TAHAPAN IMPLEMENTASI GCG PADA PRUSAHAN PDAM TIRTA REMU SORONG

 

Dewiyanti Sangkek

Magister Manajemen, Universitas Kristen Indonesia

Email: dewisangkek28@gmail.com

 

Abstrak

Identifikasi faktor-faktor risiko dominan dalam investasi pada PDAM Tirta Remu Sorong dilakukan melalui survey responden dengan metode kuisioner yang sampel penelitiannya meliputi unsur PDAM Tirta Remu Sorong, pemerintah, dan swasta. Sedangkan dalam penentuan risiko-risiko dominan tersebut didasarkan pada ranking nilai total masing-masing faktor menggunakan metode kecenderungan maksimum. Hasil dari penelitian ini menunjukkan terdapat lima faktor risiko yang dipersepsikan oleh responden sebagai faktor risiko yang paling berpengaruh dalam investasi pada PDAM Tirta Remu Sorong, yaitu a) air tidak terbayar/ kehilangan air, b) pembengkakan biaya konstruksi, c) tingkat pelayanan air minum, d) gangguan teknis dalam kegiatan operasi dan e) tingkat suku bunga. Hambatan yang dihadapi oleh PDAM Tirta Remu Kota Sorong adalah: a) Hambatan Sumber Daya yang terdiri dari Sumber Daya Manusia dan Fasilitas, b) Hambatan Disposisi (Sikap Pelaksana), c) Hambatan Struktur Birokrasi (Fragmentasi), dan d) Hambatan Lingkungan Politik. Adapun upaya yang dapat dilakukan oleh para pemangku kepentingan dalam memitigasi risiko adalah a) Upaya Sumber Daya yang terdiri dari Sumber Daya Manusia dan Fasilitas. b) Upaya Disposisi (Sikap Pelaksana) dan c) Upaya Struktur Birokrasi (Fragmentasi).

 

Kata kunci: Good Corporate Governance, Faktor Risiko, Investasi

 

Abstract

The identification of dominant risk factors in investing in PDAM Tirta Remu Sorong was carried out through a survey of respondents using the questionnaire method whose research samples included elements of PDAM Tirta Remu Sorong, the government, and the private sector. Meanwhile, the determination of dominant risks is based on the ranking of the total value of each factor using the maximum tendency method. The results of this study show that there are five risk factors perceived by respondents as the most influential risk factors in investing in PDAM Tirta Remu Sorong, namely a) unpaid water / water loss, b) construction cost overruns, c) drinking water service levels, d) technical disruptions in operating activities and e) interest rates. The obstacles faced by PDAM Tirta Remu Kota Sorong are: a) Resource Barriers consisting of Human Resources and Facilities, b) Disposition Barriers (Implementing Attitudes), c) Bureaucratic Structure Barriers (Fragmentation), and d) Political Environment Barriers. The efforts that can be made by stakeholders in mitigating risks are a) Resource Efforts consisting of Human Resources and Facilities. b) Disposition Efforts (Implementing Attitudes) and c) Bureaucratic Structure Efforts (Fragmentation).

 

Keywords: Good Corporate Governance, Risk Factors, Investment

 

Pendahuluan  

Keberadaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sebagai lembaga bisnis yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah memiliki peran strategis dalam pembangunan ekonomi daerah (Nurhasanah & Tanjung, 2023). Keberadaan BUMD diyakini dapat memberikan multiplier effect yang sangat besar bagi perekonomian masyarakat khususnya di daerah. Pendirian BUMD diharapkan dapat membuka lapangan kerja baru, menggerakkan sektor-sektor ekonomi produktif, serta dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) (Tobing, 2021) (Afifi & Yuniawan, 2017).

