ANALISIS PENERAPAN GOOD
CORPORATE GOVERNANCE PADA PT. BANK PAPUA
Yosina Ivon Wanane
Magister Manajemen Universitas Kristen
Indonesia
Email: yosinawanane7@gmail.com
Abstrak
Penerapan Good Corporate Governance (GCG) menjadi
fokus utama dalam mendukung pemulihan dan pertumbuhan ekonomi. Dalam konteks
pertumbuhan ekonomi global, perusahaan dihadapkan pada tuntutan untuk menjaga
keseimbangan. Oleh karena itu, sistem manajemen dan pengendalian yang efektif
sangat penting. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan
prinsip-prinsip GCG dan Manajemen Risiko di PT Bank Papua. Selain menilai
implementasi GCG di perusahaan tersebut, penelitian ini juga memeriksa kendala
yang dihadapi dalam proses ini. Di
dalam penelitian, penulis mengumpulkan data dan informasi penelitian dengan menggunakan proses dokumentasi oleh mengumpulkan instrumen yang terkait dengan manajemen risiko dan tata kelola yang baik. Dalam penelitian ini, data Teknik analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif yang diartikan sebagai suatu metode analisis
data dengan menggambarkan, menggambarkan, dan menggambarkan subjek atau objek
yang diteliti berdasarkan fakta-fakta itu dilihat atau apa
adanya. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penerapan GCG dalam manajemen risiko melibatkan
berbagai pihak internal perusahaan, seperti pemegang saham, komisaris, direksi,
dan komite audit. Mereka harus bekerja sama dan berperan aktif dalam
menjalankan prinsip-prinsip Tata Kelola Perusahaan yang Baik, terutama dalam
mengelola risiko-risiko yang unik dalam sektor perbankan. Meskipun
kendala-kendala seperti pengetatan kredit perbankan, produktivitas produk bank
yang belum optimal, standar SDM yang tinggi, dan masalah kasus penyimpangan
internal masih ada, PT Bank Papua berhasil menjalankan GCG dengan baik.
Kata kunci: Godo Corporate Governance, Manajemean Risiko, Bank
Abstract
The implementation of Good
Corporate Governance (GCG) is the main focus in supporting economic recovery
and growth. In the context of global economic growth, companies are faced with
demands to maintain balance. Therefore, an effective management and control
system is essential. This study aims to analyze the application of GCG and Risk
Management principles at PT Bank Papua. In addition to assessing the
implementation of GCG in the company, this study also examines the obstacles
faced in this process. In the study, the authors collected research data and
information using the documentation process by collecting instruments related
to risk management and good governance. In this study, the data analysis
technique used is descriptive analysis which is interpreted as a method of data
analysis by describing, describing, and describing the subject or object under
study based on the facts seen or as is. The results showed that the
implementation of GCG in risk management involves various internal company
parties, such as shareholders, commissioners, directors, and audit committees.
They must cooperate and play an active role in implementing the principles of
Good Corporate Governance, especially in managing risks unique to the banking
sector. Although obstacles such as tightening bank credit, suboptimal
productivity of bank products, high HR standards, and problems of internal
irregularities still exist, PT Bank Papua has succeeded in implementing GCG
well.
Keywords: Godo Corporate Governance, Manajemean Risk, Bank
Pendahuluan
Perbankan merupakan lembaga keuangan yang memegang peran penting dalam
mendukung perekonomian di
Indonesia dalam menghadapi risiko dan tantangan yang semakin kompleks. Risiko dan tantangan yang dihadapi oleh perbankan bersifat internal dan eksternal. Lingkungan internal dan eksternal
yang berkembang pesat dari sistem perbankan
dan Risiko yang semakin kompleks dari aktivitas
bisnis perbankan membutuhkan Good
Corporate governance (GCG) dan Risiko Manajemen, sehingga dapat mengurangi risiko sejak dini,
meningkatkan nilai pemegang saham dan dapat memfasilitasi penilaian atas kemungkinan kerugian yang dihadapi perbankan yang dapat mempengaruhi permodalan perbankan. Kurangnya sistem manajemen risiko yang tepat adalah salah satu faktor kunci
penyebab krisis keuangan (Safari et al., 2016). Kegagalan
perbankan dapat berasal dari perilaku
manajer atau kontrak kompensasi. Pengelola insentif mungkin bertentangan dengan pemegang saham dan kreditor.
