PENGARUH LINGKUNGAN KERJA, TEAM WORK, DAN KOMPENSASI TERHADAP KETERIKATAN KARYAWAN DENGAN BUDAYA ORGANISASI SEBAGAI VARIABEL MODERASI

 

Bayu Setiawan1*, Indarto2, Djoko Santoso3

Universitas Semarang, Semarang, Indoensia

b4yousetiawan@gmail.com, indarto@usm.ac.id, djoko_hw@usm.ac.id

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Pengaruh Lingkungan Kerja, Team Work, dan Kompensasi terhadap Keterikatan Karyawan (Employee Engagement) dengan Budaya Organisasi sebagai Variabel Moderasi di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang. Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan RS Panti Wilasa Citarum yang berjumlah 539 orang. Sampel dalam penelitian ini yaitu karyawan RS Panti Wilasa Citarum yang berjumlah 84 orang. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi moderasi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa lingkungan kerja berpengaruh positif signifikan terhadap keterikatan karyawan, team work berpengaruh positif signifikan terhadap keterikatan karyawan, kompensasi berpengaruh positif signifikan terhadap keterikatan karyawan, budaya organisasi memperkuat pengaruh lingkungan kerja terhadap keterikatan karyawan, budaya organisasi memperkuat pengaruh team work terhadap keterikatan karyawan dan budaya organisasi memperkuat pengaruh kompensasi terhadap keterikatan karyawan

 

Kata kunci: budaya organisasi; keterikatan karyawan; kompensasi; lingkungan kerja; team work

 

Abstract

The objective of this study was to analyze the influence of the work environment, team work, and compensation towards employee engagement with organizational culture as a moderating variable at Panti Wilasa Citarum Hospital, Semarang. The population in this study were 539 employees of Panti Wilasa Citarum Hospital. The sample in this study were 84 employees of Panti Wilasa Citarum Hospital. The research method used in this research is moderation regression analysis. Research findings indicated that the work environment had a significant positive effect on employee engagement, team work/coworker relationships had a significant positive effect on employee engagement, compensation had a significant positive effect on employee engagement, organizational culture strengthened the influence of the work environment on employee engagement, organizational culture strengthened the influence team work on employee engagement and organizational culture strengthened the effect of compensation on employee engagement.

 

Keywords: organizational culture; employee engagement; compensation; work environment; team work

 

Pendahuluan  

Pada saat ini organisasi diperhadapkan dengan tantangan yang begitu besar yang dapat mengancam eksistensi dan perkembangan organisasi. Transformasi digital sebagai ciri dari Industri 4.0, kondisi bisnis yang bersifat Volatile, Uncertain, Complexity dan Ambiguity (VUCA) serta Pandemi Covid-19 menjadi tantangan organisasi yang kemudian memaksa organisasi dituntut untuk mampu terus membuat inovasi bisnis, mengelola risiko, mengejar perubahan, dan memecahkan masalah.

Dalam menghadapi tantangan yang dihadapi organisasi, sumber daya manusia diyakini mempunyai peran yang sangat penting, disamping sumber-sumber daya lain yang dimiliki, agar organisasi dapat bertahan dan sukses bersaing dalam lingkungan bisnis yang bergejolak saat ini. Pernyataan ini didukung oleh (Sarah, 2023)., (2006; dalam (Mancheno-Smoak, 2008) yang menyebutkan bahwa dari keseluruhan sumber daya yang dimiliki organisasi, sumber daya manusialah yang merupakan salah satu faktor yang paling potensial untuk memberikan keunggulan kompetitif bagi organisasi.

Keterikatan karyawan (Employee Engagement) sering kali dipandang sebagai kunci untuk mengangkat organisasi ke tingkat yang lebih tinggi dalam perusahaan untuk menjalankan dan mencapai bisnis yang sukses (Corace, 2007). Keterikatan karyawan adalah bagian yang tidak dapat dilepaskan oleh organisasi untuk dapat menciptakan kinerja organisasi yang optimal. Musgrove, dkk (2014; dalam (Osborne & Hammoud, 2017) menyebutkan bahwa produktivitas organisasi ditentukan oleh upaya dan keterikatan karyawan. Macey (2009; dalam (Kristanto, Rahyuda, & Riana, 2014) menjelaskan keterikatan (engagement) sebagai kesadaran dan kesediaan individu untuk memfokuskan seluruh energi, menunjukkan personal inisiatif, kemauan adaptasi, berusaha keras dan gigih untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi.

Keterikatan pada karyawan merupakan hasil dari berbagai aspek yang didapat karyawan di tempat kerja. Lingkungan kerja merupakan salah satu aspek yang menentukan tingkat keterikatan karyawan. Dalam pengelolaan organisasi khususnya di bidang sumber daya manusia, organisasi perlu menciptakan lingkungan kerja yang humanis dan berarti. Untuk menciptakan lingkungan kerja tersebut, organisasi mengembangkan berbagai aspek yang berfokus pada terciptanya keterikatan pada karyawan. Lingkungan kerja yang mendukung pada umumnya ditandai dengan adanya kepedulian terhadap kebutuhan dan perasaan karyawan, adanya umpan balik yang positif, dan mendorong karyawan untuk menyampaikan hal-hal yang menjadi perhatian mereka, untuk mengembangkan keterampilan baru dan untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan.

Team work adalah aspek lain yang mempengaruhi keterikatan karyawan. Hubungan interpersonal yang mendukung dan adanya saling percaya, serta tim kerja yang saling mendukung, mendorong terbangunnya keterikatan karyawan. Hasil penelitian yang dilakukan Lin, dkk (2011), (Tritch, 2003) Gallup, (2015), (Suryaningrum & Silvianita, 2018), (Shahidan et al., 2016), (Lina, 2019) menunjukkan bahwa tim dan hubungan kerja memberikan pengaruh signifikan terhadap keterikatan karyawan dan komitmen organisasi. Tim dan hubungan rekan kerja juga disebut memiliki pengaruh pada keinginan mengundurkan diri karyawan dari tempat kerja.

