PENGARUH PEMASARAN MEDIA SOSIAL MELALUI INSTAGRAM
TERHADAP KESADARAN MEREK CAFE EAT HAPPENS
Nafila Ulfah
Aisyah1, Joseph M.J. Renwarin2
Institut Teknologi dan
Bisnis Kalbis Jakarta Indonesia
nafilaulfahaisyah@gmail.com1,
joseph.renwarin@kalbis.ac.id2,
josephrenwarin1@gmail.com3
Abstrak
Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh pemasaran media sosial melalui Instagram terhadap
kesadaran merek Café Eat Happens. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif
dengan metode survey. Sampel dalam penelitian ini adalah 114 responden yang
mengetahui Café Eat Happens melalui Instagram dan pernah mengunjungi Café Eat
Happens minimal satu kali. Pengukuran yang digunakan adalah kuesioner yang
disebarkan melalui Google Form dan manual. Data dianalisis dengan SPSS 20.0.
Dari hasil penelitian, uji T menunjukkan bahwa variabel information access dan
accessibility tidak berpengaruh terhadap kesadaran merek. Sedangkan variabel
interactive capabilities dan sharing of content memiliki pengaruh signifikan
terhadap kesadaran merek
Kata
kunci: brand awareness, instagram, social media marketing, social media
Abstract
The objective of this research is
to know the effect of social media marketing through Instagram on brand
awareness of Café Eat Happens. The research used quantitive approach with
survey method. The sample in this research took 114 respondents who know Café
Eat Happens through Instagram and visited Café Eat Happens at least once. The
measurements used were questionnaires distributed through Google Form and
manuals. Data were analyzed with SPSS 20.0. The result of T test shows that
variable of information access and accessibility have no effect to brand
awareness. While the variable of interactive capabilities and sharing of
content have significant effects to brand awareness.
Keywords: brand
awareness, instagram, social media marketing, social media
Pendahuluan
Perkembangan dunia digital disambut baik
oleh penduduk dunia. Manusia, internet dan gadget bagaikan sahabat yang tidak
dapat dipisahkan. Banyak aktivitas dapat dilakukan dengan bantuan internet.
Tidak heran, pengguna internet di Indonesia terus meningkat. Hal ini dilansir
dalam website www.emarketer.com, sebuah lembaga penelitian dan pengumpulan data
mengenai dunia digital di Amerika Serikat. Data menunjukkan bahwa Indonesia
merupakan negara ke 6 dengan pengguna internet paling banyak bahkan mengalahkan
negara maju dan negara ASEAN lainnya.
Gambar 1.
Pengguna Internet di Indonesia
Internet juga memberikan kemudahan untuk
mengakses konten-konten sesuai kebutuhan penggunanya. Melihat dari perilaku
masyarakat Indonesia, mereka cenderung mengakses media sosial. Survei dari
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia membuktikan bahwa media sosial
adalah jenis konten paling sering diakses dengan persentase 97,4% atau setara
129,2 juta pengguna media sosial (Renwarin, 2021).
Gambar 2.
Perilaku Pengguna Internet Indonesia
Media sosial merupakan aplikasi grup
berbasis internet yang membangun dasar ideologi dan teknologi dari web 2.0.
serta memungkinkan perbuatan dan pertukaran isi dari pengguna yang dihasilkan (Kaplan & Haenlein,
2010). Pengertian lain dari media sosial sebagai informasi online dari
sumber yang bervariasi, yang diciptakan, dimulai, diedarkan, dan digunakan oleh
konsumen, dengan tujuan untuk mengedukasi, dan berbagai informasi mengenai
produk, brand, service, personalities, dan issues (Mangold & Faulds,
2009).
Media sosial tidak hanya digunakan
sebagai alat interaksi namun juga sebagai alat promosi yang tepat. Keuntungan
yang didapatkan dengan menggunakan media sosial yaitu mendapatkan informasi,
meningkatkan profil, mengurangi biaya, mempengaruhi orang yang berpengaruh,
memelihara merek perusahaan, penyebaran yang luas, dan keuntungan dari kelompok
(Ryan, 2020). Tidak hanya itu, media sosial juga membantu meningkatkan
brand awareness kepada calon konsumen dengan biaya minim.
Peluang ini disadari oleh pengusaha kafe
atau pengusaha tempat nongkrong untuk melakukan pemasaran melalui media sosial.
Pemasaran media sosial yaitu pemasaran dengan menggunakan komunitas online,
jejaring sosial, dan blog pemasaran (Prasetiya, Nuvriasari,
Ardiani, & Ul’Ulum, 2022). Pendapat lain menyatakan bahwa pemasaran media
sosial sebagai salah satu strategi pemasaran yang dilakukan oleh pebisnis untuk
menjadi bagian dari suatu jaringan dengan orang-orang melalui internet atau
online (Renwarin, 2021). Tentunya pebisnis harus menentukan strategi
penggunaan media sosial apa yang tepat sesuai dengan target pasar yang dituju.