Layaknya sebuah perusahaan, BUMD memiliki tugas untuk mengelola suatu bisnis yang memiliki prospek keuntungan, di mana dengan adanya keuntungan tersebut akan menjadi pemasukan bagi daerah untuk membiayai pembangunan daerahnya (Asriyani & Darmawansya, 2023). Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) merupakan salah satu Badan Usaha Milik Daerah yang terdapat di setiap propinsi, kabupaten dan kota di seluruh Indonesia. PDAM merupakan perusahaan daerah sebagai sarana penyedia air bersih yang diawasi dan dimonitor oleh pemerintah daerah (Astuti, 2014). PDAM sebagai perusahaan daerah diberi tanggung jawab untuk mengembangkan dan mengelola sistem penyediaan air bersih serta melayani semua kelompok konsumen dengan harga yang terjangkau. Selain itu, PDAM bertanggung jawab pada operasional sehari-hari, perencanaan aktivitas, persiapan dan implementasi proyek, serta bernegosiasi dengan pihak swasta untuk mengembangkan layanan kepada masyarakat. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) berbeda dengan perusahaan swasta murni yang selalu berorientasi pada keuntungan (profit oriented). Salah satu tujuan PDAM adalah turut serta dalam melaksanakan pembangunan daerah khususnya, dan pembangunan ekonomi nasional pada umumnya, dengan cara menyediakan air minum yang bersih, sehat, dan memenuhi persyaratan kesehatan bagi masyarakat di suatu daerah, yang sekaligus merupakan wujud pelayanan yang diberikan oleh pemerintah terhadap Masyarakat (Saleh et al., 2017).

Apabila merujuk pada keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 47 Tahun 1999 tentang Pedoman Penilaian Kinerja PDAM dinyatakan bahwa tujuan pendirian PDAM adalah untuk memenuhi pelayanan dan kebutuhan akan air bersih bagi Masyarakat (Adriani, 2018). Untuk mencapai tujuan di atas, maka penyelenggaraan dan pengelolaan terhadap PDAM harus berdasarkan kepada prinsip-prinsip dan azas ekonomi perusahaan yang sehat. Untuk itu dalam perspektif ke depan manajemen pengelolaan Badan Usaha Milik Daerah termasuk di dalamnya adalah PDAM diharapkan mampu mengadopsi prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) dalam penyelenggaraannya. Good Corporate Governance (GCG) lebih ditujukan untuk sistem pengendalian dan pengaturan perusahaan, GCG lebih ditujukan pada tindakan yang dilakukan eksekutif perusahaan agar tidak merugikan para stakeholder karena GCG menyangkut moralitas, etika kerja, dan prinsip-prinsip kerja yang baik (Isfandayani, 2018) (Darma, 2019).

Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) seperti yang dikutip oleh (Endiana, 2019) (Murtini & Mansyur, 2012) (Meiriasari, 2017) mendefinisikan Good Corporate Governance adalah: Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengendalikan perusahaan. Tujuan corporate governance ialah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders).

Dari definisi di atas GCG pada dasarnya merupakan suatu sistem dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) terutama dalam arti sempit hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris dan dewan direksi demi tercapainya tujuan perusahaan (Njatrijani et al., 2019). Dengan demikian, penerapan GCG bertujuan untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Dengan tata kelola perusahaan yang baik, maka pihak manajemen akan meningkatkan efisiensi, produktivitas, serta meminimalisasi risiko dan kesalahan dalam menjalankan usahanya. Dari hasil penilaian terhadap kinerja 335 PDAM di seluruh Kota dan Kabupaten, sebanyak 145 PDAM berada dalam kondisi yang sehat, sedangkan 103 perusahaan berada dalam kondisi kurang sehat dan sisanya sebanyak 87 perusahaan berada dalam kategori yang sakit. Hasil tersebut berdasarkan penilaian pada kinerja keuangan, pelayanan, operasional, dan sumber daya manusia. Kategori sehat, adalah PDAM yang mampu berkembang dan dapat memperbaiki kas dan kewajiban pinjaman, dan melakukan mengoperasikan instalasi secara efisien dalam pelayanannya kepada pelanggan. PDAM dengan kategori kurang sehat adalah PDAM yang menanggung risiko atas keadaan kas.

Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi beberapa aspek di PDAM Tirta Remu Sorong, yaitu penerapan prinsip GCG, informasi kinerja keuangan, faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja finansial PDAM yang sehat namun tidak mendapatkan keuntungan, serta pengaruh penerapan GCG terhadap informasi kinerja keuangan di lembaga tersebut. Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan wawasan yang berharga bagi pihak-pihak terkait dan dapat digunakan sebagai dasar untuk meningkatkan kinerja dan pengelolaan PDAM Tirta Remu Sorong secara lebih efektif dan efisien. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang tata kelola perusahaan dan keuangan.