Masalah agensi mungkin timbul dari gaji yang berlebihan, upaya manajemen risiko yang tidak memadai atau
pergeseran risiko dari kreditur ke
pemegang saham (Calomiris & Carlson, 2014). Tentang Risiko Manajemen,
(Nelly et al., 2022) menemukan
bahwa berbagai risiko yang dihadapi bank, seperti risiko likuiditas, risiko suku bunga, dan risiko kredit, terkait satu sama
lain. (Melania & Dewi, 2019) melakukan
penelitian terkait dengan GCG dan kinerja perbankan. Hasil dari penelitiannya membuktikan bahwa kepemilikan manajer, boards of directors memiliki
dampak positif terhadap kinerja perbankan. Hasil ini sesuai dengan hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya, (Setiawaty, 2016) dan (Maya et al., 2018). Manajemen
risiko memiliki peran penting dalam
mewujudkan tata kelola perusahaan melalui manajemen risiko yang efektif, sehingga perusahaan dapat meminimalkan risiko dan dampak lebih hati-hati
untuk mengambil kesempatan, (Pradana & Rikumahu, 2014).
Menganalisis perilaku bank sebelum, selama dan setelah krisis sehingga temuan ini akan
mewakili area peluang bagi bank yang ingin meningkatkan kerangka kerja dan praktik tata kelola perusahaan mereka dan bagi pembuat kebijakan yang mencari langkah-langkah kebijakan yang dapat berkontribusi untuk mencapainya, (Himaj, 2014). Hasil penelitian
lainnya menunjukkan bahwa faktor terpenting
untuk Corporate
governance yang efektif adalah
dewan direksi, auditor, dan manajer
dari berbagai departemen. (Hossain et al., 2019). Perusahaan tidak mengungkapkan risiko lingkungan dan risiko operasional mereka. Selain itu, tidak ada perbedaan
yang signifikan antara bank
dan nonbank dalam pengungkapan
praktik manajemen risiko mereka, (Kakanda et al., 2017). Terdapat
tiga perbedaan utama yang membedakan tata kelola bank dari perusahaan lain;
1)
Pemangku kepentingan yang lebih luas, termasuk deposan dan kreditor;
2)
Keburaman dan kompleksitas bisnis bank, (Mullineux, 2006), (Devriese et al., 2004), (Graham et al., 2005); dan,
3)
Sistem pengawasan yang unik dalam bentuk bank pengawas, penjamin simpanan dan badan hukum dan peraturan perbankan yang komprehensif (Sari et al., 2022).
Penelitian ini mencoba untuk
melihat hubungan antara Good
Governance perusahaan dan risiko
manajemen bank-bank Indonesia. Studi ini berkontribusi pada sedikit literatur yang ada. Penerapan tata kelola perusahaan diukur dengan peringkat
komposit tata kelola, yaitu hasil penilaian
sendiri oleh bank. Sedangkan
manajemen risiko bank diukur dengan empat
risiko itu dapat diukur secara kuantitatif:
risiko operasional, risiko pasar, risiko likuiditas dan risiko kredit. Krisis keuangan yang melanda kawasan Asia di sekitar tahun 1997-1998, di mana Indonesia termasuk
di dalamnya telah dirasakan amat memberatkan kehidupan bagi semua kalangan.
Sebagaimana dikemukakan
oleh Salah satu akar penyebab timbulnya krisis ekonomi di Indonesia dan
juga di berbagai negara Asia lainnya
adalah buruknya pelaksanaan corporate
governance (tata kelola perusahaan)
dihampir semua perusahaan yang ada, baik perusahaan yang dimiliki pemerintah (BUMN) maupun yang dimiliki pihak swasta.
Perhatian terhadap corporate governance terutama
juga dipicu oleh skandal spektakuler seperti, Enron, Worldcom, Tyco, London & Commonwealth, Poly Peck,
Maxwell, dan lain-lain. Keruntuhan perusahaan-perusahaan publik tersebut dikarenakan oleh kegagalan strategi maupun praktek curang dari manajemen puncak yang berlangsung tanpa terdeteksi dalam waktu yang cukup lama karena
lemahnya pengawasan yang independen oleh corporate boards (Kaihatu, 2006).
Dalam kasus-kasus yang terjadi kinerja perusahaan yang buruk disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya adalah kegagalan perusahaan dalam melakukan pemantauan dan menentukan perencanaan strategis. Faktor
lain yang menyebabkan buruknya
kinerja perusahaan adalah pelanggaran terhadap etika bisnis. Seperti diketahui, budaya sogok-menyogok, suap-menyuap, Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN) yang marak mewarnai praktik bisnis di Indonesia maupun di negara
lainnya.
