MOTIVASI INTRIKSIK AUDITOR DALAM MEMAKNAI FILOSOFI KNOWLEDGE, WISDOM & INTEGRITY

 

Febe Natalia Budiono

Universitas Surabaya, Fakultas Bisnis dan Ekonomika

Email: febenatalia97@gmail.com

 

 

Abstrak

Tujuan studi ini adalah peran motivasi intrinsik bagi profesi auditor dalam menjalankan tanggung jawabnya sebagai public interest melalui filosofi KWI sehingga daapt memegang nilai-nilai ketulisan, kejujuran, dan integritas. Menggunakan metode Studi literatur, seluruh data dan informasi berasal dari jurnal-jurnal yang relevan, artikel berita dan buku yang akan membuat penelitian ini dapat diandalkan. Temuan utama dari studi ini Membentuk individu yang lebih peka terhadap sekitar, dan lebih bisa menghargai orang-orang disekitar. Bagi seorang auditor, memaknai KWI sebagai dorongan intrinsik akan memberikan perspektif yang baru dan berbeda dalam menjalankan peran sebagai public interest. Teori yang digunakan adalah peran auditor sebagai public interest yang akan dikaitkan dengan theory of inspired confidence. Selanjutnya, kedua teori ini akan dipahami melalui filosofi KWI untuk mendorong motivasi intrinsik dalam memaknai peran auditor sebagai public interest.

 

Kata kunci: pengetahuan; kebijaksanaan; integritas; kepentingan publik; theory of inspired confidence; motivasi intrinsik

 

Abstract

This study aims to understand the role of intrinsic motivation for the auditor profession in carrying out their responsibilities as a public interest through KWI philosophy so that it can hold the values of sincerity, honesty, and integrity. This research adopts the literature review, all data and information come from relevant journals, news articles and books that will make this research reliable. The main findings of this study are forming individual auditor who are more sensitive to their surroundings and able to appreciate the people around them. For an auditor, interpreting KWI as an intrinsic motivation will provide a new and different perspective in carrying out the role as a public interest. The theory used is the role of the auditor as a public interest which will be associated with the theory of inspired confidence by Limperg (1932). Furthermore, these two theories will be understood through the KWI philosophy to encourage intrinsic motivation in interpreting the role of the auditor as a public interest.

 

Keywords: knowledge, wisdom, integrity, public interest, theory of inspired confidence, intrinsic motivation

 

Pendahuluan  

Fakultas Bisnis dan Ekonomika (FBE) di salah satu universitas swasta di Surabaya memiliki 3 nilai utama, yaitu knowledge, wisdom, dan integrity (KWI). Ketiga nilai ini dapat dipahami dalam konteks yang luas, tidak hanya terpaku dalam mahasiswa FBE saja. Tepatnya, moto KWI dapat dimaknai juga oleh seluruh profesi agar pekerjaan yang dilakukan dapat lebih bermakna. Fokus studi ini adalah memaknai filosofi KWI dari perspektif auditor eksternal. Auditor merupakan sebuah pekerjaan yang tidak hanya berorientasi pada kepentingan klien namun juga harus memastikan bahwa pengguna laporan keuangan eksternal mendapatkan informasi yang sebenar-benarnya. Menurut (Sihotang, 2019) salah satu perbedaan auditor dengan profesi akuntan lainnya adalah mereka bersedia menerima tanggung jawab untuk bertindak bagi kepentingan publik, bukan pada klien saja. Kepatuhan auditor pada nilai-nilai fundamental memang wajib namun memiliki kualitas KWI dalam diri akan membuat pribadi seseorang lebih berkualitas dan bermakna. Hingga kini masih banyak kasus-kasus yang mengecewakan publik dan masyarakat. Misalnya saja kasus Jiwasraya dan Garuda Indonesia. Disinilah peran auditor yang mengupayakan agar kepentingan umum didahulukan daripada kepentingan orang-orang tertentu saja.

Sudah sejak lama kecurangan, fraud, manipulasi dan tindakan buruk lainnya terjadi dalam dunia bisnis yang tentunya juga berdampak negatif pada sistem sosial. Salah satu contohnya adalah hilangnya rasa percaya masyarakat pada organisasi tertentu (Syahroni & Sujarwadi, 2018) (Kismawadi, 2021) (Iwan Putra, 2023). Dalam mengupayakan kembalinya kepercayaan publik, maka organisasi menerbitkan laporan tentang kondisi keuangannya. Sayangnya, hal ini malah digunakan untuk menyembunyikan kecurangan dan kelalaian manajemen. Salah satu tujuan dari profesi auditor eksternal adalah menerima tanggung jawab untuk kepentingan publik, selain untuk memastikan bahwa laporan keuangan yang dibuat oleh klien sudah sesuai standar yang berlaku dan bebas dari salah saji material (D. S. T. Putra & Muid, 2012) (Arief, 2016) (Arum Ardianingsih, 2021).

Penelitian kali ini lebih berfokus pada “public interest”, sebuah kata yang sangat sering digunakan dalam aspek akuntansi. Namun, apa arti dari public interest (kepentingan publik) yang sebenarnya? Menurut (Baker, 2005) ada beberapa arti yang mengacu pada kepentingan publik, tergantung dari seberapa besar perspektif ideologi responden. Menurut artikel singkat yang diterbitkan oleh (IFAC, 2012) kepentingan publik adalah manfaat yang diterima oleh seseorang, kelompok, atau badan yang mendapatkan manfaat dari suatu aksi, keputusan, dan kebijakan yang dibuat. Dalam perjalanannya memaknai KWI, salah satu faktor utama yang menjadi pendorong adalah motivasi intrinsik, karena memaknai KWI memerlukan tekad yang kuat dan membutuhkan dorongan dari dalam diri sendiri. Jika tidak, maka akan sangat susah bagi seseorang untuk mendalami KWI sebagai prinsip dalam menjalani pekerjaan(Hedlund-de Witt, De Boer, & Boersema, 2014).

Tujuan dari penelitian ini juga mengharapkan agar kedepannya Auditor dapat memaknai KWI dalam profesinya sehingga mendorong auditor lebih tulus dan jujur dalam melakukan pekerjaannya, atau sebagai motivasi intrinsik. Selain itu, diharapkan juga agar dengan adanya penelitian ini semakin sedikit auditor yang menerima tawaran suap ataupun melakukan kecurangan. Selain itu, Auditor juga tidak boleh lupa bahwa salah satu tujuan dari profesi mereka adalah memastikan perannya yang bertindak mewakili kepentingan publik sehingga integritasnya harus benar-benar terjaga (IAPI, 2020) (Tandiono et al., 2023).