 

Metode

Berdasarkan latar belakang penelitian dan perumusan masalah penelitian serta berdasarkan teori yang digunakan, maka penelitian ini tergolong ke dalam penelitian kausal. Penelitian kausal bertujuan untuk menyelidiki kemungkinan hubungan sebab akibat berdasarkan pengamatan terhadap akibat yang ada, mencari kembali fakta yang mungkin menjadi penyebab melalui data tertentu (Narbuko & Achmadi, 2018).

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah:

a.     Data primer diperoleh dengan melakukan studi lapangan (field research), yaitu suatu Teknik pengumpulan data dengan melakukan penyelidikan langsung pada perusahaan. Teknik pengumpulan data yang dilakukan yaitu:

  1. Observasi dan Pengamatan Yaitu suatu teknik pengumpulan data dan informasi dengan melakukan pengamatan terhadap suatu hal atau kejadian, untuk memperoleh gambaran yang sebenarnya.
  2. Wawancara yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan cara tanya jawab dengan pihak-pihak yang bersangkutan dalam perusahaan untuk memberikan penjelasan mengenai masalah objek penelitian yang dibahas.
  3. Kuesioner yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara tertulis kepada para responden yang terkait dengan permasalahan yang akan diteliti.

b.    Data sekunder diperoleh dengan cara melakukan studi kepustakaan (library research),      yaitu penelitian dilakukan dengan cara penelaahan terhadap literatur-literatur baik dari buku-buku ekonomi maupun majalahmajalah ilmiah yang dimaksudkan untuk mendukung kebenaran data primer.

Dengan telah dipahaminya penerapan prinsip good governance pada sektor publik, maka untuk mengkaitkannya dengan penerapan good governance di sektor swasta berikut ini perlu dipahami tentang Good Corporate Governance. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: KEP117/M-MBU/2002 tentang penerapan praktik Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), maka ditetapkan bahwa: Corporate Governance adalah suatu proses yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilainilai etika. Good Corporate Governance (GCG) dapat diartikan sebagai tata kelola perusahaan yang dapat memberikan jaminan untuk berlangsungnya sistem dan proses pengambilan keputusan organ perusahaan berlandaskan pada prinsip keadilan, transparansi, bertanggungjawab, kemandirian dan akuntabilitas.

Dalam usulan penelitian ini, penerapan prinsip GCG lebih ditekankan pada Badan Usaha Milik Negara, karena dianggap kurang memperhatikan dalam hal penerapan GCG tersebut. Sedangkan definisi dari Komite Nasional GCG Indonesia: GCG merupakan pola hubungan, sistem serta yang digunakan organ perusahaan (direksi, komisaris) guna memberi nilai tambah kepada pemegang saham serta berkesinambungan dalam jangka panjang, berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku, dengan tetap memperhatikan kepentingan-kepentingan stakeholders lainnya. Pola hubungan, sistem, serta prose situ sendiri, berjalan berdasarkan empat prinsip, yakni: transparansi, kewajaran, akuntabilitas, dan responsibilitas. Sedangkan menurut Indra Surya (2006:24) Good Corporate Governance (GCG) dapat diartikan sebagai tata cara pengelolaan perusahaan yang baik sebagaimana mestinya. Pengelolaan perusahaan yang baik dapat dilihat dari kinerja perusahaan itu sendiri. Ikatan Akuntan Indonesia (1996:5) memeberi penjelasan tentang kinerja sebagai berikut: Informasi kinerja perusahaan terutama apabila dilihat dari probabilitas diperlukan untuk menilai perubahan potensial sumberdaya yang ada.

