TAHAPAN IMPLEMENTASI GCG PADA PRUSAHAN PDAM TIRTA REMU
SORONG
Dewiyanti Sangkek
Magister
Manajemen, Universitas Kristen Indonesia
Email: dewisangkek28@gmail.com
Abstrak
Identifikasi faktor-faktor risiko dominan dalam
investasi pada PDAM Tirta Remu Sorong dilakukan melalui survey responden dengan
metode kuisioner yang sampel penelitiannya meliputi unsur PDAM Tirta Remu
Sorong, pemerintah, dan swasta. Sedangkan dalam penentuan risiko-risiko dominan
tersebut didasarkan pada ranking nilai total masing-masing faktor menggunakan
metode kecenderungan maksimum. Hasil dari penelitian ini menunjukkan terdapat
lima faktor risiko yang dipersepsikan oleh responden sebagai faktor risiko yang
paling berpengaruh dalam investasi pada PDAM Tirta Remu Sorong, yaitu a) air
tidak terbayar/ kehilangan air, b) pembengkakan biaya konstruksi, c) tingkat
pelayanan air minum, d) gangguan teknis dalam kegiatan operasi dan e) tingkat
suku bunga. Hambatan yang dihadapi oleh PDAM Tirta Remu Kota Sorong adalah: a) Hambatan
Sumber Daya yang terdiri dari Sumber Daya Manusia dan Fasilitas, b) Hambatan
Disposisi (Sikap Pelaksana), c) Hambatan Struktur Birokrasi (Fragmentasi), dan
d) Hambatan Lingkungan Politik. Adapun upaya yang dapat dilakukan oleh para
pemangku kepentingan dalam memitigasi risiko adalah a) Upaya Sumber Daya yang
terdiri dari Sumber Daya Manusia dan Fasilitas. b) Upaya Disposisi (Sikap
Pelaksana) dan c) Upaya Struktur Birokrasi (Fragmentasi).
Kata kunci: Good Corporate Governance, Faktor Risiko, Investasi
Abstract
The identification of dominant risk
factors in investing in PDAM Tirta Remu Sorong was carried out through a survey
of respondents using the questionnaire method whose research samples included
elements of PDAM Tirta Remu Sorong, the government, and the private sector.
Meanwhile, the determination of dominant risks is based on the ranking of the
total value of each factor using the maximum tendency method. The results of
this study show that there are five risk factors perceived by respondents as
the most influential risk factors in investing in PDAM Tirta Remu Sorong,
namely a) unpaid water / water loss, b) construction cost overruns, c) drinking
water service levels, d) technical disruptions in operating activities and e)
interest rates. The obstacles faced by PDAM Tirta Remu Kota Sorong are: a)
Resource Barriers consisting of Human Resources and Facilities, b) Disposition
Barriers (Implementing Attitudes), c) Bureaucratic Structure Barriers
(Fragmentation), and d) Political Environment Barriers. The efforts that can be
made by stakeholders in mitigating risks are a) Resource Efforts consisting of
Human Resources and Facilities. b) Disposition Efforts (Implementing Attitudes)
and c) Bureaucratic Structure Efforts (Fragmentation).
Keywords: Good
Corporate Governance, Risk Factors, Investment
Pendahuluan
Keberadaan Badan Usaha
Milik Daerah (BUMD) sebagai lembaga
bisnis yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah memiliki peran strategis dalam pembangunan ekonomi daerah (Nurhasanah & Tanjung, 2023). Keberadaan
BUMD diyakini dapat memberikan multiplier
effect yang sangat besar bagi
perekonomian masyarakat khususnya di daerah. Pendirian BUMD diharapkan dapat membuka lapangan
kerja baru, menggerakkan sektor-sektor ekonomi produktif, serta dapat meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) (Tobing, 2021) (Afifi & Yuniawan, 2017).