Kompensasi atau remunerasi merupakan komponen lain yang dianggap sebagai faktor yang mempengaruhi keterikatan karyawan. Kompensasi dianggap dapat memotivasi seorang karyawan untuk berkinerja lebih baik dan juga lebih berfokus pada pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya serta pengembangan diri. Kompensasi dimaksud meliputi penghargaan finansial berupa gaji, bonus dan penghargaan non finansial berupa pemberian ekstra libur dan voucher. Sejalan dengan pernyataan ini, dalam penelitian yang dilakukan (Alvi, Kahn, Ahmed, & Zulfiqar, 2014), (Indriyani & Ignatius, 2016), (Fridayanti, Diposumarto, & Edi, n.d.), serta (Anuari, Utami, & Prasetya, 2017) menyebutkan bahwa kompensasi memiliki pengaruh penting pada keterikatan karyawan.

Budaya organisasi merupakan ciri unik atau khas yang membedakan satu organisasi dengan organisasi lainnya. Budaya organisasi merupakan norma perilaku dan nilai-nilai yang dipahami dan diterima oleh setiap anggota organisasi dan digunakan sebagai dasar dalam mengatur perilaku dalam organisasi tersebut. Permasalahan yang sering timbul adalah sering kali karyawan merasa tidak sesuai dengan budaya yang ada pada suatu organisasi, mengingat karakteristik dan sikap pegawai yang berbeda-beda. Internalisasi budaya organisasi kepada karyawan yang dilakukan secara intens diperlukan agar nilai-nilai yang terkandung dalam budaya tersebut dapat mengubah mindset karyawan dan termanifestasi dalam perilaku positif dalam pekerjaan dan menjadi landasan dalam menghadapi perubahan. Peter Drucker menyebutkan, “The greatest danger in time of turbulence is not the turbulence. It is to act with yesterday’s logic.” Salah satu yang paling berbahaya dari logika masa lalu adalah formula keberhasilan yang dianggap valid dan abadi. Padahal, satu-satunya yang abadi adalah perubahan, sehingga dapat dikatakan bahwa keberhasilan organisasi di masa lalu tidak menjadi jaminan bahwa organisasi akan tetap berhasil di masa yang akan datang. Kondisi inilah yang membuat segala bentuk perubahan, baik yang kecil, apalagi yang besar, selalu menantang.  Segala bentuk perubahan dimulai dari mindset. Pola pikir, kebiasaan yang tidak efisien dan efektif perlu diubah dengan pola pikir dan kebiasaan yang produktif. Peran budaya organisasi adalah sebagai pedoman dalam proses transformasi pola pikir dan kebiasaan dalam upaya pencapaian visi dan misi organisasi. Hal ini sejalan dengan pernyataan Schermerhon, et al. (1985) yang menyebutkan bahwa budaya organisasi adalah suatu sistem nilai dan keyakinan bersama yang membimbing perilaku anggota-anggota organisasi.

Pada penelitian terdahulu ditemukan perbedaan hasil dalam penelitian. (Anitha, 2014) menemukan bahwa lingkungan kerja, team work dan kompensasi memiliki pengaruh positif terhadap keterikatan karyawan sedangkan pada penelitian (Nasidi, Makera, Kamaruddeen, & Jemaku, 2019) ditemukan bahwa lingkungan kerja bukan sebagai predictor dari keterikatan karyawan. Demikian halnya dengan penelitian (Makera, Nasidi, Kamaruddeen, & Jemaku, 2019) ditemukan bahwa team work tidak memiliki pengaruh terhadap keterikatan karyawan serta penelitian (Riyanto, Pratomo, & Ali, 2017) yang menemukan bahwa kompensasi tidak memiliki pengaruh terhadap keterikatan karyawan. Berdasarkan pada celah penelitian tersebut, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pengaruh lingkungan kerja, team work dan kompensasi terhadap keterikatan karyawan.

Metode

Jenis penelitian pada penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dalam bentuk penelitian survei dengan instrumen yang digunakan yaitu angket atau kuesioner. Pengukuran jawaban responden menggunakan skala likert dengan skala 1-5. Pemilihan skala likert dikarenakan data yang bersifat ordinal menjadikan data tersebut mudah untuk dianalisis. Data yang bersifat statistik menjadikan hasil pengolahan data dapat disajikan secara detail dan lengkap. Data hasil dari penelitian survei berupa data ordinal yang dapat dianalisis dengan menggunakan software analisis SPSS.

Populasi penelitian ini adalah seluruh karyawan RS Panti Wilasa Citarum yang berjumlah 539 orang. Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode sampel acak. Jumlah sampel adalah 84, besarnya sampel ditentukan dengan rumus Slovin.

Variabel penelitian adalah lingkungan kerja, team work, kompensasi sebagai variabel independen. Keterikatan karyawan merupakan variabel dependen dan budaya organisasi sebagai variabel moderasi.

Metode analisis data yang diterapkan dalam proses penelitian ini ditentukan oleh metode penelitian kuantitatif, yaitu dengan mengolah data yang diperoleh dari hasil jawaban kuesioner yang dilakukan oleh responden ke dalam bentuk angka-angka untuk digunakan dalam analisis data.

 

Hasil dan Pembahasan

Dalam menganalisa data pada penelitian ini, menggunakan beberapa cara yaitu analisa deskriptif, analisa inferent yang terdiri dari uji reliabilitas, uji validitas, uji normalitas, uji heterokedastisitas, uji multikolinieritas, uji regresi linier berganda, uji t, uji koefisien determinasi, dan uji regresi moderasi.

Analisa Deskriptif

Berdasarkan kuesioner yang disebar dan diisi oleh responden sehingga didapat data identitas (karakter) dari responden. Untuk jenis kelamin responden, datanya adalah laki-laki sebanyak 32,1% sedangkan perempuan sebanyak 67,9%. Dan untuk usia responden datanya adalah, 20-27 tahun sebanyak 9,52%, 28 – 35 tahun sebanyak 25%, 36 – 42 tahun sebanyak 9,52%, 43 – 50 tahun sebanyak 36,90% dan 51 – 58 tahun sebanyak 19,05%. Untuk pendidikan responden datanya adalah, < SMA sebanyak 3,6%, SMA sederajat sebanyak 9,5%, Diploma (D3) sebanyak 39,3%, S1 sederajat sebanyak 47,6%. Sedangkan untuk masa kerja responden adalah 0 – 4 tahun sebanyak 7,14%, 5 – 9 tahun sebanyak 29,76%, 10 – 14 tahun sebanyak 4,76%, 15 – 19 tahun sebanyak 10,71% dan 20 -25 tahun sebanyak 47,62%.

