasi terhadap Keterikatan Karyawan
Berdasarkan uji t yang dilakukan
dalam penelitian ini diperoleh bahwa
kompensasi mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap keterikatan karyawan pada RS
Panti Wilasa Citarum. Dengan demikian kompensasi menjadi faktor yang menyebabkan karyawan terikat dengan RS. Temuan ini sejalan dengan
pernyataan bahwa kompensasi yang dianggap sebanding dengan apa yang dilakukan karyawan, dapat mempengaruhi keinginan karyawan untuk berbuat lebih banyak
bagi perusahaan/lembaga. Dimana kondisi ini dapat menggambarkan
tingkat employee engagement secara sederhana. Suatu kondisi yang manusiawi, dimana manusia cenderung membandingkan apa yang didapat dengan apa yang dikerjakan. Ketika ada celah yang dianggap merugikan orang tertentu dari suatu
kegiatan yang dilakukan, maka orang cenderung tidak melanjutkan atau bahkan mengurangi
intensitas kegiatan tersebut (Riyanto
et al., 2017).
Kompensasi bagi karyawan RS Panti Wilasa Citarum menjadi kunci penting yang menentukan tingkat keterikatan karyawan dengan RS. Menyadari hal tersebut, manajemen
RS berupaya memberikan kompensasi yang layak dan adil bagi karyawan.
Pemberian kompensasi yang adil juga menjadi sesuatu hal yang penting untuk memberikan
pembeda antara karyawan yang bekerja dengan baik dan yang kurang baik. Hasil penilaian kinerja yang dilakukan secara berkala kepada karyawan menjadi acuan dalam memberikan
kenaikan upah ataupun tunjangan kinerja bagi karyawan
RS. Prinsip keadilan dalam memberikan kompensasi ini mendorong karyawan RS untuk lebih berkinerja
lebih baik lagi.
Adanya pengaruh
kompensasi terhadap keterikatan karyawan ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan
oleh (Anitha,
2014), (Anuari
et al., 2017) dengan hasil penelitian menunjukkan kompensasi secara parsial memberikan pengaruh terhadap keterikatan karyawan. Hal ini sejalan dengan temuan dalam penelitian
ini.
Pengaruh
Lingkungan Kerja terhadap Keterikatan Karyawan dengan Budaya Organisasi sebagai
Variabel Moderasi
Berdasarkan uji t yang dilakukan
dalam penelitian ini diperoleh bahwa
interaksi variabel lingkungan kerja dengan budaya organisasi
sebagai variabel moderasi berpengaruh positif signifikan terhadap keterikatan karyawan. Hal ini menunjukkan bahwa variabel budaya organisasi mampu memperkuat pengaruh variabel lingkungan kerja terhadap keterikatan karyawan.
Kasih, benar,
bersyukur yang merupakan nilai yang dianut oleh YAKKUM sebagai pemilik RS dijabarkan dengan karakter Kristen dalam bisnis pelayanan di YAKKUM serta panggilan menghadirkan shallom. Sikap benar termanifestasi
dalam komitmen RS dalam memenuhi ketentuan yang berlaku termasuk ketentuan pengelolaan lingkungan kerja yang aman bagi penghuni RS (karyawan, pasien, pengunjung). Salah satu contoh pengelolaan lingkungan kerja yang baik mengacu pada peraturan yang berlaku adalah seperti pemenuhan standar ruang radiologi untuk memberikan perlindungan dari pengaruh bahaya paparan sinar radioaktif
menjadi sebuah keharusan yang harus dipenuhi oleh RS untuk kepentingan karyawan.
Hasil penelitian
di atas sejalan dengan studi yang dilakukan (Ganyang
& SE, 2019) yang meneliti
The Impact of Organization Culture and Work Environment on Employee Engagement
and It’s Implication on Employee Performance of the Automotive Industry in
Jakarta, Indonesia. Dalam studi tersebut diperoleh hasil penelitian bahwa lingkungan kerja dan budaya organisasi memiliki pengaruh positif signifikan terhadap keterikatan karyawan. Penelitian lainnya oleh (Mohd,
Shah, & Zailan, 2016) menyebutkan
bahwa lingkungan kerja merupakan faktor yang memiliki pengaruh paling besar terhadap keterikatan karyawan.