Research question yang akan terjawab dalam penelitian ini adalah bagaimana memaknai filosofi KWI dalam profesi auditor sebagai motivasi intrinsik untuk mengingatkan bahwa auditor tidak hanya bertanggung jawab pada klien saja namun mereka juga harus memastikan bahwa pengguna eksternal pun berhak mendapatkan informasi yang benar-benar sesuai dengan kondisi, bukannya hasil manipulasi. Auditor memikul tanggung jawab yang cukup besar, maka dari itu memaknai KWI sebagai dorongan intrinsik dalam membantu auditor menjalankan pekerjaan dan tanggung jawabnya agar semakin memegang erat kode etik. Sebelum menjawab pertanyaan tersebut tentunya diperlukan kajian-kajian teori yang akan menuntun penelitian ini agar tetap fokus dan terarah. Secara garis besar, penelitian ini akan menyoroti kepentingan dalam profesi auditor yang memiliki tanggung jawab sebagai public interest. Sangat penting untuk memahami apa makna dari istilahpublic interest(IFAC, 2012). selanjutnya, theory of inspired confidence yang berasal dari hasil pemikiran Profesor Limperg pada tahun 1932 akan dijadikan acuan dalam memaknai peran auditor sebagai public interest (Limperg, 1932). Selanjutnya, pemahaman atas motivasi intrinsik akan memberikan pengertian pentingnya dorongan dari dalam diri sendiri untuk memaknai KWI secara utuh. Terakhir, pemahaman filosofi KWI akan diperdalam dengan membahas nilai-nilai yang terkandung di dalamnya agar dapat menuntun pembaca dalam memaknainya.

Mengutip dari artikel yang diterbitkan oleh (IFAC, 2012) misi IFAC adalah melayani kepentingan publik dengan cara (a) berkontribusi untuk pengembangan, adopsi, dan implementasi dalam standar dan panduan internasional yang berkualitas; (b) berkontribusi pada mengembangan organisasi akuntansi profesional serta praktik akuntan profesional yang berkualitas; (c) mempromosikan nilai-nilai dari akuntan profesional secara global; dan (d) menyuarakan isu-isu terkait dengan kepentingan publik (Nurmastadiyah, 2010) (Agustia, 2015) (Harmain et al., 2019). Dalam rangka memenuhi misi-misi tersebut, maka menjadi sangat penting untuk memahami maka sebenarnya yang terkandung dalam konsep public interest. Hal ini perlu dilakukan agar pemahaman atas konsep ini tidak ambigu dan simpang siur, karena setiap individu pasti memiliki sudut pandang yang berbeda atas suatu konsep. Maka dari itu, penjelasan dari konsep ini perlu dijabarkan agar tidak salah persepsi. (Baker, 2005) juga menyatakan bahwa makna dari public interest bisa sangat bervariasi, tergantung dari seberapa luas sudut pandang ideologi seseorang.

Dari sudut pandang AICPA yang disimpulkan oleh (Baker, 2005) public interest diartikan sebagai mencapai kesejahteraan komunitas tertentu dan organisasi yang dilayani oleh profesi akuntan secara kolektif. Namun, masih ada beberapa istilah yang tidak spesifik, seperti kata kesejahteraan yang kolektif (bersamaan). Apakah maksudnya kesejahteraan bersama antara komunitas tertentu dengan organisasi yang dilayani? Ataukah public interest juga melingkupi orang-orang yang bukan merupakan bagian dari komunitas dan organisasi yang dilayani?

Berdasarkan hasil pemikiran (Sawabe, 2005) public interest sebenarnya sama saja dengan private interest jika dilihat dari perspektif teori ekonomi neoklasik, biasanya teori ini cenderung didukung oleh ahli teori yang memegang prinsip rasional. Secara umum ada empat asumsi dasar yang disetujui oleh mereka yang mendukung prinsip rasional, yaitu: (1) mementingkan keuntungan maksimal, (2) struktur preferensi, (3) pengambilan keputusan pada kondisi yang tidak menentu, dan (4) memberikan penjelasan hasil kolektif yang berfokus pada kepentingan orang-orang tertentu di dalam suatu kelompok (Sawabe, 2005). Selanjutnya, poin keempat benar-benar menunjukan bahwa pilihan rasional disertai pula dengan sifat yang individualis dan mementingkan orang-orang tertentu dalam sebuah kelompok. Jika konsep ini diaplikasikan, maka konsep public interest tidak akan berbeda denganprivate interest”. Sedangkan (IFAC, 2012) memberikan definisi yang lebih detail, bahkan menerbitkan artikel yang khusus membahas konsep public interest dalam konteks Auditor. Pertama, dijelaskan bahwa istilahpublik” dan “interest”. berikutnya akan membahas penilaian umum tentang keputusan dan kebijakan dalam public interest (Suwitri, 2008) (Nasir, 2017).

Istilah “publik” yang dimaksud oleh (IFAC, 2012) mengacu pada seluruh masyarakat secara inklusif (mengidentifikasi kelompok secara general yang disebut publik) dan bagaimana profesi akuntan memengaruhi setiap kelompok.

Investor, pemegang saham, dan pemilik bisnis. Mereka merupakan individu-individu yang kesejahteraannya sangat bergantung dengan performa sebuah organisasi, biasanya hal itu akan dinilai dari laporan keuangan (Purwani & Oktavia, 2018) (Anggita, Rinofah, & Sari, 2021). Makanya, kelompok di poin (a) sangat mengandalkan laporan keuangan sebagai dasar untuk mengambil keputusan.

Konsumen dan supplier. Mereka adalah kelompok yang akan terpengaruh dengan hasil keputusan yang dibuat oleh organisasi, terutama dalam hal biaya, kualitas, dan ketersediaan produk (Meithiana, 2019) (Sulistya & SRI, 2013).

Wajib pajak dan masyarakat yang merujuk pada kelompok yang akan terkena dampak dari hasil kerja akuntan yang memfasilitasi informasi keuangan dan melakukan pengambilan keputusan (Firmansyah, Ak, Estutik, & Ak, 2021) (Azzahra, 2023). Meski dampak yang terjadi pada setiap jenis kelompok berbeda, ada satu hal yang sama, yaitu kewajiban Auditor untuk bertindak sebagai public interest tanpa memandang kedekatannya dengan kelompok tertentu.

Secara umum interest berarti seluruh hal yang bernilai bagi individu dan masyarakat. Maka interest ini lebih terfokus pada hak-hak yang diterima oleh setiap orang. Interest inilah yang harus diusahakan dan dikontrol. Profesi akuntan akan membantu merealisasikan beberapa tujuan yang umumnya berkaitan dengan ekonomi dan manajemen sumber daya yang efisien, seperti (IFAC, 2012): meningkatkan kepastian dalam pasar melalui infrastruktur keuangan, pelaporan informasi finansial dan non finansial yang berguna bagi investor dan stakeholder, adanya laporan finansial dan non finansial yang dapat dibandingkan diberbagai yurisdiksi, dan transparansi atas laporan finansial dan non finansial, terutama yang berkaitan dengan organisasi publik dan pemerintahan, dan lain-lain. Dari poin-poin diatas, dapat dilihat bahwa Auditor memiliki peran penting untuk mewujudkannya. Secara keseluruhan, profesi akuntan harus menghasilkan laporan keuangan dan non keuangan yang transparan dan jujur serta menjaga akuntabilitas. Disinilah pentingnya memaknai filosofi KWI dalam memenuhi peran auditor sebagai publik interest seutuhnya.