Uji Validitas

Suatu data dapat dikatakan valid jika pertanyaan-pertanyaan pada suatu kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang diukur oleh kuesioner tersebut. Suatu data dapat dikatakan valid jika r hitung > r tabel. Selain dilihat dari nilai r hitung dan r tabel. Validitas suatu data juga dapat dilihat dari nilai signifikansi, yaitu jika signifikansi < dari 0,05 maka item pertanyaan valid. Pengujian pada item-item pertanyaan pada variabel lingkungan kerja, team work, kompensasi, budaya organisasi dan keterikatan karyawan didapatkan hasil nilai r hitung > r tabel dan tingkat signifikansi < 0,05 sehingga seluruh pertanyaan pada kuesioner dinyatakan valid.

Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui tingkat kestabilan suatu alat ukur. Hal yang perlu diperhatikan dalam reliabilitas adalah nilai cronbach’s alpha yang diperoleh dari perhitungan statistik. Nilai alpha minimum yang diperoleh sebagai syarat keandalan kuesioner adalah sebesar 0,60. Pengujian reliabilitas pertanyaan pada kuesioner yang dilakukan terhadap item-item pertanyaan pada instrumen kuesioner yang dinyatakan reliabel pada variabel lingkungan kerja, team work, kompensasi, budaya organisasi, dan keterikatan karyawan, sebagaimana dapat disajikan dalam tabel 1 berikut:

 

Tabel 1 Uji Reliabilitas

Variabel

Jumlah Item Pertanyaan

Cronbach’s Alpha (r hitung)

Lingkungan Kerja

5

0,906

Team Work

7

0,890

Kompensasi

12

0,934

Budaya Organisasi

16

0,886

Keterikatan Karyawan

14

0,946

Sumber: Data Primer yang diolah untuk penelitian ini, 2023

Berdasarkan tabel 1 hasil uji reliabilitas pada empat variabel penelitian nilai cronbach’s alpha masing-masing sebesar 0,906 untuk variabel lingkungan kerja, 0,890 untuk variabel team work dan 0,934 untuk variable kompensasi. Nilai cronbach’s alpha untuk variabel budaya organisasi sebesar 0,886 dan variabel keterikatan karyawan sebesar 0,946. Dari hasil tersebut diketahui bahwa nilai cronbach’s alpha masing-masing variabel penelitian lebih besar dari 0,60 sehingga dapat disimpulkan bahwa kuesioner yang digunakan untuk pengumpulan data untuk penelitian ini telah memenuhi syarat keandalan atau reliabilitas.

Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui normal atau tidaknya suatu distribusi data. Pengujian normalitas data dalam penelitian ini dilakukan dengan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov.

Tabel 2. Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N

84

Normal Parametersa,b

Mean

.0000000

Std. Deviation

3.57505423

Most Extreme Differences

Absolute

.048

Positive

.046

Negative

-.048

Test Statistic

.048

Asymp. Sig. (2-tailed)

.200c,d

Sumber: Data Primer yang diolah untuk penelitian ini, 2023

Dari hasil uji normalitas dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov pada tabel 2 menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. (2-tailed) adalah 0,200 (> 0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa data penelitian memiliki distribusi normal.

Uji Multikolinieritas

Pengujian multikolinieritas bertujuan untuk mengetahui apakah hubungan di antara variabel bebas memiliki masalah multikorelasi (gejala multikolinieritas) atau tidak.

 

Tabel 3. Uji Multikolinieritas

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t

Sig.

Collinearity Statistics

B

Std. Error

Beta

Tolerance

VIF

1

(Constant)

8.956

3.040

 

2.946

.004

 

 

Lingkungan Kerja (X1)

.545

.189

.277

2.884

.005

.258

3.873

Team Work (X2)

.392

.137

.233

2.872

.005

.364

2.746

Kompensasi (X3)

.284

.077

.285

3.672

.000

.395

2.530

Budaya Organisasi (Z)

.241

.064

.245

3.788

.000

.569

1.756

Sumber: Data Primer yang diolah untuk penelitian ini, 2023

Berdasarkan tabel 3 di atas, dapat diketahui bahwa hasil pengujian multikolinieritas tidak terdapat masalah multikolinieritas karena semua variabel memiliki nilai tolerance > 0,1 dan VIF < 10.

Uji Heteroskedastisitas

Dalam penelitian ini uji heteroskedastisitas dilakukan dengan cara uji Glejser. Uji Glejser adalah uji hipotesis untuk mengetahui apakah sebuah model regresi memiliki indikasi heteroskedastisitas dengan cara melakukan regresi absolut residual.

 

Tabel 4. Uji Heteroskedastisitas

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t

Sig.

B

Std. Error

Beta

1

(Constant)

4.404

1.763

 

2.499

.015

Lingkungan Kerja (X1)

.012

.110

.024

.110

.913

Team Work (X2)

-.012

.079

-.028

-.152

.880

Kompensasi (X3)

-.005

.045

-.022

-.121

.904

Budaya Organisasi (Z)

-.020

.037

-.082

-.553

.582

Sumber: Data Primer yang diolah untuk penelitian ini, 2023

Dari tabel 4 di atas terlihat bahwa nilai signifikansi variabel lingkungan kerja (0,913), team work (0,880), kompensasi (0,904) dan budaya organisasi (0,582) adalah lebih besar dari 0,1, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi penyimpangan asumsi klasik heteroskedastisitas pada model regresi yang dibuat.

Uji Regresi Tahap I

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda. Penelitian ini menganalisis pengaruh lingkungan kerja, team work dan kompensasi terhadap keterikatan.

 

Tabel 5. Uji Regresi Tahap I

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t

Sig.