Disamping itu, informasi kinerja juga berguna dalam perumusan pertimbangan tentang efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan tambahan sumberdaya. Hubungan penerapan prinsip Good Corporate Governance (GCG) dengan kinerja keuangan sangat erat sekali karena GCG bukan semata-mata hanya slogan belaka tetapi merupakan sesuatu yang menjiwai kinerja perusahaan khususnya kinerja keuangan perusahaan, yang harus benar-benar diterapkan secara konsisten dan konsekuen. Penerapan prinsip-prinsip GCG yang terdiri dari transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, dan kewajaran mendukung bagi terlaksananya informasi kinerja keuangan suatu perusahaan yang dibutuhkan oleh stakeholder. Menurut Pamuntjak (2003), penerapan GCG mengharuskan perusahaan untuk memperhatikan seluruh stakeholders yang diwujudkan dalam bentuk pengungkapan informasi atas kondisi perusahaan baik dalam betuk laporan keuangan maupun laporan lainnya. Sehingga hal ini mendorong perusahan untuk melaksanakan akuntabilitas publik.

 

Hasil dan Pembahasan

Gambar 1. Grafik Persentase Jumlah Kuesioner

 

Analisa Data Kuesioner

Persentase jumlah kuesioner dalam penelitian ini dapat dilhat pada gambar berikut ini. Dari gambar diagram diatas dapat disimpulkan 5 (lima) risiko yang menurut responden berpengaruh cukup signifikan/dominan dalam kerangka investasi pada PDAM Tirta Remu Sorong adalah sebagai berikut:

1.    Air tidak terbayar

2.    Pembengkakan biaya konstruksi

3.    Tingkat/kualitas pelayanan air minum

4.    Gangguan teknis dalam kegiatan operasi (R8)

5.    Tingkat suku bunga (R16)

Pembahasan Setelah data kuesioner yang digunakan dalam pengolahan data telah didapat dan diuji validitas dan reabilitasnya, maka data tersebut kemudian dianalisis atau diolah kembali untuk mengetahui risiko mana yang signifikan (dominan) mempengaruhi kerangka investasi pada PDAM Tirta Remu Sorong.  Pembahasan Faktor-faktor Risiko Dominan Adapun penjelasan dari kelima faktor risiko dominan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

1)      Risiko Air Tidak Terbayar Risiko air tidak terbayar (non-revenue water) dapat juga disebut risiko kehilangan air. Jumlah Titik Kebocoran PDAM Tirta Remu Sorong. PDAM Tirta Remu Sorong mengasumsikan total kehilangan air per tahunnya masih di atas 40 % (sekitar 25% merupakan selisih total produksi dan konsumsi, sedangkan 15% sisanya adalah NRW teknis dan non teknis sesuai definisi NRW sebelumnya) merupakan besaran yang realistis untuk membuat usulan investasi pada PDAM Tirta Remu Sorong layak untuk swasta. Rata-rata kehilangan air secara nasional pada tahun 2002 mencapai 32,18%, sementara NRW eksisting PDAM Tirta Remu Sorong mencapai 43,67% pada tahun 2007.

2)      Risiko Pembengkakan Biaya Konstruksi (R2). Biaya konstruksi adalah biaya yang dikeluarkan untuk membangun konstruksi penunjang kegiatan atau operasi suatu perusahaan. Dalam hal ini, PDAM Tirta Remu Sorong mengeluarkan biaya untuk membangun fasilitas-fasilitas yang berperan dalam operasional pelayanan air minum bagi masyarakat Kota Sorong

3)      Risiko Tingkat Pelayanan Air Minum. Risiko tingkat pelayanan air minum ini biasanya berkaitan dengan kualitas pelayanan PDAM Tirta Remu Sorong dalam menyediakan air minum sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Risiko ini dapat disebabkan oleh ketidaktersediaan air di sumber air karena kegagalan pada struktur sumber air, kekeliruan dalam mengestimasi hasil/kapasitas penyimpanan. Kualitas sumber air yang tidak memenuhi syarat, Kegiatan operasional yang tidak tepat atau kegagalan operator, rendahnya kualitas sumber daya manusia atau kurangnya tenaga ahli, timbulnya kerusakan pada infrastruktur pelayanan air minum dan terhambatnya pelayanan karena adanya pemadaman listrik oleh PLN akibat krisis energi.