 

Metode

Metode penelitian akan bersifat studi literatur, di mana seluruh data-data dan informasi yang didapatkan berasal dari jurnal-jurnal yang relevan, artikel berita dan buku yang akan membuat penelitian ini dapat diandalkan. Kemudian, fokus utama penelitian adalah memahami motivasi intrinsik yang terkandung dalam filosofi KWI, sehingga dapat dipahami apa makna sesungguhnya dalam peran auditor sebagai public interest.

 

Hasil dan Pembahasan

Menurut (Limperg, 1932) audit merupakan salah satu institusi penting dalam kerangka sosial. Maka sangat penting untuk berfokus pada peran auditor sebagai public interest yang harus benar harus dilakukan dan dijalani. Ini berarti, auditor dipercaya oleh khalayak umum, oleh kelompok-kelompok yang mengandalkan kinerjanya, dan oleh orang-orang yang akan dipengaruhi oleh hasil audit (Daraba, 2019). Kepercayaan inilah yang harus selalu diingat oleh auditor ketika menjalankan tugasnya. Jika auditor secara sengaja tidak mengutamakan perannya sebagai public interest, maka untuk apa seseorang menjadi auditor?

Salah satu cara dalam menggerakan individu adalah dengan memberikannya motivasi, baik yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik. Fokus penelitian ini adalah peran motivasi intrinsik melalui filosofi KWI. Melalui dorongan instrinsik, auditor tidak perlu lagi memaksakan diri menjalankan peran sebagai public interest hanya karena takut tidak dipercayai, namun lebih kearah: “jika peran public interest terpenuhi, maka akan membawa kepuasan tersendiri”. Itulah makna yang ingin dicapai. (Rezaee, 2004) berpendapat bahwa kasus-kasus terdahulu, seperti kasus Enron dan WorldCom membuat masyarakat mempertanyakan apakah fungsi audit dapat dipercaya? Dorongan auditor ketika memutuskan untuk membantu klien memanipulasi laporan keuangan adalah dorongan ekstrinsik (Eryanto, 2020) (Balleisen, 2023). KAP Arthur Andersen dengan sadar sepenuhnya melakukan hal yang salah demi tujuan tertentu. Maka dari itu, peran motivasi intrinsik dalam menggerakan auditor sangat penting, agar peran sebagai public interest dapat dilakukan tanpa paksaan dan ketika berhasil menjalankan perannya akan timbul kepuasan dari dalam diri (Sulistiawan & Januarsi, 2011) (Azaro, Ekasari, & Susilowati, 2020) (Ainun & Sari, 2021).

Rezaee melanjutkan, di tahun 1990-an profesi akuntansi gagal memelihara fungsinya sebagai public interest. pertama, kepercayaan terhadap auditor sangat berkurang karena gagal memberikan pelaporan keuangan yang dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan. Kedua, kegagalan audit sering dikaitkan dengan kegagalan bisnis sehingga masyarakat semakin meragukan kredibilitas dan fungsi dari audit. Terakhir, meski institusi profesi akuntan sudah mencoba memperbaiki citra, mereka telah dianggap gagal mengadvokasi anggotanya dan masyarakat luas, atau karena publik sudah terlalu kecewa sehingga menutup mata pada perubahan-perubahan yang sudah diupayakan untuk meningkatkan keandalan dan integritas.

Disinilah peran membangun karakter menjadi sangat penting. Auditor yang berkarakter cenderung memegang nilai-nilai yang dipercayainya dengan kuat dan tidak goyah. Pembentukan karakter yang seperti ini sangat membutuhkan dorongan instrinsik, karena sifat-sifat seperti integritas dan kebijaksanaan tidak dapat dipaksakan pada seseorang. Sering kali fraud dan penyelewengan lain terjadi karena seseorang tidak memiliki integritas. Salah satu komponen paling penting dalam menjalani kehidupan dan pekerjaan adalah memiliki integritas, manusia tanpa integritas cenderung lebih rentan terhadap tindakan menyeleweng. Dari filosofi KWI, integritas merupakan konsep yang paling susah direalisasikan namun juga bersifat menyeluruh. Integritas adalah sikap dan tindakan yang harus dibangun atau dimiliki sejak awal. Memiliki dan membangun integritas akan menuntun individu pada kebijaksanaan dan pengetahuan. Maka pembahasan pada penelitian ini akan dimulai dari integritas.

 

Menanamkan Integritas

Ada empat komponen penting dalam integritas, yaitu honour, kejujuran, akuntabilitas, dan reliability. Keempat hal ini tidak terpisahkan dan saling berkaitan. Tanpa salah satu komponen, maka seseorang tidak bisa disebut berintegritas. Seseorang yang jujur, tentunya akan bangga dan menghormati pekerjaannya sehingga akan bertanggung jawab pada tugas dan fungsinya agar dapat diandalkan.

Peran Auditor sangat erat kaitannya dengan integritas. Dalam kode etik profesi yang dibuat oleh (IESBA, 2014) integritas merupakan komponen pertama yang harus dimiliki oleh setiap Auditor. Pada section 110 (IESBA, 2014) dan subseksi 111 (IAPI, 2020) integritas mengandung komponen kejujuran. Dorongan intrinsik, seperti senang dapat memenuhi tugasnya sebagai public interest akan sangat membantu dalam mencapai integritas. Hal ini juga sangat membantu auditor mendapatkan kepercayaan dari kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan dengan hasil kerja auditor. Orang yang memiliki integritas adalah orang yang dapat dipercayai namun sebaliknya, orang yang tidak berintegritas, cepat atau lambat, akan kehilangan kepercayaan masyarakat, timnya sendiri, bahkan dengan orang-orang terdekatnya. Tidak berintegritas sama saja artinya merusak kepercayaan orang lain.

Public interest sangat erat kaitannya dengan integritas. Auditor tidak bisa menjalankan perannya sebagai public interest atau kepercayaan masyarakat sosial bila tidak memiliki integritas. Karena tanpa integritas, nilai dan prinsip moral yang dipegang seseorang mudah goyah. Tanpa adanya motivasi intrinsik, individu tidak akan dapat memaknai integritas. Alasannya sederhana: karena integritas muncul dari dalam diri sendiri, tidak dapat dipaksakan. Maka dari itu, bagaimana cara memunculkan motivasi intrinsik?

integritas membuat seseorang lebih mudah untuk tidak terpengaruh dalam melakukan penyelewengan dan mengorbankan kepercayaan masyarakat. Integritas juga dapat berperan sebagai kompas moral dan etika bagi auditor sehingga dapat membatasi diri dari tindakan menyimpang yang tidak sesuai dengan nilai dan prinsip yang dipegang.