Lingkungan kerja dan budaya organisasi dalam beberapa penelitian dianggap sebagai prediktor keterikatan karyawan. Lingkungan kerja yang sehat dan aman didukung dengan budaya organisasi terbukti menjadi penggerak terciptanya keterikatan karyawan. Lingkungan kerja dalam suatu perusahaan
sangat penting untuk diperhatikan manajemen. Meskipun lingkungan kerja tidak melaksanakan
proses produksi dalam suatu perusahaan, namun lingkungan kerja mempunyai pengaruh langsung terhadap para karyawan yang melaksanakan proses produksi tersebut (Susilo,
2012). Menurut Nitisemito (Susilo,
2012) lingkungan
kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar karyawan dan dapat mempengaruhi dalam menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya. Lingkungan kerja yang kondusif memungkinkan karyawan melakukan yang terbaik. Lingkungan kerja bisa berdampak
pada emosional karyawan.
(Ratana, 2014 dalam (Ganyang
& SE, 2019). Terlebih
di RS, lingkungan kerja
yang sehat dan aman menjadi hal yang mutlak dipenuhi. Tantangan pada saat terjadi pandemi Covid-19 yang berdampak pada risiko kesehatan tenaga kesehatan khususnya dan staf RS pada umumnya menjadi hal yang harus dikelola dengan baik karena
memiliki dampak yang cukup besar pada karyawan.
Pengaruh
Team Work terhadap Keterikatan Karyawan dengan Budaya Organisasi sebagai
Variabel Moderasi
Berdasarkan uji t yang dilakukan
dalam penelitian ini diperoleh bahwa
interaksi variabel Team
Work dengan budaya organisasi sebagai variabel moderasi berpengaruh positif signifikan terhadap keterikatan karyawan. Hal ini menunjukkan bahwa variabel budaya organisasi mampu memperkuat pengaruh variabel Team Work
terhadap keterikatan karyawan.
Definisi kasih sebagai salah satu nilai budaya organisasi
YAKKUM adalah mengasihi diri, keluarga, pekerjaan. Kasih yang bernilai kekal mengalir dalam karya sesuai
standar atau prosedur kerja yang ditetapkan (kasih menggerakkan warga YAKKUM menjalankan Sistem Prosedur Operasional [SPO], bukan menjalankan SPO dengan terpaksa. Karakter kasih ini juga menjadi dasar bagi karyawan
dalam membangun relasi dengan rekan
kerja. Hubungan rekan kerja yang penuh kasih menjadi
semangat dalam memberikan pelayanan kepada pasien yang mempercayakan pemulihan kesehatannya kepada RS.
Hasil penelitian
di atas sejalan dengan studi yang dilakukan (Lina,
2019) dengan judul Analisis Faktor-Faktor Penentu Employee Engagement di PT ABC Bandung. Dalam
studi tersebut diperoleh hasil bahwa hubungan tim dan rekan kerja
merupakan faktor yang mempengaruhi keterikatan karyawan di PT ABC. Tim yang efektif dan hubungan rekan kerja yang sehat diperlukan untuk meningkatkan keterlibatan. Penelitian lainnya oleh (Shahidan
et al., 2016) menemukan keterikatan karyawan juga dipengaruhi oleh hubungan tim dan rekan kerja.