B

Std. Error

Beta

1

(Constant)

15.420

2.717

 

5.675

.000

Lingkungan Kerja (X1)

.657

.201

.335

3.260

.002

Team Work (X2)

.485

.145

.287

3.339

.001

Kompensasi (X3)

.350

.082

.351

4.294

.000

Sumber: Data Primer yang diolah untuk penelitian ini, 2023

Dari hasil perhitungan regresi linier berganda pada tabel  5 di atas, dapat diketahui hubungan antara variabel independen dan variabel dependen yang dapat dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut:

Y = 0,335 X1 + 0,287 X2 + 0,351 X3

Keterangan :

Y         = Keterikatan Karyawan

X1        = Lingkungan Kerja

X2        = Team Work

X3        = Kompensasi

Berdasarkan persamaan tersebut dapat diketahui:

a.       Nilai koefisien regresi lingkungan kerja (β1) sebesar 0,335 menunjukkan apabila lingkungan kerja meningkat maka keterikatan karyawan juga akan mengalami peningkatan.

b.      Nilai koefisien regresi team work2) sebesar 0,287 menunjukkan apabila team work meningkat maka keterikatan karyawan juga akan mengalami peningkatan.

c.       Nilai koefisien regresi kompensasi (β3) adalah sebesar 0,351 menunjukkan apabila kompensasi meningkat maka keterikatan karyawan juga akan mengalami peningkatan.

Uji Hipotesis

Berdasarkan hasil Uji t dalam tabel 5 dapat disimpulkan bahwa :

a.         Pada variabel lingkungan kerja, nilai t hitung 3,260 dengan taraf signifikansi 0,002 sedangkan t tabel sebesar 1,989. t hitung > t tabel, dan taraf signifikansi < 0,05 maka secara parsial variabel lingkungan kerja berpengaruh positif signifikan terhadap keterikatan karyawan. Hal ini berarti H1 diterima.

b.        Pada variabel team work, nilai t hitung 3,339 dengan taraf signifikansi 0,001 sedangkan t tabel sebesar 1,989. t hitung > t tabel, dan taraf signifikansi < 0,05 maka secara parsial variabel team work berpengaruh positif signifikan terhadap keterikatan karyawan. Hal ini berarti H2 diterima.

c.         Pada variabel kompensasi, nilai t hitung 4,294 dengan taraf signifikansi 0,000 sedangkan t tabel sebesar 1,989. t hitung > t tabel, dan taraf signifikansi < 0,05 maka secara parsial variabel kompensasi berpengaruh positif signifikan terhadap keterikatan karyawan. Hal ini berarti H3 diterima.

 

Uji Koefisien Determinasi

Berdasarkan tabel 6, nilai adjusted R2 (koefisien determinasi) menunjukkan nilai sebesar 0,769. Hal ini berarti kemampuan menjelaskan variabel independen terhadap variabel dependen (keterikatan karyawan) sebesar 76,9% sedangkan sisanya 23,1% dijelaskan oleh variabel lain di luar 3 variabel bebas tersebut yang dimasukkan dalam model.

Tabel 6. Uji Koefisien Determinasi

Model

R

R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1

.882a

.777

.769

3.95831

Sumber: Data Primer yang diolah untuk penelitian ini, 2023

Uji F

Berdasarkan tabel 7, hasil uji F menunjukkan bahwa nilai F hitung adalah sebesar 92,940 dan signifikansi F sebesar 0,000 (< 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa semua variabel independen yaitu lingkungan kerja, team work, dan kompensasi berpengaruh signifikan secara simultan terhadap keterikatan karyawan.

Tabel 7. Uji F

Model

Sum of Squares

df

Mean Square

F

Sig.

1

Regression

4368.581

3

1456.194

92.940

.000b

Residual

1253.455

80

15.668

 

 

Total

5622.036

83

 

 

 

Sumber: Data Primer yang diolah untuk penelitian ini, 2023

Moderated Regression Analysis

Pengujian hubungan antar variabel independen dan dependen dalam penelitian persamaan II ini terdapat faktor yang memperkuat dan faktor yang memperlemah (variabel moderasi), yang diuji dengan menggunakan model regresi moderating (MRA).

 

Tabel 8. Hasil Regresi Tahap II (Moderated Regression Analysis)

Sumber: Data Primer yang diolah untuk penelitian ini, 2023

Dari tabel 8 hasil Moderated Regression Analysis (MRA) didapat persamaan sebagai berikut :

Y = 0,065 X1 – 0,261 X2 + 1,055 X3 + 0,281 Z + 0,303 X1.Z + 0,771 X2.Z – 1,164 X3.Z

Keterangan:

Y         = Keterikatan Karyawan

X1        = Lingkungan Kerja

X2        = Team Work

X3        = Kompensasi

Z          = Budaya Organisasi

X1Z     = Interaksi Lingkungan Kerja dengan Budaya Organisasi

X2Z     = Interaksi Team Work dengan Budaya Organisasi

X3Z     = Interaksi Kompensasi dengan Budaya Organisasi

Berdasarkan persamaan tersebut dapat diketahui:

a.         Nilai koefisien regresi lingkungan kerja (X1) sebesar 0,128 menunjukkan apabila lingkungan kerja meningkat maka keterikatan karyawan juga akan mengalami peningkatan.

b.        Nilai koefisien regresi team work (X2) sebesar - 0,440 menunjukkan apabila team work meningkat maka keterikatan karyawan akan mengalami penurunan.

c.         Nilai koefisien regresi kompensasi (X3) sebesar 1,052 menunjukkan apabila kompensasi meningkat maka keterikatan karyawan juga akan mengalami peningkatan.

d.        Nilai koefisien regresi budaya organisasi (Z) sebesar 0,275, yaitu apabila budaya organisasi meningkat maka keterikatan karyawan juga akan mengalami peningkatan.

e.         Nilai koefisien regresi interaksi lingkungan kerja (X1) dan budaya organisasi (Z) sebesar 0,007, yaitu apabila interaksi lingkungan kerja dan budaya organisasi meningkat maka keterikatan karyawan juga akan mengalami peningkatan.

f.          Nilai koefisien regresi interaksi team work (X2) dan budaya organisasi (Z) sebesar 0,014, yaitu apabila interaksi team work dan budaya organisasi meningkat maka keterikatan karyawan juga akan mengalami peningkatan.

g.        Nilai koefisien regresi interaksi kompensasi (X3) dan budaya organisasi (Z) sebesar -0,012, yaitu apabila interaksi kompensasi dan budaya organisasi meningkat maka keterikatan karyawan akan mengalami penurunan.

Uji Hipotesis

Dari hasil output SPSS dalam tabel 9 menunjukkan bahwa nilai signifikansi interaksi variabel lingkungan kerja dengan budaya organisasi (X1Z) sebesar 0,000 (< 0,05) maka berkesimpulan bahwa variabel budaya organisasi mampu memperkuat pengaruh lingkungan kerja terhadap keterikatan karyawan sehingga H4 diterima.