Didalam buku Social Media Matrics membagi media sosial
menjadi tujuh bentuk diantaranya: forums dan message boards, review dan opinion
sites, social networks, blogging, microblogging, bookmarking, dan media sharing.
Target pasar dari bisnis kafe adalah anak muda yang berusia 15-35 tahun.
www.emarketer.com melakukan survei mengenai jenis media sosial yang memiliki
banyak pengguna di kalangan anak muda di Indonesia.
Gambar 3.
Media Sosial yang Digunakan Anak
Muda
Hasil survei
membuktikan bahwa Facebook masih unggul dengan persentase 87,5% disusul oleh
Instagram di urutan kedua, selanjutnya Twitter, Path, Google +, LinkedIn,
Snapchat, dan media sosial lainnya.
Instagram cukup
menyorot perhatian publik. Pasalnya aplikasi photo sharing yang baru
diluncurkan pada tahun 2010 ini memiliki lebih dari 50% pengguna berasal dari
anak muda. Data tersebut didukung oleh penemuan fakta Instagram dari CNN
Indonesia melalui berbagai sumber bahwa pengguna Instagram terbanyak memang
dipegang kaum muda yaitu berusia 18-24 tahun. Kemudian pengguna terbanyak kedua
yaitu 25-34 tahun dan terakhir berusia 34-44 tahun.
Instagram merupakan
media sosial yang bersifat mobile native yang artinya berasal dari perangkat
seluler [18]. Menurut Paul dalam (Razak, 2018) mengatakan bahwa Instagram
menggunakan satu kegiatan yaitu mobile photo sharing atau berbagi foto sehingga
pengguna dapat saling terhubung dengan kesamaan minat.
Dari fakta dan
teori meyakinkan bahwa Instagram adalah media sosial yang tepat untuk
memasarkan kafe dan tempat nongkrong. Instagram juga memberikan dampak positif
pada pertumbuhan bisnis kafe. Seringkali masyarakat membentuk suatu kebiasaan
yaitu “foto dulu, update ke media sosial baru makan.” Dengan terbantu
fitur-fitur terbaru dari Instagram seperti Instagram Stories, Instagram Live
membuat penyebaran informasi semakin cepat sehingga mudah sekali viral di
kalangan netizen. Ketika suatu topik menyebar cepat di dunia maya akan timbul
rasa penasaran yang tinggi. Seperti contoh menu makanan berbentuk unik yang
diposting kedalam media sosial membuat banyak orang tertarik untuk melihat
fotonya sehingga tingkat impressions (jumlah orang yang melihat foto yang
diposting) sangat tinggi.
Sebagian besar
kafe baru mengambil momentum untuk memperkenalkan brand nya melalui Instagram.
Salah satunya adalah Café Eat Happens yang viral dengan menu Hungry Jhon Bread
yaitu roti hotdog yang memiliki panjang 46 cm yang berisi daging sapi dan sosis
yang dipanggang, dipadu oleh telur dan keju. Café Eat Happens mampu
menggegerkan netizen dengan menu uniknya. Dengan kekuatan media sosial, Café
Eat Happens mampu mengundang calon konsumen untuk mencicipi menu Hungry Jhon
Bread.
Melihat
kekuatan Instagram yang potensial dalam hal branding dan juga marketing, Café
Eat Happens memutuskan hanya menggunakan Instagram. Ketika peneliti
mewawancarai langsung dengan Supervisor Café Eat Happens cabang Bekasi, Bapak
Ari, beliau mengatakan bahwa pada saat berdirinya Café Eat Happens pada tahun
2015, Instagram sedang booming di kalangan anak muda dan saat itu pamor
Facebook sedang menurun. Selain itu, alasan menggunakan Instagram karena media
sosial ini lebih mudah dicerna karena hanya melihat foto makanan dan minuman
yang diunggah mampu menarik minat konsumen untuk datang ke Café Eat Happens.
Dari pengalaman
Café Eat Happens, media sosial ini sangat berperan penting digunakan dalam
membangun brand awareness. Kesadaran merek merupakan kesanggupan seseorang
calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek
merupakan bagian dari kategori produk tertentu (Rangkuti, 2009). Terdapat empat tahapan kesadaran merek yaitu: (1) unaware of brand,
(2) brand recognition, (3) brand recall, dan (4) top of mind (Sadat, 2009).