Honour. Auditor memikul tanggung jawab yang berat. Mereka diandalkan oleh banyak orang. Langkah awal dalam membangun integritas adalah rasa bangga terhadap suatu pekerjaan yang dilakukan. Rasa bangga akan mendorong individu lebih tulus dalam bertindak, berpendapat, dan bekerja. Rasa bangga juga cenderung menumbuhkan rasa ingin membuktikan diri, membuktikan bahwa memang pekerjaannya membanggakan. Menghormati pekerjaan dan fungsi dari auditor akan membuat seorang auditor paham betapa pentingnya menjaga kepercayaan masyarakat.

Poin penting dalam motivasi intrinsik adalah melakukan suatu kegiatan atau aktivitas tanpa adanya paksaan dari luar, melainkan dari keinginan sendiri. Jika seorang auditor memang memiliki rasa bangga pada profesinya, maka mereka akan melakukan pekerjaannya dengan baik dan maksimal karena hal tersebut akan membawa kepuasaan. Auditor yang secara sukarela menjalankan perannya sebagai public interest merupakan bentuk dari usaha untuk mencapai instrinsik reward, dalam bentuk sense of achievement (Bajracharya, 2018). Maksudnya adalah hasil kerja kerasnya terbayarkan lewat perasaan puas dan senang.

Menurut (Robinson, 2016) sikap menghormati akan mendorong seseorang untuk fokus pada janji. Peran auditor sebagai public interest membuat mereka dibebani tanggung jawab. Tanggung jawab inilah yang akan dianggap sebagai janji. Auditor berjanji memberikan laporan audit yang jujur tanpa condong pada kelompok tertentu. Honour juga sangat penting dalam menjaga kepercayaan yang sudah diberikan oleh masyarakat, karena untuk menjaga rasa kehormatan dan kebanggan auditor akan mengatakan yang sejujurnya dalam hasil auditnya. Hal ini akan menuntun penelitian pada poin berikutnya yang berbicara tentang kejujuran.

Truthfulness. Salah satu bentuk integritas adalah kejujuran. Bahkan, fokus utama integritas dalam konteks kode etik profesi sangat erat kaitannya dengan kejujuran dan kebenaran. Menurut (Robinson, 2016) kejujuran bukanlah sekedar konsep atau ide, namun lebih ke arah bagaimana seseorang merepresentasikan dirinya sendiri. Kedepannya, kejujuran akan menjadi titik balik dalam memaknai self-worth dan reputasi. Self-worth sendiri merupakan bentuk dari kesadaran bahwa diri sendiri memiliki makna yang berarti. Menyadari bahwa diri sendiri juga penting. Keinginan mencapai self-worth adalah salah satu bentuk dari dorongan intrinsik. Dalam kehidupan dan pekerjaan, kejujuran merupakan aspek yang sangat penting. Termasuk juga pekerjaan sebagai auditor, yang mana memikul tanggung jawab yang sangat besar karena dipercayai oleh masyarakat. Untuk menjaga keutuhan kepercayaan ini, aspek kejujuran menjadi krusial bagi auditor dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya. (Robinson, 2016) menekankan bahwa motivasi yang layak dalam melakukan kejujuran adalah memiliki passion dalam kebenaran.

Sebagai auditor, mengungkapkan kebenaran adalah hal mutlak, tidak dapat ditawar. Kebohongan yang terbongkar akan merusak seluruh reputasi seseorang atau bahkan organisasi secara utuh. Kebohongan tentunya berakibat fatal pada hancur kepercayaan dan citra diri. Pada akhirnya, seseorang yang sudah tidak dapat dipercayai sangat susah untuk mendapatkan kembali kepercayaan. Komponen penting dalam theory of confidence adalah selalu berkata apa adanya dan sejujur-jujurnya.

Accountability. Tujuan dari public interest adalah memastikan transparansi, akuntabilitas, dan keandalan dari laporan keuangan (IESBA, 2014). Dalam mempertanggungjawabkan tugas dan fungsinya sebagai auditor, sebelumnya mereka harus memaknai honour dan kejujuran. Jika dari awal tidak jujur, bagaimana mau bertanggung jawab? Maka, akuntabilitas dapat juga disebut sebagai bukti dari kejujuran. (Bovens, 2010) menyimpulkan bahwa konsep akuntabilitas sebagai nilai kebajikan sering kali hanya dijadikan alat retorik untuk memberikan citra yang transparan dalam konteks politik. Kekurangannya lagi, akuntabilitas sebagai kebajikan tidak memiliki standar yang pasti. Maka Bovens mengemukakan ide akuntabilitas sebagai sebuah mekanisme. Dalam bentuk mekanisme, akuntabilitas dapat dijadikan sebagai alat untuk mencapai pertanggungjawaban organisasi dan memastikan mereka berada di jalan yang benar.

Tujuan utama dari akuntabilitas adalah membuktikan bahwa tindakan individu dapat dipercaya. Berarti, bisa dikatakan bahwa tujuannya untuk mendapatkan kepercayaan dari orang lain, dalam konteks penelitian kali ini adalah mendapatkan kepercayaan publik. Maka, keinginan agar dipercayai merupakan motivasi intrinsik bagi auditor, sedangkan reward-nya akan berbentuk kepercayaan. Artinya, kepuasan dan kebahagiaan auditor akan tercapai ketika berhasil dipercayai karena hasil pekerjaannya dapat ia pertanggungjawabkan di depan publik.

Reliability. Komponen terakhir dalam integritas memiliki tingkat kepentingan yang sama besar dalam membentuk seseorang menjadi pribadi yang berintegritas. Reliability bersifat komplementer bagi akuntabilitas. Salah satu bentuk pertanggungjawaban yang harus dipenuhi oleh auditor adalah menghasilkan laporan yang hasilnya dapat diandalkan. Selain itu, reliability juga berkaitan erat dengan kejujuran. Kebenaran yang diinformasikan harus dapat diandalkan. Jika disederhanakan, dari konsep reliability ini, tujuan yang ingin dicapai adalah dapat dipercaya karena sudah melakukan kewajibannya sehingga dapat diandalkan. Dalam konteks auditor, beberapa hal yang perlu diandalkan adalah perilaku, tindakan, dan hasil auditnya. Ketika dorongan ingin dipercayai oleh publik muncul, maka dalam mencapai keberhasilannya auditor akan berusaha untuk bekerja dengan jujur (berintegritas) sehingga publik dapat menilai, bisakah auditor ini diandalkan.

Begitu pula dalam theory of inspired confidence. Kepercayaan dibangun dengan dasar kejujuran dan tanggung jawab, namun ini saja tidak cukup. Auditor harus dapat menghasilkan informasi yang dapat diandalkan untuk memenuhi perannya sebagai public interest dalam memuaskan kebutuhan masyarakat. Reliability tidak hanya mengacu pada hasil saja namun juga harus berkaitan dengan sikap dan tindakan seorang auditor. Seseorang yang berintegritas sudah pasti memiliki sikap dan hasil yang dapat diandalkan.