Layaknya sebuah perusahaan,
BUMD memiliki tugas untuk mengelola suatu bisnis yang memiliki prospek
keuntungan, di mana dengan adanya keuntungan tersebut akan menjadi pemasukan
bagi daerah untuk membiayai pembangunan daerahnya (Asriyani & Darmawansya, 2023). Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) merupakan salah satu Badan Usaha
Milik Daerah yang terdapat di setiap
propinsi, kabupaten dan kota di seluruh Indonesia. PDAM merupakan perusahaan daerah sebagai sarana penyedia air bersih yang diawasi dan dimonitor oleh pemerintah daerah (Astuti, 2014). PDAM sebagai
perusahaan daerah diberi tanggung jawab untuk mengembangkan
dan mengelola sistem penyediaan air bersih serta melayani semua kelompok konsumen dengan harga yang terjangkau. Selain itu, PDAM bertanggung jawab pada operasional sehari-hari, perencanaan aktivitas, persiapan dan implementasi proyek, serta bernegosiasi dengan pihak swasta
untuk mengembangkan layanan kepada masyarakat. Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) berbeda dengan perusahaan swasta murni yang selalu berorientasi pada keuntungan (profit oriented). Salah satu tujuan PDAM adalah turut serta
dalam melaksanakan pembangunan daerah khususnya, dan pembangunan ekonomi nasional pada umumnya, dengan cara menyediakan air minum yang bersih, sehat, dan memenuhi persyaratan kesehatan bagi masyarakat di suatu daerah, yang sekaligus merupakan wujud pelayanan yang diberikan oleh pemerintah terhadap Masyarakat (Saleh et al., 2017).
Apabila merujuk pada keputusan Menteri
Dalam Negeri Nomor 47 Tahun
1999 tentang Pedoman Penilaian Kinerja PDAM dinyatakan
bahwa tujuan pendirian PDAM adalah untuk memenuhi pelayanan dan kebutuhan akan air bersih bagi Masyarakat (Adriani, 2018). Untuk
mencapai tujuan di atas, maka penyelenggaraan
dan pengelolaan terhadap
PDAM harus berdasarkan kepada prinsip-prinsip dan azas ekonomi perusahaan
yang sehat. Untuk itu dalam perspektif
ke depan manajemen pengelolaan Badan Usaha
Milik Daerah termasuk di dalamnya
adalah PDAM diharapkan mampu mengadopsi prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) dalam penyelenggaraannya. Good Corporate Governance (GCG) lebih ditujukan untuk sistem pengendalian
dan pengaturan perusahaan,
GCG lebih ditujukan pada tindakan yang dilakukan eksekutif perusahaan agar tidak merugikan para stakeholder karena GCG menyangkut moralitas, etika kerja, dan prinsip-prinsip kerja yang baik (Isfandayani, 2018) (Darma, 2019).
Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia
(FCGI) seperti yang dikutip
oleh (Endiana, 2019) (Murtini & Mansyur, 2012) (Meiriasari, 2017) mendefinisikan
Good Corporate Governance adalah: Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan
eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan
kata lain suatu sistem yang
mengendalikan perusahaan.
Tujuan corporate governance ialah untuk
menciptakan nilai tambah bagi semua
pihak yang berkepentingan (stakeholders).
Dari definisi di atas GCG pada dasarnya merupakan suatu sistem dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders)
terutama dalam arti sempit hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris dan dewan direksi demi tercapainya tujuan perusahaan (Njatrijani et al., 2019). Dengan
demikian, penerapan GCG bertujuan untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Dengan tata kelola perusahaan yang baik, maka pihak
manajemen akan meningkatkan efisiensi, produktivitas, serta meminimalisasi risiko dan kesalahan dalam menjalankan usahanya. Dari hasil penilaian terhadap kinerja 335 PDAM di seluruh Kota dan Kabupaten, sebanyak 145 PDAM berada dalam kondisi yang sehat, sedangkan 103 perusahaan berada dalam kondisi kurang
sehat dan sisanya sebanyak 87 perusahaan berada dalam kategori
yang sakit. Hasil tersebut berdasarkan penilaian pada kinerja keuangan, pelayanan, operasional, dan sumber daya manusia.
Kategori sehat, adalah PDAM yang mampu berkembang dan dapat memperbaiki kas dan kewajiban pinjaman, dan melakukan mengoperasikan instalasi secara efisien dalam pelayanannya kepada pelanggan. PDAM dengan kategori kurang sehat adalah
PDAM yang menanggung risiko
atas keadaan kas.