Hubungan tim dan rekan kerja adalah
aspek lain yang dapat dianggap sebagai bagian dari faktor
yang menentukan keterlibatan
karyawan. Kahn (1990, dalam
(Shahidan
et al., 2016) menemukan bahwa hubungan yang mendukung dan saling percaya di antara karyawan dapat mengakibatkan tingkat keterikatan karyawan yang tinggi karena dibangun
atas dasar sifat hubungan yang harmonis dan konkret. Anggota tim yang suportif akan membantu
setiap anggota tim untuk mengeksplorasi
hal-hal baru dan memberikan dukungan penuh dalam kondisi
sulit dan kesulitan apa pun (Kahn, 1990 dalam (Shahidan
et al., 2016). Pernyataan
ini juga didukung oleh May
et. al. (2004, dalam (Shahidan
et al., 2016) yang menemukan
bahwa hubungan yang dibangun di tempat kerja memberikan dampak yang signifikan untuk menjadi bermakna
yang merupakan bagian penting dari setiap
komponen keterlibatan. Menurut Locke dan Taylor (1990, dalam
(Shahidan
et al., 2016), karyawan
yang memiliki hubungan
interpersonal yang positif dan interaksi
dengan anggota di tempat kerja, akan
mengalami tingkat makna yang besar terhadap pekerjaan mereka serta menjadi
anggota tim yang menarik. Singkatnya, ketika karyawan mampu membangun hubungan yang baik dengan anggota dalam suatu organisasi,
keterikatan kerja mereka dianggap berada pada tingkat yang tinggi (Anitha,
2014); dalam (Shahidan
et al., 2016).
Pengaruh
Kompensasi terhadap Keterikatan Karyawan dengan Budaya Organisasi sebagai Variabel
Moderasi
Berdasarkan uji t yang dilakukan
dalam penelitian ini diperoleh bahwa
interaksi variabel kompensasi dengan budaya organisasi sebagai variabel moderasi berpengaruh positif signifikan terhadap keterikatan karyawan. Hal ini menunjukkan bahwa variabel budaya organisasi mampu memperkuat pengaruh variabel kompensasi terhadap keterikatan karyawan.
Nilai bersyukur
ini menjadi penjaga bagi karyawan
RS Panti Wilasa Citarum di dalam bekerja agar terhindar dari ketamakan/ keserakahan dan memiliki gaya hidup
sederhana sehingga dapat tetap melayani
dengan sukacita.
Salah satu alasan seseorang bekerja adalah untuk memperoleh pendapatan yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup agar bisa bertahan hidup.
Namun demikian, kebutuhan manusia tidak terbatas adanya. Hal ini disebabkan karena manusia tidak pernah
merasa puas. Kebutuhan manusia yang tidak terbatas ini tercermin dalam
sifat manusia yaitu tidak mudah puas. Memperhatikan
sifat ini mendorong manusia untuk terus berupaya
memenuhi kebutuhannya dengan berupaya memperoleh kompensasi yang baik dari pekerjaan
yang dilakukannya. Gaya hidup
sederhana menjadi hal yang dipandang penting oleh RS untuk dihidupi seluruh karyawan RS sehingga dalam upaya memperoleh
pendapatan didasarkan pada prinsip bersyukur, bukan keserakahan.
Hasil penelitian
di atas sejalan dengan studi yang dilakukan oleh (Indriyani
& Ignatius, 2016) berjudul Effect
of Compensation and Benefit to Employee Engagement through Organisation
Brand in Indonesia’s Startup Company. Dalam studi
tersebut diperoleh hasil penelitian kompensasi memiliki pengaruh terhadap keterikatan karyawan.
Rothwell & Kazanas (2003; dalam
(Indriyani & Ignatius, 2016) mendefinisikan kompensasi sebagai umpan balik
yang diterima karyawan dalam bentuk moneter
dan non-moneter. Kompensasi
bersifat langsung dan tidak langsung. Kompensasi langsung seperti gaji yang diterima setiap bulan dan kompensasi tidak langsung adalah pembayaran dalam bentuk selain
uang. Martocchio (2015; dalam (Indriyani & Ignatius, 2016) mengatakan bahwa kompensasi adalah imbalan intrinsik dan ekstrinsik yang diterima karyawan setelah mereka melakukan pekerjaannya. Sedangkan Milkovich
(2014; dalam (Indriyani & Ignatius, 2016) mengatakan bahwa kompensasi adalah imbalan yang diterima karyawan berdasarkan apa yang dilakukan karyawan pada saat mereka bekerja. Berdasarkan Social Exchange Theory (SET), teori yang dianggap paling cocok dan diterima yang digunakan dalam penelitian dan studi keterlibatan karyawan saat ini, titik
kritis pada SET adalah bahwa orang membuat keputusan sosial karena biaya dan manfaat yang dirasakan (Cropanzano & Mitchell, 2005; dalam
(Shahidan et al., 2016). Mengacu pada teori tersebut maka keterikatan
karyawan sangat dipengaruhi
oleh kompensasi yang diterima.
Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Keterikatan Karyawan dipengaruhi oleh Lingkungan Kerja, Team Work dan Kompensasi
serta Budaya Organisasi mampu memperkuat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Dari ketiga variabel tersebut, variabel kompensasi yang memiliki pengaruh dominan terhadap keterikatan karyawan RS Panti Wilasa Citarum kemudian diikuti variabel Team Work, serta Lingkungan Kerja. Oleh sebab itu, untuk
meningkatkan keterikatan karyawan pada RS Panti Wilasa Citarum, maka manajemen
RS perlu terus mengupayakan lingkungan kerja yang aman, sehat dan nyaman serta mendorong terbentuknya team work yang kuat,
harmonis, terdapat rasa saling percaya dan mendukung. Selain hal tersebut, RS juga perlu mengupayakan kompensasi yang layak dan berkeadilan kepada karyawan.
Berdasarkan hasil uji determinasi diketahui bahwa masih terdapat
faktor lain (23,1%), yang belum
diketahui, yang diduga mempengaruhi tingkat keterikatan karyawan RS Panti Wilasa Citarum. Tingginya layanan di RS cukup berpengaruh dalam proses pengambilan data
pada penelitian ini. Hal ini mengakibatkan proses pengambilan data menjadi lebih lama karena beberapa karyawan harus menjalankan tugas pekerjaannya terlebih dahulu. Dengan demikian sebagai agenda penelitian yang akan datang adalah
menemukan variable lain yang mempengaruhi
keterikatan karyawan serta menambah jumlah sampel agar responden dapat mewakili masing-masing unit kerja/
layanan di RS secara proporsional.
DAFTAR PUSTAKA
Alvi, Abdul Khaliq, Kahn, M. A.,
Ahmed, Ali Adnan, & Zulfiqar, Mudassar. (2014). A study of employee
compensation and employee job engagement on banks of Lahore, Pakistan. Science
International (Lahore), 26(5), 2411–2414.
Anitha, Jagannathan. (2014). Determinants of employee engagement and their
impact on employee performance. International Journal of Productivity and
Performance Management, 63(3), 308–323.
Anuari, Rizqi, Utami, Hamidah Nayati, & Prasetya, Arik. (2017). Pengaruh
konflik kerja terhadap stres kerja dan motivasi kerja serta dampaknya terhadap
komitmen organisasional (Studi pada karyawan PT Pelabuhan Indonesia III
(Persero) Kantor Pusat). Brawijaya University.
Corace, Charles J. (2007). Engagement--Enrolling the Quiet Majority. Organization
Development Journal, 25(2).
Fridayanti, Fina, Diposumarto, Ngadino Surip, & Edi, Satrio Wibowo.
(n.d.). Transformational Leadership Impact and Compensation toward
Implementation of Work Motivation on XYZ Vocational School Teacher Performance.
Ganyang, Machmed Tun, & SE, M. M. (2019). The The Impact of
Organization culture and Work Environment on Employee Engagement and It’s
Implication on Employee Performance of The Automotive Industry In Jakarta,
Indonesia. Archives of Business Research, 7(9), 64–70.
Indriyani, Astri Utami, & Ignatius, Heruwasto. (2016). Effect of
Compensation and Benefit to Employee Engagement Through Organisation Brand in
Indonesiaâ€TM s Startup Company. Jurnal Manajemen Dan Bisnis
Sriwijaya, 14(4), 515–524.