Sebelumnya,
konsumen masih berada ditahap dasar yaitu unaware of brand dimana konsumen
tidak mengenal Café Eat Happens namun dengan banyaknya foto yang diunggah
melalui Instagram seperti foto Hungry Jhon bread dan Martabak Kekinian, serta
dibantunya hashtag sebagai penanda suatu tema membuat calon konsumen mengetahui
keberadaan Café Eat Happens. Jika suatu kafe atau tempat nongkrong tidak
menggunakan media sosial sangat disayangkan karena melalui media inilah
penyebaran informasi sangat cepat, dan juga hubungan manajemen kafe dengan
konsumen pun semakin dekat. Mengakses media sosial tentunya menjadi mudah
karena didukung oleh smartphone yang memadai. Dari segi penyebaran konten
seperti gambar dan video lebih disukai dan diterima anak muda.
Dari hasil
wawancara pra-riset dan juga survei di lapangan maka peneliti tertarik untuk
meneliti apakah media sosial Instagram masih memberikan pengaruh kesadaran
merek pada Café Eat Happens. Dalam penelitian ini, peneliti merumuskan beberapa
rumusan masalah yakni:
1. Apakah terdapat pengaruh
information access terhadap kesadaran merek Café Eat Happens?
2. Apakah terdapat pengaruh
interactive capabilities terhadap kesadaran merek Café Eat Happens?
3. Apakah terdapat pengaruh
sharing of content terhadap kesadaran merek Café Eat Happens?
4. Apakah terdapat pengaruh
accessibility terhadap kesadaran merek Café Eat Happens?
Melihat
rangkuman latar belakang dan juga perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini
adalah:
1. Untuk mengevaluasi dan
menganalisis pengaruh information access terhadap kesadaran merek Café Eat
Happens.
2. Untuk mengevaluasi dan
menganalisis pengaruh interative capabilities terhadap kesadaran merek Café Eat
Happens.
3. Untuk mengevaluasi dan
menganalisi pengaruh sharing of content terhadap kesadaran merek Café Eat
Happens.
4. Untuk mengevaluasi dan
menganalisis pengaruh accessibility terhadap kesadaran merek Café Eat Happens.
Metode
Penelitian merupakan penyaluran rasa
ingin tahu manusia terhadap sesuatu/masalah dengan melakukan sebuah
proses/usaha sehingga mencapai kebenaran atau kesimpulan dari masalah tersebut (Syofian & Siregar,
2013). Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode
survey. Metode survey digunakan untuk pengumpulan informasi dengan cara
terorganisir dan mengikuti metode ilmiah serta menggabungkan informasi kedalam
bentuk ringkasan (Asra, Irawan, &
Purwoto, 2015).
Jenis data yang digunakan adalah data
kuantitatif yaitu data berupa angka dan dapat diolah atau dianalisis
menggunakan teknik perhitungan statistik (Syofian & Siregar,
2013). Data yang diukur menggunakan skala likert yang mempunyai lima skor
yaitu sangat tidak setuju (1), tidak setuju (2), netral (3), setuju (4), dan
sangat setuju (5).Sumber data yang digunakan adalah
data primer yaitu data yang diperoleh melalui atau berasal dari pihak pertama
yang memiliki sumber data. Sedangkan data sekunder yaitu data yang diperoleh
melalui atau berasal dari pihak kedua yang ikut mengetahui atau memiliki suatu
data (Septianing &
Farida, 2021)
Data primer dalam penelitian ini adalah
hasil penyebaran kuesioner dan juga wawancara pra-riset dengan supervisor Café
Eat Happens. Data sekunder yang didapat dari hasil kepustakaan buku, jurnal dan
media massa.
Populasi adalah kumpulan dari seluruh
unsur atau elemen atau unit pengamatan (observation unit) yang akan diteliti.
Populasi pada penelitian ini yaitu seluruh warga yang berada di wilayah Jakarta
dan Bekasi yang menggunakan media sosial Instagram. Sedangkan sampel merupakan
sebagian dari unit pengamatan dari suatu populasi untuk membuat kesimpulan
tentang populasi tersebut. Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling
dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya oleh peneliti. Jumlah
sampel yang diambil sebanyak 114 responden sesuai dengan jumlah responden yang
mengisi kuesioner baik melalui manual maupun Google Forms. Dengan 114 responden
layak untuk diuji dalam penelitian sesuai teori Sekaran dan Bougie bahwa jumlah
sampel yang layak antara 30 sampai 500 sampel (Sekaran & Bougie,
2013). Teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji
validitas dan uji reliabilitas dalam pre test dan juga main test, uji asumsi
klasik (normalitas, multikolinieritas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi),
uji hipotesis, koefisien determinasi, dan uji regresi linier berganda.