 

Tabel 9. Uji Hipotesis

Sumber: Data Primer yang diolah untuk penelitian ini, 2023

Dari hasil output SPSS pada tabel 10 menunjukkan bahwa nilai signifikansi variabel interaksi antara team work dan budaya organisasi sebesar 0,000 (< 0,05) maka berkesimpulan bahwa variabel budaya organisasi mampu memperkuat pengaruh team work terhadap variabel keterikatan karyawan sehingga H5 diterima.

 

Tabel 10. Uji Hipotesis

Sumber: Data Primer yang diolah untuk penelitian ini, 2023

Dari hasil output SPSS pada tabel 11 menunjukkan bahwa nilai signifikansi variabel interaksi antara kompensasi dan budaya organisasi sebesar 0,000 (< 0,05) maka berkesimpulan bahwa variabel budaya organisasi mampu memperkuat pengaruh kompensasi terhadap variabel keterikatan karyawan sehingga H6 diterima.

 

 

 

 

 

 

Tabel 11. Uji Hipotesis

Sumber: Data Primer yang diolah untuk penelitian ini, 2023

Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Keterikatan Karyawan

Berdasarkan uji t yang dilakukan dalam penelitian ini diperoleh bahwa lingkungan kerja mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap keterikatan karyawan pada RS Panti Wilasa Citarum. Hal ini berarti apabila lingkungan kerja baik maka keterikatan karyawan juga akan meningkat/tinggi. Begitu pun sebaliknya, apabila lingkungan kerja buruk maka keterikatan karyawan juga akan menurun/rendah.

Lingkungan kerja menurut Nitisemito (2001; dalam (Susilo, 2012) adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja atau segala sesuatu yang mengelilingi kerja seseorang dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan. Lingkungan kerja yang baik dapat mendukung pelaksanaan kerja sehingga karyawan dapat bekerja dengan baik dan membuat karyawan merasa betah dan nyaman dalam bekerja sehingga tidak ingin pindah atau keluar dari perusahaan.

Lingkungan kerja di RS Panti Wilasa Citarum merupakan salah satu komponen yang terus mendapat perhatian pihak manajemen. Pandemi Covid-19 menjadi salah satu bukti mengapa lingkungan kerja di RS perlu dikelola baik. Ketika lingkungan kerja tidak dikelola dengan baik, hal ini akan berdampak pada para karyawan yang pada akhirnya berdampak pada kinerja mereka. Itulah sebabnya pengelolaan lingkungan di RS Panti Wilasa Citarum terus dilakukan supervisi secara periodik oleh dua unit kerja/ layanan yaitu Unit Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) RS serta Unit Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI). Laporan supervisi yang dilakukan oleh dua unit kerja/ layanan ini dilaporkan kepada Direktur secara berkala.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Simbolon, Madhakomala, & Santoso, 2018) yaitu meneliti tentang The Effect of Work Environment, Bonuses and Organizational Trust on Employee Engagement in PT. Taspen (Persero) dengan hasil penelitian menunjukkan lingkungan kerja memiliki pengaruh positif terhadap keterikatan karyawan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin baik lingkungan kerja maka akan memperkuat tingkat keterikatan karyawan. Hal ini sejalan dengan temuan dalam penelitian ini. 

Pengaruh Team Work terhadap Keterikatan Karyawan

Berdasarkan uji t yang dilakukan dalam penelitian ini diperoleh bahwa team work mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap keterikatan karyawan pada RS Panti Wilasa Citarum. Hal ini berarti apabila team work baik maka keterikatan karyawan juga akan meningkat/tinggi. Begitu pun sebaliknya, apabila team work buruk maka keterikatan karyawan juga akan menurun/rendah.

Rekan kerja adalah sesama karyawan yang kemampuannya cakap dan saling mendukung dalam pekerjaannya. Rekan kerja dalam suatu tim dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Dalam suatu tim yang baik akan membuat pekerjaan terasa lebih menyenangkan (Luthans, 2002 dalam (Suciadi & Wijaya, 2017). Dukungan rekan kerja, termasuk mentoring dari rekan kerja, keramahan dan pengaruh yang positif, dapat dikaitkan dengan meningkatnya kepuasan kerja, job involvement dan komitmen organisasi. Hal tersebut terjadi karena rekan kerja merupakan sumber dukungan dan informasi yang penting. Hubungan tim dan rekan kerja adalah aspek lain yang secara eksplisit menekankan aspek harmoni interpersonal dari keterlibatan karyawan. Menurut Kahn bahwa hubungan interpersonal yang mendukung dan saling percaya, serta tim pendukung, mempromosikan keterikatan karyawan (Suryaningrum & Silvianita, 2018).

Pelayanan di RS tidak dapat dilakukan oleh satu orang atau profesi saja. Terlebih untuk pelayanan yang bersifat holistik, diperlukan kerja sama tim yang solid meskipun anggota tim tersebut memiliki disiplin ilmu yang berbeda. Seorang staf medis (dokter) tidak bisa merawat pasien seorang diri. Seorang dokter memerlukan profesi lain; apoteker, ahli gizi, perawat, dan profesi lainnya yang dapat mendukung pelayanan perawatan kepada pasien dengan tujuan akhir pemulihan kesehatan pasien. Profesional Pemberi Asuhan (PPA) merupakan istilah yang dipergunakan untuk mereka yang secara langsung memberikan asuhan kepada pasien, antara lain dokter, perawat, bidan, ahli gizi, apoteker, psikolog klinis, ahli fisioterapi dan sebagainya. Dalam rangka membangun tim kerja yang baik, RS Panti Wilasa Citarum melakukan beberapa kegiatan seperti menyelenggarakan capacity building, retreat, rekreasi karyawan, ataupun outbound secara berkala.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Shahidan et al., 2016) yaitu meneliti Linking Work Environment, Team and Co-worker Relationship and Organization Well-being in Increasing Employee Engagement: A Conceptual Perspective dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan rekan kerja berpengaruh terhadap keterikatan karyawan.  Hal ini sejalan dengan temuan dalam penelitian ini.