Penelitian ini bertujuan untuk
menginvestigasi beberapa aspek di PDAM Tirta Remu Sorong, yaitu
penerapan prinsip GCG, informasi kinerja keuangan, faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja finansial PDAM yang sehat namun tidak mendapatkan
keuntungan, serta pengaruh penerapan GCG terhadap informasi kinerja keuangan di lembaga tersebut. Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan wawasan yang berharga bagi pihak-pihak
terkait dan dapat digunakan sebagai dasar untuk meningkatkan
kinerja dan pengelolaan
PDAM Tirta Remu Sorong secara lebih
efektif dan efisien. Selain
itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang tata kelola perusahaan dan keuangan.
Metode
Berdasarkan latar belakang penelitian dan perumusan masalah penelitian serta berdasarkan teori yang digunakan, maka penelitian ini tergolong ke
dalam penelitian kausal. Penelitian kausal bertujuan untuk menyelidiki kemungkinan hubungan sebab akibat berdasarkan
pengamatan terhadap akibat yang ada, mencari kembali fakta yang mungkin menjadi penyebab melalui data tertentu (Narbuko & Achmadi, 2018).
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah:
a.
Data primer diperoleh dengan melakukan studi lapangan (field research), yaitu
suatu Teknik pengumpulan data dengan melakukan penyelidikan langsung pada perusahaan. Teknik pengumpulan
data yang dilakukan yaitu:
b.
Data sekunder diperoleh dengan cara melakukan studi kepustakaan (library research), yaitu penelitian dilakukan dengan cara penelaahan
terhadap literatur-literatur
baik dari buku-buku ekonomi maupun majalahmajalah ilmiah yang dimaksudkan untuk mendukung kebenaran data primer.
Dengan telah dipahaminya penerapan prinsip good governance
pada sektor publik, maka untuk mengkaitkannya
dengan penerapan good
governance di sektor swasta
berikut ini perlu dipahami tentang Good
Corporate Governance. Berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor:
KEP117/M-MBU/2002 tentang penerapan
praktik Good
Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), maka ditetapkan bahwa: Corporate
Governance adalah suatu
proses yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka
panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilainilai etika. Good Corporate
Governance (GCG) dapat diartikan
sebagai tata kelola perusahaan yang dapat memberikan jaminan untuk berlangsungnya sistem dan proses pengambilan keputusan organ perusahaan berlandaskan pada prinsip keadilan, transparansi, bertanggungjawab, kemandirian dan
akuntabilitas.
Dalam usulan penelitian ini, penerapan prinsip GCG lebih ditekankan pada Badan Usaha
Milik Negara, karena dianggap
kurang memperhatikan dalam hal penerapan
GCG tersebut. Sedangkan definisi dari Komite
Nasional GCG Indonesia: GCG merupakan pola hubungan, sistem serta yang digunakan organ perusahaan (direksi, komisaris) guna memberi nilai
tambah kepada pemegang saham serta berkesinambungan dalam jangka panjang,
berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku,
dengan tetap memperhatikan kepentingan-kepentingan
stakeholders lainnya.
Pola hubungan, sistem, serta prose situ sendiri, berjalan berdasarkan empat prinsip, yakni: transparansi, kewajaran, akuntabilitas, dan responsibilitas. Sedangkan menurut Indra Surya (2006:24) Good Corporate Governance (GCG) dapat diartikan sebagai tata cara pengelolaan perusahaan yang baik sebagaimana mestinya. Pengelolaan perusahaan yang baik dapat dilihat
dari kinerja perusahaan itu sendiri. Ikatan Akuntan Indonesia (1996:5) memeberi
penjelasan tentang kinerja sebagai berikut: Informasi kinerja perusahaan terutama apabila dilihat dari probabilitas
diperlukan untuk menilai perubahan potensial sumberdaya yang ada.