 

Menumbuhkan Kebijaksanaan

Integritas akan menuntun seseorang lebih bijaksana dalam mengambil keputusan atau pun dalam menjalani kehidupan dan pekerjaan. Kebijaksanaan berarti memahami apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak. Bertindak jujur dan bertanggung jawab adalah sebuah pilihan yang dapat dipilih oleh setiap individu. Memutuskan untuk melakukan fraud juga bentuk dari pilihan menolak jujur, memilih untuk merugikan orang lain.

Menjadi seorang auditor memerlukan kebijaksanaan dalam memahami setiap pilihan yang ada. (West, 2017) tanpa kebijaksanaan karakter yang luar biasa pun akan menjadi orang dalam kegelapan, tidak tahu harus berbuat apa. Namun sebaliknya, tanpa knowledge dan karakter yang baik kebijaksanaan tidak akan ada. Dalam membangun kepercayaan, kebijaksanaan sangat diperlukan, Selain itu, dalam melakukan pekerjaannya mereka akan menemui banyak sekali dilema, sehingga sangat memerlukan kebijaksanaan. Bagi seorang auditor, professional judgement sudah seperti makanan sehari-hari. Sangat dibutuhkan dalam banyak kegiatan audit. Dalam mengambil keputusan yang tepat, wisdom sangat diperlukan oleh auditor. Ketika tujuan auditor mengarah pada professional judgement, maka motivasi intrinsiknya adalah pengambilan keputusan yang bijak. Ketika motivasinya sudah mengarah pada tujuan tersebut saatnya menggunakan komponen-komponen wisdom.

Trust. Auditor harus mampu menjaga kepercayaan yang diterima dari masyarakat sekaligus juga mempercayai tim auditnya. Ini berarti, kepercayaan dibutuhkan baik dari sisi internal maupun eksternal. Sekilas, kepercayaan sedikit berlawanan arah dengan skeptisisme, namun sebenarnya tidak. Selain mempercayai klien, Auditor tetap harus bersikap skeptis dalam rangka menjadi bijaksana. Kepercayaan juga berkaitan dengan reputasi seseorang atau organisasi. Melalui kepercayaan yang dititipkan oleh masyarakat, auditor diingatkan bahwa tanggung jawabnya tidak hanya sebatas pada klien namun juga pada masyarakat yang menaruh kepercayaan ditangan auditor. Memiliki kepercayaan berarti meyakini suatu hal, meyakini nilai-nilai etika dan moral yang dianut akan mengacu pada integritas.

Kepercayaan harus dibangun dengan kata “saling”. Saling percaya. Memerlukan minimal dua orang. Ingin dipercaya dan mempercayai merupakan tujuan yang didorong oleh faktor intrinsik. Cara-cara yang dapat dilakukan adalah (a) langkah pertama yang harus dilakukan adalah jujur, karena hal ini merupakan unsur terpenting dalam kepercayaan. Ketika auditor salah melakukan audit, maka harus bisa berlapang dada untuk mengakui kesalahan sebagai bentuk kejujuran. Selain itu, menepati janji juga merupakan bagian dari jujur. Auditor sudah berjanji dengan sumpah profesi, dengan salah satu tugasnya sebagai public interest, maka tepatilah hal itu. Kedua (b) teguh pada pendirian. Orang yang plin-plan akan susah mendapatkan kepercayaan, juga menunjukan bahwa tidak memiliki ketegasan pada diri sendiri. Memiliki pendirian juga menandakan arah tedensi seseorang. Auditor yang berpegang teguh pada integritas, akan lebih mudah dipercayai. Ketiga (c) menghargai hubungan, baik dengan tim audit maupun dengan klien. Sebagai auditor, mendapatkan kepercayaan publik memang penting, namun dipercayai oleh klien akan membuat pekerjaan lebih ringan, tidak perlu saling curiga.

Cooperation. Bekerja sama berkaitan dengan seluruh level sosial. auditor bekerja sama dengan timnya, di dalam tim audit, setiap anggota saling membantu dan mempercayai, memikul tanggung jawab bersama. Kemudian bekerja sama dengan klien, dalam artian klien tidak perlu bertindak penuh kerahasiaan, karena saling mempercayai berarti tidak mencurigai sesama. Lalu yang terakhir bekerja sama dengan pemegang saham, stakeholder, dan masyarakat dengan cara menjaga kepercayaan yang sudah diberikan pada Auditor.

Kontek kerja sama erat kaitannya dengan saling menguntungkan (Sterenly, 2016) dengan begitu sifatnya akan menjadi symbiosis mutualisme. Biasanya, arah tujuan yang ingin dicapai juga sejalan. Menginginkan kerja sama dapat dijadikan sebagai motivasi intrinsik. Berhasil bekerja sama akan menimbulkan perasaan bangga dan puas. Namun jangan sampai bekerja sama ini didasari oleh motivasi yang salah, misalnya melakukan kecurangan bersama, atau membantu kelompok lain untuk bertindak semena-mena. Jika bekerja sama dilakukan dalam konteks fraud, maka hal tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai komponen kebijaksanaan.

Holistic Perspective. Menurut (Fidiana, 2020) perilaku manusia itu holistik, tidak hanya dapat dinilai atau dihakimi dari satu sisi saja. Makanya, dalam memahami manusia tidak boleh berprasangka buruk atau berasumsi atas dasar yang tidak jelas. Perspektif holisik membantu individu untuk lebih memahami alasan terjadinya suatu hal, memahami cara pandang orang lain tanpa menghakimi. Menguasai cara berpikir holistik akan menuntun auditor menjadi individu yang bijaksana. Menurut (Robinson, 2016) berpikir menggunakan sudut pandang holistik merupakan integrasi dari emosional, psikologi, dan intelektual yang nantinya akan membuat individu lebih menghargai sesama. Rasa kemanusiaan dan menghormati perbedaan berasal dari cara pandang holistik. Maka dari itu, perspektif holistik merupakan komponen yang sangat penting bagi a uditor. Karena melalui pandangan holistik auditor dapat membuka wawasannya, dan belajar memahami sesuatu dari berbagai sudut pandang.

Humanity. Pernah mendengar atau membaca istilah "memanusiakan manusia"? Dalam beberapa aspek terkadang manusia lupa untuk merangkul sesama manusia. Sama halnya dengan auditor, harus selalu ingat bahwa manusia adalah makhluk sosial yang pastinya berinteraksi, dengan klien ataupun dengan masyarakat (publik). Andaikata seorang Auditor menolong klien untuk memanipulasi data, sudah pasti mereka lupa bahwa ada banyak orang yang dirugikan, sekaligus mengecewakan masyarakat.