Namun demikian, akibat dari krisis
ekonomi yang melanda, membawa efek meningkatnya
perhatian dari pemerintah, kalangan pebisnis, serta masyarakat luas pada umumnya terhadap pentingnya penerapan GCG. Penerapan GCG juga telah menjadi sebuah isu sentral dalam
rangka mendukung pemulihan ekonomi dan pertumbuhan perekonomian yang stabil serta sustainable dimasa yang akan datang. Di era globalisasi ini, perusahaan dituntut untuk memahami prinsip-prinsip GCG dan menerapkan Good
Corporate governance tersebut sesuai
dengan aturan yang telah ditetapkan. Menurut (Indrayani & Nurkholis, 2001), terdapat
dua penyebab munculnya isu Good Corporate
governance yaitu pertama,
perubahan lingkungan yang
sangat cepat dan pada akhirnya
berdampak pada perubahan peta kompetisi pasar global Dan kedua, semakin banyak dan kompleksnya pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan, seperti pemasok, kreditur, investor dan pemerintah.
Perkembangan kondisi ekonomi yang pesat seiring dengan era globalisasi mendorong setiap perusahaan untuk mengimbanginya. Untuk itu diperlukan
adanya sistem pengolahan dan pengendalian manajerial yang tepat dari masing-masing perusahaan. Dengan adanya GCG diharapkan dapat memberikan kontribusi positif baik bagi
pihak internal maupun eksternal perusahaan. Para pelaku
usaha di Indonesia juga turut
menyepakati bahwa penerapan Good
Corporate governance sebagai suatu
sistem tata kelola perusahaan yang baik merupakan suatu hal yang penting, hal ini dibuktikan
dengan penandatanganan perjanjian Letter of Intent (LOI) dengan
IMF tahun 1 998, yang salah satu
isinya adalah pencantuman jadwal perbaikan tata kelola perusahaan di Indonesia (Sulistyanto, 2008). Hal ini
kemudian melatarbelakangi lahirnya Komite Nasional Kebijakan Corporate
governance (KNKCG) tahun 1999. Pembentukan komite ini berdasarkan Keputusan Menko Ekuin Nomor:
KEP/31/M.EKUIN/08/1999. Pedoman umum
GCG telah beberapa kali disempurnakan, terakhir pada tahun 2001. Pedoman tersebut dipublikasikan sebagai panduan bagi perusahaan di Indonesia dalam mengimplementasikan prinsip GCG, termasuk rekomendasi mengenai keharusan membuat pengungkapan praktek GCG.
Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) memberikan kebijakan
Otonomi Khusus (Otsus) lewat Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001 (UU 21/2001) untuk provinsi Papua pada mulanya, namun dengan berbagai pertimbangan yang ada provinsi Papua dimekarkan pada tahun 2003 lewat Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 tahun 2003 menjadi provinsi Papua dan Papua Barat sehingga
pengaturan lebih lanjut Otonomi Khusus bagi provinsi
baru ini diatur lewat Peraturan
Pemerintah Nomor 1 tahun 2008 (Perpu 1/2008). Dana
yang telah dikucurkan oleh Pemerintah Pusat bagi provinsi Papua saja sejak 2002 hingga 2010 mencapai angka 28,687 triliun Rupiah, dan pada tahun
2012 saja angka dana Otonomi Khusus mencapai angka 3,83 triliun Rupiah. Meningkatnya porsi keuangan secara signifikan yang dimiliki Papua sejak diberlakukannya Otsus ini otomatis berdampak bagi peningkatan porsi keuangan Bank yang dimiliki pemerintah daerah yang ada di Papua dan
Papua Barat yaitu Bank Pembangunan Daerah (BPD) Papua
atau Bank Papua.
Sebagaimana disampaikan oleh
Wakil Presiden, bahwa pedoman corporate
governance versi kedua
yang dikeluarkan hampir bersamaan dengan Komite Nasional Kebijakan
Governance (KNKG) pada tahun 2006, Bank Indonesia mengeluarkan lebih dari sekedar pedoman
yang mana boleh diikuti dan
boleh tidak, yakni peraturan yang bersifat mengikat bagi perbankan Indonesia lewat PBI No. 8/14/PBI/2006 tentang
Pelaksanaan Good
Corporate governance bagi Bank Umum (Manuhutu, 2017).