Hasil dan Pembahasan
A. Karakteristik
Responden
Gambar 4.
Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Kelamin
Karakteristik
responden berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa dari 114 responden
terdiri dari 82 perempuan dan 32 laki-laki. Ini menyimpulkan bahwa konsumen
Café Eat Happens didominasi oleh kaum wanita sebesar 72% sedangkan kaum pria
hanya sebagian kecil yaitu 28%.
Gambar 5.
Karakteristik Responden
berdasarkan Usia
Karakteristik
responden berdasarkan usia menunjukkan bahwa dari 114 responden terdiri dari 13
orang berusia 13-15 tahun (11%); 14 orang berusia 16-19 tahun (12%); 77 orang
berusia 20-25 tahun (67%); 9 orang berusia 26-35 tahun (8%); dan 2 orang
berusia > 35 tahun. Ini menyimpulkan bahwa konsumen Café Eat Happens paling
banyak berasal dari usia 20-25 tahun
Gambar 6.
Karakteristik Responden berdasarkan Pekerjaaan
Karakteristik
responden berdasarkan pekerjaan menunjukkan bahwa dari 114 responden terdiri
dari 22 orang berprofesi sebagai pelajar (19%); 64 orang berprofesi sebagai
mahasiswa (56%); 22 orang berprofesi sebagai pegawai (19%); 3 orang berprofesi
sebagai wiraswasta (3%); dan 3 orang berprofesi sebagai ibu rumah tangga (3%).
Ini menyimpulkan bahwa konsumen Café Eat Happens paling banyak adalah
mahasiswa.
Gambar 7.
Karakteristik
responden pengeluaran per bulan menunjukkan bahwa dari 114 responden terdiri
dari 20 orang yang memiliki pengeluaran sebesar Rp 100.000- Rp 500.000 (18%);
24 orang yang memiliki pengeluaran sebesar Rp 500.000- Rp 750.000 (21%); 37
orang yang memiliki pengeluaran sebesar Rp 1.000.000- Rp 2.000.000 (32%); dan
33 orang yang memiliki pengeluaran sebesar diatas Rp 2.000.000 (29%). Ini
menyimpulkan bahwa konsumen Café Eat Happens sebagian besar yang memiliki
jumlah pengeluaran per bulan sebesar Rp 1.000.000 – Rp 2.000.000.
Gambar 8.
Karakteristik Responden berdasarkan Waktu Berkunjung ke Kafe
Karakteristik
responden berdasarkan waktu berkunjung ke kafé menunjukkan bahwa dari 114
responden terdiri dari 18 orang yang mendatangi Café Eat Happens saat weekdays
/ hari kerja (16%); 56 orang yang mendatangi Café Eat Happens saat weekend /
hari libur (49%); 35 orang yang mendatangi Café Eat Happens saat weekdays dan
juga weekend (35%); Ini menyimpulkan bahwa konsumen sering mendatangi Café Eat
Happens ketika hari libur (weekend).
B. Hasil Uji
Validitas
Uji validitas
digunakan untuk mengukur valid atau tidaknya kuesioner (Desa &
Transmigrasi, 2014). Definisi lain mengenai validitas yaitu sejauh mana
tes dapat diukur dan dipertanggungjawabkan kebenarannya dengan tepat.
Penelitian ini menggunakan teknik pengujian corrected
total correlation didalam Program SPSS 20.0. Item instrument dikatakan
valid apabila r hitung > r tabel.
a.
Hasil Uji Validitas
Variabel Information Access
Tabel 1.
Uji
Validitas Variabel Information Access
Variable
Information Access |
Item
Pernyataan |
Corrected Total Correlation |
Nilai
Tabel R |
Keterangan |
|
IA3 |
0,467 |
0,184 |
Valid |
|
IA4 |
0,586 |
0,184 |
Valid |
|
IA5 |
0,631 |
0,184 |
Valid |
|
IA6 |
0,719 |
0,184 |
Valid |
|
IA7 |
0,618 |
0,184 |
Valid |
|
IA8 |
0,583 |
0,184 |
Valid |
Sumber: Olahan Peneliti, 2017
Saat Pre-Test terdapat dua indikator yang tidak valid karena r hitung
< r tabel sehingga pernyataan tersebut tidak bisa diuji kembali dalam main test dan harus dibuang yaitu
indikator IA1 dan IA2.
b. Hasil Uji Validitas
Variabel Interactive Capabilities
Tabel 2.