Disamping itu, informasi kinerja juga berguna dalam perumusan pertimbangan tentang efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan tambahan sumberdaya. Hubungan penerapan prinsip Good
Corporate Governance (GCG) dengan kinerja keuangan sangat erat sekali karena
GCG bukan semata-mata hanya slogan belaka tetapi merupakan sesuatu yang menjiwai kinerja perusahaan khususnya kinerja keuangan perusahaan, yang harus benar-benar diterapkan secara konsisten dan konsekuen. Penerapan prinsip-prinsip GCG
yang terdiri dari transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban,
dan kewajaran mendukung bagi terlaksananya informasi kinerja keuangan suatu perusahaan yang dibutuhkan oleh
stakeholder. Menurut Pamuntjak
(2003), penerapan GCG mengharuskan
perusahaan untuk memperhatikan seluruh stakeholders yang diwujudkan
dalam bentuk pengungkapan informasi atas kondisi perusahaan
baik dalam betuk laporan keuangan
maupun laporan lainnya. Sehingga hal ini mendorong
perusahan untuk melaksanakan akuntabilitas publik.
Hasil dan Pembahasan
Gambar 1. Grafik Persentase Jumlah Kuesioner
Analisa Data Kuesioner
Persentase jumlah kuesioner dalam penelitian ini dapat dilhat
pada gambar berikut ini. Dari gambar diagram diatas dapat disimpulkan 5
(lima) risiko yang menurut responden berpengaruh cukup signifikan/dominan dalam kerangka investasi pada PDAM Tirta Remu Sorong adalah
sebagai berikut:
1.
Air tidak terbayar
2.
Pembengkakan biaya konstruksi
3.
Tingkat/kualitas pelayanan air minum
4.
Gangguan teknis dalam kegiatan
operasi (R8)
5.
Tingkat suku bunga (R16)
Pembahasan Setelah data kuesioner yang digunakan dalam pengolahan data telah didapat dan diuji validitas dan reabilitasnya, maka data tersebut kemudian dianalisis atau diolah kembali
untuk mengetahui risiko mana yang signifikan (dominan) mempengaruhi kerangka investasi pada PDAM
Tirta Remu Sorong. Pembahasan Faktor-faktor Risiko Dominan Adapun penjelasan dari kelima faktor risiko
dominan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1)
Risiko Air Tidak
Terbayar Risiko air tidak terbayar (non-revenue water) dapat
juga disebut risiko kehilangan air. Jumlah Titik Kebocoran PDAM Tirta Remu
Sorong. PDAM Tirta Remu Sorong mengasumsikan total kehilangan air per tahunnya masih di atas 40 % (sekitar 25% merupakan selisih total produksi dan konsumsi, sedangkan 15% sisanya adalah NRW teknis dan non teknis sesuai definisi NRW sebelumnya) merupakan besaran yang realistis untuk membuat usulan
investasi pada PDAM Tirta Remu Sorong layak untuk swasta.
Rata-rata kehilangan air secara
nasional pada tahun 2002 mencapai 32,18%, sementara NRW eksisting PDAM Tirta Remu Sorong mencapai
43,67% pada tahun 2007.
2)
Risiko Pembengkakan Biaya Konstruksi (R2). Biaya konstruksi adalah biaya yang dikeluarkan
untuk membangun konstruksi penunjang kegiatan atau operasi suatu perusahaan. Dalam hal ini, PDAM Tirta Remu Sorong mengeluarkan
biaya untuk membangun fasilitas-fasilitas
yang berperan dalam operasional pelayanan air minum bagi masyarakat
Kota Sorong
3)
Risiko Tingkat Pelayanan Air Minum. Risiko tingkat pelayanan air minum ini biasanya berkaitan
dengan kualitas pelayanan PDAM Tirta Remu Sorong dalam
menyediakan air minum sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Risiko ini dapat disebabkan
oleh ketidaktersediaan air di sumber
air karena kegagalan pada struktur sumber air, kekeliruan dalam mengestimasi hasil/kapasitas penyimpanan. Kualitas sumber air yang tidak memenuhi syarat, Kegiatan operasional yang tidak tepat atau kegagalan
operator, rendahnya kualitas
sumber daya manusia atau kurangnya
tenaga ahli, timbulnya kerusakan pada infrastruktur pelayanan air minum dan terhambatnya pelayanan karena adanya pemadaman listrik oleh PLN akibat krisis energi.