Pengaruh Kompensasi terhadap Keterikatan Karyawan

Berdasarkan uji t yang dilakukan dalam penelitian ini diperoleh bahwa kompensasi mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap keterikatan karyawan pada RS Panti Wilasa Citarum. Dengan demikian kompensasi menjadi faktor yang menyebabkan karyawan terikat dengan RS. Temuan ini sejalan dengan pernyataan bahwa kompensasi yang dianggap sebanding dengan apa yang dilakukan karyawan, dapat mempengaruhi keinginan karyawan untuk berbuat lebih banyak bagi perusahaan/lembaga. Dimana kondisi ini dapat menggambarkan tingkat employee engagement secara sederhana. Suatu kondisi yang manusiawi, dimana manusia cenderung membandingkan apa yang didapat dengan apa yang dikerjakan. Ketika ada celah yang dianggap merugikan orang tertentu dari suatu kegiatan yang dilakukan, maka orang cenderung tidak melanjutkan atau bahkan mengurangi intensitas kegiatan tersebut (Riyanto et al., 2017).

Kompensasi bagi karyawan RS Panti Wilasa Citarum menjadi kunci penting yang menentukan tingkat keterikatan karyawan dengan RS. Menyadari hal tersebut, manajemen RS berupaya memberikan kompensasi yang layak dan adil bagi karyawan. Pemberian kompensasi yang adil juga menjadi sesuatu hal yang penting untuk memberikan pembeda antara karyawan yang bekerja dengan baik dan yang kurang baik. Hasil penilaian kinerja yang dilakukan secara berkala kepada karyawan menjadi acuan dalam memberikan kenaikan upah ataupun tunjangan kinerja bagi karyawan RS. Prinsip keadilan dalam memberikan kompensasi ini mendorong karyawan RS untuk lebih berkinerja lebih baik lagi.

Adanya pengaruh kompensasi terhadap keterikatan karyawan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Anitha, 2014), (Anuari et al., 2017) dengan hasil penelitian menunjukkan kompensasi secara parsial memberikan pengaruh terhadap keterikatan karyawan. Hal ini sejalan dengan temuan dalam penelitian ini.

Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Keterikatan Karyawan dengan Budaya Organisasi sebagai Variabel Moderasi

Berdasarkan uji t yang dilakukan dalam penelitian ini diperoleh bahwa interaksi variabel lingkungan kerja dengan budaya organisasi sebagai variabel moderasi berpengaruh positif signifikan terhadap keterikatan karyawan. Hal ini menunjukkan bahwa variabel budaya organisasi mampu memperkuat pengaruh variabel lingkungan kerja terhadap keterikatan karyawan.

Kasih, benar, bersyukur yang merupakan nilai yang dianut oleh YAKKUM sebagai pemilik RS dijabarkan dengan karakter Kristen dalam bisnis pelayanan di YAKKUM serta panggilan menghadirkan shallom. Sikap benar termanifestasi dalam komitmen RS dalam memenuhi ketentuan yang berlaku termasuk ketentuan pengelolaan lingkungan kerja yang aman bagi penghuni RS (karyawan, pasien, pengunjung). Salah satu contoh pengelolaan lingkungan kerja yang baik mengacu pada peraturan yang berlaku adalah seperti pemenuhan standar ruang radiologi untuk memberikan perlindungan dari pengaruh bahaya paparan sinar radioaktif menjadi sebuah keharusan yang harus dipenuhi oleh RS untuk kepentingan karyawan.

Hasil penelitian di atas sejalan dengan studi yang dilakukan (Ganyang & SE, 2019) yang meneliti The Impact of Organization Culture and Work Environment on Employee Engagement and It’s Implication on Employee Performance of the Automotive Industry in Jakarta, Indonesia. Dalam studi tersebut diperoleh hasil penelitian bahwa lingkungan kerja dan budaya organisasi memiliki pengaruh positif signifikan terhadap keterikatan karyawan. Penelitian lainnya oleh (Mohd, Shah, & Zailan, 2016) menyebutkan bahwa lingkungan kerja merupakan faktor yang memiliki pengaruh paling besar terhadap keterikatan karyawan.

Lingkungan kerja dan budaya organisasi dalam beberapa penelitian dianggap sebagai prediktor keterikatan karyawan. Lingkungan kerja yang sehat dan aman didukung dengan budaya organisasi terbukti menjadi penggerak terciptanya keterikatan karyawan. Lingkungan kerja dalam suatu perusahaan sangat penting untuk diperhatikan manajemen. Meskipun lingkungan kerja tidak melaksanakan proses produksi dalam suatu perusahaan, namun lingkungan kerja mempunyai pengaruh langsung terhadap para karyawan yang melaksanakan proses produksi tersebut (Susilo, 2012). Menurut Nitisemito (Susilo, 2012) lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar karyawan dan dapat mempengaruhi dalam menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya. Lingkungan kerja yang kondusif memungkinkan karyawan melakukan yang terbaik. Lingkungan kerja bisa berdampak pada emosional karyawan. (Ratana, 2014 dalam (Ganyang & SE, 2019). Terlebih di RS, lingkungan kerja yang sehat dan aman menjadi hal yang mutlak dipenuhi. Tantangan pada saat terjadi pandemi Covid-19 yang berdampak pada risiko kesehatan tenaga kesehatan khususnya dan staf RS pada umumnya menjadi hal yang harus dikelola dengan baik karena memiliki dampak yang cukup besar pada karyawan.

Pengaruh Team Work terhadap Keterikatan Karyawan dengan Budaya Organisasi sebagai Variabel Moderasi

Berdasarkan uji t yang dilakukan dalam penelitian ini diperoleh bahwa interaksi variabel Team Work dengan budaya organisasi sebagai variabel moderasi berpengaruh positif signifikan terhadap keterikatan karyawan. Hal ini menunjukkan bahwa variabel budaya organisasi mampu memperkuat pengaruh variabel Team Work terhadap keterikatan karyawan.

Definisi kasih sebagai salah satu nilai budaya organisasi YAKKUM adalah mengasihi diri, keluarga, pekerjaan. Kasih yang bernilai kekal mengalir dalam karya sesuai standar atau prosedur kerja yang ditetapkan (kasih menggerakkan warga YAKKUM menjalankan Sistem Prosedur Operasional [SPO], bukan menjalankan SPO dengan terpaksa. Karakter kasih ini juga menjadi dasar bagi karyawan dalam membangun relasi dengan rekan kerja. Hubungan rekan kerja yang penuh kasih menjadi semangat dalam memberikan pelayanan kepada pasien yang mempercayakan pemulihan kesehatannya kepada RS.