Makna darimemanusiakan manusiamencangkup seluruh dimensi dalam kehidupan manusia. Sejatinya, konsep ini sejalan dengan nilai humanisme, di mana tujuannya adalah pengembangan rasa kemanusiaan dalam segala bentuk hingga maksimal. mendorong potensi manusia yang masih bisa lebih baik, bukannya memburuk baik dalam sikap, perilaku, dan pola pikir (Siahaan, 2015) (Grudin, 2020). Pada intinya, tidak peduli pada ras, budaya, agama, dan status sosial, semua manusia harus diperlakukan dengan sama dan adil. Humanity akan menjadi salah satu motivasi intrinsik yang sangat kuat. Mengapa demikian? Karena auditor akan berusaha memerangi segala bentuk ketidakadilan (misalnya: fraud) dan memiliki rasa empati yang besar.

Meritokrasi. Konsep meritokrasi sangat erat kaitannya dengan keadilan dan kesetaraan. Siapapun yang layak berhak mendapatkan reward atau kenaikan pangkat. Jadi, dasar pemberiannya berasal dari performa kinerja, bukan berdasarkan hubungan teman ataupun darah. Contoh sederhananya, auditor junior yang sudah bekerja lembur akan diberikan gaji tambahan. Maka, hal ini akan dilihat sebagai bentuk menghargai usaha seseorang. Konsep ini menjunjung tinggi kesetaraan, mirip seperti egalitarianisme. Segala ras, suku, etnis, agama, dan status sosial tidak dianggap penting dalam konteks meritokrasi. Penilaiannya murni berdasarkan kelayakan. Namun, harus dipastikan bahwa tetap berada di jalan yang etis dan bermoral.

Respect for Multiculturalism. Sebenarnya, tujuan utama dari menghormati multikultural adalah saling menghargai dan saling menerima, di mana pada dasarnya sudah merupakan basic knowledge. Perbedaan, apapun bentuknya, tidak layak dijadikan alasan untuk memperlakukan orang lain dengan semena-mena. Memperlakukan orang lain secara berbeda hanya karenatidak samamerupakan perilaku rasis yang seharusnya sudah punah. Sebagai auditor pun, memang sudah seharusnya menghormati orang lain, meski orang lain yang dimaksud adalah OB, tetap perlu dihormati sebagai human being. Mirip seperti konsep humanity, saling menghargai multikultural merupakan dorongan intrinsik yang sangat berguna dalam kehidupan. Ketika memiliki dorongan untuk memperlakukan orang lain dengan tulus, maka individu termasuk memiliki kompas moral yang sangat bagus. Tanpa rasa hormat, seseorang tidak bisa menjadi bijaksana, karena pemikirannya masih sempit. Saling menerima adalah tanda bahwa pola pikir seseorang lebih luas dan tidak mempermasalahkan hal-hal yang tidak perlu.

 

Menggali Pengetahuan

Pengetahuan adalah sahabat dari kebijaksanaan, keduanya memiliki sifat yang saling melengkapi. Bagi auditor, pengetahuan merupakan aspek yang sangat penting dalam menjalankan perannya, termasuk juga peran sebagai public interest. Umumnya, manusia akan cenderung lebih mempercayai orang yang pintar daripada yang bodoh. Sama halnya dengan publik yang pastinya ada tendensi lebih percaya pada auditor yang berwawasan luas. Perlu diingat juga bahwa pengetahuan tidak hanya sebatas teori, bida bermanifestasi menjadi pemahaman atas pengalaman yang sudah berlalu.

Selain faktor diatas, auditor memang didorong untuk selalu memperbarui wawasannya sebagai salah satu prinsip fundamental bagi seorang auditor  (IESBA, 2014) (IAPI, 2020). Karenanya, situasi dan kondisi ekonomi bersifat dinamik sehingga sebagai auditor yang kompeten harus mengimbangi perubahan tersebut. Memahami inherent risk dari klien juga memerlukan wawasan yang luas, auditor tidak boleh mudah berpuas diri dan diharapkan haus akan pengetahuan. Satu hal yang harus dimiliki ketika ingin terus mencari dan memahami pengetahuan, yaitu open minded. Jika tidak, pola pikir individu akan cenderung tertutup dan tidak mau berusaha memahami pemikiran orang lain. Sikap open minded merupakan ciri khas dari individu yang bijaksana. Tentunya, harus selalu diingat bahwa wawasan tanpa kebijaksanaan dan integritas dapat mendorong individu melakukan tindakan-tindakan yang merugikan orang lain. Kebijaksanaan akan membantu auditor berada di jalan yang benar sedangkan integritas membuat individu tetap teguh berpendirian pada nilai dan prinsip yang dipercayainya.

Core competence. Pengetahuan dan keterampilan yang sudah dimiliki auditor haruslah terus dipelihara dan dikembangkan agar berguna dalam pekerjaannya. core competence itu wajib dikembangkan. Salah satu cara dalam menjaga kepercayaan publik adalah dengan mengasah kemampuan dan keterampilan yang berkaitan dengan audit. Menurut (Forbes, 2018) ada lima skills yang perlu dikuasai oleh auditor dalam rangka mencapai kesuksesan: (a) Keterampilan dalam berkomunikasi, auditor harus mampu mengomunikasikan ide-ide dan temuannya, baik pada klien maupun pada tim auditnya, (b) Kecerdasan emosional, akan membantu auditor dalam menghadapi klien dan membantu mereka lebih bersimpati pada orang-orang disekitarnya. Mengembangkan pola pikir holistik akan sangat membantu auditor mencapai kecerdasan emosional, (c) Berpikir kritis, untuk dapat berpikir kritis, maka auditor harus memiliki wawasan yang luas. Pemikiran yang kritis akan mendorong auditor untuk terus-menerus mencari kebenaran atas suatu hal sehingga dapat menjalankan perannya sebagai public interest, (d) Profesional skeptisisme, skeptis bukan berarti tidak percaya, melainkan merupakan bentuk dari berpikir secara kritis. Tujuannya adalah mendapati kebenaran sehingga hasil auditnya dapat dipertanggungjawabkan dan diandalkan, dan (e) Interpersonal skills, sederhananya berarti kemampuan untuk bekerja sama dengan dengan baik, biasanya mencangkup komunikasi hingga sikap yang baik. Tentunya seorang auditor tidak hanya cakap berbicara, namun juga harus memiliki sikap dan tingkah laku yang ramah. Hal ini berkaitan dengan rasa kemanusiaan dan menghormati multikultural.