Uji Validitas
Variabel Interactive Capabilities
Variable
Interactive Capabilities |
Item
Pernyataan |
Corrected Total Correlation |
Nilai
Tabel R |
Keterangan |
|
IC1 |
0,626 |
0,184 |
Valid |
|
IC2 |
0,384 |
0,184 |
Valid |
|
IC3 |
0,691 |
0,184 |
Valid |
|
IC4 |
0,549 |
0,184 |
Valid |
|
IC5 |
0,566 |
0,184 |
Valid |
Sumber: Olahan Peneliti, 2017
c. Hasil Uji Validitas
Variabel Sharing of Content
Tabel 3.
Uji
Validitas Variabel Sharing of Content
Variable Sharing of Content |
Item
Pernyataan |
Corrected Total Correlation |
Nilai
Tabel R |
Keterangan |
|
SC1 |
0,535 |
0,184 |
Valid |
|
SC2 |
0,669 |
0,184 |
Valid |
|
SC3 |
0,682 |
0,184 |
Valid |
|
SC4 |
0,492 |
0,184 |
Valid |
Sumber: Olahan Peneliti, 2017
d.
Hasil Uji Validitas Variabel Accessibility
Tabel 4.
Uji Validitas Accessibility
Variable
Interactive Capabilities |
Item
Pernyataan |
Corrected Total Correlation |
Nilai
Tabel R |
Keterangan |
|
IC1 |
0,606 |
0,184 |
Valid |
|
IC2 |
0,650 |
0,184 |
Valid |
|
IC3 |
0,615 |
0,184 |
Valid |
|
IC4 |
0,558 |
0,184 |
Valid |
Sumber: Olahan Peneliti, 2017
e. Hasil Uji Validitas Variabel Brand
Awareness (Kesadaran Merek)
Tabel 5.
Uji Validitas Variabel Brand Awareness
Variable Brand Awareness |
Item Pernyataan |
Corrected Total Correlation |
Nilai Tabel R |
Keterangan |
|
UB1 |
0,424 |
0,184 |
Valid |
|
UB2 |
0,474 |
0,184 |
Valid |
|
UB3 |
0,569 |
0,184 |
Valid |
|
UB4 |
0,561 |
0,184 |
Valid |
|
UB5 |
0,499 |
0,184 |
Valid |
|
UB6 |
0,542 |
0,184 |
Valid |
|
UB7 |
0,418 |
0,184 |
Valid |
|
BR1 |
0,507 |
0,184 |
Valid |
|
BR2 |
0,441 |
0,184 |
Valid |
|
BR3 |
0,624 |
0,184 |
Valid |
|
BR4 |
0,633 |
0,184 |
Valid |
|
BR5 |
0,498 |
0,184 |
Valid |
|
BR6 |
0,643 |
0,184 |
Valid |
|
BR7 |
0,654 |
0,184 |
Valid |
|
BC1 |
0,583 |
0,184 |
Valid |
|
BC2 |
0,544 |
0,184 |
Valid |
|
BC3 |
0,563 |
0,184 |
Valid |
|
BC4 |
0,672 |
0,184 |
Valid |
|
BC5 |
0,502 |
0,184 |
Valid |
|
BC6 |
0,657 |
0,184 |
Valid |
|
BC7 |
0,697 |
0,184 |
Valid |
Sumber: Olahan Peneliti, 2017
Semua
indikator yang terdapat pada tabel 2 hingga tabel 6 yaitu variabel information
access, interactive capabilities, sharing of content, accessibility dan brand
awareness adalah valid karena memenuhi syarat: r hitung > r tabel.
C. Hasil Uji Reliabilitas
Uji
reliabilitas merupakan sebuah alat ukur untuk mengukur tingkat akurasi,
ketepatan, dan konsistensi kuesioner dalam indikator dari variabel atau
konstruk (Desa & Transmigrasi, 2014). Suatu kuesioner dikatakab handal apabila nilai Cronbach Alpha
>0,60 (Danang, 2013).
Tabel 6.
Uji Reliabilitas
Variabel |
Cronbanch’s
Alpha |
N
of Item |
Keterangan |
Information Access |
0,828 |
6 |
Reliabel |
Interactive Capabilities |
0,785 |
5 |
Reliabel |
Sharing of Content |
0,785 |
4 |
Reliabel |
Accessibility |
0,794 |
4 |
Reliabel |
Brand Awareness |
0,913 |
21 |
Reliabel |
Sumber: Olahan Peneliti, 2017
D.
Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Uji normalitas
dilakukan untuk menguji apakah terdapat variabel penganggu atau residualnya
memiliki distribusi yang normal atau tidak dalam sebuah model regresi. Model
regresi yang baik adalah model regresi yang memiliki distribusi normal atau
mendekati normal. Dasar analisisnya
adalah: (1) apabila distribusi kumulatif dari data sesungguhnya ditunjukkan
oleh grafik histogram mengikuti pola distribusi kumulatif dari distribusi
normal yang ditunjukkan oleh kurva normal, maka model regresi yang digunakan
dalam penelitian ini dianggap layak dan memenuhi asumsi normalitas. (2) Apabila
titik-titiknya menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis
diagonal, maka model regresi yang dianggap layak dan memenuhi asumsi
normalitas.