Peningkatan
porsi keuangan tersebut tentu memiliki risiko yang sepadan sehingga menuntut Bank Papua bekerja lebih profesional dan akuntabel dibandingkan dengan periode sebelum Otsus diselenggarakan, sehingga dapat membantu mencapai amanat Bank Papua untuk menjadi motor pembangunan daerah yang sebagaimana disampaikan oleh Wakil Presiden, (Cao, 2014). Pedoman
corporate governance versi kedua yang dikeluarkan hampir bersamaan dengan Komite Nasional Kebijakan
Governance (KNKG) pada tahun 2006, Bank Indonesia mengeluarkan lebih dari sekedar pedoman
yang mana boleh diikuti dan
boleh tidak, yakni peraturan yang bersifat mengikat bagi perbankan Indonesia lewat PBI No. 8/14/PBI/2006 tentang
Pelaksanaan Good
Corporate governance bagi Bank Umum (Manuhutu, 2017).
Tujuan penelitian adalah untuk memahami
bagaimanakah penerapan prinsip Good
Corporate governance dan Manajemen Risiko pada PT.
Bank Papua serta untuk dapat mengatasih kendala-kendala yang dihadapi dalam penerapan good corporate governance dan Manajemen Risiko pada PT. Bank
Papua.
Metode
Adapun penelitian ini adalah penelitian
kualitatif dengan pendekatan deskriptif, yaitu penelitian yang menekankan pada aspek pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah daripada
melihat permasalahan untuk penelitian generalisasi. landasan teori dimanfaatkan sebagai metode penelitian ini lebih suka menggunakan
teknik analisis mendalam (in-depth analysis), yaitu
mengkaji masalah kasus perkasus karena metode kualitatif
yakin bahwa sifrat suatu masalah
satu akan berbeda dengan sifat dari masalah
lainnya. pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta
dilapangan. Selain itu landasan teori juga bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar
penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian.
Penelitian ini bermaksud untuk
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah, penelitian deskriftif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui informasi mengenai status gejala yang ada, yaitu keadaan
gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan Kerangka Pemikiran.
Good
Corporate governance (GCG) adalah sistem yang digunakan untuk mengarahkan dan mengendalikan kegiatan bisnis perusahaan. Perusahaan perlu mengelola risiko tersebut untuk meminimalkan dampak risiko dan mencapai tujuan strategis perusahaan. Penelitian ini berfokus pada pengaruh yang timbul dari penerapan
manajemen risiko terhadap realisasi GCG melalui prinsip GCG. Penerapan Good
Corporate governance dapat meningkatkan
kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan dan perekonomian secara keseluruhan. Penelitian ini adalah untuk
menganalisis implementasi Good Corporate governance (GCG) pada
bank Papua. Secara umum kerangka pemikiran
ini dapat digambarkan dalam bentuk skema yang dilihat pagambar di bawah ini
PRINSIP PRINSIP
GOOD CORPORATE GOVERNANCE Transparancy (keterbukaan) dalam hal
laporan keuangan, informasi perbankan, dan risiko perusahaan. Accountability (akuntabilitas) kejelasan fungsi dan
tanggung jawab - code of conduct -pemberian reward and punishment Responcibility (pertanggung jawaban). (kepada BI,
DPS, dan DSN), tanggung jawab kepada karyawan, CSR (Corporate Social Responcibility Independency
(kemandirian) (bebas dari benturan kepentingan), tidak menerima hadiah
dalam bentuk apapun), menjaga informasi rahasia Fairness (kewajaran) kesetaraan kepada keryawan dan
nasabah
Manfaat Good Corprorate Governace
Manfaat penerapan prinsip Good
Corporate governance bagi perusahaan,
sebagai berikut: Memberikan kontribusi
terciptanya kesejahteraan masyarakat, pegawai, dan stakeholder lainnya
dan merupakan solusi yang baik dalam menghadapi
tantangan ke depan (Rahmat, 2017). Adanya pengakuan dan perlindungan
hak dan kewajiban
stakeholder. Adanya suatu pendekatan yang terpadu berdasarkan kaidah demokrasi, pengelolaan, dan partisipasi perusahaan secara legitimate. Meningkatkan legitimate perusahaan
yang dikelola dengan terbuka, adil, dan dapat dipertanggungjawabkan. Meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan produktivitas pemakaian sumber daya perusahaan. Menciptakan daya tarik investor bahwa investasi aman dan dapat dikelola secara efisien, terbuka dengan dukungan proses yang tanggung jawab. Penerapan Good
Corporate governance yang baik dan konsisten, diharapkan mampu membuat perusahaan
akan menjadi lebih handal karena
secara umum manfaat Good
Corporate governance lainnya adalah:
a.