4)
Risiko Gangguan Teknis dalam Kegiatan Operasi
Karena bersifat
teknis, risiko gangguan teknis dalam kegiatan operasi pelayanan air minum pada PDAM Tirta Remu Sorong umumnya
disebabkan oleh kerusakan peralatan operasi dan instalasi secara tiba-tiba dan tidak adanya jaminan kontinuitas suplai listrik atau energi
untuk beroperasinya instalasi (terjadinya pemadaman aliran listrik oleh PLN).
5)
Risiko Tingkat
Suku Bunga
Risiko tingkat suku bunga (interest rate risk) adalah risiko yang timbul akibat perubahan tingkat suku bunga
yang berlaku di pasar dan kondisi
perekonomian nasional yang tidak baik. Tingkat suku bunga merupakan
landasan atau ukuran bagi layak
atau tidak layaknya suatu usaha/investasi.
Pelaksanaan GCG pada PDAM Tirta Remu Kota Sorong
Sesuai dengan penelitian yang sudah dilakukan, maka dapat ditemukan
beberapa hal pelaksanaan GCG pada
PDAM Tirta Remu Kota Sorong sudah sesuai
dengan asas-asas GCG ditemukan 5 (lima) tema yaitu:
1.
Transparansi,
2.
Akuntabilitas,
3.
Responsibilitas,
4.
Independensi, serta
5.
Kewajaran dan Kesetaraan.
Hambatan yang dihadapi oleh PDAM Tirta Remu Kota
Sorong
Selanjutnya, setelah dilakukan
penelitian tentang permasalahan tentang apa yang menjadi hambatan yang dihadapi oleh PDAM
Tirta Remu Kota Sorong dalam melaksanakan
tata kelola perusahaan yang
baik (GCG)? ditemukan 5
(lima) tema yaitu:
1.
Hambatan Sumber Daya yang terdiri dari Sumber Daya Manusia dan Fasilitas,
2.
Hambatan Disposisi (Sikap Pelaksana),
3.
Hambatan Struktur Birokrasi (Fragmentasi), dan
4.
Hambatan Lingkungan Politik.
Upaya Yang Dapat Dilakukan Oleh Para Pemangku Kepentingan
Selanjutnya, masalah ketiga yaitu: apa yang menjadi upaya yang dapat dilakukan oleh para pemangku kepentingan (dewan direksi, pimpinan maupun karyawan/staf) dalam mengatasi
hambatan-hambatan yang ada dalam melaksanakan tata kelola perusahaan yang baik (GCG) pada PDAM Tirta Remu Sorong ditemukan
5 (lima) bentuk mitigasi risiko yaitu:
1.
Upaya Sumber Daya yang terdiri dari Sumber Daya Manusia dan Fasilitas.
2.
Upaya Disposisi (Sikap Pelaksana) dan
3.
Upaya Struktur Birokrasi (Fragmentasi).
Selain dari hasil diatas, penulis juga menemukan bahwa analisis kesesuaian pelaksanaan GCG pada PDAM Tirta Remu Sorong dengan Asas-Asas GCG yang dikeluarkan
oleh KNKG Transparansi. Pada dasarnya PDAM Tirta Remu Sorong sudah sesuai dalam
hal transparansi. Namun untuk hal
transparansi terhadap seluruh stakeholders belum secara merata. Dalam Code of
Corporate Governance PDAM Tirta Remu Sorong telah
mengatur hubungan PDAM sebagai berikut:
1.
hubungan dengan pegawai,
2.
hubungan dengan pelanggan,
3.
hubungan dengan penyedia barang dan jasa,
4.
hubungan dengan masyarakat,
5.
hubungan dengan pemerintah,
6.
BUMD lain,
7.
dengan kreditur, serta hubungan PDAM dengan pemangku kepentingan lainnya.
Kesimpulan
Dari
hasil perhitungan nilai kemungkinan (possibility)
dan nilai kerugian (loss)
data kuisioner berdasarkan penilaian responden, didapat nilai risiko
tertinggi yaitu nilai risiko air tidak terbayar/kehilangan air sebesar 9,3628. Sedangkan nilai risiko terendah yaitu nilai risiko
konvertibilitas mata uang sebesar 3,375. Ini menandakan bahwa risiko air tidak terbayar merupakan risiko yang paling berpengaruh dalam investasi pada PDAM Tirta Remu Sorong dan risiko konvertibilitas mata uang merupakan risiko yang paling kecil pengaruhnya atau hampir tidak berpengaruh
terhadap investasi pada
PDAM Tirta Remu Sorong.