Hasil penelitian di atas sejalan dengan studi yang dilakukan (Lina, 2019) dengan judul Analisis Faktor-Faktor Penentu Employee Engagement di PT ABC Bandung. Dalam studi tersebut diperoleh hasil bahwa hubungan tim dan rekan kerja merupakan faktor yang mempengaruhi keterikatan karyawan di PT ABC. Tim yang efektif dan hubungan rekan kerja yang sehat diperlukan untuk meningkatkan keterlibatan. Penelitian lainnya oleh (Shahidan et al., 2016) menemukan keterikatan karyawan juga dipengaruhi oleh hubungan tim dan rekan kerja.

Hubungan tim dan rekan kerja adalah aspek lain yang dapat dianggap sebagai bagian dari faktor yang menentukan keterlibatan karyawan. Kahn (1990, dalam (Shahidan et al., 2016) menemukan bahwa hubungan yang mendukung dan saling percaya di antara karyawan dapat mengakibatkan tingkat keterikatan karyawan yang tinggi karena dibangun atas dasar sifat hubungan yang harmonis dan konkret. Anggota tim yang suportif akan membantu setiap anggota tim untuk mengeksplorasi hal-hal baru dan memberikan dukungan penuh dalam kondisi sulit dan kesulitan apa pun (Kahn, 1990 dalam (Shahidan et al., 2016). Pernyataan ini juga didukung oleh May et. al. (2004, dalam (Shahidan et al., 2016) yang menemukan bahwa hubungan yang dibangun di tempat kerja memberikan dampak yang signifikan untuk menjadi bermakna yang merupakan bagian penting dari setiap komponen keterlibatan. Menurut Locke dan Taylor (1990, dalam (Shahidan et al., 2016), karyawan yang memiliki hubungan interpersonal yang positif dan interaksi dengan anggota di tempat kerja, akan mengalami tingkat makna yang besar terhadap pekerjaan mereka serta menjadi anggota tim yang menarik. Singkatnya, ketika karyawan mampu membangun hubungan yang baik dengan anggota dalam suatu organisasi, keterikatan kerja mereka dianggap berada pada tingkat yang tinggi (Anitha, 2014); dalam (Shahidan et al., 2016).

Pengaruh Kompensasi terhadap Keterikatan Karyawan dengan Budaya Organisasi sebagai Variabel Moderasi

Berdasarkan uji t yang dilakukan dalam penelitian ini diperoleh bahwa interaksi variabel kompensasi dengan budaya organisasi sebagai variabel moderasi berpengaruh positif signifikan terhadap keterikatan karyawan. Hal ini menunjukkan bahwa variabel budaya organisasi mampu memperkuat pengaruh variabel kompensasi terhadap keterikatan karyawan.

Nilai bersyukur ini menjadi penjaga bagi karyawan RS Panti Wilasa Citarum di dalam bekerja agar terhindar dari ketamakan/ keserakahan dan memiliki gaya hidup sederhana sehingga dapat tetap melayani dengan sukacita.

Salah satu alasan seseorang bekerja adalah untuk memperoleh pendapatan yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup agar bisa bertahan hidup. Namun demikian, kebutuhan manusia tidak terbatas adanya. Hal ini disebabkan karena manusia tidak pernah merasa puas. Kebutuhan manusia yang tidak terbatas ini tercermin dalam sifat manusia yaitu tidak mudah puas. Memperhatikan sifat ini mendorong manusia untuk terus berupaya memenuhi kebutuhannya dengan berupaya memperoleh kompensasi yang baik dari pekerjaan yang dilakukannya. Gaya hidup sederhana menjadi hal yang dipandang penting oleh RS untuk dihidupi seluruh karyawan RS sehingga dalam upaya memperoleh pendapatan didasarkan pada prinsip bersyukur, bukan keserakahan.

Hasil penelitian di atas sejalan dengan studi yang dilakukan oleh (Indriyani & Ignatius, 2016) berjudul Effect of Compensation and Benefit to Employee Engagement through Organisation Brand in Indonesia’s Startup Company. Dalam studi tersebut diperoleh hasil penelitian kompensasi memiliki pengaruh terhadap keterikatan karyawan.

Rothwell & Kazanas (2003; dalam (Indriyani & Ignatius, 2016) mendefinisikan kompensasi sebagai umpan balik yang diterima karyawan dalam bentuk moneter dan non-moneter. Kompensasi bersifat langsung dan tidak langsung. Kompensasi langsung seperti gaji yang diterima setiap bulan dan kompensasi tidak langsung adalah pembayaran dalam bentuk selain uang. Martocchio (2015; dalam (Indriyani & Ignatius, 2016) mengatakan bahwa kompensasi adalah imbalan intrinsik dan ekstrinsik yang diterima karyawan setelah mereka melakukan pekerjaannya. Sedangkan Milkovich (2014; dalam (Indriyani & Ignatius, 2016) mengatakan bahwa kompensasi adalah imbalan yang diterima karyawan berdasarkan apa yang dilakukan karyawan pada saat mereka bekerja. Berdasarkan Social Exchange Theory (SET), teori yang dianggap paling cocok dan diterima yang digunakan dalam penelitian dan studi keterlibatan karyawan saat ini, titik kritis pada SET adalah bahwa orang membuat keputusan sosial karena biaya dan manfaat yang dirasakan (Cropanzano & Mitchell, 2005; dalam (Shahidan et al., 2016). Mengacu pada teori tersebut maka keterikatan karyawan sangat dipengaruhi oleh kompensasi yang diterima.

 

Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Keterikatan Karyawan dipengaruhi oleh Lingkungan Kerja, Team Work dan Kompensasi serta Budaya Organisasi mampu memperkuat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Dari ketiga variabel tersebut, variabel kompensasi yang memiliki pengaruh dominan terhadap keterikatan karyawan RS Panti Wilasa Citarum kemudian diikuti variabel Team Work, serta Lingkungan Kerja. Oleh sebab itu, untuk meningkatkan keterikatan karyawan pada RS Panti Wilasa Citarum, maka manajemen RS perlu terus mengupayakan lingkungan kerja yang aman, sehat dan nyaman serta mendorong terbentuknya team work yang kuat, harmonis, terdapat rasa saling percaya dan mendukung. Selain hal tersebut, RS juga perlu mengupayakan kompensasi yang layak dan berkeadilan kepada karyawan.