Gambar 9.
Uji Normalitas Tipe Histogram
Gambar 10
menunjukkan bahwa pola distribusi kumulatif yang ditunjukkan oleh grafik histogram
mengikuti kurva normal sehingga disimpulkan bahwa data terdistribusi normal.
b. Uji Multikolinieritas
Uji
multikolinieritas dilakukan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan
adanya korelasi antar variabel independent. Jika terjadi korelasi, maka
terdapat problem multikolinieritas. Model regresi yang baik seharusnya tidak
terjadi korelasi diantara variable independent. Dasar analisisnya adalah: nilai
VIF < 10 atau nilai toleransinya > 0,10, maka model regresi yang
digunakan pada penelitian ini dianggap tidak memiliki masalah multikolinieritas
antar variabel independen.
Tabel 8.
Hasil Uji Multikolinieritas
Coefficientsa |
|||
Model |
Collinearity Statistics |
||
Tolerance |
VIF |
||
1 |
IA |
.810 |
1.234 |
IC |
.806 |
1.241 |
|
SC |
.460 |
2.175 |
|
AC |
.477 |
2.096 |
|
a. Dependent Variable: BA |
Sumber: Olahan Peneliti, 2017
Tabel 8
menunjukkan bahwa nilai toleransinya > 0,10 dan juga nilai VIF dapat
disimpulkan bahwa semua variabel memiliki nilai variance inflation factor (VIF)
< 10 atau nilai toleransinya > 0,10 yang artinya tidak terjadi
multikolinieritas atau korelasi antar variabel independen. information access
memiliki nilai VIF sebesar 1,234 > 0,10; interactive capabilities memiliki
nilai VIF sebesar 1,241 > 0,10; sharing of content memiliki nilai VIF
sebesar 2,175 > 0,10; dan accessibility memiliki nilai VIF sebesar 2,096
> 0,10.
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji
Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi
terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke satu
pengamatan lain. Jika varians dari residu dari satu pengamatan ke pengamatan
yang lain tetap, maka disebut homokedastisitas. Sebaliknya jika varians berbeda
maka disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah
homokedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Dasar analisisnya
adalah: (1) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk
suatu pola yang teratur (bergelombang melebar kemudian menyempit) maka terjadi
heteroskedastisitas. (2) Jika tidak ada pola yang jelas seperti titik-titik menyebar
diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka hal ini mengindikasikan tidak
terjadi heteroskedastisitas
Gambar 10.
Uji Heteroskedastisitas
Melihat
gambar 11 menunjukkan bahwa grafik scatterplot menyebar secara acak diatas dan
dibawah sumbu 0 dan sumbu Y dan juga tidak membentuk suatu pola. Maka
disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas.
d. Uji Autokorelasi
Menurut
Wijaya dalam (Sarjono & Julianita, 2011: 80), uji autokorelasi bertujuan
untuk menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan
penganggu pada periode t dan kesalahan penganggu pada periode sebelumnya (t-1).
Apabila terjadi korelasi maka hal tersebut menunjukkan adanya problem
autokorelasi. Masalah autokorelasi sering terjadi pada data time-series (data runtun
waktu). Uji autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin- Watson
Tabel 9.
Uji Autokorelasi
Model Summaryb |
|||||
Model |
R |
R Square |
Adjusted R Square |
Std. Error of the Estimate |
Durbin-Watson |
1 |
.836a |
.699 |
.688 |
.26063 |
1.898 |
a.
Predictors: (Constant), AC, IA, IC, SC |
|||||
b.
Dependent Variable: BA |
Sumber: Olahan Peneliti, 2017
Sebelum
menganalisis uji autokorelasi ada baiknya mengetahui nilai dL dan dU dengan
melihat Tabel Durbin- Watson pada α = 5% dan k = 4 (nilai k menunjukkan
variabel bebas. Dalam penelitian ini terdapat variabel bebas 4 yaitu
information access, interactive capabilities, sharing of content dan
accessibility), juga n = 114 (n merupakan jumlah responden) yaitu: dL = 1,6227
dan dU= 1,7677
Hasil analisis :
Nilai dL = 1,6227
dU =
1,7677
DW =
1,898
4-dU =
(4- 1,7677) = 2,2323
4-dL =
(4- 1,6227) = 2.3773
Jika DW
berada diantara dU dan 4- dU atau model matematika :
dU< DW < 4-dU maka tidak ada autokorelasi. Hasil analisis menunjukkan
bahwa 1,7677 < 1,898 < 2,2323 dapat disimpulkan bahwa penelitian ini
tidak terjadi autokorelasi.