Hasil
pengolahan data kuisioner menunjukkan sebagian besar responden berpendapat bahwa terdapat lima faktor risiko yang dominan atau paling berpengaruh dalam investasi infrastruktur air minum pada PDAM
Tirta Remu Sorong, dan merupakan risiko
yang paling mungkin ditanggung
atau diterima pihak swasta, yaitu
air tidak terbayar, pembengkakan biaya konstruksi, tingkat/kualitas pelayanan air minum, gangguan teknis dalam kegiatan
operasi dan tingkat suku bunga.
DAFTAR
PUSTAKA
Adriani, A. (2018).
Evaluasi Kinerja Keuangan Pada Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Bantimurung
Kabupaten Maros. Jurnal Aplikasi Manajemen, Ekonomi Dan Bisnis, 3(1),
26–33.
Afifi, M. L., & Yuniawan, A.
(2017). Analisis Pengaruh Keadilan Organisasional Dan Komitmen
Organisasional Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Pada PDAM” TIRTHA DHARMA” di
Kabupaten Rembang). Fakultas Ekonomika dan Bisnis.
Asriyani, A., & Darmawansya, A.
(2023). Tuntutan Tindak Pidana Korupsi Terhadap Penyalahgunaan Keuangan
Perusahaan Daerah Kota Makassar (Kajian Putusan Nomor 42/Pid. Sus-TPK/2020/PN
Mks). Vifada Assumption Journal of Law, 1(1), 13–19.
Astuti, N. (2014). Penyediaan Air
Bersih Oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Sangatta Kabupaten Kutai
Timur. Journal Administrasi Negra, 3(2), 678–689.
Darma, T. S. (2019). Pengaruh
Penerapan Prinsip GCG pada Persepsi Kualitas Informasi Keuangan PERUMDA Air
Minum Tirta Sewaka Darma Gede Rudi Harta Pratama Giri1 Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Udayana, Indonesia.
Endiana, I. D. M. (2019).
Implementasi Corporate Governance Pada Corporate Social Responsibility Terhadap
Nilai Perusahaan. Juara: Jurnal Riset Akuntansi, 9(1).
Isfandayani, I. (2018). Analisis
Penerapan Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance (GCG) di Bank BRI Syariah
Pusat. MASLAHAH (Jurnal Hukum Islam Dan Perbankan Syariah), 9(1),
41–60.
Meiriasari, V. (2017). Pengaruh
corporate governance, kepemilikan keluarga, kepemilikan institusional dan
ukuran perusahaan (Firm Size) terhadap biaya utang. Jurnal Ilmiah Ekonomi
Global Masa Kini, 8(1), 28–34.
Murtini, U., & Mansyur, R.
(2012). Pengaruh Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba Perusahaan di
Indonesia. Jurnal Riset Akuntansi Dan Keuangan, 8(1), 69–78.
Narbuko, C., & Achmadi, A.
(2018). Metodologi Penelitian: Jakarta: Bumi Aksara.
Njatrijani, R., Rahmanda, B., &
Saputra, R. D. (2019). Hubungan Hukum dan Penerapan Prinsip Good Corporate
Governance dalam Perusahaan. Gema Keadilan, 6(3), 242–267.
Nurhasanah, N., & Tanjung, R. J.
(2023). Implementasi Fatwa DSN–MUI terhadap Akad Mudharabah dalam Perbankan
Syariah. Jurnal Impresi Indonesia, 2(2), 198–205.
Saleh, M., Nasrudin, N., &
Syafrudin, R. (2017). Analisis Hasil Kinerja Pdam Dalam Upaya Meningkatkan Pad
Pemerintah Provinsi Dan Kabupaten/Kota Di Kalimantan Selatan. At-Taradhi:
Jurnal Studi Ekonomi, 8(1), 55–64.
Tobing, M. (2021). Pengaruh Jumlah
Obyek Wisata, Tingkat Penghunian Kamar, Dan Jumlah Kunjungan Wisatawan Terhadap
Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Simalungun. Jurnal Ekuilnomi, 3(2),
127–139.