Meningkatkan kepercayaan public
b.
Menjaga going conceren perusahan
c.
Menguranggi risiko manajemen
d.
Entitas bisnis akan menjadi
efisien
e.
Mengukur target kinerja manajemen perusahan
Meningkatkan kepercayaan publik menjaga going concern perusahaan.
Mengurangi risiko manajemen Entitas bisnis akan menjadi
efisien. Mengukur target kinerja manajemen perusahaan.
Hasil dan Pembahasan
1.
Gambaran Umum
Perusahaan Sejarah Singkat Bank Papua
PT. Bank
Pembangunan Daerah Papua yang sebelum menjadi Perseroan Terbatas bernama Bank Pembangunan Daerah (BPD) Irian Jaya ini didirikan pada tanggal 13 April 1966 berdasarkan
Surat Keputusan Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I Irian Barat Nomor:37/GIB/1966 dan disahkan
menjadi Peraturan Daerah Propinsi Irian Barat Nomor 1 Tahun 1970 tanggal 23 Maret 1970
pada Lembaran Daerah Propinsi
Irian Barat no. 42 tahun 1970, kemudian
sesuai Surat Keputusan Menteri Keuangan
RI Nomor Kep.283/DDK/II/1972 tanggal
15 Juli 1972 tentang pemberian
izin usaha Bank Pembangunan
Daerah Irian Barat berkedudukan di Jayapura melaksanakan operasional sebagaimana Bank Umum lainnya dengan Modal Dasar pertama kali ditetapkan sebesar Rp.4.000.000,-.
2.
Gambaran Umum
GCG di Bank Papua
Bank Papua
menyatakan bahwa penerapan prinsip-prinsip dan praktek-praktek GCG yang konsisten
akan memberikan manfaat baik bagi
bank kepercayaan nasabah, pemegang saham, mitra bisnis dan pihak lain yang berkepentingan (Manuhutu,
2017). Dalam memastikan
pelaksanaan GCG yang optimal, Dewan Komisaris dan Direktur Kepatuhan bersama dengan manajemen mengevaluasi implementasi GCG perusahaan secara berkesinambungan. Dalam laporan Pelaksanaan GCG tahun 2011 terdapat pula hasil summary perhitungan nilai komposit self assessment GCG.
Bank Papua berada pada angka
dua yang termasuk kategori baik menurut standar
Bank Indonesia. Aspek-aspek yang dinilai
dalam self-assesment tersebut antara lain : Pelaksanaan Tugas Dan Tanggung Jawab Direksi, Kelengkapan dan Pelaksanaan Tugas Komite, Penanganan
Benturan Kepentingan, Penerapan Fungsi Kepatuhan, Penerapan fungsi audit Intern, Penerapan fungsi audit Ekstern, Penerapan fungsi manajemen risiko dan pengendalian intern, Penyediaan Dana Kepada
Pihak Terkait (Related
Party) dan Debitur Besar (Large Exposure),
Transparansi Kondisi Keuangan
dan Non Keuangan Bank, Laporan
Pelaksanaan GCG dan Laporan
Internal, Rencana Strategis
Bank.
3.
Penarapan Manajemen Risiko pada PT. Bank
Papua
Penerapan manajemen risiko pada Bank Papua mengacu
pada pedoman OJK tentang Penerapan Manajemen Risiko untuk Bank Umum No. 18/POJK.03/206 tanggal 26 Maret 2016 sebagaimana
telah diubah dengan Surat Edaran Bank
Indonesia No. 13/23/DPNP tanggal 25 Oktober 2011 tentang Perubahan atas Surat Edaran No. 5/21/DPNP tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum. Kerangka Manajemen Risiko terintegrasi (RMF) yang mencakup
Tata KelolaManajemen Risiko,
Proses Manajemen Risiko dan
Alat Manajemen Risiko diperlukan untuk menerapkan manajemen risiko secara efektif
sejalan dengan visi, misi dan strategi bisnis Bank.
4.