Inovasi sangat berguna bagi Auditor untuk mengimbangi perubahan-perubahan yang terus terjadi dalam dunia ekonomi, baik yang global maupun nasional. Inovasi juga merupakan sebuah mindset atau pola pikir. Konsep pemberdayaan sangat erat kaitannya dengan inovasi, bagaimana memberdayakan tim. Selain itu, inovasi juga sangat berguna ketika ada kejadian tidak terduga terjadi, seperti pandemik Covid-19. Bagaimana cara mengatasi WFH, pun bagaimana menghadapi klien ketika bertatap muka menjadi sulit. Ada istilah innovation behaviour yang mengacu pada pengenalan dan penerapan ide-ide baru, produk baru, dan proses inovatif pada peran kerja, unit kerja, ataupun seluruh organisais. Hal ini juga mencangkup level dalam individual ataupun sebagai kelompok (Yuan & Marquardt, 2015).

Egalitarianisme dan Empowerment. Auditor haruslah menjunjung tinggi kesetaraan, menganggap semua pengguna laporannya setara, tidak memiliki status sosial yang berbeda. Tujuannya adalah untuk menghindari keberpihakan pada suatu kelompok tertentu, yang dapat menyebabkan auditor kehilangan kepercayaan masyarakat karena gagal menjalankan perannya sebagai public interest. unsur motivasi intrinsiknya ada pada keyakinan bahwa semua orang adalah sama dan setara. Memiliki pandangan ini akan memudahkan auditor menjalankan perannya sebagai public interest, karena tidak membedakan kepentingan klien dengan publik, harus memberikan kebenaran dan kejujuran bagi kedua belah pihak. Sedangkan dalam nilai pemberdayaan, diharapkan seorang partner dapat memberdayakan seluruh karyawannya agar dapat menjadi pribadi yang lebih baik. Keterlibatan auditor dengan klien haruslah membawa ilmu dan wawasan yang baru, agar kedepannya lebih bisa diandalkan. Pemberdayaan memiliki tujuan yang mulia, ingin membantu sesama dan berguna bagi sesama. Nilai ini sangat penting sebagai motivasi intrinsik, dengan begitu, auditor pastinya ingin memberikan yang terbaik bagi publik dan klien.

Rationality. Pekerjaan auditor sangat membutuhkan yang namanya rasionalitas. Terutama, ketika melakukan proses audit harus berdasarkan alasan yang jelas dan logis. Ini adalah faktor utama yang harus dimiliki oleh seorang auditor. Dalam membuat opini harus benar-benar rasional, sesuai dengan keadaan yang sebenar-benarnya. Rasionalitas erat kaitannya dengan kejujuran, tanggung jawab, dan reliability. Maksudnya adalah, jujur dalam memberikan opini dan melakukan proses audit sesuai dengan yang diperlukan. Bertanggung jawab atas opini yang dikemukakan, dan hasil akhirnya harus dapat diandalkan. Rasionalitas juga erat kaitannya dengan professional judgement, di mana keputusan yang diambil oleh auditor harus mengandung alasan yang rasional. Dalam penerapannya, pandangan rasionalitas akan mendorong auditor untuk berpikir lebih cermat dan berhati-hati dalam mengambil keputusan.

 

Kesimpulan

Fokus penelitian ini ada pada peran motivasi intrinsik, maka dari itu hanya akan membahas tentang dorongan intrinsik bagi auditor dalam menjalankan perannya sebagai public interest. pada dasarnya, motivasi intrinsik merupakan dorongan hati nurani seseorang sehingga ketika melakukan kegiatan tertentu akan membawa kebahagiaan. Tentunya motivasi intrinsik tidak dimiliki semua orang, karena tanpa memahami konsepnya orang tidak dapat menghargai motivasi intrinsik. Dari ketiga nilai KWI, integritaslah yang paling susah untuk dicapai dan dimaknai secara nyata. Membangun integritas seharusnya sudah dimulai sejak dini, sejak masih anak-anak. Karena integritas merupakan sebuah keyakinan yang hanya dapat dirasakan. Individu yang berintegritas memiliki keyakinan yang kuat, sehingga lebih dapat mengontrol diri dan emosinya. Dalam konteks public interest, integritas merupakan hal yang sangat penting. Karena orang yang berintegritas menyadari di mana tujuannya berada. Namun harus diingat bahwa integritas tanpa kebijaksanaan dan wawasan tidak akan berguna di lapangan audit.

Nilai wisdom memiliki komponen yang paling banyak, itu berarti auditor juga harus bijaksana dalam segala hal, terutama mengenai pola pikir holistik dan keberagaman. ketika kondisi dunia masih rasis, sebagai individu yang berlatar belakang akademisi harus bisa meninggalkan budaya rasis dan merudung yang sampai saat ini masih ada harus dihilangkan. Kebijaksanaan berarti memahami betapa pentingnya peran public interest bagi Auditor. Sekaligus mengetahui bahwa kepercayaan sangat berarti dan perlu untuk dijaga. Terakhir, knowledge yang pada dasarnya paling mudah dipahami diantara nilai-nilai lainnya. Karena sifatnya dasar, dan lebih mudah dipahami. Namun, pengetahuan tetap memiliki peran yang besar terhadap profesi auditor. Tanpa wawasan yang cukup, individu tidak akan menjadi auditor. Terutama karena dalam pekerjaan ini, seluruh praktisi diwajibkan untuk memperbarui ilmunya, agar tetap dapat bersaing dengan kondisi ekonomi yang dinamis.

Penelitian kecil ini merupakan penelitian studi literatur di mana data-data yang digunakan berasal dari jurnal, laporan, dan buku sehingga ada keterbatasan yang membuat penelitian ini tidak sempurna. Diantaranya adalah (1) triangulasi hanya sebatas pada membandingkan data-data pustaka, tanpa wawancara dan observasi dan (2) pembahasan masih belum mendalam dikarenakan ruang lingkup akuntansi yang terlalu luas.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Agustia, Dian. (2015). Peran Profesi Akuntan Manajemen Terhadap Perubahan Lingkungan Global: Perspektif Implementasi Sustainability Management Accounting.

Ainun, Moh Baqir, & Sari, Tyasha Ayu Melynda. (2021). Beburughen Becce’Dalam Saloka Madura Sebagai Nasehat Bagi Auditor. Riset, Ekonomi, Akuntansi Dan Perpajakan (Rekan), 2(2), 121–134.

Anggita, Rista Tri, Rinofah, Risal, & Sari, Pristin Prima. (2021). Pengaruh Kepemilikan Institusional, Kebijakan Hutang, Keputusan Investasi, Dan Profitabilitas Terhadap Nilai Perusahaan. JURNAL ILMIAH EKONOMI DAN BISNIS TRIANGLE, 2(1), 38–49.

Arief, Rachmat. (2016). Peran Audit internal atas kualitas Pemeriksaan Laporan keuangan yang dilakukan oleh audit eksternal pada sebuah perusahaan. Jurnal Ekonomi Universitas Esa Unggul, 7(01), 78768.

Arum Ardianingsih, S. E. (2021). Audit laporan keuangan. Bumi Aksara.

Azaro, Khoirin, Ekasari, Kurnia, & Susilowati, Kartika Dewi Sri. (2020). Mengungkap Arti Perilaku Etis Menurut Fresh Graduate Akuntansi. Journal of Applied Accounting and Taxation, 5(2), 127–136.