Berdasarkan hasil uji determinasi diketahui bahwa masih terdapat faktor lain (23,1%), yang belum diketahui, yang diduga mempengaruhi tingkat keterikatan karyawan RS Panti Wilasa Citarum. Tingginya layanan di RS cukup berpengaruh dalam proses pengambilan data pada penelitian ini. Hal ini mengakibatkan proses pengambilan data menjadi lebih lama karena beberapa karyawan harus menjalankan tugas pekerjaannya terlebih dahulu. Dengan demikian sebagai agenda penelitian yang akan datang adalah menemukan variable lain yang mempengaruhi keterikatan karyawan serta menambah jumlah sampel agar responden dapat mewakili masing-masing unit kerja/ layanan di RS secara proporsional.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Alvi, Abdul Khaliq, Kahn, M. A., Ahmed, Ali Adnan, & Zulfiqar, Mudassar. (2014). A study of employee compensation and employee job engagement on banks of Lahore, Pakistan. Science International (Lahore), 26(5), 2411–2414.

 

Anitha, Jagannathan. (2014). Determinants of employee engagement and their impact on employee performance. International Journal of Productivity and Performance Management, 63(3), 308–323.

 

Anuari, Rizqi, Utami, Hamidah Nayati, & Prasetya, Arik. (2017). Pengaruh konflik kerja terhadap stres kerja dan motivasi kerja serta dampaknya terhadap komitmen organisasional (Studi pada karyawan PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) Kantor Pusat). Brawijaya University.

 

Corace, Charles J. (2007). Engagement--Enrolling the Quiet Majority. Organization Development Journal, 25(2).

 

Fridayanti, Fina, Diposumarto, Ngadino Surip, & Edi, Satrio Wibowo. (n.d.). Transformational Leadership Impact and Compensation toward Implementation of Work Motivation on XYZ Vocational School Teacher Performance.

 

Ganyang, Machmed Tun, & SE, M. M. (2019). The The Impact of Organization culture and Work Environment on Employee Engagement and It’s Implication on Employee Performance of The Automotive Industry In Jakarta, Indonesia. Archives of Business Research, 7(9), 64–70.

 

Indriyani, Astri Utami, & Ignatius, Heruwasto. (2016). Effect of Compensation and Benefit to Employee Engagement Through Organisation Brand in Indonesiaâ€TM s Startup Company. Jurnal Manajemen Dan Bisnis Sriwijaya, 14(4), 515–524.

 

Kristanto, Sentot, Rahyuda, I. Ketut, & Riana, I. Gede. (2014). Pengaruh keadilan organisasional terhadap kepuasan kerja dan dampaknya terhadap komitmen, dan intensi keluar di pt indonesia power ubp bali. E-Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Universitas Udayana, 3(6), 308–329.

 

Lina, Ni Putu Irma Mei. (2019). Analisis Faktor-Faktor Penentu Employee Engagement di PT. ABC Bandung. Ekuitas: Jurnal Pendidikan Ekonomi, 7(2), 108–116.

 

Makera, A. U., Nasidi, Yusuf, Kamaruddeen, A. M., & Jemaku, I. M. (2019). Correlation between team and co-worker relationship and employee engagement. Journal of Advanced Research in Business and Management Studies, 14(1), 16–24.

 

Mancheno-Smoak, Lolita. (2008). The human resource craze: Human performance improvement and employee engagement. Organization Development Journal, 26(1), 69.

 

Mohd, Idaya Husna, Shah, Maimunah Mohd, & Zailan, Nor Shafiqah. (2016). How work environment affects the employee engagement in a telecommunication company. European Proceedings of Social and Behavioural Sciences.

 

Nasidi, Yusuf, Makera, A. U., Kamaruddeen, A. M., & Jemaku, I. M. (2019). Assessing the impact of work environment on employee engagement among non-academic staff of the University. SEISENSE Journal of Management, 2(1), 57–68.

 

Osborne, Schrita, & Hammoud, Mohamad S. (2017). Effective employee engagement in the workplace. International Journal of Applied Management and Technology, 16(1), 4.

 

Riyanto, Setyo, Pratomo, Ahmad, & Ali, Hapzi. (2017). Effect Of Compensation And Job Insecurity On Employee Engagement (Study On Employee Of Business Competition Supervisory Commission Secretariat). International Journal of Advanced Research. Https://Doi. Org/10.21474/Ijar01/4139.

 

Sarah, Siti. (2023). Hubungan antara Psychological Capital dengan Work Engagement pada Karyawan PT. Kallista Alam Medan. Universitas Medan Area.

 

Shahidan, Athifah Najwani, Hamid, Siti Norasyikin Abdul, Kamil, Bidayatul Akmal Mustafa, Rani, Shamsul Huda Abd, Aziz, Azelin, & Hassan, Hazlinda. (2016). Linking work environment, team and co-worker relationship and organization well-being in increasing employee engagement. Journal of Business and Social Review in Emerging Economies, 2(1), 21–30.

 

Simbolon, P., Madhakomala, R., & Santoso, B. (2018). The effect of work environment, bonuses and organizational trust on employee engagement in PT. Taspen (Persero). International Journal of Scientific & Technology Research, 7(5), 34–40.

 

Suciadi, Ivan, & Wijaya, Michael Angelo. (2017). Analisa Pengaruh Pekerjaan Itu Sendiri, Kompensasi, Rekan Kerja, Dan Kepemimpinan Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Bagian Operasional Restoran Carnivor Steak and Grill Surabaya. Jurnal Hospitality Dan Manajemen Jasa, 5(2).

 

Suryaningrum, Aisyah G., & Silvianita, Anita. (2018). Analisis faktor-faktor employee engagement tenaga keperawatan dan penunjang medik di Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung. Sosiohumanitas, 20(1), 124–137.

 

Susilo, Tri. (2012). Analisis pengaruh faktor lingkungan fisik dan non fisik terhadap stress kerja pada PT. Indo Bali di Kecamatan Negara, Kabupaten Jimbaran, Bali. Tekmapro: Journal Of Industrial Engineering And Management, 2(2).

 

Tritch, Teresa. (2003). Engagement drives results at new century. Gallup Management Journal, 4, 3–9.