Tata Kelola Manajemen Risiko
Untuk memastikan efektivitas dan konsistensi penerapan Kerangka Manajemen Risiko, Bank Papua membutuhkan struktur tata kelola yang kuat. Dalam hal ini, Dewan Komisaris dan Direksi Bank Papua bertanggung jawab untuk mengawasi, memantau dan mengelola risiko yang dihadapi oleh Bank
Papua serta mengembangkan budaya Manajemen Risiko di semua tingkatan organisasi untuk memastikan bahwa semua unit kerja memahami strategi, tingkat risiko yang diambil, dan kerangka kerja Manajemen Risiko Bank Papua. Dalam melakukan
tugas-tugas tersebut, Dewan
Komisaris dibantu oleh Komite Pemantau Risiko (ROC) yang bertanggung jawab untuk meninjau
semua bidang risiko dan menganalisis bidang-bidang lain yang terkait dengan risiko, pengendalian mitigasinya serta potensi kerugian.
Dewan Komisaris mendelegasikan
wewenang kepada Direksi untuk menerapkan
kerangka kerja Manajemen Risiko. Dalam rangka mendukung penerapan Manajemen Risiko yang efektif, Direksi telah membentuk
berbagai komite, termasuk Komite Manajemen Risiko (RMC). Dalam memantau, mengendalikan, dan mengelola risiko, Bank Papua telah menerapkan prinsip Pendekatan Tiga Garis Pertahanan.
Pertahanan Lini Pertama,
Unit Bisnis bertanggung jawab untuk mengendalikan,
dan memitigasi risiko dalam bisnis. Manajemen
Senior dan Komite Manajemen
Risiko menjalankan peran penting untuk
memastikan efektivitas fungsi unit bisnis secara keseluruhan sebagai “Pertahanan Lini Pertama” untuk mengembangkan risiko dan mengendalikan lingkungan sebagai bagian dari kegiatan operasional
rutin. Pertahanan Lini Kedua Pertahanan lini kedua sebagai fungsi
pemantauan independen dibangun oleh Divisi Manajemen Risiko independen dan Divisi Kepatuhan yang berfungsi sebagai unit-unit utama. Secara umum, selain
memastikan kepatuhan terhadap semua peraturan Bank Papua dan regulator lainnya,
lini pertahanan kedua bertanggung jawab untuk menetapkan
batas, pedoman, dan arahan melalui pengembangan kebijakan, tinjauan dan persetujuan batas risiko. Risiko Bank berlandaskan pentingnya Manajemen Risiko untuk keberhasilan
bisnis, keuangan, dan reputasi. Oleh karena itu, pengembangan rencana bisnis Bank Papua berlandaskan pada perspektif bahwa keseimbangan yang baik antara risiko
dan manfaat harus dipertahankan untuk mencapai pertumbuhan jangka panjang bagi pemegang saham. Pertahanan Lini Ketiga Sebagai pertahanan lini ketiga, Audit Internal bertanggung jawab untuk memberikan jaminan, nilai tambah dan kegiatan konsultasi independen serta membantu Bank Papua untuk mencapai tujuannya.
5.
Alat Manajemen Risiko
Sebagaimana dimaksud dalam Risk Appetite Statement (RAS) serta kebijakan dan prosedur, Alat Manajemen Risiko berfungsi sebagai pedoman untuk penerapan RMF. Untuk mewujudkan misinya bagi para pemangku kepentingannya, Risk
Appetite Statement menguraikan tingkat
dan karakteristik risiko
yang diambil oleh Bank. Direksi
dan manajemen senior bertanggung
sambil memastikan bahwa kebijakan terperinci yang berkaitan dengan pembatasan bagi organisasi terhadap kegiatan Bank telah dinyatakan dalam Kerangka Manajemen Risiko, yang konsisten dengan RAS dan kapabilitas Bank. Bank menetapkan
batasan risiko dengan memperhitungkan kemampuan modal Bank untuk menyerap eksposur risiko, mengelola kerugian sebelumnya, meningkatkan keterampilan sumber daya manusianya
dan mematuhi aturan dan peraturan yang berlaku. Prosedur dan penetapan batas risiko mencakup akuntabilitas dan tingkat kewenangan yang jelas, dokumentasi prosedur yang memadai, dan penetapan batas sesuai dengan pertumbuhan
dan perkembangan Bank. Sesuai
dengan implementasi Pilar
II Basel II di Indonesia, Bank telah mengembangkan metode untuk menerapkan Proses Penilaian Kecukupan Modal
Internal (ICAAP).