4)      Risiko Gangguan Teknis dalam Kegiatan Operasi

Karena bersifat teknis, risiko gangguan teknis dalam kegiatan operasi pelayanan air minum pada PDAM Tirta Remu Sorong umumnya disebabkan oleh kerusakan peralatan operasi dan instalasi secara tiba-tiba dan tidak adanya jaminan kontinuitas suplai listrik atau energi untuk beroperasinya instalasi (terjadinya pemadaman aliran listrik oleh PLN).

5)      Risiko Tingkat Suku Bunga

Risiko tingkat suku bunga (interest rate risk) adalah risiko yang timbul akibat perubahan tingkat suku bunga yang berlaku di pasar dan kondisi perekonomian nasional yang tidak baik. Tingkat suku bunga merupakan landasan atau ukuran bagi layak atau tidak layaknya suatu usaha/investasi.

 

Pelaksanaan GCG pada PDAM Tirta Remu Kota Sorong

Sesuai dengan penelitian yang sudah dilakukan, maka dapat ditemukan beberapa hal pelaksanaan GCG pada PDAM Tirta Remu Kota Sorong sudah sesuai dengan asas-asas GCG ditemukan 5 (lima) tema yaitu:

1.    Transparansi,

2.    Akuntabilitas,

3.    Responsibilitas,

4.    Independensi, serta

5.    Kewajaran dan Kesetaraan.

 

Hambatan yang dihadapi oleh PDAM Tirta Remu Kota Sorong

Selanjutnya, setelah dilakukan penelitian tentang permasalahan tentang apa yang menjadi hambatan yang dihadapi oleh PDAM Tirta Remu Kota Sorong dalam melaksanakan tata kelola perusahaan yang baik (GCG)? ditemukan 5 (lima) tema yaitu:

1.    Hambatan Sumber Daya yang terdiri dari Sumber Daya Manusia dan Fasilitas,

2.    Hambatan Disposisi (Sikap Pelaksana),

3.    Hambatan Struktur Birokrasi (Fragmentasi), dan

4.    Hambatan Lingkungan Politik.

 

Upaya Yang Dapat Dilakukan Oleh Para Pemangku Kepentingan

Selanjutnya, masalah ketiga yaitu: apa yang menjadi upaya yang dapat dilakukan oleh para pemangku kepentingan (dewan direksi, pimpinan maupun karyawan/staf) dalam mengatasi hambatan-hambatan yang ada dalam melaksanakan tata kelola perusahaan yang baik (GCG) pada PDAM Tirta Remu Sorong ditemukan 5 (lima) bentuk mitigasi risiko yaitu:

1.    Upaya Sumber Daya yang terdiri dari Sumber Daya Manusia dan Fasilitas.

2.    Upaya Disposisi (Sikap Pelaksana) dan

3.    Upaya Struktur Birokrasi (Fragmentasi).

Selain dari hasil diatas, penulis juga menemukan bahwa analisis kesesuaian pelaksanaan GCG pada PDAM Tirta Remu Sorong dengan Asas-Asas GCG yang dikeluarkan oleh KNKG Transparansi. Pada dasarnya PDAM Tirta Remu Sorong sudah sesuai dalam hal transparansi. Namun untuk hal transparansi terhadap seluruh stakeholders belum secara merata. Dalam Code of Corporate Governance PDAM Tirta Remu Sorong telah mengatur hubungan PDAM sebagai berikut:

1.    hubungan dengan pegawai,

2.    hubungan dengan pelanggan,

3.    hubungan dengan penyedia barang dan jasa,

4.    hubungan dengan masyarakat,

5.    hubungan dengan pemerintah,

6.    BUMD lain,

7.    dengan kreditur, serta hubungan PDAM dengan pemangku kepentingan lainnya.

 

Kesimpulan

Dari hasil perhitungan nilai kemungkinan (possibility) dan nilai kerugian (loss) data kuisioner berdasarkan penilaian responden, didapat nilai risiko tertinggi yaitu nilai risiko air tidak terbayar/kehilangan air sebesar 9,3628. Sedangkan nilai risiko terendah yaitu nilai risiko konvertibilitas mata uang sebesar 3,375. Ini menandakan bahwa risiko air tidak terbayar merupakan risiko yang paling berpengaruh dalam investasi pada PDAM Tirta Remu Sorong dan risiko konvertibilitas mata uang merupakan risiko yang paling kecil pengaruhnya atau hampir tidak berpengaruh terhadap investasi pada PDAM Tirta Remu Sorong.