Kristanto, Sentot, Rahyuda, I. Ketut, & Riana, I. Gede. (2014).
Pengaruh keadilan organisasional terhadap kepuasan kerja dan dampaknya terhadap
komitmen, dan intensi keluar di pt indonesia power ubp bali. E-Jurnal
Ekonomi Dan Bisnis Universitas Udayana, 3(6), 308–329.
Lina, Ni Putu Irma Mei. (2019). Analisis Faktor-Faktor Penentu Employee
Engagement di PT. ABC Bandung. Ekuitas: Jurnal Pendidikan Ekonomi, 7(2),
108–116.
Makera, A. U., Nasidi, Yusuf, Kamaruddeen, A. M., & Jemaku, I. M.
(2019). Correlation between team and co-worker relationship and employee
engagement. Journal of Advanced Research in Business and Management Studies,
14(1), 16–24.
Mancheno-Smoak, Lolita. (2008). The human resource craze: Human
performance improvement and employee engagement. Organization Development
Journal, 26(1), 69.
Mohd, Idaya Husna, Shah, Maimunah Mohd, & Zailan, Nor Shafiqah.
(2016). How work environment affects the employee engagement in a
telecommunication company. European Proceedings of Social and Behavioural
Sciences.
Nasidi, Yusuf, Makera, A. U., Kamaruddeen, A. M., & Jemaku, I. M.
(2019). Assessing the impact of work environment on employee engagement among
non-academic staff of the University. SEISENSE Journal of Management, 2(1),
57–68.
Osborne, Schrita, & Hammoud, Mohamad S. (2017). Effective employee
engagement in the workplace. International Journal of Applied Management and
Technology, 16(1), 4.
Riyanto, Setyo, Pratomo, Ahmad, & Ali, Hapzi. (2017). Effect Of
Compensation And Job Insecurity On Employee Engagement (Study On Employee Of
Business Competition Supervisory Commission Secretariat). International
Journal of Advanced Research. Https://Doi. Org/10.21474/Ijar01/4139.
Sarah, Siti. (2023). Hubungan antara Psychological Capital dengan Work
Engagement pada Karyawan PT. Kallista Alam Medan. Universitas Medan Area.
Shahidan, Athifah Najwani, Hamid, Siti Norasyikin Abdul, Kamil, Bidayatul
Akmal Mustafa, Rani, Shamsul Huda Abd, Aziz, Azelin, & Hassan, Hazlinda.
(2016). Linking work environment, team and co-worker relationship and
organization well-being in increasing employee engagement. Journal of
Business and Social Review in Emerging Economies, 2(1), 21–30.
Simbolon, P., Madhakomala, R., & Santoso, B. (2018). The effect of
work environment, bonuses and organizational trust on employee engagement in
PT. Taspen (Persero). International Journal of Scientific & Technology
Research, 7(5), 34–40.
Suciadi, Ivan, & Wijaya, Michael Angelo. (2017). Analisa Pengaruh
Pekerjaan Itu Sendiri, Kompensasi, Rekan Kerja, Dan Kepemimpinan Terhadap
Kepuasan Kerja Karyawan Bagian Operasional Restoran Carnivor Steak and Grill
Surabaya. Jurnal Hospitality Dan Manajemen Jasa, 5(2).
Suryaningrum, Aisyah G., & Silvianita, Anita. (2018). Analisis
faktor-faktor employee engagement tenaga keperawatan dan penunjang medik di
Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung. Sosiohumanitas, 20(1), 124–137.
Susilo, Tri. (2012). Analisis pengaruh faktor lingkungan fisik dan non
fisik terhadap stress kerja pada PT. Indo Bali di Kecamatan Negara, Kabupaten
Jimbaran, Bali. Tekmapro: Journal Of Industrial Engineering And Management,
2(2).
Tritch, Teresa. (2003). Engagement drives results at new century. Gallup
Management Journal, 4, 3–9.