Proses ini bertujuan untuk
memastikan kecukupan modal sesuai yang termasuk dalam Pilar I. Eksekusi ICAAP di
Bank berdasarkan pada keyakinan
bahwa perhitungan kecukupan modal harus mampu menyerap potensi kerugian dari risiko material. Dengan demikian, penentuan kecukupan modal melalui penggunaan metode ICAAP, selain melakukan penilaian terhadap 3 (tiga) risiko utama yang termasuk dalam Pilar I (Risiko Kredit, Risiko Pasar, dan Risiko Operasional), juga mencakup 7 (tujuh) risiko lainnya,
yaitu Risiko Konsentrasi Kredit, Risiko Suku Bunga dalam Banking
Book, Risiko Likuiditas, Risiko Kepatuhan, Risiko Strategis, Risiko Hukum dan Risiko Reputasi. Manajemen Risiko berfokus pada Perbaikan struktur organisasi, Perbaikan proses kredit, Penyelesaian Non Performing Loan (NPL) dan AYDA, Memperkuat
penerapan Risk Appetite untuk
menjadi alat bagi manajemen senior untuk memantau proses manajemen risiko. Sejalan dengan persetujuan Risk Appetite oleh Dewan Komisaris
pada bulan Juli 2018 yang mencakup
15 metrik, Bank telah memiliki Target Market dan Kriteria
Penerimaan Risiko (RAC)
yang memungkinkan pengembangan
bisnis kredit Bank menjadi lebih terstruktur
dan sejalan dengan Risk Appetite Bank, Memperbaiki
struktur pendanaan dengan mengurangi ketergantungan tinggi pada pendanaan wholesale utama yang timbul dari lembaga
keuangan non-bank untuk mengurangi tekanan berlebih pada rasio likuiditas seperti LCR (Liquidity Coverage Ratio) dan NSFR (Net Stable Funding Ratio), Peningkatan manajemen risiko operasional, Peningkatan kerangka kerja Manajemen Kontinuitas Bisnis Bank Implementasi proses penilaian mandiri melalui perangkat RCSA (Risk
and Control Self Assessment) dan Indikator Risiko Utama dimulai pada tahun 2018 dengan mengeluarkan prosedur RCSA dan KRI untuk beberapa divisi yang akan berlanjut pada tahun 2019.
Proses penilaian mandiri bertujuan awal pengendalian kelemahan yang diharapkan untuk mencegah dan meminimalkan potensi risiko yang dihadapi Bank, Peningkatan berbagai aspek yang melibatkan banyak divisi di Bank melalui Turnaround
Project. Turnaround Project mencakup berbagai aspek seperti sumber
daya manusia, proses, teknologi, kebijakan dan prosedur, dan tata kelola. Peningkatan pengendalian pada keamanan informasi. Sehubungan dengan berbagai serangan dunia maya dan pencurian data oleh pihak-pihak
yang tidak bertanggung jawab, Bank terus meningkatkan manajemen keamanan informasi dengan menerapkan pengendalian, Keterbatasan akses email Bank di luar jaringan internal kantor termasuk penggunaan di ponsel. Penyaringan untuk email yang dikirim ke pihak luar
dimana email akan dikarantina terlebih dahulu jika diduga
mengandung data/ informasi sensitif, Penerapan Metodologi MORA (Material
Risk Operational Assessment), Peningkatan risk
awareness (kesadaran risiko)
dan pemahaman mengenai risiko operasional melalui pelatihan yang dilakukan oleh Divisi Operational Risk dan Group
Operational Risk. Manajemen risiko dalam penelitian
ini terdiri dari risiko kredit,
risiko pasar, risiko likuiditas, dan risiko operasional.
Kesimpulan
Untuk mengetahui
sejauh mana penerapan dan pelaksanan
prinsip – prinsip good coporate
governance dan manajemen risiko
yang di jalankan pada PT. Bank papua
sesuai tujuan penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui bahwa
penerapan konsep dan prinsip dari Good Corporate
governance dalam pengelolaan risiko melibatkan organ internal perbankan
adalah sebagai berikut:
1.
Semua internal
unsur perbankan seperti pemegang saham, forum RUPS, komisaris, direksi,
pengurus komite audit, auditor internal dan eksternal serta karyawan harus
dapat membentuk lingkaran dan situasi kerja yang saling mendukung dan berperan
aktif dalam pelaksanaannya
2.