Hasil pengolahan data kuisioner menunjukkan sebagian besar responden berpendapat bahwa terdapat lima faktor risiko yang dominan atau paling berpengaruh dalam investasi infrastruktur air minum pada PDAM Tirta Remu Sorong, dan merupakan risiko yang paling mungkin ditanggung atau diterima pihak swasta, yaitu air tidak terbayar, pembengkakan biaya konstruksi, tingkat/kualitas pelayanan air minum, gangguan teknis dalam kegiatan operasi dan tingkat suku bunga.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Adriani, A. (2018). Evaluasi Kinerja Keuangan Pada Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Bantimurung Kabupaten Maros. Jurnal Aplikasi Manajemen, Ekonomi Dan Bisnis, 3(1), 26–33.

 

Afifi, M. L., & Yuniawan, A. (2017). Analisis Pengaruh Keadilan Organisasional Dan Komitmen Organisasional Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Pada PDAM” TIRTHA DHARMA” di Kabupaten Rembang). Fakultas Ekonomika dan Bisnis.

 

Asriyani, A., & Darmawansya, A. (2023). Tuntutan Tindak Pidana Korupsi Terhadap Penyalahgunaan Keuangan Perusahaan Daerah Kota Makassar (Kajian Putusan Nomor 42/Pid. Sus-TPK/2020/PN Mks). Vifada Assumption Journal of Law, 1(1), 13–19.

 

Astuti, N. (2014). Penyediaan Air Bersih Oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Sangatta Kabupaten Kutai Timur. Journal Administrasi Negra, 3(2), 678–689.

 

Darma, T. S. (2019). Pengaruh Penerapan Prinsip GCG pada Persepsi Kualitas Informasi Keuangan PERUMDA Air Minum Tirta Sewaka Darma Gede Rudi Harta Pratama Giri1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Indonesia.

 

Endiana, I. D. M. (2019). Implementasi Corporate Governance Pada Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan. Juara: Jurnal Riset Akuntansi, 9(1).

 

Isfandayani, I. (2018). Analisis Penerapan Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance (GCG) di Bank BRI Syariah Pusat. MASLAHAH (Jurnal Hukum Islam Dan Perbankan Syariah), 9(1), 41–60.

 

Meiriasari, V. (2017). Pengaruh corporate governance, kepemilikan keluarga, kepemilikan institusional dan ukuran perusahaan (Firm Size) terhadap biaya utang. Jurnal Ilmiah Ekonomi Global Masa Kini, 8(1), 28–34.

 

Murtini, U., & Mansyur, R. (2012). Pengaruh Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba Perusahaan di Indonesia. Jurnal Riset Akuntansi Dan Keuangan, 8(1), 69–78.

 

Narbuko, C., & Achmadi, A. (2018). Metodologi Penelitian: Jakarta: Bumi Aksara.

 

Njatrijani, R., Rahmanda, B., & Saputra, R. D. (2019). Hubungan Hukum dan Penerapan Prinsip Good Corporate Governance dalam Perusahaan. Gema Keadilan, 6(3), 242–267.

 

Nurhasanah, N., & Tanjung, R. J. (2023). Implementasi Fatwa DSN–MUI terhadap Akad Mudharabah dalam Perbankan Syariah. Jurnal Impresi Indonesia, 2(2), 198–205.

 

Saleh, M., Nasrudin, N., & Syafrudin, R. (2017). Analisis Hasil Kinerja Pdam Dalam Upaya Meningkatkan Pad Pemerintah Provinsi Dan Kabupaten/Kota Di Kalimantan Selatan. At-Taradhi: Jurnal Studi Ekonomi, 8(1), 55–64.

 

Tobing, M. (2021). Pengaruh Jumlah Obyek Wisata, Tingkat Penghunian Kamar, Dan Jumlah Kunjungan Wisatawan Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Simalungun. Jurnal Ekuilnomi, 3(2), 127–139.