E.
Uji Hipotesis
Hipotesa
merupakan pernyataan atau asumsi sementara yang dibuat untuk diuji
kebenarannya. Uji ini bertujuan untuk menguji kebenaran suatu pernyataan secara
stastistik dan menarik kesimpulan apakah menerima atau menolak pernyataan
tersebut. Penelitian ini menggunakan uji T.
Uji T atau disebut uji parsial
digunakan untuk mengetahui pengaruh apakah variabel independen berpengaruh
secara signifikan terhadap variabel dependen (Priyatno, 2008). Signifikan berarti pengaruh yang terjadi dapat
berlaku untuk populasi (dapat digeneralisasikan). Pengujian tersebut dilakukan
dengan membandingkan antara t hitung dengan t kritis dengan tabel pada α =
0,05. Dasar analisisnya adalah :
Tabel 10.
Uji Hipotesis
Hipotesis |
Kriteria
T-Value (> 1,98) |
Keteran-gan |
H1: Information access berpengaruh terhadap kesadaran merek Café Eat
Happens |
1,351 |
Ditolak |
H2: Interactive Capabilities berpengaruh terhadap kesadaran merek
Café Eat Happens |
4,522 |
Diterima |
H3: Sharing of Content berpengaruh terhadap kesadaran merek Café Eat
Happens |
7,329 |
Diterima |
H4: Accessibility berpengaruh terhadap kesadaran mereka Café Eat
Happens |
1,440 |
Ditolak |
Sumber: Olahan Peneliti, 2017
1.
Jika t hitung
≤ t kritis = H0 diterima. Artinya bahwa tidak adanya pengaruh antara
variabel yang diuji dengan variabel terikat.
2.
Jika t hitung
> t kritis = H0 ditolak. Artinya bahwa adanya pengaruh antara variabel yang
diuji dengan variabel terikat.
F.
Koefisien
Determinasi
Analisis determinasi dalam regresi
linier berganda digunakan untuk mengetahui persentase sumbangan pengaruh
variabel independen secara serentak terhadap variabel dependen (Priyatno, 2008). Koefisien ini menunjukkan seberapa besar persentase
variasi variabel independen. Dalam analisis ini untuk memperoleh hasil
koefisien dilihat dari nilai R square, sesuai dengan menurut pendapat (Priyatno, 2008) yang mengemukakan bahwa regresi dengan dua variabel
bebas menggunakan R2 sebagai koefisien determinasi dan jika regresi lebih dari
dua variabel bebas menggunakan Adjusted R2 sebagai koefisien determinasi.
Pada tabel 8, R Square yang didapat
adalah 0,699 atau sebesar 69,9%. Itu artinya bahwa pengaruh pemasaran media
sosial terhadap kesadaran merek sebesar 69,9%. Sisanya 30,1% dipengaruhi oleh
variabel-variabel yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
G.
Regresi Linier
Berganda
Secara umum, data hasil pengamatan Y
dipengaruhi oleh variabel-variabel bebas seperti X1, X2, X3,…Xn
sehingga rumus umum dari regresi linier berganda ini adalah: [20]
Y = a + b X1 + c X2 + …+k Xk
Dimana koefisien-koefisien a,b,c,d,…,k dapat dicari dengan berbagai cara, misalnya
dengan cara kuadrat terkecil ataupun matrik
Tabel 11.
Regresi
Linier Berganda
Model |
Unstandardized
Coefficients |
Standardized
Coefficients |
||
B |
Std.
Error |
Beta |
||
1 |
(Constant) |
.966 |
.201 |
|
IA |
.061 |
.045 |
.079 |
|
IC |
.172 |
.038 |
.265 |
|
SC |
.454 |
.062 |
.568 |
|
AC |
.085 |
.059 |
.110 |
Sumber: Olahan Peneliti, 2017
Melalui tabel 11 dapat diketahui model
persamaan regresi linier berganda adalah:
Brand
Awarness = 0,966 + 0,061 Information Access + 0,172 Interactive Capabilities +
0,454 Sharing of Content + 0,085 Accessibility
Dari model regresi tersebut, maka
didapatkan nilai konstanta (a) sebesar 0,966; artinya jika information access
(IA), interactive capabilities (IC), sharing of content (SC), dan accessibility
(AC) nilainya adalah 0 (nol), maka kesadaran merek (BA) nilainya positif
sebesar 0,966. Jika koefisien regresi dari information access (IA) mengalami
kenaikan sebesar 1 maka kesadaran merek (BA) akan meningkat juga sebesar 0,061
dengan asumsi variabel IC, SC, dan AC dalam keadaan tetap.