Prinsip-prinsip
Tata Kelola Perusahaan yang Baik, terutama dalam menangani dan mengelola
berbagai jenis risiko yang secara khusus memiliki keunikan tersendiri yang
hanya ada di perbankan. Dengan kata lain praktik Good Corporate governance dan manajemen risiko dapat meningkatkan kinerja perusahaan, mengurangi risiko yang mungkin dilakukan oleh dewan dengan keputusan yang menguntungkan sendiri dan umumnya Good
Corporate governance dapat meningkatkan
kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya yang berdampak terhadap kinerjanya.
DAFTAR PUSTAKA
Calomiris, C. W., &
Carlson, M. A. (2014). National bank examinations and operations in the
early 1890s.
Cao, L. (2014). Business model
transformation in moving to a cross-channel retail strategy: A case study. International
Journal of Electronic Commerce, 18(4), 69–96.
Devriese, J., Dewatripont, M.,
Heremans, D., & Nguyen, G. (2004). Corporate governance, regulation and
supervision of banks. Financial Stability Review, 2(1), 95–120.
Graham, J. R., Harvey, C. R., &
Rajgopal, S. (2005). The economic implications of corporate financial
reporting. Journal of Accounting and Economics, 40(1–3), 3–73.
Himaj, S. (2014). Corporate
governance in banks and its impact on risk and performance: Review of
literature on the selected governance mechanisms. Journal of Central Banking
Theory and Practice, 3(3), 53–85.
Hossain, A., Sobhani, F. A., Omar,
N., Mohamad, N., & Said, J. (2019). Corporate governance, risk management
and ethical investment: Evidence from banking industries. International
Journal of Financial Research, 10(5), 126–137.
Indrayani, M., & Nurkholis, N.
(2001). Persepsi Manajemen Perusahaan Terhadap Prinsip-Prinsip Good Corporate
Governance (Studi pada 36 Perusahaan di Indonesia). TEMA, 2(2),
136–157.
Kaihatu, T. S. (2006). Good corporate
governance dan penerapannya di Indonesia. Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan,
8(1), 1–9.
Kakanda, M. M., Salim, B., &
Chandren, S. (2017). Corporate governance reform and risk management
disclosures: Evidence from Nigeria. Business and Economic Horizons, 13(3),
357–367.
Manuhutu, C. P. Y. (2017). Pelaksanaan
Good Corporate Governance Di Bank Papua Cabang Jakarta. Media Riset
Akuntansi, 5(2), Hal-106.
Maya, S., de Fatma LUBIS, A., Maksum,
A., & Lumbanraja, P. (2018). The Influence of Organization’s Culture and
Internal Control to Corporate Governance and is Impact on Bumn (State-Owned
Enterprises) Corporate Performance in Indonesia. Journal of Advanced
Research in Law and Economics, 9(2), 681–691.
Melania, V., & Dewi, A. S.
(2019). Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan Dengan
Manajemen Laba Sebagai Variabel Intervening Pada Perusahaan Perbankan Yang
Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia.
Mullineux, A. (2006). The corporate
governance of banks. Journal of Financial Regulation and Compliance, 14(4),
375–382.
Nelly, R., Siregar, S., &
Sugianto, S. (2022). Analisis Manajemen Risiko Pada Bank Syariah: Tinjauan
Literatur. Reslaj: Religion Education Social Laa Roiba Journal, 4(4),
918–930.
Pradana, Y. A., & Rikumahu, B.
(2014). Penerapan Manajemen Risiko terhadap Perwujudan Good Corporate
Governance pada Perusahaan Asuransi. Trikonomika, 13(2), 195–204.
Rahmat, B. Z. (2017). Optimalisasi
Peran Dewan Pengawas Syariah dalam Pelaksanaan Good Corporate Governance di
BPRS Harum Hikmahnugraha. Amwaluna: Jurnal Ekonomi Dan Keuangan Syariah,
1(2), 276–296.
Safari, R., Shateri, M., Baghiabadi,
H. S., & Hozhabrnejad, N. (2016). The significance of risk management for
banks and other financial institutions. International Journal of
Research–Granthaalayah, 4(4), 74–81.
Sari, M., Hanum, S., & Rahmayati,
R. (2022). Analisis manajemen resiko dalam penerapan good corporate governance:
Studi pada perusahaan perbankan di Indonesia. Owner: Riset Dan Jurnal
Akuntansi, 6(2), 1540–1554.
Setiawaty, A. (2016). Pengaruh
mekanisme good corporate governance terhadap kinerja perbankan dengan manajemen
risiko sebagai variabel intervening. KINERJA, 13(1), 13–24.
Sulistyanto, S. (2008). Manajemen
Laba (Teori & Model Empiris). Grasindo.