Azzahra, Nurul Fatimah. (2023). Pengaruh Tax Morale, Pengetahuan Perpajakan, Dan E-Tax System Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi (Studi Kasus Pada Wajib Pajak Orang Pribadi yang Terdaftar di Jakarta Pusat). Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia Jakarta.

Bajracharya, S. (2018). Intrinsic and Extrinsic Rewards with Examples. Retrieved from businesstopia website: https://www.businesstopia.net/human-resource/intrinsic-and-extrinsic-rewards

Baker, C. Richard. (2005). What is the meaning of “the public interest”? Examining the ideology of the American public accounting profession. Accounting, Auditing & Accountability Journal, 18(5), 690–703.

Balleisen, Edward J. (2023). America’s Anti-Fraud Ecosystem and the Problem of Social Trust: Perspectives from Legal Practitioners. Nw. UL Rev., 118, 51.

Bovens, M. (2010). Two Concepts of Accountability: Accountability as a Virtue and as a Mechanism. West European Politics, 946–967.

Daraba, Dahyar. (2019). Reformasi birokrasi & pelayanan publik. Penerbit Leisyah.

Eryanto, Dedy. (2020). An effective anti-fraud program: How do we know?(The challenge of finding an anti-fraud program in the Indonesian public sectors). Asia Pacific Fraud Journal, 5(2), 288–301.

Fidiana. (2020). Compliance Behaviour from the Holistic Human Nature Perspective. Journal of Islamic Accounting and Business Research, 1145–1158.

Firmansyah, Amrie, Ak, M., Estutik, Riska Septiana, & Ak, S. Tr. (2021). Kajian akuntansi keuangan: Peran tata kelola perusahaan dalam kinerja tanggung jawab lingkungan, pengungkapan tanggung jawab sosial, agresivitas pajak. Penerbit Adab.

Forbes. (2018). Five Skills Auditors Need To Succeed Today. Retrieved from Forbes website: https://www.forbes.com/sites/insights-kpmg/2018/07/16/five-skills-auditors-need-to-succeed-today/#440c462b2356

Grudin, R. (2020). Humanism. Retrieved from ENCYCLOPÆDIA BRITANNICA website: https://www.britannica.com/topic/humanism

Harmain, Hendra, Nurlaila, Nurlaila, Safrida, Lili, Sufritayati, Sufritayati, Alfurkaniati, Alfurkaniati, Ermawati, Yana, Ikhsan, Arfan, Olivia, Hastuti, Jubi, Jubi, & Nurwani, Nurwani. (2019). Pengantar Akuntansi I.

Hedlund-de Witt, Annick, De Boer, Joop, & Boersema, Jan J. (2014). Exploring inner and outer worlds: A quantitative study of worldviews, environmental attitudes, and sustainable lifestyles. Journal of Environmental Psychology, 37, 40–54.

IAPI. (2020). Kode Etik Profesi Akuntan Publik. Jakarta: IAPI.

IESBA. (2014). Handbook of the Code of Ethics for Professional Accountants. In International Federation of Accountants.

IFAC. (2012). Public Interest Framework for the Accountancy Profession, Policy position no. 5.

Kismawadi, Early Ridho. (2021). Fraud Pada Lembaga Keuangan Dan NonKeuangan-Rajawali Pers. PT. RajaGrafindo Persada.

Limperg, Th. (1932). Theory of inspired confidence. University of Amsterdam.

Meithiana, Indrasari. (2019). Pemasaran dan Kepuasan Pelanggan. Unitomo Press.

Nasir, Cholidin. (2017). Pengawasan terhadap Kebijakan Pemerintah Melalui Mekanisme Citizen Lawsuit. Jurnal Konstitusi, 14(4), 906–926.

Nurmastadiyah, Roiyan. (2010). Pegaruh Motivasi Terhadap Minat Mahasiswa Akuntansi Untuk Mengikuti Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAK)(Studi Empiris Pada Universitas Riau). Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

Purwani, Tri, & Oktavia, Okta. (2018). Profitabilitas, leverage, kebijakan dividen, kepemilikan institusional dan growth terhadap nilai perusahaan. Jurnal Bisnis Dan Ekonomi, 25(1).

Putra, D. S. T., & Muid, Dul. (2012). Pengaruh independensi, mekanisme corporate governance, kualitas audit, dan manajemen laba terhadap integritas laporan keuangan. Fakultas Ekonomika dan Bisnis.

Putra, Iwan. (2023). Pencegahan Fraud Sebagai Mediasi Pengaruh Internal Audit, Risk Management, Whistleblowing System Dan Big Data Analytics Terhadap Pencegahan Perilaku Financial Crime.

Rezaee, Zabihollah. (2004). Restoring public trust in the accounting profession by developing anti‐fraud education, programs, and auditing. Managerial Auditing Journal, 19(1), 134–148.

Robinson, Simon. (2016). Philosophy and Integrity. The Practice of Integrity in Business, 1–30.

Sawabe, Norio. (2005). Accounting for the public interest: A Japanese perspective. Accounting, Auditing & Accountability Journal, 18(5), 631–647.

Siahaan, P. (2015). Memaknai Kata “Memanusiakan Manusia.” Retrieved from Kompasiana website: https://www.kompasiana.com/palti/552c77076ea83444338b456d/memaknai-kata-memanusiakan-manusia

Sihotang, Kasdin. (2019). Etika Profesi Akuntansi: Teori dan Kasus. PT Kanisius.

Sulistiawan, Dedhy, & Januarsi, Yenny. (2011). Creative accounting: mengungkap manajemen laba dan skandal akuntansi. Salemba Empat.

Sulistya, Widha Anggun, & SRI, Rahayu Tri Astuti. (2013). ANALISIS PENGARUH HARGA, KUALITAS PRODUK, PROMOSI, DAN KELOMPOK ACUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMBELIAN HANDPHONE ANDROID (Pada Mahasiswa Manajemen FEB UNDIP Semarang). Fakultas Ekonomika dan Bisnis.

Suwitri, Sri. (2008). Konsep dasar kebijakan publik. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Syahroni, Maharso, & Sujarwadi, Tomy. (2018). Korupsi, bukan budaya tetapi penyakit. Deepublish.

Tandiono, Rosaline, Ratnawati, Andalan Tri, Gusneli, Gusneli, Ilham, Ilham, Martini, Rita, Waty, Ervina, Putuhena, Hempry, Mulyadi, A. R., & Devi, Erwina Krtika. (2023). TEORI AKUNTANSI: Konsep, Aplikasi, dan Implikasi. PT. Sonpedia Publishing Indonesia.

West, A. (2017). The Ethics of Professional Accountants: an Aristotelian Perspective. Accounting, Auditing & Accountability Journal, 328–351.

Yuan, F., & Marquardt, D. (2015). Innovative Behavior. Oxford Bibliographies.