Koefisien regresi interactive
capabilities mengalami kenaikan sebesar 1 maka akan meningkatkan kesadaran
merek sebesar 0,172 dengan asumsi variabel IA, SC, dan AC dalam keadaan tetap.
Koefisien regresi sharing of content mengalami kenaikan sebesar 1 maka akan
meningkatkan kesadaran merek sebesar 0,454 dengan asumsi variabel IA, SC, dan
AC dalam keadaan tetap. Koefisien regresi accessibility mengalami kenaikan
sebesar 1 maka akan meningkatkan kesadaran merek sebesar 0,085 dengan asumsi
variabel IA, IC, dan SC dalam keadaan tetap.
Kesimpulan
Kesimpulannya adalah : 1.)
Variabel information access tidak berpengaruh terhadap kesadaran merek
Café Eat Happens. 2.) Variabel interactive
capabilities berpengaruh terhadap kesadaran merek Café Eat Happens. 3.) Variabel
sharing of content berpengaruh signifikan terhadap kesadaran merek Café Eat
Happens. 4.) Variabel accessibility tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap kesadaran merek Café Eat Happens.
DAFTAR
PUSTAKA
Asra, Abuzar, Irawan, Puguh Bodro,
& Purwoto, Agus. (2015). Metode penelitian survei. Bogor: In Media.
Danang, Sunyoto. (2013). Metode
Penelitian Akuntansi. Bandung: PT Refika Aditama.
Desa, Kementerian, & Transmigrasi,
Pembangunan Daerah Tertinggal Dan. (2014). Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi
Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21. Semarang: Badan
Penerbit–Undip. Hafidh, 2016. Kinerja Koperasi dengan Pendekatan Balanced
Scorecard (Kasus: KUD Giri Tani Kabupaten Bogor).[Skripsi]. Institut Pertanian
Bogor. Indranatha, 2013. Pengukuran Kinerja Berbasis Balanced Scorecard Pada
Koperasi. Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 8, 279–293.
Kaplan, Andreas M., & Haenlein,
Michael. (2010). Users of the world, unite! The challenges and opportunities of
Social Media. Business Horizons, 53(1), 59–68.
Mangold, W. Glynn, & Faulds,
David J. (2009). Social media: The new hybrid element of the promotion mix. Business
Horizons, 52(4), 357–365.
Prasetiya, Candra Eka, Nuvriasari, Audita,
Ardiani, Nurul Putri, & Ul’Ulum, Mifta. (2022). Development Program on
Digital Marketing and Brand Strengthening for Cellular Businesses in
Gunungkidul Regency. IMPACTS: International Journal of Empowerment and
Community Services, 1(1), 30–36.
Priyatno, Duwi. (2008). Mandiri Belajar
SPSS (cetakan kedua). Yogyakarta: Mediakom.
Rangkuti, Freddy. (2009). Mengukur
Efektivitas Program Promosi & Analisis Kasus Menggunakan SPSS. PT
Gramedia Pustaka Utama.
Razak, Sam Rohadion. (2018). Analisis
Pengaruh Dimensi Social Media Marketing Efforts Terhadap Brand Equity Pada
Jank-Jank Wings Di Kota Malang (Studi Pada Pengakses Akun Instagram@
Jankjankwings. Id). Universitas Brawijaya.
Renwarin, Joseph M. J. (2021). The
Increasing of Brand Awarness Toward Social Media Instagram; A Customer Market
Survey of Cafe in Indonesia. Journal of Industrial Engineering &
Management Research, 2(3), 1–5.
Ryan, Damian. (2020). Understanding
digital marketing: A complete guide to engaging customers and implementing
successful digital campaigns. Kogan Page Publishers.
Sadat, Andi M. (2009). Brand belief:
Strategi membangun merek berbasis keyakinan. Jakarta: Salemba Empat.
Sekaran, Uma, & Bougie, Roger.
(2013). Edisi 6. Research Methods for Business.
Septianing, Aldilla Dwi, &
Farida, Naili. (2021). Pengaruh Fasilitas Wisata Dan Kualitas Pelayanan
Terhadap Niat Berkunjung Kembali Melalui Kepuasan Pengunjung (Studi Obyek
Wisata Goa Kreo Kota Semarang). Jurnal Ilmu Administrasi Bisnis, 10(1),
781–792.
Syofian, Siregar, & Siregar, Ir.
(2013). Metode Penelitian Kuantitatif dilengkapi dengan perbandingan
perhitungan manual dan SPSS. Jakarta: Prenada Media Group.